Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Tafsir Ayat Ayat Tentang Sabar

Dosen Pengampu
Dr. Samhi Muawan Djamal, M.Ag

DISUSUN OLEH
Katarina Leba Tukan (40400122076)
Abduh SulQamar Sukma (40400122006)

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan
hidahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Tafsir yang telah memberikan tugas kepada kami. Penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Makalah ini jauh dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi kami khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
DAFTAR ISI
SAMPUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN 5
A. Pengertian Sabar 5
B. Objek Sabar 5
C. Tafsiran QS. AL-A’raf ayat 128 9
D. Tafsiran QS. AL-Fussilat ayat 35 10

BAB III PENUTUP 12


A. Kesimpulan 12

DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
al-Qur’an diperuntukan bagi penentu jalan kehidupan mausia dan alam semesta. Di
dalamnya terkandung makna dan petunjuk kehidupan menembus dimensi ruang dan waktu
atau dengan kata lain al-Qur’an merupakan ensiklopedi kehidupan dalam rangka emnujukan
kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki. Karena al-Qur’an memiliki lintas dimensi ruang dan
waktu, maka wajar jika al-Qur’an memuat pesanpesan ilahi dalam bentuk global. Oleh karena
itu diperlukan penjelasan lebih rinci mengenai maksud yang terkandung di dalamnya pesan
ilahiyah tersebut.
Dalam perjalanan manusia tidak terlepas dengan dimensi dimensi non material.
Pengalaman spiritual dan kondisi psikologis adalah bentuk dimensi lain dalam diri kita yang
tidak bis akita lepaskan. Semuanya mengalami proses pertumbuhan dengan tujuan yang jelas.
Manusia juga mendapat predikat sebagai mahluk yang diciptakan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya secara individual, manusia memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan
psikis, jiwa dan raga. Sebagai ciptaan Allah. Manusia perlu menaati apa yang dititihkan-Nya
dalam kitab-Nya, tingkah laku dan segala yang dilakukan oleh manusia semestinya harus
sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Karena pada hakikatnya, segala yang dilakukan
oleh manusia adalah karena digerakan oleh-Nya.
Manusia merupakan mahluk yang diciptakan oleh Allah Swt di muka bumi ini dengan
sebaik-baiknya mahluk, sebaik-baiknya bentuk dan sebaik-baiknya umat, untuk mengemban
semua tugas yang mulia yaitu beribadah kepada Allah Swt
Dalam al-Qur’an, manusia berulang-kali diangkat derajatnya, dan berungkali-kali pula
direndahkan. Mereka dinobatkan jauh menbgungguli alam surga, bumi dan bahkan para
malaikat. Tetapi, pada saat yang sama , mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan
setan terkutuk dan binatang jahanam sekalipun. Manusia di hargai sebagai mahluk yang
mampu menaklukan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi rendah di antara yang
paling renda. Oleh karena itu, mahluk manusia sendiri yang harus menetapkan sikap yang
menentukan nasib akhir mereka sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Sabar
2. Objek Sabar
3. Menjelaskan QS. AL-A’raf ayat 128
4. Menjelaskan QS. AL-Fussilat ayat 35
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Sabar
Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar SHABARA ( ‫صبَ َر‬
َ ), hanya tidak yang berada
dibelakang hurufnya karena ia tidak bias berdiri sendiri. Shabara’ala (‫بَ َر َعلَى‬E ‫)ص‬ َ berarti
bersabar atau tabah hati, shabara’an ( ‫)صبَ َر ع َْن‬
َ berarti memohon atau mencegah, shabarabihi (
‫صبَ َر بِ ِه‬
َ ) berarti menanggung.
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan di antara yang
menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan: "qutila shabran" yaitu dia terbunuh
dalam keadaan ditahan dan ditawan. Sedangkan secara syari'at adalah menahan diri atas tiga
perkara: yang pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal yang
Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang menyakitkan.
Sabar dalam bahasa Indonesia berarti : Pertama, tahan menghadapi cobaan seperti
tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak lekas patah hati, sabar dengan pengertian
sepeti ini juga disebut tabah, kedua sabar berarti tenang; tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-
buru. Dalam kamus besar Ilmu Pengetahuan, sabar merupakan istilah agama yang berarti
sikap tahan menderita, hati-hati dalam bertindak, tahan uji dalam mengabdi mengemban
perintah-peintah Allah serta tahan dari godaan dan cobaan duniawi Aktualisasi pengertian ini
sering ditunjukan oleh para sufi.
Dalam pendekatan ilmu Fikih, sabar didefinisikan sebagai tabah, yakni dapat
menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan huum Islam, baik dalam
keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat menggoncangkan
iman. Menurut Ibnu Qayyim sabar berarti menahan diri dari kelih kesah dan rasa benci,
menahan lisan dari mengadu, dan menahan anggota badan dari tindakan yang mengganggu
dan mengacaukan.

B. Objek sabar
Objek sabar dalam tulisan ini merupakan seluruh aktifitas yang patut di dalam
pelaksanaanya menggunakan sifat sabar yang terjadi dalam al-Qur’an. Objek sabar dalam al-
Qur’an yang ditelusuri oleh penulis, mengisayratkan bahwa pentingnya unsur sabar dalam
pekerjaan yang berupa perintah dari Allah, baik secara individual maupun sosial.
Adapun objek sabar dalam al-Qur`an di antaranya sebagai berikut:
1. Sabar melaksanakan ibadah
Upaya dalam memenuhi kewajiban, Allah SWT menganjurkan manusia bersabar
sebagaimana dijelaskan dalam Al-qur’an 74:7, hal senada juga disebutkan Allah dalam QS,
76:24 bahwa Allah menganjurkan agar bersabar terhadap apa yang sudah ditetapkan oleh
Allah untuk berlaku taat kepadanya, bahkan lebih eksplisit Allah menekankan agar kita
bersabar ( berteguh hati ) dalam melaksanakan seluruh ibadat yang telah ditetapkan Allah
lewat firmannya 19:65, dalam ayat ini Allah menggunakan kata ‫ واصطبر‬yaitu kata dari bentuk
Amr (perintah) begitu juga dengan ayat sebelumnya (76:24) menggunakan kata ‫ ( فاصبر‬kata
berbentuk perintah) sebagai anjuran begitu pentingnya bersabar dalam melaksanakan ibadah
kepada Allah.
Sebagai contoh sabar melaksanakan ibadat terdapat pada QS, 20:132 Allah Swt. berfirman,
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
Imam al-Qurthubi dalam menafsirkan QS, 76:24 memuat pendapat orang lain yang tidak
disebutkan namanya oleh Imam Qurthubi, sebagai berikut :

ِ ‫ي اصْ بِرْ لِ َما حُ ِك َم بِ ِه َعلَ ْيكَ ِمنَ الطَّاعَا‬


‫ت‬ ِ ‫ َأ‬:‫َوقِي َل‬
Ada yang mengatakan : arti dari “bersabarlah terhadap apa yang sudah ditetapkan Allah
kepadamu” artinya tetaplah dalam ketaatan.[14] Dengan kata lain bahwa Allah
memerintahkan kita agar bersabar melaksanakan seluruh perintahnya baik dalam bentuk
ritual kebaktian maupun dalam menjaga diri agar tidak melanggar larangan.
Mengaktualisasikan rasa taat dengan berupaya memenuhi segala intruksi Allah bukanlah hal
yang sangat mudah. Hal ini dikarenakan printah sering bertolak belakang dengan keinginan
meskipun sejalan dengan pemikiran. Tentu, keinginan yang bertolak belakang ini menjadi
penghambat untuk melakukan ibadah atau setidaknya menjadi pemicu kebosanan yang
berdampak kepada menurunnya rasa sabar. Hal inilah yang kemudian Allah tekankan dalam
ayat-ayat di atas, agar manusia tetap dalam kesabaran.
2. Sabar terhadap peroblem hidup
Sebagai manusia pasti akan dihadapakan kepada persoalan-persolan hidup seperti rasa
takut, kekurangan harta dan jiwa yang merupakan cobaan dan ujian dari Allah yang harus
direspon dengan rasa sabar, hal ini dinyatakan Allah dalam firmannya QS, 2:155. Dalam ayat
lain yaitu QS, 3:186, Allah SWT memperlihatkan gambaran konkrit dari problem hidup,
seperti : ujian harta dan yang membahayakan nyawa serta ejekan dari ahli kitab yang
menyekutukan Allah. Gambaran-gambaran problema hidup dalam ayat ini jelas harus
ditangkis dengan sifat sabar. Lewat QS, 2 : 177, Allah SWT menyatakan bahwa orang yang
sabar terhadap penderitaan, kesempitan hidup, bersabar ketika berperang, adalah orang-orang
yang benar-benar keimanannya.
Di dalam tafsirnya Ibn Kastir rahimahullah menjelaskan ayat 2:155, bahwa Allah Swt.
terkadang menguji dan menempa para hambanya dengan kebahagiaan dan suatu waktu
dengan kesulitan, seperti rasa takut dan kelaparan.[15] Imam Al-Mawardi di dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa orang-orang yang benar-benar mampu bersabar dalam penditaraan dan
kesempitan hidup serta bersabar ketika berperang (sebagaiman yang terdapat dalam QS,
2:177 di atas), menurutnya ada dua pendapat, yang pertama, yang mampu bersabar dengan
tingkatan ini hanya pada kalangan Nabi dan Rasul saja, dikarenakan sejauh ini belum ada
yang mampu bersabar ketika ditimpa tiga hal yang tadi, pendapat yang kedua, tujuan ayat ini
kepada seluruh manusia, ini dilihat dari penyampaian teks dan keumuman khitab.[16]
3. Sabar terhadap gangguan manusia
Allah SWT menggambarkan bahwa betapa manusia itu mempunyai sifat pengganggu
terhadap manusia lain, hal ini juga dialami oleh para Rasul sebagiamana yang tertera dalam
QS, 25 : 20, gangguan ini merupakan cobaan dari Tuhan sebatas mana para Rasul mampu
bersabar dalam menghadapi cobaan itu.
Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa manusia itu ada yang memang diuji
dengan manusia lain, seperti diujinya orang miskin dengan perlakuan orang kaya dan
diujinya para Rasul dengan perlakuan para ummatnya, yang menyebabkan saling membenci
satu sama lain atau menimbulkan permusuhan, demikian ini memang sunnatullah (tak bisa
terelakkan) agar Allah mengetahui siapa diantara kita yang bersabar dan yang tidak sabar.
Dia lah Allah yang yang maha melihat keadaan orang sabar dan yang tidak sabar.[17]
Penafsiran di atas, memperlihatkan keinginan manusia untuk mengungguli manusia
lain. Hal ini akan selalu terjadi dalam berbagai lini kehidupan. Bahkan manusia dalam
lingkungan internalnya (keluarga) sering mengalami tekanan satu satu sama lain akibat
didasari dengan keegoan. Antara suami istri misalnya, terjadi konflik yang akibat ego satu
sama lain yang saling merasa benar dan merasa unggul, sabar dalam hal demikian tergolong
kepada sabar akan gannguan orang lain. Belum lagi masalah kehidupan bermasyarakat yang
begitu komplit. Menurut penulis, penekanan rasa sabar dalam poin ini berguna untuk
menjadikan kita pribadi yang bersukur dan penyayang terhadap sesama.
4. Sabar terhadap ganguan orang kafir
Bersabar terhadap penghinaan orang kafir lewat ucapan mereka adalah anjuran Allah
sebagimana dalam QS, 50 : 39. Pada QS, 38:17 Allah memberikan contoh dari kalangan para
nabi, yaitu, Nabi Daud yang bersabar dan tetap ta’at kepada Allah sekalipun mendapat
ucapan-ucapan yang bersifat mengejek dari kaumnya. Untuk menghadapi ejekan itu, Allah
menyuruh agar bersabar dan menghindar dengan cara yang baik, demikian ini termuat dalam
QS, 73:10, dan dalam menghadapi ejekan itu juga Allah menganjurkan kita bersabar dan
bertasbih sebagaimana yang tertera dalam QS, 50:39.
Di dalam tafsir al-Wadih di jelaskan bahwa tujuan QS, 38 : 17 ditujukan kepada Nabi
Muhammad agar bersabar dan mencontoh Nabi Daud. Kemudian Nabi Muhammad
menyuruh ummatnya agar mengikuti Nabi Daud, di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa
Nabi Daud memiliki 10 sifat keistimewaan diantaranya ialah : sabar, memiliki sifat
kehambaan, kuat beribadah, banyak bertaubat, berserah diri kepada Allah, bahkan Allah
menundukkan gunung agar ikut bertasbih bersamanya.[18]
Ayat di atas tidak sertamerta memberikan isyarat agar mengalah dari perlakuan orang
kafir. Ada beberapa faktor yang perlu dilihat dalam mengaktualisasikan sabar ketika
mendapat ejekan orang kafir. Menurut penulis, faktor-faktor itu antara lain, nilai ejekan yang
dilontarkan, apakah memang menyangkut penodaan akidah?, jika demikian perlu ditindak
dengan penyelesaian yang bijak dan sistematis. Seterusnya, apakah memang ejekan itu
memicu munculnya konflik?, jika demikian perlu diselesaikan dengan pemuka agamanya
agat tidak merembet lebih jauh. Setidaknya, menindak dengan tegas kasus yang demikian
tidaklah bertentangan dengan ayat di atas. Sebab ayat di atas lebih mengarah kepada ejekan
yang tidak menimbulkan komplik yang lebih besar.
5. Sabar menjaga keimanan
Dalam QS, 7:126 menggambarkan perlunya kesabaran dalam menjaga keimanan
terhadap ayat-ayat Allah, sebagaimana terlihat dalam kandungan ayat di atas bahwa orang
yang beriman kepada ayat-ayat Allah selalu disalahkan oleh orang-orang yang tidak beriman,
ini bisa kita lihat dari awal ayat ini. Orang-orang yang beriman, dianjurkan oleh Tuhan
bersabar dan shalat karena keduanya ini adalah penolong hal ini bisa kita lihat dalam QS,
2:153.
Ayat di atas menceritakan kisah ummat Nabi Musa dengan Fir’aun, ketika itu Fir’aun
menyalahkan dan memberikan sanksi kepada setiap orang yang mengikut ajaran Nabi Musa,
tidak tanggung-tangung sanksi yang dijatuhkan oleh Fir’aun kepada pengikut Nabi Musa
yaitu disalib dan dipotong anggota badannya, kemudian ummat Nabi Musa yang benar-benar
beriman itu tetap beriman dan tidak mau berpaling dari ajaran Nabi Musa, kemudain mereka
berdoa kepada Allah SWT agar agar dimuliakan dengan kesabaran ketika nanti Fir’aun
menyalib atau memotong anggota tubuh mereka[19]
Disini bisa dilihat begitu gigihnya ummat Nabi Musa ketika itu memperjuangkan
keyakinan mereka dan mempertahankannya dengan kesabaran. Sehingga dengan meminta
kesabaran kepada Allah, mereka mampu membentengi akidah mereka dari intimidasi raja
Fir’aun ketika itu. Hal yang lebih menarik lagi dari kidah ini, adanya kekuatan iman yang
memberikan dorongan agar tetap berada dalam kesabaran. Penulis pikir, ini adalah kekuatan
yang saling berinterkoneksi dalam membangun kekuatan untuk mempertahankan akidah.
Walau pada dasarnya umat nabi Musa adalah umat yang sering membelot darinya.
6. Sabar dalam menunggu ketetapan Allah
Sabar menunggu ketetapan Allah maksudnya ialah sabar menunggu penghakiman
Allah, dalam bentuk sabar seperti ini, berarti sabar menunggu penghakiman Allah nanti di
hari akhirat atas penganiayaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman di atas
dunia baik itu terhadap Rasul maupun kepada orang-orang yang beriman, hal ini terdapat
dalam QS, 7:87 dan 52:48
Dalam menjelaskan QS, 7:87 lewat tafsir Mahasin At-Takwil diceritakan bahwa
kandungan ayat tersebut memiliki makna, sekolompok orang yang beriman dan yang tak
beriman terhadap utusan Allah, dalam menyikapi hal ini, Allah menganjurkan untuk bersabar
agar bisa melihat ketetapan Allah, artinya yaitu menunggu pertolongan Allah atas kebenaran
dari hal-hal yang batil. Maka yang demikian itulah janjian Allah terhadap orang yang
beriman dan janjian Allah terhadap orang-orang kafir (janjian siksa).[20]
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan QS, 52:48 bahwa ayat ini adalah anjuran sabar
kepada para Nabi dan orang-orang beriman agar bersabar terhadap ketentuan Allah dalam
mengemban risalahnya. Allah maha menjaga dan memelihara.[21]
Dalam penjelasan dua tafsir di atas terlihat sedikit berbeda akan tetapi mempunyai
satu makna yaitu anjuran bersabar terhadap ketentuan Allah baik ia bersabar dalam meunggu
pertolongan Allah sewaktu menjalankan ajaran-ajarannya. Maupun sabar dalam menunggu
janjiannya di hari akhir, yaitu, berupa balasan kebaikan terhadap orang beriman dan balasan
sisksa kepad orang yang melawan maupun menyiksa orang beriman.
Keadaan sabar seperti ini menggambarkan kesabaran orang-orang yang belum
memiliki kekutan untuk melawan perlakuan zalim orang-orang kafir kepada orang beriman.
Lebih jelasnya, bisa jadi orang beriman pada waktu itu belum memiliki kekuatan politik
maupun kekuasaan di tempat mereka, hingga Allah menyuruh mereka untuk bersabar saja
sebelum memiliki kekuatan untuk melawan. Oleh karena itu, ayat ini tidaklah bermaksud
menyuruh orang beriman untuk pasrah menerima perlakuan orang kafir, justru dari ayat ini
menyuruh orang beriman untuk bangkit melawan kezaliman agar bisa melihat janjian Allah
di dunia.
7. Sabar menikahi budak
Ayat 25 surat An-Nisa menjelaskan akan anjuran menikahi budak bagi para pemuda
yang tidak cukup perbelanjaannya untuk menikahi wanita beriman. Di ujung ayat ini Allah
SWT menganjurkan bersabar bagi orang-orang yang menikahi budak sebab para budak
mempunyai derajat sosial yang lebih rendah dibanding para wanita biasa.
Menikahi budak memang perlu kesabaran karena keturunan dari hasil menikahi budak
akan menjadi budak, maka dalam hal ini tidak memungkinkan menerapkan pendidikan yang
layak kepadanya, dan seorang istri yang budak tidak sepenuhnya bisa mengurus rumah
tangga suaminya di sebabkan dia harus bekerja di rumah majikannya, bersadarkan hal itu ada
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
‫ واإلماء هالك البيت‬،‫ " الحرائر صالح البيت‬:‫ أنه قال‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫عن النبي‬
Dari Nabi Muhammad SAW, bahwa dia bersabda : istri-istri yang merdeka adalah gambaran
keharmonisan rumah tangga sementara istri-istri dari kalangan budak adalah gambaran
kehancuran rumah tangga.
Maka karena itu seorang suami harus berupaya memebeli dan membebaskan istrinya
dari perbudakan. Namun apabila seorang majikan menyetubuhi budaknya maka keturunannya
dari budak tersebut berkedudukan seperti derajat manusia biasa (bukan budak).[22]Melihat
begitu sulit dan rendahnya status yang disandang ketika menikahi budak, maka Allah
menganjurkan bersabar bagi orang-orang yang menikahi budak.
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan ada beberapa syarat agar diperbolehkan menikahi budak:
1. Tidak memiliki kesanggupan meberikan mahar wanita yang merdeka
2. Takut melakukan perzinahan
3. Hamba yang akan dinikahi itu adalah seorang mukmin bukan kafir[23]

C. Tafsiran QS. Al-A’raf ayat 128

َ‫ َمن يَ َشٓا ُء ِم ۡن ِعبَا ِدِۦه ۖ َو ۡٱل ٰ َعقِبَةُ لِ ۡل ُمتَّقِين‬E‫ُورثُهَا‬ َ ‫ا ۖ ِإ َّن ٱَأۡل ۡر‬Eْ‫ٱصبِر ُٓو‬
ِ ‫ض هَّلِل ِ ي‬ ْ ُ‫ٱستَ ِعين‬
ۡ ‫وا بِٱهَّلل ِ َو‬ ۡ ‫ى لِقَ ۡو ِم ِه‬Eٰ ‫قَا َل ُمو َس‬
Artinya: “Musa berkata kepada kaumnya, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang
Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-
orang yang bertakwa.”
Ayat ini diturunkan di Makkah atau ketika Nabi Muhammad Saw belum hijrah dari
Mekkah ke Madinah. 33 Tidak ditemukan sebuah riwayat yang menjelaskan tentang
penyebab turunnya ayat ini (Asbabun Nuzul). Ditemukan data terkait korelasi atau hubungan
(Munasabah) antara ayat ini dengan ayat sebelum, yaitu berhubungan dengan konspirasi
Fir’aun dengan para pembantunya terhadap Nabi Musa AS dan kaumnya. Kemudian
hubungan dengan ayat sesudahnya, yaitu berhubungan dengan dialog Nabi Musa AS dengan
kaumnya agar tetap memohon pertolongan kepada Allah SWT. 34 Dan pada intinya ta’awun
pada ayat ini adalah berkaitan dengan meminta pertolongan kepada Allah SWT ketika
menghadapi berbagai berbagai kesulitan disertai sikap sabar.
Menurut Buya Hamka dalam kitab Tafsir al-Azhar dijelaskan bahwasannya ayat ini
menjelaskan tentang usaha yang harus dilakukan ketika memohon pertolongan kepada Allah
Swt adalah dengan sabar sebab dalam mengatasi berbagai persoalan hidup diperlukan
kesabaran dalam melewatinya, seperti pada ayat ini berbicara mengenai kesabaran dalam
menghadapi Fir’aun dengan beryakinan bahwa yang mempunyai kekuasaan sejati adalah
Allah SWT bukan Fir’aun.

D. Tafsiran QS. Fussilat ayat 35

‫َظ ٍيم‬ ْ ‫صبَر‬


ٍّ ‫ُوا َو َما يُلَقَّ ٰىهَٓا ِإاَّل ُذو َح‬
ِ ‫ظع‬ َ َ‫َو َما يُلَقَّ ٰىهَٓا ِإاَّل ٱلَّ ِذين‬
Artinya: “Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-
orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar.
Pada ayat ini, Allah menerangkan cara yang paling baik menghadapi orang-orang
kafir, yaitu orang yang sabar ketika menderita kesulitan dan kesengsaraan, dapat menahan
marah, tidak pendendam, dan suka memaafkan.
Anas r.a. dalam menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sabar
dalam ayat ini ialah apabila seseorang dimaki oleh orang lain, ia berkata, “Jika engkau
memakiku dengan alasan yang benar, mudah-mudahan Allah akan mengampuni dosamu. Jika
engkau memakiku dengan alasan yang tidak benar, mudah-mudahan Allah mengampuni
dosa-dosaku.”
Nasihat agar berlaku sabar, menahan marah, dan suka memaafkan kesalahan orang
lain itu adalah suatu nasihat yang paling utama dan tinggi nilainya. Yang dapat menerima
nasihat itu hanyalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh, yang akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.
Qatadah mengatakan bahwa arti dari “keuntungan yang besar” ialah surga. Maksud
ayat ini ialah kesabaran itu hanyalah dianugerahkan kepada orang-orang yang akan masuk
surga.
Menurut At-Tafsiru Al-Munir Tidak akan ada yang dapat menerima wasiat ini dan
mengamalkan wasiat tersebut, yaitu menolak perbuatan buruk dengan perbuatan baik, serta
memberikan seluruh kemampuannya untuk kebiasaan ini, kebiasaan menolak kejahatan atau
keburukan dengan kebaikan kecuali orang-orang yang bersabar untuk menahan amarah dan
perbuatan keji. Apabila kesabaran melekat pada jiwa, niscaya tidak akan menerima perbuatan
keji dan menahan amarah kecuali orang-orang yang mempunyai nasib kebahagiaan yang
melimpah di dunia dan akherat, begitu juga orang-orang yang beruntung yang mendapatkan
limpahan pahala dan kebaikan.
Ibnu Abbas berkata dalam menafsirkan ayat ini, Allah swt menyuruh orang-orang
yang beriman untuk bersabar ketika marah, berfikir ketika tidak mengetahui (bodoh),
memberi maaf ketika salah, apabila kalian melaksanakan hal tersebut, Allah swt akan
melindungi dari syetan dan menundukkan kepada mereka musuh-musuh mereka manjadi
seperti teman yang setia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan tentang sabar yang saya bahas hanyalah pokok-pokoknya saja yaitu
tentang pengertian sabar, konsep sabar dalam al-qur’an dan hadist, jenis-jenis sabar dan
manfaat sabar. Pada intinya, bahwa sabar merupakan salah satu sifat dan karakter orang
mu'min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya
manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.
Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau
identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi
yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara
bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan
bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.
Mudah-mudahan apa yang telah saya sajikan dalam pembahasan tentang sabar yang
sederhana ini dapat mendorong pembaca untuk melakukan kajian yang lebih luas dan
mendalam lagi tentang pembahasan sabar diatas.
Persyaratan yang diungkapkan oleh Wahbah diambil dari keterangan ayat
sebelumnya. Dengan melihat persyaratan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa menikahi
budak adalah solusi terakhir ketika seseorang takut jatuh kedalam perzinahan.lantas ketika
seseorang menikahi budak disebabkan persyaratan yang di atas, maka Allah menganjurkan
agar bersabar.
Pada ayat selanjutnya yaitu ayat 35, tidaklah semua orang mampu untuk menolak
kejahatan yang menimpanya dengan suatu kebaikan kecuali orang-orang yang dianugerahi
Allah swt sifat kesabaran dalam jiwa mereka dan keberuntungan yang sangat besar di dunia
maupun di akherat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36116917/Makalah_sabar
http://suheriray.blogspot.com/2017/03/objek-sabar-dalam-al-quan.html
Amrullah, Abdul Malik Karim. Tafsir Al-Azhar Jilid 1. Pustaka Nasional PTE LTD
Singapura. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura, 1990.
https://tafsiralquran.id/tafsir-surat-al-araf-ayat-128/
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/685/2/083111091_Bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai