Karena kinerja Direktorat Jenderal Pajak yang adalah administrator perpajakan selalu diukur
dengan penerimaan pajak, maka dalam rangka penerimaan negara melalui pajak, DJP
mengeluarkan berbagai produk administrasi, dari berupa surat korespondensi biasa sampai
dengan surat paksa yang setara dengan putusan hakim (grosse) serta produk-produk hukum
lainnya. Beberapa surat/produk tersebut tentu saja tidak semuanya memuaskan rasa keadilan
Wajib Pajak. Maka untuk memenuhi rasa keadilan tersebut diaturlah upaya hukum dalam UU
KUP, salah satunya adalah gugatan.
Pengertian Gugatan Adalah - Gugatan adalah upaya hukum Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak terhadap keputusan yang
dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 23 ayat (2) UU KUP menyatakan bahwa Gugatan Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak terhadap:
Produk hukum yang menjadi obyek gugatan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU huruf a, b, dan d sudah
jelas disebut, yaitu: Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, SKP,dan
SK Keberatan. Namun tidak demikian dengan Obyek gugatan huruf c yang hanya menyebutkan
‘keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan’.
Bagaimana dengan pengertian Pasal 23 huruf ayat (2) huruf c “Keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 26; ” ?
Dalam Pasal 37 PP 74/2011 dijelaskan bahwa “Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak selain:”
1. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara
penerbitan;
2. Surat Keputusan Pembetulan;
3. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata
cara penerbitan;
4. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
5. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
6. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
7. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
8. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
Sebuah opini mengatakan bahwa terdapat dua unsur obyek gugatan dalam pasal 23 ayat (2)
huruf c, yaitu : keputusan dan pelaksanaan keputusan, dengan pengertian masing-masing adalah :
Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Pasal 1
angka 4 UU Pengadilan Pajak). Pengertian Penetapan tertulis sesuai Pasal 1 angka 9
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 51 Tahun 2009 yaitu
“Keputusan Tata Usaha adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata.
Keputusan yang dapat digugat adalah keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan
dari suatu keputusan lainnya. Istilahnya besickhing atas besickhing atau keputusan
berjenjang. Dengan demikian, harus ada suatu keputusan yang dikeluarkan DJP
mendahului keputusan yang digugat, bukan suatu keputusan yang berdiri sendiri.
Misalkan Keputusan Pasal 36 ayat (1) huruf a dan b UU KUP yang merupakan ‘review’
atas STP atau SPMKP yang merupakan eksekusi SKPLB.
Keputusan berjenjang dapat ditafsirkan telah melalui proses review yang merupakan proses
administrasi yang masih menjadi domain DJP. DJP masih diberikan kesempatan untuk mereview
keputusan administrasi sebelum disengketakan di pengadilan. Hal ini sesuai dengan filosofi
hukum ‘dua alat bukti’ keputusan hakim. DJP bertindak sebagai ‘hakim’ atas keputusan yang
dikeluarkannya (STP, SKP, SP, dan lain-lain). Bukti pertama yaitu keputusan pertama (STP,
SKP, dan keputusan lainnya) dan bukti ke-2 yaitu keputusan Pasal 16, 25, dan 36 UU KUP.
Dengan dua alat bukti tersebut maka DJP sebagai ‘hakim’ telah inkracht atas keputusanya
sehingga upaya hukum lanjutan ke hakim berikutnya, yaitu hakim Pengadilan Pajak.
Prinsip keputusan berjenjang sebenarnya berlaku untuk seluruh obyek gugatan (selain tindakan
penagihan dengan Surat Paksa). STP tidak dapat langsung digugat tanpa terlebih dahulu melaui
proses Pasal 36 ayat (1) huruf a dan c UU KUP. Demikian juga SKP tidak dapat langsung
digugat tanpa melalui proses Pasal 36 ayat (1) huruf b dan d UU KUP. Tindakan Penagihan
dengan Surat Paksa (SP) dapat langsung digugat karena Surat Paksa setara dengan putusan
hakim (grosse), sehingga proses sengketa haruslah ke hakim berikutnya yaitu Hakim Pengadilan
Pajak (PP) karena merupakan sengketa pelaksanaan atau eksekusi Surat Paksa (SP) dan tidak
lagi masalah penerbitannya.
Keputusan berjenjang juga ditafsirkan sebagai keputusan eksekusi dari keputusan sebelumnya.
Eksekusi suatu keputusan bermakna keputusan yang pertama tidak akan berjalan tanpa
diterbitkannya keputusan yang kedua. Misalkan SPMKP yang merupakan eksekusi dari SKPLB.
Tanpa SPMKP maka restitusi yang telah ditetapkan dalam SKPLB tidak dapat dilaksanakan.
Keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang bedasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan
dalam rangka pelaksanaan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung
Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajakatau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban
atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat.
Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Gugatan kepada Pengadilan Pajak yang berisi
bantahan atas surat uraian Gugatan atau surat bantahan.
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam
hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau Putusan
diterima secara langsung.
Gugatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
Apabila selama proses Gugatan, pemohon Gugatan meninggal dunia, Gugatan dapat
dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal
pemohon Gugatan pailit.
Apabila selama proses Gugatan pemohon Gugatan melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
Pemohon Gugatan dapat melengkapi Surat Gugatannya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima
keputusan yang digugat.
Pemohon Gugatan dapat memasukkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal terima salinan Surat Uraian Gugatan.
Dapat hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan atau bukti-bukti yang
diperlukan sepanjang memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Pajak secara tertulis.
Dapat hadir dalam sidang Pembacaan Putusan.
Dapat didampingi atau diwakili oleh Kuasa Hukum yang telah terdaftar/mendapat ijin
Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak.
Dapat meminta kepada Majelis kehadiran saksi.
Pencabutan Gugatan
Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
Gugatan yang dicabut tersebut, dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan Ketua
dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan dan
putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan tergugat.
Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tersebut, tidak dapat diajukan
kembali. Dasar Hukum Gugatan dan Sanggahan
Dasar hukum gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak mengajukan banding ke
badan peradilan pajak diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP.
Sementara sanggahan pihak ketiga atas kepemilikan barang yang disita hanya
dapat diajukan ke Pengadilan Negeri sesuai Pasal 38 ayat (1) UU Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan Wajib Pajak atau Penanggung
Pajak adalah:
1. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
2. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
4. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, hanya dapat diajukan kepada
badan peradilan pajak
Dalam Pasal 34 ayat (3) UU PPSP diatur bahwa Penanggung Pajak yang disandera
dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan hanya kepada
Pengadilan Negeri. Dengan demikian terkait dengan tindakan penyanderaan
Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan hanya ke Pengadilan Negeri dan
bukan ke Pengadilan Pajak. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Penanggung
Pajak dapat saja menggugat pelaksanaan penyanderaan yang dilakukan kepada
dirinya apabila ternyata dalam pelaksanaannya terdapat kesalahan prosedur.
132 | P a g e
Syarat-syarat Gugatan
Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan
kembali. Gugatan menurut Pasal 43 tidak menunda atau menghalangi
dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan. Penggugat dapat
mengajukan permohonan agar tindak lanjut penagihan pajak ditunda selama
pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan
Pajak. Permohonan Penggugat tersebut dapat dikabulkan hanya apabila terdapat
keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan Penggugat
sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat dilaksanakan.
Syarat-syarat Sanggahan
1. sanggahan hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri.
2. sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat
diajukan setelah lelang dilaksanakan.
Ganti Rugi dalam Proses Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atas
Pelaksanaan Penagihan Pajak
Dalam hal gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terkait pelaksanaan
penagihan pajak dikabulkan oleh Pengadilan Pajak, Penanggung Pajak dapat
memohon pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat. Hal ini diatur
dalam Pasal 37 ayat (2) UU PPSP. Besarnya ganti rugi tersebut ditentukan paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Namun melalui Keputusan Menteri
besarnya ganti rugi tersebut dapat ditetapkan perubahan.
Prosedur Kerja :
1. Account Representative menerima Putusan Gugatan/Banding Pengadilan Pajak yang berasal dari
Badan Peradilan Pajak yang telah diproses dengan SOP Tata Cara Penatausahaan Surat
Keputusan Pembetulan/Keberatan/Banding/Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dan
Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi di Seksi Pengawasan dan
Konsultasi.
2. Account Representative meneliti Putusan Gugatan/Banding Pengadilan Pajak dan membuat draft
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak kemudian meneruskannya kepada Kepala Seksi
Pengawasan dan Konsultasi.
3. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi setelah meneliti dan memberikan persetujuan draft
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak, serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan persetujuan atas draft Pelaksanaan Putusan
Pengadilan Pajak.
5. Kepala Seksi Pelayanan menerima konsep Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan
menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak konsep Pelaksanaan Putusan
Pengadilan Pajak.
6. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan
menyerahkannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
7. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf konsep Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan
meneruskannya ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
8. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pajak.
9. Account Representative menindaklanjuti Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak tersebut:
Dalam hal terdapat pajak yang lebih dibayar, maka diproses dengan SOP Tata Cara Penerbitan
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)
Dalam hal terdapat imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak atau atas kelebihan
pembayaran sanksi administrasi, maka diproses dengan SOP Tata Cara Penerbitan Surat Perintah
Membayar Imbalan Bunga (SPMIB)
Dalam hal terdapat lebih bayar atau pembayaran lebih atas ketetapan, maka diproses dengan SOP
Tata Cara Penyelesaian Penghitungan Lebih Bayar (PLB)
10. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara
Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui Subbagian
Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
11. Proses selesai.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang gugatan di atas disimpulkan bahwa terdapat 2 (dua) unsur yang
harus diperhatikan oleh wajib pajak dalam mengajukan gugatan yaitu: a). Menyangkut prosedur
dari suatu keputusan, artinya suatu keputusan perpajakan diterbitkan dengan tidak dilakukan
sesuai prosedur maka atas setiap keputusan tersebut dapat diajukan gugatan. b). Jika menyangkut
materi dari suatu keputusan maka memperhatikan pasal 23 ayat 2 huruf c UU KUP.
Proses surat menyurat dari KPP seperti halnya surat himbauan, pemberitahuan, atau panggilan
pemeriksaan, bukanlah suatu keputusan yang dapat digugat. Hal ini karena surat-surat tersebut
tidak mempunyai akibat hukum bagi Wajib Pajak. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak juga belum
memenuhi unsur suatu keputusan memang dapat dikatakan mempunyai akibat hukum, yaitu
timbul kewajiban untuk memenuhi Pasal 29 UU KUP dan status baru sebagai terperiksa, namun
belum bersifat final.
Dasar Hukum
1. Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
2. Pasal 1, 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan
Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Pasal 1, 40, 41, 42, 43, 44, 45 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak.
4. Pasal 37 PP 74 Tahun 2011
e. Terhadap saatu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan diajukan satu surat
gugatan.
Gugatn dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau
kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal
diterima, pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampirkan
salinan dokumen yang digugat. Apabila selama proses gugatan, penggugat
meninggal dunia, gugatan dapat diajukan oleh ahli warisnya, pengampunya dalam
hal pemohon banding pailit. Apabila selama proses gugatan, pemohon banding
melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran usaha, atau
likuidasi, pemohon dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima
pertangungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran
usaha, atau likuidasi yang dimaksud.
1. Pemeriksaan
2. Pembuktian
Alat bukti yang diperlukan dalam persidangan, terdiri dari:
· surat/tulisan
· keterangan ahli
· keterangan para saksi
· pengakuan para pihak
· pengetahuan hakim
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
definisi gugatan adalah sebagai berikut :
“Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku”
Sebagai dasar hukum pengajuan gugatan adalah Pasal 23 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2007
Tentang KUP yang berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 23
a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan
dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya
tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.”
Dari ketentuan pasal 23 ayat (2) tersebut langsung dapat kita ketahui bahwa lingkup masalah
perpajakan yang dapat diajukan gugatan adalah lebih luas/banyak bila dibandingkan dengan
pengajuan banding. Banding hanya mengakomodir permasalahan dari Surat Keputusan
Keberatan, sedangkan gugatan dapat meliputi gugatan terhadap berbagai keputusan dibidang
penagihan pajak, berbagai keputusan dibidang keberatan pajak, pengurangan pajak, pembatalan
pajak serta keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan.
Khusus untuk pengajuan gugatan atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan penerbitan Surat
Ketetapan Keberatan terdapat Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih detail yaitu Pasal 36
ayat (2) huruf g dan huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali
Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 selengkapnya sebagai berikut :
”Pasal 36
(2) ————–
g. Pengajuan gugatan terhadap penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan pemeriksaan yang
dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan
prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;atau
h. Pengajuan gugatan terhadap penerbitan Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya
tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31
Desember 2007,
Berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (2) ini SKP berdasarkan hasil pemeriksaan yang tidak
sesuai prosedur yang dapat digugat adalah atas SKP hasil pemeriksaan yang dimulai setelah
tanggal 31 Desember 2007 tanpa memperhatikan tahun pajak yang diperiksa, artinya bila
pemeriksaan telah dimulai 1 Januari 2008 (dimulainya pemeriksaan sederhana lapangan adalah
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak) walaupun tahun
pajak yang diperiksa tahun 2007 ke bawah apabila prosedur pemeriksaan dilanggar maka atas
SKP hasil pemeriksaan tersebut dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Namun apabila
jenis prosedur yang dilanggar dalam pemeriksaan adalah pemeriksa tidak terlebih dahulu
memberikan kesempatan pada Wajib Pajak untuk melakukan pembahasan akhir-Closing
Conference atau tidak terlebih dahulu mengirimkan SPHP, maka Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembatalan berdasarkan kuasa Pasal 36 ayat (1) huruf d UU No. 28 Tahun 2007
Tentang KUP (mengenai hal ini lihat artikel berjudul : Permohonan Pembatalan SKP Dari Hasil
Pemeriksaan Tanpa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Atau Pembahasan Akhir
berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf d UU No. 28 Tahun 2007 Tentang KUP).
Sama halnya dengan SKP hasil pemeriksaan, atas Surat Keputusan Keberatan yang dapat
diajukan gugatan ke pengadilan pajak adalah Surat Keputusan Keberatan yang pengajuan
keberatannya diajukan setelah tanggal 31 Desember 2007, dengan demikian atas Surat
Keputusan Keberatan yang pengajuan keberatannya sebelum 31 Desember 2007 hanya dapat
diajukan banding ke pengadilan pajak.
Ruang lingkup kewenangan Pengadilan Pajak atas pengajuan gugatan adalah sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal Pasal 31 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
sebagai berikut :
“Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan
penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku”.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (3) UU 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak jangka waktu
pengajuan gugatan adalah 30 hari sejak tanggal diterima keputusan.
Perbedaan Antara Pengajuan Gugatan Dengan Pengajuan Banding
Perbedaan antara pengajuan gugatan dengan pengajuan banding yang prinsipil adalah terletak
pada objek yang diperselisihkan yaitu pada proses banding objek yang disengketakan adalah
materi perpajakan, sedangkan pada proses gugatan objek yang dipermasalahkan adalah prosedur
dan ketentuan formal/tatacara dalam melaksanakan keputusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan perpajakan, sebagai contoh penerbitan Surat Keputusan Keberatan yang dilakukan
tanpa terlebih dahulu memberikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, pengumuman lelang yang
tidak sesuai prosedur, surat ketetapan pajak yang tidak berdasarkan Nota Penghitungan,
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan sampai batas waktu
yang ditentukan yang dilakukan tanpa terlebih dahulu memberikan surat teguran ke Wajib Pajak,
dll.
Angka 6 huruf a dan huruf b dari Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S- 4042/PJ.07/2007
tanggal 18 September 2007 Tentang Tertib Administrasi Yang Berkaitan Dengan Penanganan
Sidang Banding Dan Gugatan Di Pengadilan Pajak menyatakan pemenuhan ketentuan formal
surat permohonan banding Wajib Pajak yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut :
Penutup
Proses gugatan lebih memfokuskan kepada prosedur dan tatalaksana dalam pelaksanaan
keputusan sehubungan dengan pelaksanaan ketentuan perpajakan.
Lingkup objek yang dapat diajukan gugatan lebih luas dibandingkan dengan objek yang dapat
diajukan banding.
ALASAN GUGATAN PAJAK
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat
mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat :