Beschikking (Surat Keputusan) yang diterbitkan oleh badan atau pejabat pemerintah yang
berwenang harus dianggap benar (presumptio iustae causa) dan sah (rechtmatig), sehingga
tetap dilaksanakan meskipun diajukan upaya perlawanan berupa gugatan. Berdasarkan asas
tersebut berarti pelaksanaan keputusan yang digugat tidak dapat ditunda kecuali ditentukan
lain dalam peraturan perundang-undangan ataupun ketika diberikan putusan sela untuk
menunda pelaksanaan beschikking. Demikian pula saat WP mengajukan upaya hukum
banding atau gugatan terhadap surat keputusan, ketetapan dan pelaksanaan penagihan pajak
pada prinsipnya tidak menunda pelaksanaan beschikking tersebut. Selanjutnya akan diuraikan
lebih lanjut.
1. Upaya banding menangguhkan waktu pelunasan utang pajak
Saat WP mengajukan upaya hukum banding terhadap SK keberatan maka utang pajak
yang masih harus dibayar menjadi tertangguh untuk sementara hingga diperolehnya
putusan banding dari hakim PP. Hal ini mengacu pada ketentuan pasal 27 ayat 5a UU
KUP dengan masa waktu penangguhan sampai dengan 1 bulan sejak tanggal
penerbitan putusan banding. Penangguhan ini diberikan karena secara substansi
hukumnya WP tidak menyetujui hasil koreksi fiskal sehingga status pajak yang
tercantum dalam SKP belum berstatus final sebagai utang pajak.
Pajak yang masih harus dibayar WP ditentukan dengan kondisi bersyarat berikut:
• jika WP telah menyetujui hasil koreksi fiskal maka ia harus melunasi pajak yang
masih harus dibayar paling sedikit sebesar jumlah yang disetujuinya atau 50% dari
jumlah pajak yang terutang saat WP mengajukan banding (pasal 36 ayat 6 UU PP)
• jika wi-fi tidak menyetujui seluruh hasil koreksi fiskal maka kewajiban melunasi
pajak ditangguhkan menjadi satu bulan setelah diterimanya SK keberatan atau dua
bulan bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu (pasal 25 ayat 7 UU KUP) dan
WP yang bersangkutan dapat langsung mengajukan banding tanpa harus membayar
50% dari pajak yang masih harus dibayar dan tanpa sanksi 30% akibat keberatannya
dikalahkan DJP.
Namun apabila keberatan wi-fi dikalahkan oleh DJP dan ia tidak mengajukan banding
maka dikenakan sanksi denda 30% dari jumlah pajak yang harus dibayar yang
tercantum dalam SK keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
Demikian pula jika bandingnya dikalahkan oleh hakim PP maka WP dikenakan sanksi
denda sebesar 60% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tercantum dalam
putusan banding dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan banding.
Denda 60% tersebut merupakan konsekuensi hukum dari WP yang tidak dikenakan
denda 30% dari sk keberatan DJP karena lanjutan sengketanya ke tingkat banding di
PP sehingga dendanya menjadi lebih besar (pasal 25 ayat 9 dan 10 Jo. Pasal 27 ayat
5d UU KUP)