Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Akhlak berbasis Tasawuf (sabar dan tawakal)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu: Dr. Zainul Abas, S.Ag., M.Ag.

Disusun oleh:
M. Taufiq Ilyas 231121029
Wafiq Azizah 231121030
Ayu Tyas Kusumaningrum 231121034
Sintya Puan Maharani 231121042
Siti Nur A’isah 231121046

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Akhlak berbasis Tasawuf (sabar dan tawakal)
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah sabar dan tawakal ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Kartasura, November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................4
1.3 TUJUAN....................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................5
Pengertian Sabar dan Tawakal.......................................................................................5
Sabar..........................................................................................................................5
1.2 Tawakal................................................................................................................6
1.3 Hubungan Antara Sabar dan Tawakal..................................................................7
BAB III.................................................................................................................................8
PENUTUP............................................................................................................................8
2.1 Kesimpulan...............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Akhlak adalah tingkah laku yang menginginkan untuk menjalankan hal-hal
yang baik. Akhlak juga bisa diartikan sebagai perangai, tabiat, atau etika yang
menjadi pilihan dan kewajiban seseorang. Akhlak merupakan kumpulan kaidah yang
sesuai dengan akal tentang kebaikan dan keburukan. Sedangkan, Tasawuf adalah ilmu
untuk menyucikan hati, membaguskan akhlak demi memperoleh kebahagiaan dunia
dan akhirat. Tasawuf juga bisa diartikan sebagai ilmu tauhid untuk mengenal Allah.
Kata tasawuf berasal dari kata shuf (wol) yang berarti memakai kain wol. Seseorang
disebut sufi (pengamal tasawuf) bukan sekadar karena memakai kain wol saja,
melainkan karena kesucian dan kebersihan hatinya yang merupakan karunia dari
Allah. Tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan
Tuhannya. Tasawuf mementingkan akhlak sebagai dasar dari pelaksanaan ibadah.
Islam merupakan agama yang sempurna yang didalamnya terdapat aturan- aturan baik
untuk dunia maupun akhirat. Aturan-aturan tersebut dapat kita ketahui melaluifirman-
firman Allah SWT. Sebagai Muslim, kita tidaklah sukar untuk menentukan baik burk,
sebab apa yang diperintahkan Allah sudah pasti baik dan apa yang dilarang Allah
sudah tentu pula buruk. Rasulullah sebagai teladan bagi kehidupan setiap Muslim,
dalam situasi sekarang ini hendaklah kita tunjukkan akhlakul mahmudah contohnya
sabar dan tawakal.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian sabar dan tawakal?
2. Apa macam-macam sabar dan tawakal?
3. Apa hubungan antara sabar dan tawakal?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian sabar dan tawakal
2. Untuk mengetahui macam-macam sabar dan tawakal
3. Untuk mengetahui hubungan antara sabar dan tawakal

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Sabar dan Tawakal
2.1 Sabar
a. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa makna sabar adalah
tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah
hati), tetap tenang dan tidak terburu-buru. Secara etimologi sabar adalah tabah hati,
sedangkan secara terminologi artinya menahan diri dari segala sesuatu yang tidak
disukai karena mengharapkan ridho Allah SWT. Al-Qur'an telah memerintahkan kita
secara jelas untuk bersabar melalui ayat-ayatnya dalam Al-Qur’an
 Surah Al-Baqarah ayat 45
‫َو ٱْس َت ِعيُنو۟ا ِبٱلَّصْب ِر َو ٱلَّص َلٰو ِةۚ َو ِإَّن َه ا َلَك ِبيَر ٌة ِإاَّل َع َلى ٱْلَٰخ ِش ِعيَن‬
yang artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu".
 Surah Ali Imron ayat 200
‫َٰٓي َأُّي َه ا ٱَّلِذيَن َء اَم ُنو۟ا ٱْص ِبُرو۟ا َو َص اِبُرو۟ا َو َر اِبُط و۟ا َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َلَع َّلُك ْم ُتْف ِلُحوَن‬
yang artinya; "Hai orang yang beriman, bersabarlah kalian, kuatkanlah
kesabaran kalian, dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimm) dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung".
Al-Qur'an juga melarang tindakan yang berlawanan dengan sabar, seperti
Qur'an surah al-Ahqaf ayat 35, "Maka bersabarlah kamu seperti orang- orang
yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan jangan lah kamu meminta
disegerahkan (azab) bagi mereka". Al-Qur'an juga memuji orang yang sabar,
seperti dalam firman Allah, "yaitu orang yang bersabar, yang benar, yang tetap
taar" Qur'an surah Ali Imron ayat 17.
Menurul Zun al-Nun al-Misri, sabar adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tetap tenang ketika menghadapi cobaan,
dan menampakkan sikap cukupwalaupun sebenarnya berada dalam kekafiran dalam
bidang ekonomi.
Contoh perilaku sabar adalah disaat kita ditimpa musibah atau mengalami
ujian seperti kemiskinan maka kita betah hati dan beranggapan Allah mempunyai
rencana dibalik suatu kejadian segala sesuatu yang datang dari Allah dan akan
kembali kepada Allah.
b. Bentuk Kesabaran
Al-Ghazali mengklasifikasikan sabar dalam beberapa macam, yaitu: Pertama, sabar
yang berhubungan sandaran sabar (keadaan). Kedua, sabar berdasarkan kuat dan
lemahnya. Ketiga, sabar yang berdasarkan hukumnya. Keempat, sabar berdasarkan
kondisi yang menimpa seseorang.
a. Sabar yang berhubungan dengan keadaan
Disini sabar yang berhubungan dengan keadaan dibagi menjadi dua kategori, yaitu
sabar badan dan sabar jiwa dari perbuatan yang didorong oleh nafsu.
 Sabar badan merupakan ibarat dari kemampuan badan untuk menanggung
kesulitan dan bertahan terhadap hal itu. Seperti sakit, kesulitan yang
berhubungan dengan kegiatan beribadah.
 Sedangkan sabar jiwa adalah kesabaran dari perkara yang didorong oleh nafsu,
yang meliputi: pertama, al-‘iffah (kesabaran terhadap dorongan nafsu seksual
dan perut). Kedua, kesabaran dalam rangka menahan diri terhadap kepedihan,
kesedihan, kesulitan dan musibah yang menimpa diri. Ketiga, kesabaran
menahan diri ketika diberi kekayaan (manajemen jiwa). Keempat, kesabaran
dalam peperangan yang disebut dengan keberanian. Kelima,lemah lembut
(h}ilm) yaitu kesabaran untuk menahan diri dari amarah. Keenam, sabar atas
pergantian masa yang membosankan yang dinamakan sa’at al-sadr (lapang
dada). Ketujuh, kitman (sabar menahan sesuatu perkataan. Kedelapan,
kesabaran dari kekayaan dunia (zuhud). Kesembilan, qana’ah yaitu kesabaran
menerima pemberian tuhan dan menahan diri dari berlebihan.
b. Sabar berdasarkan kuat dan lemahnya
Sabar berdasarkan kuat dan lemahnya terbagi menjadi tiga macam.
 Pertama, kemampuan menekan dorongan nafsunya, sehingga tidak tersisa bagi
nafsu tersebut kekuatan untuk melawan. Untuk mencapai hal tersebut
membutuhkan kesabaran yang terus menerus. Yang termasuk golongan ini
disebut sebagai orang-orang terpercaya.
 Kedua, orang yang tidak mampu mengalahkan hawa nafsunya kemudian
menyerahkan dirinya kepada prajurit setan dan tidak berjuang untuk
melawannya. Golongan ini disebut orang-orang yang lalai.
 Ketiga, orang yang berjuang melawan hawa nafsu namun kadang kalah
kadang menang.
c. Sabar menurut hukumnya
Sabar menurut hukumnya terbagai mejadi 4 macam
 Pertama, hukum wajib, yaitu menahan diri dari perkara yang buruk menurut
agama.
 Kedua, hukum sunah, yaitu menahan diri hal-hal yang makruh.
 Ketiga, hukum haram, yaitu menahan diri atas perbuatan bahaya yang
menimpanya, seperti akan dipotong tangannya atau tangan anaknya, dia tidak
melakukan sesuatu maka ini termasuk sabar haram
 keempat, hukum makruh, yaitu terima atas tindakan tidak adil yang tidak
disenangi agama.
d. Sabar dilihat dari suatu kondisi yang menimpa seseorang
Sabar ditinjau dari segi kondisi yang menimpa seseorang tidak lepas dari dua perkara
yaitu hal yang disenangi dan hal yang dibenci. Sesuatu yang menimpa sesuai
kesenangan antara lain: sehat, harta, pangkat, banyak keluarga, kemegahan duniawi.
Sabar ini cukup sulit untuk dilakukan, dan jika tidak mampu melakukannya orang
akan terjerumus dalam kedholiman. Sedangkan sabar terhadap perkara yang dibenci,
terbagi menjadi beberapa bagian:
1). Yang berhubungan dengan pilihanya, seperti: pertama, ketaatan. Hal ini cukup
sulit dilakukan karena watak manusia yang lebih suka dipertuhankan dari pada
beribadah. Oleh karena itu untuk mencapai kesabaran ini maka harus sabar dalam tiga
hal, yaitu sebelum melakukan perbuatan berupa mengatur niat ibadah. Selama
melakukan suatu amal yaitu konsistensi untuk melaksanakan ibadah itu; dan setelah
selesai melakukan suatu amal yaitu sabar dari riya’ (menjauhi menyiarkan perbuatan
baik yang telah dilakukan). Kedua, sabar dari kemaksiatan, karena sudah menjadi
tempat hawa nafsu manusia. Sabar pada kemaksiatan yang tersulit adalah ketika sudah
menjadikan maksiat tersebut adat, kebiasaan dalam hidup.
2). Yang tidak berhubungan dengan pilihanya tetapi mempunyai pilihan untuk
menolaknya. Contoh sabar dalam persoalan ini seperti ketika seseorang menyakiti
kita, baik dengan perkataan maupun perbuatan, maka sabar dengan tidak
membalasnya merupakan hal yang lebih mulia. Allah berfirman dalam surat al
Muzammil “Hendaklah engkau bersabar terhadap perkataan yang dikatakan mereka
dan menghindarlah dari mereka dengan cara sebaik-baiknya” (Q.S al Muzzamil:10).
Dengan ayat ini tampak jelas bahwa menghindarai perbuatan yang sama atau lebih
untuk membalasnya tidak dianjurkan bahkan akan lebih mulia untuk menghindarinya.
3). Yang tidak dalam pilihanya baik dari awal maupun akhir. Contoh di dalam
persoalan ini seperti halnya musibah, baik yang menimpa badan maupun hartanya,
sabar dari kematian, sabar dari hilangnya harta, sabar dari sakit dan lainya. Tingkatan
sabar ini lebih tinggi dari sebelumnya karena manusia lebih mampu bersabar terhadap
perkara haram daripada menerima dengan ikhlas ujian dan cobaan dari Allah SWT.
c. Tingkatan Sabar
Menurut Ibnu A’jibah, orang sabar di klarifikasikan berdasarkan tingkatannya
dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Sabar tingkatan orang awam. Seseorang dalam posisi ini akan selalu tabah atas
kesulitan-kesulitan dalam menjalankan ketaatan dan melawan segala bentuk
pelanggaran.
2) Sabar tingkatan orang khusus (khawash). Seseorang dalam tingkatan ini dalam
tingkatan tabah atau dapat menahan hati ketika menjalankan riyadhah dan
mujahadah (perjuangan spiritual) dengan selalu melakukan muraqabah, sehingga
dalam hati selau hadir nama Allah.
3) Sabar tingkatan Khawashul Khawas. Seseorang bisa dikatakan masuk dalam
maqam ini bila ia bisa menahan ruh dan sir agar dapat menyaksikan Allah
(musyahadah) dengan mata hatinya (Abdul Mustaqim, 2013).
Sedangkan menurut Syekh Ibnu Abid Dunya menyertakan sebuah hadits dari
riwayat Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Sabar ada tiga tingkatan, Sabar atas musibah, sabar dalam menjalani
ketaatan, dan sabar dari laku kemaksiatan. Siapa saja yang sabar menghadapi
musibah, sampai ia mampu merestorasinya sebaik mungkin, Allah akan
mengangkat 300 derajatnya. Di mana, satu dengan lainnya berjarak sejauh antara
langit dan bumi. Dan, yang bersabar dalam menjalani ketaatan, Allah mengangkat
600 derajatnya. Di mana, satu dengan lainnya berjarak sejauh antara lapisan-
lapisan bumi dan batas (ketinggian) 'arsy. Sedangkan, bagi yang bersabar dari laku
kemaksiatan, Allah mengangkat 900 derajatnya. Di mana, satu dengan lainnya
berjarak sekitar dua kali lipat antara lapisan-lapisan bumi dan batas (ketinggian)
'arsy".
2.2 Tawakal
a. Pengertian
Secara etimologi berarti menyerahkan diri dan secara terminologi adalah
menyerahkan diri kepada Allah dan keputusan dari Allah SWT. Tawakal adalah titik
permulaan dari berbagai hal yang khusus berhubungan dengan perintah atau
perjalanan ruhani, dengan menyandarkan diri kepada Allah dan bersikap percaya
penuh kepada-Nya. Jika penyandaraan diri dan kepercayaan penuh seperti ini belum
tercapai, maka seorang hamba tidak dapat disebut sudah bertawakal. Selain itu,
seorang hamba juga tidak akan pernah dapat mencapai tawakal yang sejati, selama
pintu-pintu hatinya masih terbuka bagi yang selain Allah SWT. Dengan kata lain,
tawakal adalah ketika seorang manusia bersandar kepada Allah dan segala yang
dimiliki-Nya serta menutup semua pintu hati dari yang selain Dia.
Tawakal harus diikuti dengan do'a dan usaha yang maksimal karena tawakal
itu buah dari keimanan. Pentingnya perilaku tawakal dalam kehidupan manusia,
seseorang sangat membutuhkan perilaku tersebut karena dengan adanya sikap tawakal
seseorang tidak akan berputus asa ketika mengerjakan atau melakukan suatu usaha
yang tidak sesuai dengan harapannya. Karena ia akan senantiasa menyerahkan irinya
kepada Allah dengan berperilaku sabar dan ikhlas dalam menghadapi suatu cobaan
yang datangnya dari Allah.

b. Macam-Macam Tawakal
Tawakal kepada Allah itu ada tiga macam, yaitu:
1) Tawakkal kepada Allah dalam kondisi diri yang konsisten serta dituntun
dengan petunjuk Allah, serta mengesakan Allah murni, dan tetap pada agama
Allah lahir maupun batin, tanpa ada upaya memberi pengaruh kepada orang
lain, artinya sikap tawakkal itu hanya bertujuan memperbaiki diri tanpa
melihat pada orang lain
2) Tawakkal kepada Allah dalam kondisi diri yang konsisten seperti
disebutkan di atas, dan ditambah dengan tawakkal kepada Allah SWT untuk,
memberantas bid'ah, memerangi orang-orang kafir dan munafik, serta
memperhatikan kemaslahatan kaum muslim, memerintahkan kebaikan serta
mencegah kemungkaran dan memberi pengaruh pada orang lain untuk
melakukan penyembahan Allah, ini adalah sikap tawakkalnya para Nabi dan
sikap tawakkal ini di wariskan oleh para Ulama sesudah mereka, dan ini
adalah sikap tawakkal yang paling tinggi dan yang paling bermanfaat diantara
sikap tawakkal lainnya.
3) Tawakkal kepada Allah dalam hal memenuhi kebutuhan seorang hamba
dalam perkara duniawi-nya atau untuk mencegah dari sesuatu yang tidak
diingini berupa musibah atau bencana, seperti orang yang bertawakkal untuk
mendapatkan rezeki atau kesehatan, sikap tawakkal ini bisa mendatangkan
kecukupan bagi dirinya dalam urusan dunia serta tidak disertai kecukupan
urusan akhirat, kecuali jika ia meniatkan untuk meminta kecukupan akhirat
dengan kecukupan dunia itu untuk beribadah kepada Allah Swt.
c. Tingkatan Tawakal
Ada beberapa tingkatan Tawakal antara lain:
1. Tingkat pertama Tawakal adalah Tauhid yang menjadi dasar Tawakal. Kita
harus yakin bahwa Allah SWT adalah sebaik-baik Pemelihara dan Dia Maha
Mengetahui, Dia Maha Mampu dan cukup untuk bersandar. Segala sesuatu
bisa terjadi atau terjadi hanya dengan Kehendak dan Petunjuk-Nya.
2. Tingkat kedua adalah percaya bahwa setiap hal memiliki sebab atau sarana.
Beberapa orang berhenti menggunakan sarana ini karena ketidaktahuan
mereka dan berpikir bahwa ini adalah ketergantungan kepada Allah SWT.
Mereka menunggu Allah (SWT) untuk menurunkan bekal mereka, memberi
mereka makan dan mengurus urusan dan urusan mereka sementara mereka
tidak melakukan apa-apa. Kita tidak boleh berpuas diri atau tidak aktif; kita
harus melakukan semua yang tersedia bagi kita untuk mencapai tujuan. Kita
harus percaya kepada Allah tetapi dengan itu, kita harus melakukan sesuatu
sendiri untuk menjalani hidup.
3. Tingkat ketiga adalah tetap teguh dalam mengandalkan Allah saja.
Sesungguhnya, ketergantungan seseorang kepada Allah tidak dapat terpenuhi
sampai seseorang bergantung hanya kepada-Nya.
4. Tingkatan keempat adalah bergantung kepada Allah dengan sepenuh hati
dan merasakan ketenangan ketika melakukannya, sehingga tidak merasa
bingung dengan rezekinya.
5. Tingkat tawakal tertinggi, yang harus kita semua tuju, tentu saja, adalah
menyadari bahwa unsur ketergantungan kepada Allah adalah mempercayakan
segala urusan kepada-Nya secara sukarela, tanpa merasa terpaksa
melakukannya.

Tingkatan menurut Imam Ghazali

Imam Ghazali menulis bahwa tawakal memiliki tiga tingkatan. Syeikh Maulama
Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi mengatakan, pendapat Imam Al Ghazali itu
disampaikan dalam karyanya Ihya Ulumuddin.

1. Tingkatan pertama adalah tawakalnya seseorang yang mempunyai masalah di


pengadilan kepada seorang wakil yang mahir. Akan tetapi tawakalnya ini fana
dan bersifat sementara "Ia merasa dirinya tawakal, padahal itu tidak dapat
disebut tawakal," tulis Syeikh Malauna Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi
dalam kitabnya Fadhilah Haji.

2. Tingkatan kedua lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seperti seorang anak
yang belum mengerti sesuatu yang bergantung kepada ibunya. Dalam setiap
perkara, ia akan memanggil ibunya. "Apabila ia merasa ketakutan atau kesakitan,
maka yang pertama kali keluar dari mulutnya adalah kata kata 'Ibu'. Dan
tingkatan inilah yang paling rendah," katanya. Beliau menjawab, 'Menghabisi
angan-angan' Dan ketika si penanya bertanya tentang tingkatan yang sedang
beliau menjawab 'Tidak memilih-milih'. Dan ketika ditanya tingkatan
tawakal yang paling tinggi, ia menjawab. "Tingkatan itu hanya diketahui oleh
orang yang telah sampai ke tingkatan kedua."

3. Imam Ghazali berkata bahwa tingkatan yang ketiga, yakni yang paling tinggi,
adalah seperti keadaan jenazah di tangan orang-orang yang memandikannya. Ia
tidak bisa bergerak sendiri. Setelah sampai ke tingkatan ini seseorang sudah tidak
lagi perlu meminta kepada Allah SWT tanpa diminta, Allah SWT sendiri akan
menanggung segala keperluannya sebagaimana orang yang memandikan mayat
yang menyempurnakan segala keperluan untuk memandikan mayat.

2.3 Hubungan Antara Sabar dan Tawakal


Sabar berarti menahan diri dari kesusahan dan tawakal berarti berserahdiri
kepada Allah dalam segala hal. Jadi dalam melakukan sesuatu kita harus beserah diri
dulu kepada Allah, jika hasil yang kita inginkan diluar target kita, maka kita harus
sabar menerima dan mensyukurinya, karena semua itu adalah ketentuan yang telah
digariskan oleh Allah.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sabar adalah tabah hati, sedangkan secara terminologi menahan diri dari segala
sesuatu yang tidak disukai karena mengharapkan ridho Allah SWT. Al-Qur'an
memerintahkan kita secara jelas untuk bersabar melalui ayat-ayatnya. Contoh perilaku
sabar adalah disaat kita ditimpa musibah atau mengalami ujian seperti kemiskinan
maka kita betah hati dan beranggapan Allah mempunyai rencana dibalik suatu kejadian
segala sesuatu yang datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah.
Bentuk kesabaran adalah kesabaran yang berhubungan dengan jiwa dan raga, dalam
hal ini terklasifikasi menjadi dua bentuk:
1) ketabahan yang berkaitan dengan fisik, seperti ketabahan dan ketegaran memikul
beban dengan badan;
2) kesabaran yang terpuji dan sempurna, yaitu kesabaran yang berkaitan dengan jiwa
dalam menahan diri dari berbagai keinginan tabi'at dan tuntutan hawa nafsu; dan
kesabaran dalam menahan diri dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah.
Tawakal kepada Allah itu adalah titik permulaan dari berbagai hal yang khusus
berhubungan dengan perintah atau perjalanan ruhani, dengan menyandarkan diri
kepada Allah dan bersikap percaya penuh kepada-Nya. Tawakal harus diikuti dengan
do'a dan usaha yang maksimal karena tawakal itu buah dari keimanan.

DAFTAR PUSTAKA

Solihin, M. 2003. TASAWUF TEMATIK “Membedah Tema-tema Penting”. Bandung. CV Pustaka


Setia

Toriquddin, Moh. 2008. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Duna Modern. Malang.
UIN-Malang Press

Sahri. 2021. Mutiara Akhlak Tasawuf. Yogyakarta. P.T Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai