Anda di halaman 1dari 2

upaya-upaya pengendalian deposisi asam!

Deposisi asam dibagi menjadi dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah.

Deposisi kering ialah peristiwa berkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara.
Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap
pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang
membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber
pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut
di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat
asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam
sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out.
Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.

Upaya Pengendalian Deposisi Asam


Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit
zat pencemar, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat
pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

 Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah


Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia
sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan
sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas
ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-
belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen.
 Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan
batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit
(belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).
 pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Salah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan
teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.
Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran
diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan
membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan
pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
 Pengendalian Setelah Pembakaran
Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan
absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk
dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula
diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan
menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat
dipergunakan sebagi pupuk.
 Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu
harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah
yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan
bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali
berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab
tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik
di industri maupun transportasi.

Sumber :

BMP MKDU4112 MODUL 9.8-9.10

Anda mungkin juga menyukai