OLEH
AKADEMI MANAJEMEN
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam ini, tepatnya materi
tentang Sabar dan Syukur.
Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin dengan mencari informasi dari
berbagai sumber. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu dosen atas bimbingan
dan pengetahuan yang telah diberikan kepada kami sebagai bantuan untuk menyelesaikan
makalah ini.Dengan menyelesaikan makalah ini, kami dapat memberikan pengetahuan tentang
Sabar dan Syukur kepada orang banyak dan tentunya sebagai tamabahan ilmu untuk diri saya
sendiri.
Di samping itu saya menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca
sehingga dapat kami jadikan sebagai perbaikan di masa mendatang. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi khalayak banyak. Akhir kata kami
ucapkan terimakasih.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sabar merupakan sifat yang wajib ada pada diri seseorang, karena sifat inilah yang
menentukan kualitas hidup sesorang, terutama orang islam, karena disetiap hal yang dilakukan
oleh kaum muslimin disitu dituntut adanya kesabaran, sifat sabar jugalah yang telah membuat
para nabi dan rasul berhasil dalam dakwahnya menyampaikan risalah dari Allah SWT. Bahkan
para Rasul yang disebut sebagai Ulul Azmi adalah mereka yang tingkat kesabarannya paling
baik diantara Rasul-rasul yang lain. Kita sebagai manusia biasa tentu harus banyak belajar dari
mereka terutama dalam hal kesabaran. Selain bersabar kita juga harus banyak bersyukur, sering
sekali kita melupakan hal ini, karena kurangnya kesadaran kita bahwa segala nikmat itu
datangnya dari Alloh SWT, sebagai umat muslim yang memiliki banyak pengetahuan kita harus
belajar untuk selalu mensyukuri nikmat Alloh. Namun dalam merealisasikan sifat sabar dan
syukur ini tentu bukanlah hal yang mudah, karena nafsu kita cenderung kepada hal-hal yang
menuntut untuk segera diselesaikan dengan mudah tanpa harus melalui hambatan yang
membutuhkan kesabran yang tinggi, apabila seorang telah merasa kesabarannya telah habis maka
yang akan muncul adalah sifat-sifat tercela seperti serakah. Sifat serakah inilah yang
menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam lembah kenistaan karena ambisinya yang tidak di
barengi dengan kesabaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sabar dan syukur ?
2. Apa konsep sabar dan syukur dalam Al-Quran dan Hadist ?
3. Mana yang lebih utama antara sabar dan syukur?
4. Apa hikmah sifat sabar dan syukur ?
C. Tujuan Penulisan
A. Pengertian sabar
Kata sabar bermakna mencegah, mengekang atau menahan (man’u, habs). Menurut istilah,
sabar bermakna menahan jiwa dari perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh-kesah dan
menahan anggota badan dari tindakan menampar pipi sendiri, menyobek-nyobek pakaian sendiri
dan lain-lain, yang sering disebut sebagai tindakan jahiliyah.
Ada pendapat bahwa asal kata “sabar” itu adalah bermakna keras dan kekuatan. Pendukung
makna ini adalah kata shabir yaitu obat yang sangat pahit dan tidak enak (jadam).
Al-Usmu’i berkata, “ketika seseorang menghadapi kepayahan dan kesulitan yang memuncak,
maka disebutkan: laqiyaha bi ashbariha. Yakni dia mendapatkan getirnya.” Juga kata shubru
adalah bermakna “tanah subur”, karena tanah itu padat dan mengeras, dan perempuan merdeka
disebut ummu shabbar yang bermakna ibu penyabar.” Orang arab mengatakan: waqa’a al-
qaumu fi amrin shabbur, yang bermakna orang-orang itu berada dalam urusan yang sulit atau
berbahaya. Juga kata shabarrah yang bermakna musim dingin karena suhu dingin yang
mencekam.
Pendapat lain mengatakan kata “sabar” itu bermakna menghimpun, karena orang yang
bersabar menghimpun atau mengkonsentrasikan jiwanya untuk tidak cemas dan berkeluh-kesah.
Termasuk makna demikian adalah shubrah al-tha’am bermakna “seonggok atau sekumpulan
makanan”, dan shubarah al-hijarah bermakna “setumpuk batu”.
Melihat makna-makna tersebut berarti sabar mengandung tiga makna: menahan atau
mengekang, kuat kokoh atau keras, dan menghimpun.
Ketika bentuknya berubah (sesuai wazan, pola kata) maka terdapat selipan makna. Shabara:
menjalani kesabaran. Tashabbara, memaksakan atau mendorong jiwanya untuk bersabar.
Ishthabara: menuntut dan melatih bersabar. Shabara, menghentikan musuh pada ruang
kesabaran. Shabbara: membawa jiwanya pada kesabaran. Sedangkan bentuk ism fa’il-nya, shabir
(dari shabara, shabbar, shabur, mushabir, (dari shabara), dan mushtabir (dari ishthabara);
adapun shabbar dan shabur adalah bentuk lain yang mengandung makna banyak (sebagai bentuk
mubalaghah) seperti kata dharrab dan dharub (tukang pukul).
B. Hakikat Sabar
Kata “sabar” secara etimologi sudah cukup jelas diterangkan diatas. Hakikat sabar adalah
suatu sikap utama dari perangai kejiwaan yang dapat menahan perilaku yang tidak baik dan tidak
simpati. Sabar merupakan kekuatan jiwa untuk stabilitas dan baiknya orang dalam bertindak.
Al-junaidi Ibn Muhammad Al-Baghdadi (seorang ulama’ yang zuhud, wafat th. 297 H)
mengatakan, “sabar adalah menelan kepahitan tanpa bermuka masam.” Dzunnun Al-Mishri,
(seorang yang terkenal zuhud dan gemar beribadah, wafat th. 245 H) berkata, “sabar ialah
menjauhi larangan, bersikap tenang disaat meneguk duri cobaan, dan menampakkan sikap tidak
membutuhkan padahal kemelaratan menimpa ditengah pelataran kehidupan.”
Ada definisi lain bahwa sabar adalah konsisten menghadapi cobaan dengan berbaik sikap.
Ada pula yang mengatakan bahwa sabar adalah sikap tidak membutuhkan sesuatu ketika dicoba,
tanpa menampakkan pengaduan. Abu utsman berkata, “penyabar adalah orang yang
membiasakan jiwanya menyerang atau menghadapi berbagai kesulitan.” Juga ada yang
berpendapat, “sabar ialah konsisten menghadapi cobaan dengan sikap yang baik sebagaimana
konsisten bersama dalam keadaan selamat (sehat).”
Seorang hamba wajib memenuhi pengabdian kepada Allah disaat sehat atau selamat dan saat
diuji. Dia wajib menyikapi sehat dan selamat dengan bersyukur dan menyikapi ujian dengan
bersabar.
Amribn Utsman Al-Makki (seorang sufi dan ulama’ ilmu ushul, wafat th. 297 H) berkata,
“sabar ialah berteguh bersama Allah dan menerima ujian-Nya dengan lapang dada dan sikap
tenang.” Yakni diterimanya ujian Allah dengan jiwa lapang, yang tidak mengenal kesempitan,
kedengkian dan pengaduan.
Al-Khawwash (Abu Ishaq Al-Khawwash, seorang sufi, wafat th. 291 H) berkata, “sabar
adalah konsistensi terhadap peraturan dan ketentuan Al-qur’an dan Al-hadits.” Ruwain (seorang
sufi terkenal di Bagdad, wafat th. 330 H) menyatakan, “kesabaran adalah berkomitmen
meninggalkan pengaduan.”
Ulama’ lain mengatakan, “kesabaran adalah sikap memohon pertolongan kepada Allah.” Abu
Ali menyatakan, “sabar ialah seperti kata itu sendiri (pahit rasanya).” Ali ibn Abu Thalib ra.
menyatakan, ‘sabar itu kendaraan yang tidak akan terperosot.”Abu Muhammad Al-Jarir
mengatakan, “sabar itu tidak membedakan antara mendapatkan kenikmatan dengan mendapatkan
ujian, dengan sikap ketenangan jiwa.”
Aku katakan, (tidak membedakan sikap antara ketika mendapat kankenikmatan dengan ketika
mendapatkan ujian) itu tidak dalam ukuran kemampuan dan tidak diperintahkan, karena Allah
menciptakan tabi'at manusia tersusun untuk membedakan antara dua keadaan tersebut. Adapun
kemampuan manusia menahan jiwa dari berkeluh kesah, tidaklah menyetarakan dua keadaan
tersebut.
Cakupan keselamatan (sehat, keadaan normal) adalah lebih luas daripada kesabaran,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam do’a beliau:
َ َي فَالَ ُأبَالِى َغ ْي َر اَ َّن عَافِيَت
ك َأوْ َس ُع لِى َ اِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن بِكَ غ
َّ ََضبٌ َعل
“... jika pada-Mu tidak ada kemurkaan kepadaku, maka aku tidak peduli (tidak masalah). Tetapi
keselamatan (dari)-Mu lebih luas bagiku.” (Khanz al-Ummal 3613, Majma’ al-Zawaid 96: 35).
Abu Ali al-Daqqaq berkata, “Batasan minimal kesabaran adalah tidak menentang takdir.
Adapun menampakkan cobaan, tanpa ada unsur pengaduan, tidaklah menafikan kesabaran. Allah
SWT berfirman dalam mengisahkan Nabi Ayyub:
َ ّاِن
َ ُاو َج ْدنَه
صابِرًا
“Sungguh kami (Allah) mendapati Ayyub sebagai orang yang sabar.” (QS. Shad: 44)
“Aku (Ayyub) terkena sakit.” (QS. Al-Anbiya’:83).
C. Pembagian Sabar
Kesabaran terbagi dua, kesabaran secara fisik oleh anggota badan (badany) dan kesabaran
oleh iwa (nafsany), dan masing-masing ada yang merasa sukarela(atas pilihan sendiri) atau
terpaksa. Dengan demikian maka kesabaran pada manusia terbagi empat:
Pertama: kesabaran anggota badan secara sukarela (badany ikhtiyary), yaitu seperti
menggeluti aktifitas fisik yangdan kemauan sendiri.
Kedua: kesabaran anggota badan secara terpaksa (badany dharury), seperti bersabar
merasakan sakitnya dihantam, sakit, penderitaan, kepanasan, kedinginan, dan lain-lain.
Ketiga: kesabaran jiwa secara sukarela (nafsany ikhtiyary), seperti kesabaran jiwa tidak
melakukan perilaku yang tidak baik di mata syariat dan akal sehat.
Keempat: kesabaran jiwa secara terpksa (nafsany dharury), seperti kesabaran jiwa ketika
dipaksa untuk berpisah dengan kekasih oleh suatu sebab.
Kita mengetahui bahwa pembagian empat tersebut adalah untuk manusia, tidak-lah untuk
hewan. Kesabaran untuk hewan adalah dua bagian dari empat bagian tersebut: yaitu kesabaran
badan dan kesabaran jiwa secara terpaksa. Akan tetapi, kesabaran hewan kadang lebih kuat
daripada manusia. Sedangkan keistimewaan manusia dibandingkan dengan hewan adalah pada
dua bagian kesabaran yang sukarela. Namun banyak manusia kwesabarannya menguat pada
bagian kesabaran yang juga dimiliki hewan (kesbaran terbaksa)-tidak pada bagian kesabaran
yang istimewa pada manusia-maka dalam hal ini dia masukl dalam kategori oranmg yang
bersabar tetapi tidak termasuk golongan orang-orang yang sobirin yakni bersabar karena
ketulusab hati tanpa merasa terpaksa untuk bersabar.
Mungkin ada yang bertanya, “apakah jin sama seperti manusia dalam hal sabar?” ya, sabar
adalah konsekuensi logis dari taklif (beban / tugas dari Allah), yang terdiri dari perintah dan
larangan. Maka jin juga dibebani bersabarterhadap pelaksanaan perintah dan pencegahan
larangan, sebagaimana kita dibebani demikian.
Apabila ditanyakan lagi, “apakah taklif kepada jin itu dengan bentukya sama ataukah berbeda
dengan bentuk taklif kepada kita?” sikap kejiwaan-seperti cinta, benci, iman, membenarkan,
menjalin kasih sayang dan bermusuhan pada jin sama dengan kita dalamhal ini.adapun tu tutan
tuntutan yang bersifat badany-seperti mandi besar, membasuh anggota badan dalam berwudlu,
cebok, klhitan, mandi selesai haid dan lain-lain. Tidaklah hjarus sama dengan kita dalam ukuran
pembebanan, karena taklif berstandar dengan ruipa penciptaan dan cara kehidupan mereka.
Pertanaan lagi,”apakah malaikat sama seperti kitadalam pembagian sabar tersebut? “ malaikat
tidak diuji dengan hawa nafsu yang memerangi akal dan pengetahuan mereka, bahkan bagi
mereka ibadah dan ketaata bagi nafas bagi kita. Maka tidak bisa dibayangkan pada mereka
bentuk kesabaran, yang notabene ketabahan yang membangkitkan agama dan akal pikiran untuk
mengahadapi dorongan keinginan dan awa nafsu. Meski demikian mereka berkesabara yang
sesuai bagi mereka, yaitu ketabha dan konsisitensi mereka terhadap habitat mereka, tanpa
perlawanan dengan hawa nfsu, keinginan atau perwatakan.
Maka manusia yang kesabaranya mengalahkan pendorong hawa nafsu dan keinginan,dia
sekelas malaikat; tetapi sebaliknya, jika pendorong hawa nafsu dan keibginannya mengalahkan
kesabarannya, maka dia seklas setan. Apabila pendorong abiat makan-minum dan bersetubuh
mengalahkan kesabarannya maka dia sekelas hewan.
1
sabar yang sunnah adalah kesabaran tidak melakukan hal-hal yang makruh, kesabaran
melaksanakan hal-hal yang sunnah, dan kesabaran tidak membalas setimpal pada pelaku
kejahatan.
c. Kesabaran yang haram
Adapun bentuk kesabaran yang dilarang (haram), jumlahnya cukup banyak, seperti
kesabaran tidak makan minum hingga meninggal. Bersabar tidak memakan bangkai,
darah, atau daging babi, ketika kelaparan (dan tidak ada makanan halal) adalah haram,
apabila dikhawatirkan akan menimbulkan kematian.
Imam Tawus (seorang tabi’in, ulama Fiqh dan Hadits yang zuhud, wafat th. 106 H)
kemudian didukung oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal mengatakan, orang yang dalam
keadaan darurat harus memakan ulat atau darah, tetapi jika dia tidak makan dan
akhirnya dia meninggal, maka dia masuk neraka.
d. Kesabaran yang Makruh
Kesabaran yang makru, contohnya: bersabar tuidak makan-minum-bersetubuh yang
menyebabkan jasmani terganggu; bersabar tidak menyetubuhi istri, ketika istri
membutuhkan dan tidak mengganggunya; bersabar terhadap hal-hal yang tidak
mengenakan; dan bersabar tidak melakukan kesunnahan.
e. Kesabaran yang boleh
Kesabaran yang boleh adalah kesabaran terhadap segala perilaku, yang kedua sisinya
sama-sama baik. Yakni dia berhak memilih antara melakukan, tidak melakukan dan
bersabar terhadap hal ini.
Jadi, kesabaran terhadap yang wajib adalah wajib dan bersabar tidak melaksanakan
yang wajib adalah haram. Bersabar untuk tidak melakukan yang haram adalah wajib
dan bersabar melakukan yang haram adalah haram. Bersabar terhadap yang sunnah
adalah sunnah, dan bersabar tidak melakukan yang sunnah adalah makruh. Bersabar
tidak melakukan yang makruh adalah sunnah, dan bersabar terhadap makruh adalah
makruh. Bersabar tidak melaksanakan yang mubah adalah mubah (boleh).
Hadist diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri,
Radhiallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ص ْب ِر
َّ س َع ِمنْ ال ِ صبِّ ْرهُ هَّللا ُ َو َما ُأع
َ ْط َي َأ َح ٌد َعطَا ًء َخ ْي ًرا َوَأ ْو َ ََو َمنْ يَت
َ ُصبَّ ْر ي
Bacaan Latin: “Waman yatashobbar yushobbar hullahu wamaa u’thiya ahadun a’thoan
khoyron wa awsaa’ min shobri”.
Artinya: “Siapa yang sungguh-sungguh berusaha untuk bersabar, maka Allah akan mudahkan
kesabaran baginya. Dan tidaklah seseorang dianugerahkan (oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala)
pemberian yang lebih baik dan lebih luas (keutamaannya) dari pada sifat sabar.” [HR. Al-
Bukhâri No. 6105 dan Muslim No. 1053]
F. Pengertian Syukur
Syukur menurut bahasa artinya berterimakasih. Adapun menurut istilah, adalah merasa
gembira dan puas serta berterimaksih atas segala nikmat dan anugerah Allah yang dilimpahkan
kepadanya, sungguh pun tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sikap dan sifat syukur tersebut
diwujudkan dalam bentuk meningkatkan amal ibadah dan ikhtiar, yang semuanya itu dilakukan
karena Allah dan untuk Allah. Kedudukan syukur mengisyaratkan kesadaran serta mencakup
ikhwal keluasan rahmat Allah atas hamba-Nya.
2
H. Hikmah Sifat Sabar dan Syukur
Allah SWT berfirman, “Sungguh telah didustakan rasul-rasul sebelummu maka mereka
pun bersabar menghadapi tindakan pendustaan tersebut, dan mereka pun disakiti sampai
datanglah kepada mereka pertolongan kami.” (QS. Al An’am: 34)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari materi diatas dapat di simpulkan bahwa sabar dan syukur adalah salah satu ungkapan
terimakasih seseorang kepada sang pemberi nikmat, yang dapat di aplikasikan melalui lisan, hati,
juga perbuatan, yang memilik keutamaan pada al-qur’an, as-sunnah, dan atsar sahabat. Seorang
yang senantiasa bersyukur niscaya Allah tambah kenikmatannya, sedangkan seorang yang kufur
niscaya Allah ambil kenikmatannya, serta dapat menimbulkan bahaya dan bencana.
Untuk menanamkan sabar dan syukur pada diri, maka harus membiasakan diri dengan
perbuatan kebajikan, tidak mengutamakan dunia, senantiasa mengucap hamdalah, tidak
mengeluh dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauziyah, Ibnu al-qayyim, Sabar dan Syukur, Semarang: Pustaka Nun, 2010.
Hartati , Netty, dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Iman, Fauzul, Lensa Hati, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.
Al-Hafidz, Ahsin W., kamus Ilmu Al-Quran, Jakarta: Amzah, 2012.
https://akurat.co/rahmah/id-1218336-read-manfaat-sifat-sabar-bagi-kehidupan-manusia?page=2