Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN SABAR DALAM MENGHADAPI MUSIBAH

BERDASARKAN PERSPEKTIF Q.S AL-BAQARAH AYAT 155-156

OLEH: DINI ANGRAINI SUARDI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diutus Allah ke muka bumi untuk melakukan banyak hal. Tujuan
manusia diutus ke muka bumi ini adalah sebagai khalifatul fil ardh (pemimpin di
muka bumi). Sebagai khalifah atau pemimpin, manusia dibekali Allah dengan
berbagai kelebihan. Jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, tentu manusia
memiliki berbagai keunggulan. Salah satunya yaitu manusia diciptakan dengan
sebaik-baik penciptaan, serta manusia juga dibekali dengan akal pikiran untuk
membantunya mengemban tugas sebagai pemimpin di muka bumi.

Manusia sebagai khalifatul fil ardh tentu menjalani berbagai cobaan dan ujian
dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyaknya permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan manusia harus diselesaikan dengan cara yang tepat. Apabila masalah
tersebut dibiarkan akan berdampak pada tidak terselesaikannya masalah tersebut,
sehingga memunculkan suatu kondisi stress yang berkepanjangan.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah mengatur segala aspek
kehidupan manusia. Bukan hanya mengatur hal-hal umum saja, namun Islam juga
mengatur hingga ke aspek terkecil dalam kehidupan manusia. Termasuk cara
untuk menghadapi ujian dan cobaan. Ujian dan cobaan yang dihadapi manusia
cukup beragam. Ada yang berupa nikmat dan adapula yang berupa musibah.
Adapun cara mengatasinya hanya satu, yaitu dengan bersabar, bersabar dalam
nikmat, maupun dalam musibah.
Konsep sabar dalam Al-quran merupakan salah satu bahasan ulama yang
cukup menarik dan penting. Sabar merupakan kata yang mengacu pada pikiran
positif terhadap berbagai hal yang terjadi dalam kehidupan. Sabar merupakan
akhlak mulia yang ditekankan dalam Islam. Setiap umat Islam perlu mengetahui
bagaimana konsep bersabar dalam Al-qur’an sebagai pedoman untuk menghadapi
berbagai permasalahan hidup. Berdasarkan latar belakang tersebut, pemakalah
tertarik untuk membahas tentang menajemen sabar dalam menghadapi musibah
berdasarkan persfektif Al-qur’an surat Al-baqarah ayat 155-156.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai


berikut:

1. Bagaimana konsep sabar dalam Islam?


2. Bagaimana konsep sabar berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-156?
3. Bagaimana menajemen sabar dalam menghadapi musibah berdasarkan QS.
Al-Baqarah ayat 155-156?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan yang diperoleh adalah


sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep sabar dalam Islam.


2. Untuk mengetahui konsep sabar berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-
156.
3. Untuk mengetahui menajemen sabar dalam menghadapi musibah
berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-15
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Sabar dalam Islam

Secara etimologi, lafal sabar berasal dari tiga komponen huruf, yaitu al-shad,
al-ba’, dan al-ra’. Pada dasarnya, sebuah kata yang tersusun dari ketiga huruf
tersebut memiliki tiga kandungan makna, yaitu: pemenjaraan (al-habs), puncak
sesuatu (a’ali al-syai’), dan salah satu jenis batu yang kuat dan kasar
permukaannya.1

Jika ditinjau dari makna yang pertama, dapat diindikasikan bahwa sabar
merupakan pemenjaraan dari hawa nafsu manusia yang mengarah kepada hal-hal
negatif. Makna yang kedua, dapat mengindikasikan bahwa jika seseorang mampu
bersabar, maka ia dapat mencapai puncak dan akhir dari tujuannya, yaitu selamat
di dunia maupun di akhirat, serta menjadikannya seseorang yang mulia dan tinggi
kedudukannya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Sedangkan, makna yang ketiga,
dapat mengindikasikan bahwa sabar dapat menjadikan seseorang kuat dan tegar
dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup seperti batu yang kuat dan kasar
permukaannya. Seseorang yang sabar akan tegar menghadapi berbagai cobaan
maupun musibah dengan senantiasa optimis, serta tetap mencari solusi dari
berbagai permasalahan hidupnya tersebut.

Ada pula pendapat yang menyebutkan, Sabar itu diambil dari kata
mengumpulkan, memeluk, atau merangkul. Sebab, orang yang sabar itu yang
merangkul atau memeluk dirinya dari keluh-kesah. Ada pula kata shabrah yang
tertuju pada makanan. Pada dasarnya, dalam sabar itu ada tiga arti, yaitu:
menahan, keras, mengumpulkan atau merangkul, sedang lawan sabar adalah
keluh-kesah.2
1
Ibn Zakariyya, Maqayis Al-Lugah Jilid 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), h. 329

2
Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami Terjemahan Dadang Sobar
Ali, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 342
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disumpulkan bahwa,
kesabaran menuntut ketabahan dalam menahan diri dari hawa nafsu negatif. Sabar
berarti tidak berkeluh kesah, walaupun menghadapi sesuatu yang sulit dan berat.
Sabar dalam membatasi jiwa untuk mencapai sesuatu yang luhur dan agung, yaitu
keselamatan dunia dan akhirat. Sabar juga berarti kuat dan teguh, serta senantiasa
optimis.

Sabar secara terminologis didefinisikan beragam oleh para ulama. Hal ini
disebabkan oleh cara pandang ulama yang berbeda-beda. Selain itu, perbedaan
mendefinisikan sabar tersebut juga disebabkan oleh latar belakang keilmuan para
ulama yang berbeda-beda pula. Berikut beberapa pengertian sabar menurut para
ulama:

1. Al-Gazali mendefinisikan sabar sebagai suatu proses untuk


meninggalkan perbuatan-perbuatan yang penuh dengan nafsu syahwat,
yang dihasilkan oleh suatu keadaan.3
2. M. Quraish Shihab merumuskan pengertian sabar sebagai menahan
diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu
yang baik atau lebih baik (luhur).4
3. Ahmad Mubarok ditinjau dari psikologi Qur’an, mendefinisikan sabar
sebagai tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan
rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan.5
4. Menurut al-Muhashibi, sabar adalah mengurung diri di tempat
penghambaan (ubudiyyah) dan membuang rasa gelisah.6

3
Al-Gazali, Ihya Ulumuddin Terjemahan Ismail Yakub, (Jakarta: CV. Faizan, 1982), h. 275

4
M.Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung: Mizan, 2007), h. 165-166

5
Ahmad Mubarok, Psikologi Qurani, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 73.

6
Sopyan Hadi, Konsep Sabar dalam Al-Quran, (Pamulang: Jurnal MADANI UNPAM, 2018), h. 475
5. Menurut Dzu Al-Nun, sabar ialah menghindarkan diri dari
pertentangan (mukhalafah), tenang ketika ditimpa musibah, dan
menampakan diri berkecukupan ketika mengalami kefakiran.7
6. Menurut Abdul Mustaqim, sabar adalah sifat yang aktif, bukan pasif,
sabar juga merupakan sifat yang positif sehingga kata sabar harus
digunakan untuk konteks yang positif.8

Sabar merupakan suatu sifat yang amat mulia dalam Islam. Kesabaran
memiliki manfaat yang besar untuk membina jiwa dalam mengendalikan hawa
nafsu, menguatkan diri dalam menghadapi berbagai cobaan dan musibah, serta
memantapkan kepribadian seorang muslim. Orang yang kuat dalam
mengendalikan dirinya dari berbagai cobaan dan hawa nafsu, serta ikhlas menjaga
kesabarannya dalam rangka taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan
membawa kebaikan di dunia dan akhiratnya, serta memperoleh balasan syurganya
Allah.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sabar


dalam perspektif agama Islam mengandung unsur perbuatan. Maksudnya, sabar
adalah kata yang mengacu pada perbuatan yang baik, serta pelaksanaan dari
perbuatan baik tersebut. Islam memotivasi kaum muslimin agar berhias dengan
kesabaran. Bahkan, sabar menjadi spirit seorang muslim dalam beramal. Hal
tersebut dapat diukur dari rentang waktu ketabahan seorang muslim dalam
menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan dengan bersabar.

B. Konsep Sabar berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-156

Hakikat kesabaran adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri,


menaati perintah Allah, dan menghadapi ujian dan cobaan dari Allah. Allah
menyebutkan dalam firman-Nya bahwa Ia akan menguji manusia dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa, serta buah-buahan. Hal ini
tercantum dalam firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 155-156
7
Ibid.
8
Asri Jaya, dkk., Menajemen Sabar Menghadapi Musibah dalam Perspektif Al-Quran, (Makassar:
STIE Amkop Makassar Publishing, 2021), h. 79
١٥٥ ﴿ ‫﴾َو َلَنْبُلَو َّنُك ْم ِبَش ْي ٍء ِم َن اْلَخ ْو ِف َو اْلُجوِع َو َنْقٍص ِم َن اَأْلْم َو اِل َو اَأْلْنُفِس َو الَّثَم َر اِتۗ َو َبِّش ِر الَّصاِبِر يَن‬

١٥٦ ﴿ ‫﴾اَّلِذ يَن ِإَذ ا َأَص اَبْتُهْم ُمِص يَبٌة َقاُلوا ِإَّنا ِهَّلِل َوِإَّنا ِإَلْيِه َر اِج ُعوَن‬

“155. Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada orang-orang yang sabar, 156. (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un”
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”9

Berdasarkan ayat di atas, dapat dilihat bahwa bentuk-bentuk ujian yang


akan diterima manusia adalah meyangkut ketakutan hati akan sesuatu yang buruk,
kelaparan dan tidak memiliki makanan yang dibutuhkan, kekurangan harta benda
maupun nilai dari harta benda tersebut, kekurangan jiwa berupa ditinggalkan oleh
orang-orang terkasih, serta kekurangan buah-buahan atau keringnya suatu bumi
tempat tinggal sehingga tidak mendapat buah-buahan yang diinginkan.
Selanjutnya, Allah menerangkan bahwa ada berita gembira bagi orang-orang yang
sabar, yaitu yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan kalimat istirja’
(Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa, Allah menjelaskan


tentang orang-orang sabar dan berterimakasih, kepada mereka Allah berfirman
‫" َاَّل ِذ ْيَن ِاَذ ٓا َاَص اَبْتُهْم ُّمِص ْيَبٌةۗ َق اُلْٓو ا ِاَّن ا ِهّٰلِل َوِاَّن ٓا ِاَلْي ِه ٰر ِج ُع ْو َۗن‬yaitu, orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un"
mereka menghibur diri dengan ucapan tersebut atas musibah yang menimpa dan
mereka senantiasa menyadari bahwa semua adalah milik Allah, Dia berhak
berbuat apapun kepada hamba-hamba Nya sekehendak-Nya. Mereka juga
mengetahui tidak ada satupun yang akan sia-sia di sisi-Nya pada hari kiamat,
meskipun hanya seberat biji sawi, Allah akan memperlihatkan hal itu kepada

9
Al-Quranul Karim,
mereka. Ucapan itu juga merupakan ungkapan pengakuan bahwa mereka adalah
para hamba-Nya dan hanya akan kembali kepada-Nya di akhirat..10

Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa konsep


sabar berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-156 berarti berserah diri kepada
Allah, sembari mengucapkan kalimat istirja’ sebagai bentuk penghambaan dan
ketergantungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ucapan itu dijadikan sebagai
penghibur dalam segala kesedihan. Sabar juga berarti menyadari bahwa semunya
adalah milik Allah, dan Dia berhak berbuat sekehndak-Nya. Sabar merupakan
kunci dalam melewati ujian-ujian yang Allah berikan, karena sabar berkaitan
dengan keimanan seseorang.

C. Manajemen Sabar dalam Menghadapi Musibah berdasarkan QS. Al-


Baqarah ayat 155-156

Manajemen sabar dalam menghadapi musibah maksudnya adalah cara menata


hati agar menjadi pribadi yang beruntung. Pribadi yang beruntung yang dimaksud
disini ialah seseorang yang mencapai puncak dari tujuan hidupnya yaitu bahagia
di dunia dan di akhirat. Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imran ayat 200,

٢٠٠ ﴿ ‫﴾َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اْص ِبُروا َو َص اِبُروا َو َر اِبُطوا َو اَّتُقوا َهَّللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah


kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung"11

Sedangkan, musibah menurut Imam Al-Qurtubi adalah semua peristiwa yang


menyakiti kaum muslim. Hal ini berlandaskan pada hadis Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ikrimah bahwa lampu Rasulullah padam pada
suatu malam, maka beliau kemudian mengucapkan Inna lillahi wa inna ilahi
rajiun. Ikrimah bertanya “Apakah ini musibah wahai Rasulullah?”, Rasul pun

10
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Terjemahan Ahmad Abdul Rabbi An-Nabi, (Solo: Insan Kamil,
2015), h. 30-31
11
Al-Quranul Karim
menjawab, “Ya, setiap yang menyakiti kaum muslimin adalah musibah. (HR. Abu
Dawud)12

Manajemen sabar dalam menghadapi musibah berdasarkan QS. Al-Baqarah


ayat 155-156 dapat direalisasikan dengan beberapa poin, sebagai berikut:

1. Mengerti Akar Permasalahan

Berdasarkan QS. Al-baqarah ayat 155, Allah menyebutkan bahwa Ia akan


menguji manusia dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dalam menghadapi musibah, mengerti sebuah akar permasalahan
sangat diperlukan agar mampu mengendalikan emosi dengan baik dan ikhlas
dalam menjalaninya. Pengendalian emosi yang baik sangat diperlukan agar tidak
mudah berburuk sangka kepada Allah, ataupun mudah menyalahkan orang lain
terhadap suatu musibah yang menimpa.

Muhammad Quraish Shihab dalam tafsir QS. Al-Baqarah ayat 155


menyebutkan bahwa hakikat kehidupan adalah ujian. Orang yang lulus ujian
adalah orang-orang yang sabar.13 Untuk dapat menjadi pribadi yang sabar dan
lulus dari ujian tentu seorang muslim harus mengerti akar dari permasalahan yang
dihadapinya tersebut.

2. Membangun Kekuatan

Berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-156, Allah menyampaikan bahwa ada


kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, yaitu orang yang ketika ditimpa
musibah, mereka mengucapkan kalimat istirja’ (Inna Lillahi wa inna ilaihi rajiun/
sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Kalimat
istirja’ tersebut mengandung makna penghambaan kepada Allah dan pengakuan
atas kekuasaan Allah. Allah jadikan kalimat ini sebagai sandaran bagi orang yang
tertimpa musibah dan kekuatan bagi mereka yang sedang menjalani ujian.

12
Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi Jilid 2 Terjemahan Fathurrahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010),
h. 217
13
M. Quraish Shibah, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran Vol. 1. (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 365
Kalimat inna lillahi adalah tauhid dan pengakuan terhadap status kita sebagai
hamba di hadapan Allah, serta pengagungan atas kekuasaan Allah. Aedangkan
kalimat wa inna ilaihi rajiun adalah pengakuan bahwa kita akan binasa dan akan
dibangkitkan dari alam kubur kita, serta keyakinan bahwa segala hal yang ada di
dunia ini adalah milik Allah, dan semua urusan akan kembali kepada-Nya.14

3. Mewujudkan kemerdekaan

Sabar dalam mengahadapi musibah terbagi menjadi dua. Pertama, sabar yang
bersifat depensif, yaitu sabar dengan memiliki pertahanan yang kuat atau hanya
bertahan saja, atau biasa disebut dengan tawakal. Kedua, sabar yang bersifat
opensif, yaitu keadaan dimana menunjukkan menyerang atau istilah lain mencari
jalan keluar untuk dapat bangkit dari ujian atau masalah yang sedang dihadapi.15

Seseorang yang dikatakan lulus dalam menghadapi ujian kesabaran adalah


mereka yang mampu mewujudkan kedua bentuk sabar tersebut, yaitu sabar secara
depensif dengan bertawakkal kepada Allah, dan sabar secara opensif dengan
bangkit dari ujian tersebut dan optimis menjalani kehidupan selanjutnya. Hingga
pada akhirnya, mereka mendapatkan kemerdekaan dari keterpurukan dan musibah
selama ini.

14
Al-Qurtubi, Op.Cit.
15
Andi Irawan, dkk., Manajemen Sabar, (Palembang: Raden Patah Publishing, 2021), h. 73-74
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan


sebagai berikut:

1. Sabar dalam perspektif agama Islam mengandung unsur perbuatan.


Maksudnya, sabar adalah kata yang mengacu pada perbuatan yang baik,
serta pelaksanaan dari perbuatan baik tersebut. Islam memotivasi kaum
muslimin agar berhias dengan kesabaran. Bahkan, sabar menjadi spirit
seorang muslim dalam beramal. Hal tersebut dapat diukur dari rentang
waktu ketabahan seorang muslim dalam menghadapi berbagai kesulitan
dan cobaan dengan bersabar.
2. Sabar berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-156 berarti berserah diri
kepada Allah, sembari mengucapkan kalimat istirja’ sebagai bentuk
penghambaan dan ketergantungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Ucapan itu dijadikan sebagai penghibur dalam segala kesedihan. Sabar
juga berarti menyadari bahwa semunya adalah milik Allah, dan Dia berhak
berbuat sekehndak-Nya. Sabar merupakan kunci dalam melewati ujian-
ujian yang Allah berikan, karena sabar berkaitan dengan keimanan
seseorang.
3. Manajemen sabar berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 155-156 yaitu
a. Mengerti akar permasalahan
b. Membangun kekuatan
c. Mewujudkan kemerdekaan
B. Saran

Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Pemakalah menyarankan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Terjemahan Kementrian Agama Al-Fatih. 2013. Jakarta: PT. Insan

Media Pustaka

Al-Gazali. 1982. Ihya Ulumuddin Terjemahan Ismail Yakub. Jakarta: CV. Faizan

Al-Qurtubi. 2010. Tafsir Al-Qurtubi Jilid 2 Terjemahan Fathurrahman. Jakarta:

Pustaka Azzam

Hadi, Sopyan. 2018. Konsep Sabar dalam Al-Quran. Pamulang: Jurnal MADANI

UNPAM

Irawan, Andi dkk. 2021. Manajemen Sabar. Palembang: Raden Patah Publishing

Jauhari MR, Muhammad. 2006. Keistimewaan Akhlak Islami Terjemahan


Dadang

Sobar Ali. Bandung: Pustaka Setia

Jaya, Asri dkk. 2021. Menajemen Sabar Menghadapi Musibah dalam Perspektif

Al-Quran. Makassar: STIE Amkop Makassar Publishing

Katsir, Ibnu. 2015. Tafsir Ibnu Katsir Terjemahan Ahmad Abdul Rabbi An-Nabi.

Solo: Insan Kamil

Mubarok, Ahmad. 2001. Psikologi Qurani. Jakarta: Pustaka Firdaus

Shihab, Quraish. 2007. Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: Mizan

Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Quran

Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati

Zakariyya, Ibn. 1979. Maqayis Al-Lugah Jilid 3. Beirut: Dar al-Fikr

Anda mungkin juga menyukai