Anda di halaman 1dari 46

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1
NGABLAK
Jalan Raya Magelang – Kopeng Kilometer 26, Ngablak, Kabupaten Magelang Kode Pos 56194
Telepon (0298) 3434894 HP. 0821 2221 4747 Surat Elektronik smknngablak@ymail.com

MODUL AJAR

Satuan Pendidikan : SMK Negeri 1 Ngablak


Program Studi Keahlian : Semua Program Keahlian
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XI
Tahun Pelajaran : 2022/2023
Alokasi Waktu : pertemuan X (3 X 90 menit)
PERANGKAT AJAR MEMBACA CERPEN

Nama Ardika Novi S., S.Pd. Jenjang/Kela SMK XI/F


s

Asal sekolah SMK N 1 NGABLAK Mapel Bahasa Indoensia

3 X pertemuan @90menit 36
Alokasi waktu Jumlah siswa
270 menit

Secara kritis mengklarifikasi Tatap muka


Profil pelajar Model
serta menganalisis gagasan
Pancasila pembelajara n
dan informasi yang kompleks
yang
dan abstrak dari berbagai
berkaitan
sumber.
Domain
Fase F Mapel Membaca

Tujuan Peserta didik menilai dan mengkritisi unsur intrinsik (karakterisasi dan alur cerita),

Pembelajaran otentisitas penggambaran masyarakat, serta dan memprediksi dinamika pemikiran


maupun tindakan tokoh

otentisitas akurasi, dan dinamika


Kata kunci

Fokus pembelajaran adalah menilai dan mengkritisi unsur intrinsik (karakterisasi, alur
Deskripsi cerita) gambaran realitas masyarakat, dan dinamika pemikiran tokoh
umum
kegiatan
Materi ajar: Membaca Cerpen

Materi ajar,
alat, Alat dan Bahan:
 Kliping cerpen di koran

dan bahan  Buku kumpulan cerpen

 Permainan “boom”

 Aplikasi powerpoint versi 2013


 Video pembacaan cerpen: misalnya

Sarana Komputer/laptop/tablet, jaringan internet


Prasarana
MODUL AJAR

MEMBACA CERPEN
PERANGKAT AJAR
MEMBACA CERPEN

Nama Penyusun Ardika Novi S., S.Pd.


Asal Sekolah SMK N 1 Ngablak
Tahun Penyusunan 2020
Kelas XI (Sebelas)
Jenjang Sekolah SMK
Alokasi waktu 3 X pertemuan (270 menit)

Fase Capaian Pembelajaran Fase “F”


Elemen CP Membaca dan Memirsa
Peserta didik mampu mengevaluasi gagasan dan
pandangan berdasarkan kaidah logika berpikir
dari membaca berbagai tipe teks (nonfiksi dan
fiksi) di media cetak dan elektronik. Peserta didik
mampu mengapresiasi teks fiksi dan nonfiksi.
Tujuan Pembelajaran 4. Peserta didik menilai dan mengkritisi
unsur intrinsik (karakterisasi, alur cerita,
latar), otentisitas penggambaran
masyarakat pada teks cerpen, serta dan
memprediksi dinamika pemikiran maupun
tindakan tokoh

Tujuan pembelajaran dijabarkan


menjadi indikator sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi, menganalisis, menilai
karakterisasi dan alur cerita
2. Menilai akurasi penggambaran keragaman
masyarakat
3. Memprediksi dinamika pemikiran maupun

5
tindakan tokoh

Konsep Utama Membaca teks cerpen


Pengetahuan/Keterampilan Prasyarat 4.1 Peserta didik meganalisis dan
menyimpulkan unsur intrinsik cerpen dan
menilai tujuan penulis menggunakan diksi
tertentu

Profil Pelajar Secara kritis Sarana Komputer/laptop/tab


Pancasila mengklarifikasi serta Prasarana let
menganalisis gagasan
dan informasi yang
kompleks dan abstrak
dari berbagai sumber.

Target □ Siswa Jumlah Maksimum Keterse a. Pengayaan untuk


Peserta regular/tipika Siswa 36 siswa diaan siswa
Didik l materi berpencapaian
□ Siswa tinggi: YA/TIDAK
dengan (materi terlampir)

kesulitan b. Alternatif

belajar penjelasan,

6
□ Siswa metode, atau
berpencapaia aktivitas, untuk
n tinggi siswa yang sulit
□ Siswa memahami konsep:
dengan YA/TIDAK
ketunaan

Model Pembelajaran Tatap muka Asesmen o Asesmen individu

PJJ Daring o Asesme Kelompok

PJJ Luring o Keduanya

Blende Jenis asesmen:

d Performa
Learnin Tertulis
g

Kegiatan pembelajaran Pengaturan siswa: Metode:


utama □ Individu □ Diskusi
□ Berpasangan □ Presentasi
□ Berkelompok □ Demonstrasi
□ Projek
□ Eksperimen
□ Eksplorasi
□ Permainan
□ Ceramah
7
8
□ Kunjungan lapangan
□ Simulasi

Materi ajar, Sumber belajar utama:


alat, dan 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2017. Bahasa Indonesia Kelas XII
bahan SMA/MA/SMK/MAK.. Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
2. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
3. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/keberagaman-
sastra-di-indonesia-dalam-membangun-keindonesiaan
4. https://www.coretanzone.id/2017/10/sosiologi-sastra-dan-masyarakat-
dalam-karya-sastra.html

Alat dan bahan yang diperlukan:

Perkiraan Biaya per siswa:


Fotokopi materi ajar  10 halaman X Rp200,00=Rp2.000,00

PERSIAPAN PEMBELAJARAN
1. Guru membaca buku/pdf/PPT mengenai apresiasi cerpen
2. Guru membaca contoh teks cerpen dan membedah srtuktur, isi, dan kebahasaan teks cerpen.
3. Guru membuat analisis teks cerpen untuk memotivasi siswa dan dapat digunakan sebagai contoh .
4. Guru menyiapkan berbagai referensi

9
Pertanyaan Inti:
1. Mengapa kita perlu membaca cerpen?

2. Adakah cerpen yang membuatmu terkesan? Jika ada, apa yang membuatmu terkesan?

3. Bagaimana penggambaran realitas kehidupan dalam cerpen yang pernah kalian baca?

4. Bagaimana dinamika pemikiran tokoh pada cerpen yang kalian baca?

5. Bagaimana peluang cerpen sebagai media edukasi bagi masyarakat?

Apakah pengetahuan latar yang perlu dimiliki siswa sebelum mempelajari topik ini?
Konsep unsur intrinsik cerpen.

10
AKTIVITAS 1 ( 2 X 45 Menit)
MATERI: MENGIDENTIFIKASI, MENGANALISIS, DAN MENILAI
KARAKTERISASI DAN ALUR CERITA

Pribadi Keren karena Cerpen


Oatley, seorang psikolog dari Universitas Toronto, memaparkan bahwa membaca karya fiksi –termasuk
cerpen– dapat membantu kita mengembangkan sifat empati di dalam diri. “Orang yang membaca buku fiksi
lebih jago memahami perasaan dan sudut pandang orang lain,” kata Oatley. Selain itu, dengan membaca
cerpen kita akan menjadi pribadi yang mampu memberi solusi (problem solving), motivasi, dan inspirasi.
Melalui sastra, kita mempelajari bagaimana sebuah plot cerita bekerja. Mulai dari prolog, konflik,
hingga penyelesaiannya yang lazim, umum, dan masuk akal. Dengan demikian, siapapun yang belajar karya
sastra akan memiliki kemampuan problem solving yang baik.
Motivasi bisa kita dapatkan dari cerpen karena cerpen akan memberikan suatu contoh gambaran
kehidupan seseorang yang berawal dari kegalauan (ada masalah) berakhir kegembiraan yang disisipi dengan
dorongan/jalan keluarnya. Kita juga dapat meniru pola atau karakteristik tokoh-tokoh dalam cerpen.

Persiapan 1. Guru memasuki kelas dan melakukan kegiatan persiapan


(10 menit) rutin; memeriksa kebersihan kelas dan kerapian pakaian dan
meja belajar siswa.
2. Guru mengucapkan salam kepada siswa.
3. Guru meminta salah seorang siswa memimpin doa.
4. Guru mengecek kehadiran siswa.
5. Guru menyampaikan hasil yang akan dicapai dari topik ini
(10 menit)

11
Kegiatan 1. Siswa bertanya jawab dengan dipandu dipandu guru terkait
Inti materi teks cerpen yang telah dipelajari pada kelas X serta
( 75 menit) menyampaikan MANFAAT mempelajari materi membaca teks
cerpen kelas XI. (5 menit)
2. Siswa dan guru bertanya jawab berkaitan dengan pengalaman
siswa dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai
karakterisasi dan alur sebuah cerita. (5 menit)
3. Guru menyampaikan materi cara mengidentifikasi,
menganalisis, dan menilai karakterisasi dan alur cerita.
(15menit) (Materi dan contoh cerpen terlampir)
4. Siswa membaca sebuah cerpen berkonteks personal maupun
sosial budaya, misalnya cerpen berkonteks sosial budaya berjudul
“Mar Beranak di Limas Isa”.
- Siswa mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai karakterisasi
- Siswa mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai alur cerita.
- Siswa menyampaikan hasil pekerjaannya dan mendapat berbagai
masukan
(45 menit) (lembar kerja terlampir).
Guru mendatangi setiap siswa untuk memberikan masukan dan saran
perbaikan.
5. Siswa mempresentasikan hasil pekerjaan dan mendapat masukan
dari teman yang lain. (5 menit)

Penunjukan siswa dapat menggunakan permainan “boom”, misalnya, “boom


3”. Siswa diminta berhitung secara urut, tetapi mengganti angka kelipatan
3 atau yang mengandung angka 3 dengan kata “boom”. Jika ada siswa
yang salah, diminta menyampaikan hasil pekerjaan atau diminta
memberi
tanggapan.

12
Penutup 1. Guru meminta siswa untuk menuliskan pemahaman siswa
(5 menit) tentang materi yang sudah dipahami dan yang belum dipahami
serta kesan/masukan/kritikan selama pembelajaran
2. Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada
pertemuan berikutnya dan meminta siswa mempelajarinya.
3. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

13
MATERI AKTIVITAS KE-1
MENGIDENTIFIKASI, MENGANALISIS, DAN MENILAI
KARAKTERISASI DAN ALUR CERITA

Menganalisis karya fiksi merupakan salah satu cara untuk memahami dengan jelas apa
yang terkandung di dalam karya itu sendiri. Karena bagaimanapun juga, karya fiksi merupakan
proses pemikiran seorang pengarang yang belum tentu dapat dengan mudah dimengerti oleh
pembaca apa maksud yang disampaikannya. Dengan menganalisisnya, kesalahpahaman maksud
yang ditujukan dari pengarang kepada pembaca tentu dapat dihindari. Sehingga suatu karya
fiksi akan dapat dinikmati dengan mengutamakan tujuan adanya karya fiksi itu sendiri.
Penokohan dan alur merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang untuk memberi kesan
menarik pada karyanya
A. Karakterisasi
Karakterisasi atau dalam bahasa Inggris charaterization berarti pemeranan, pelukisan watak.
Penciptaan tokoh-tokoh dengan karakter yang berbeda menambah hidup suatu
cerita. Dalam menampilkan tokoh-tokohnya, pengarang dapat menggambarkan karakter tokoh
dengan bermacam-macam.
Karakter dan sikap tokoh berkembang, dengan sendirinya akan mengalami perkembangan dan
perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara
kesuluruhan. Tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan karakter sejalan dengan
alur cerita. Sejalan dengan perkembangan alur yang menampilkan berbagai peristiwa dan konflik
yang juga semakin meningkat, karakter tokoh juga mengalami perubahan dan perkembangan
untuk menyikapi dan menyesuaikan dengan tuntutan alur. Dengan demikian, perubahan dan
perkembangan alur itu tetap berada dalam kaitannya dengan alur dan dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya, adanya perubahan dan perkembangan karakter itu tidak terjadi
begitu saja tanpa adanya konflik yang memicunya.
Perkembangan karakter tokoh dipengaruhi atau bahkan dibentuk oleh latar yang melingkupinya.
Hal itu sekaligus juga berarti bahwa karakter seorang tokoh dapat dipahami lewat dan sekaligus
diperjelas oleh kondisi latar yang membesarkannya. Misalnya, seorang anak yang hidup di lingkungan
komunitas panti asuhan, maka sejak kecil sudah dihadapkan pada fakta kehidupan yang keras. Maka,
karakter sang anak akhirnya berkarakter keras, pekerja keras, dan tidak pantang menyerah.
Tokoh statis tersebut sejak awal kemunculannya hingga akhir cerita terus menerus bersifat
hitam (tokoh jahat) atau putih (tokoh baik), yang hitam tak pernah berangsur putih dan yang
putih pun tidak diungkapkan unsure kehitamannya. Sedangkan yang dimaksud dengan tokoh

14
berkembang/dinamis adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan
perwatakan sejalan dengan

15
perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan
lingkungan, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain yang kesemuanya itu akan
mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar
dirinya, dan adanya hubungan antar manusia yang memang saling mempengaruhi itu, dapat
menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan
wataknya. Sikap dan watak tokoh berkembang, dengan demikian akan mengalami
perkembangan atau perubahan dari awal, tengah dan akhir cerita sesuai dengan tuntutan
koherensi secara keseluruhan.
Cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Tokoh berkarakter baik
lazimnya menjadi tokoh protagonis karena pembaca akan cenderung berpihak pada tokoh-tokoh jenis
ini. Tokoh protagonis adalah tokoh pembawa misi kebenaran dan nilai-nilai moral yang bersebrangan
dengan tokoh antagonis yang justru pembawa kejahatan atau malapetaka. Tokoh protagonis ini
pulalah yang sering dijadikan hero, pahlawan karena bertugas membawakan nilai-nilai yang menjadi
idealisme pembaca. Sebaliknya, tokoh antagonis mering menjadi tokoh yang disikapi secara antipasti
oleh pembaca karena sifatnya yang jahat. Dengan demikian, penokohan atau pelaku yang berperan
dalam sebuah cerita dengan menampilkan karakter yang diperannya. Tokoh-tokoh cerita fiksi
hadir sebagai seseorang yang berjati diri bukan sebagai sesuatu yang tanpa karakter. Tokoh utama
paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokohtokoh lain, ia sangat
menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai
kejadian dan konflik, penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain,
permunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan,
dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung dan tak
langsung.
walaupun tokoh ceritanya hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah
merupakan tokoh yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri
dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dam perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah
kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan
cerita dengan perwatakan yang disandangnya.
secara garis besar tokoh dapat diungkapkan dua macam cara, yaitu cara langsung dan
tidak langsung. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1. Cara analitik yaitu pengarang menjelaskan atau menceritakan secara langsung dengan diuraikan
oleh pengarang. Pengarang secara jelas menunjukkan atau mendeskripsikan watak tokoh.
2. Cara dramatik yaitu mengungkapkan watak tokoh secara tidak langsung lewat alur cerita.
Jadi, watak tidak diuraikan dan dideskripsikan secara serta merta begitu saja, melainkan

16
diungkapkan secara terselubung lewat cerita.

17
Bagaimana kita bisa mengenali karakter dalam sebuah cerita? Ada beberapa jalan yang
dapat menuntun kita sampai pada sebuah karakter.
1. Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap
dalam situasi kritis. Watak seseorang kerap kali tercermin dengan jelas pada sikapnya dalam
situasi gawat (penting), karena ia tak bisa berpura-pura, ia akan bertindak secara spontan
menurut karakternya: Situasi kritis di sini tak perlu mengandung bahaya, tapi situasi yang
mengharuskan dia mengambil keputusan dengan segera.
2. Melalui ucapan-ucapannya. Dari apa yang diucapkan oleh seorang tokoh cerita, kita dapat
mengenali apakah ia orang tua, orang dengan pendidikan rendah atau tinggi, sukunya,
wanita atau pria, orang berbudi halus atau kasar, dan sebagainya.
3. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penulis sering membuat deskripsi mengenai bentuk tubuh dan
wajah tokoh-tokohnya yaitu tentang cara berpakaian, bentuk tubuhnya, dan sebagainya. Dalam
fiksi lama penggambaran fisik kerap kali dipaia untuk memperkuat watak.
4. Melalui pikiran-pikirannya. Melukiskan apa yang dipikirkan oleh seorang tokoh adalah salah
satu cara penting untuk membentangkan perwatakkannya. Dengan cara ini pembaca dapat
mengetahui alasan-alasan tindakannya. Dalam kenyataan hidup, penggambaran yang
demikian memang mustahil. Tapi inilah konvensi fiksi.
5. Melalui penerangan langsung. Dalam hal ini, penulis membentangkan panjang lebar watak tokoh
secara langsung. Hal ini berbeda sekali dengan cara tidak langsung, yang pengungkapan
watak lewat perbuatannya,- apa yang diucapkannya, menurut jalan pikirannya, dan sebagainya.

B. Alur

Plot, alur atau struktur adalah bagian-bagian yang membentuk suatu cerita dan kisah dari
suatu cerpen, novel atau prosa fiksi lainnya. Misalnya, plot memiliki pengenalan tema dan tokoh, awal
mula konflik, puncak konflik hingga bagaimana penyelesaiannya. Plot atau alur yang biasa
terdapat dalam cerita prosa adalah sebagai berikut ini:

1. Abstraksi, Gambaran umum secara keseluruhan mengenai berbagai situasi, peristiwa dan
berbagai unsur lain dalam cerita disampaikan disini. Biasanya plot ini opsional dan jarang
digunakan pada cerpen.
2. Orientasi (Pengenalan), dimana cerpen dimulai dengan perkenalan tokoh (biasanya tokoh
utama) penjelasan latar dan mendetailkan tema secara keseluruhan cerpen.

18
3. Komplikasi, adalah awal mula munculnya konflik yang biasanya terjadi antara tokoh protagonis
dan antagonis. Bagian ini menyebabkan bagaimana sebab-akibat terjadinya konflik dari antagonis
dan protagonist.
4. Pencapaian Konflik, merupakan bagian dimana konflik semakin berkembang dan hampir
menuju puncaknya (klimaks).
5. Puncak Konflik (Klimaks), dimana konflik telah mencapai puncaknya, ketika pertentangan
antar protagonis dan antagonis dalam kondisi paling mendebarkan dan mencapai batasnya.
6. Evaluasi, adalah bagian dimana konflik mulai mendapatkan pencerahan untuk menuju ke proses
penyelesaian
7. Resolusi (Penyelesaian), merupakan penyelesaian dari konflik yang terjadi dalam suatu cerita.
8. Koda, adalah bagian penutup atau akhir dari keseluruhan cerita yang disajikan dalam
sebuah prosa fiksi / cerpen. Koda dapat berisi kesimpulan berupa amanat dari cerpen, meskipun
biasanya sastra serius menghindari ini karena ingin pembacanya yang menyimpulkan amanat
atau pesan dari cerpen sendiri. Terkadang koda juga dapat memuat berbagai kemungkinan-
kemungkinan baru untuk celah lanjutan kisah.

Terkadang alur yang tersedia dapat disederhanakan menjadi empat saja, yaitu:
orientasi, komplikasi, klimaks dan penyelesaian (resolusi). Karena, kenyataannya dalam cerpen
kebanyakan penulis hanya menggunakan keempat alur itu saja dengan pengaluran struktur yang
variatif.
Sumber: Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Contoh Cerpen:

Mar Beranak di Limas Isa


Karya: Guntur Alam
(sumber: Kompas, 20 Maret 2011)

19
20
Ada sebuah hikayat yang hendak aku terakan, tentang Bi Maryam istrinya Mang Isa.
Perempuan
yang telah melewati usia kepala empat, tetapi masih saja rajin beranak. Baiklah, untuk menuntaskan
keingintahuan yang telah bersarang, kita buka saja cerita ini.
Oya, sebelumnya kita buat kesepakatan: Untuk memudahkan aku bercerita, kita singkat saja nama
Bi Maryam menjadi Bi Mar, tersebab lidahku agak sulit menyebut namanya bila kuucapkan secara
panjang. Jadi ketika aku menyebutkan nama Bi Mar, kau pahamlah kalau yang kumaksud adalah Bi
Maryam istrinya Mang Isa, lantaran sangat banyak Bi Mar di dusun Tanah Abang.
Kita mulai cerita ini di suatu malam ingusan, ketika bulan tengah mati di kelam raya dan
kesiuran
angin penanda hujan telah bertiup sejak langit mulai temaram, tepatnya di bilik pengap Bi Mar dan Mang
Isa, pada sebuah limas yang terpancang tak jauh dari bibir Sungai Lematang. Dan kisah ini dibuka
oleh
ucapan Kajut Mis, dukun beranak di dusunku, Tanah Abang.
”Masih belum terlihat, Mar. Kau harus bertahan. Ambil napas lagi, lalu kau ejankan kuat-kuat.”
Bi Mar tersengal, kedua tangannya mencengkeram kuat seruas bambu yang tergantung tepat
di
atasnya. Seruas bambu yang diikat kuat tali trap—tali yang terbuat dari kulit kayu bernama trap. Keringat
telah membanjir di pelipisnya, melucumkan seluruh tubuh dan merembes ke kasur kapuk yang
menampung tubuh kepayahannya. Ada rasa sakit yang mengili-ngili tubuhnya, merayap dari sendi-sendi,
lalu menjalar ke seluruh pori. Sakit yang bermuara dari satu titik: perut bengkaknya.
Mertua Bi Mar, emaknya Mang Isa, terlihat cemas di sebelahnya. Padahal, ini bukan kali pertama ia
mengawani menantunya ini bertaruh nyawa, melahirkan cucu-cucunya, hampir saban dua tahun sekali, ia
mengulangi adegan yang selalu membuat jantungnya berdebar lebih kencang ini. Bahkan, ia pun
telah
berkali-kali melakoninya. Tetap saja, kernyit muka penuh nyeri Bi Mar tak urung membuat dadanya
mengempis.
”Sudahlah, Mar, tak usah beranak lagi. Kau datangi saja bidan di puskes sana, minta KB,”
itulah
ucapan mertua Bi Mar dua tahun silam, ketika usai mengawaninya melahirkan Serina, anak gadisnya yang
baru saja dapat berlari dengan sempurna. Kata-kata serupa tak terluncur dari mulut mertua Bi Mar saja,
Kajut Mis, dukun beranak yang kian uzur itu, pun telah mengucapkannya empat tahun lalu, pun dengan
mulut-mulut karib-karib Bi Mar—tapi tidak dengan mulut orang-orang di Tanah Abang.
”Tak kau tengok, Mar, anakmu sudah macam rayap? Menyempal-nyempal sampai limasmu sesak.
Apa lagi yang nak kau ranakan? Gadis-gadismu sudah banyak. Empat belas orang. Apa kau buta hingga
tak
dapat menghitungnya?”
Sejatinya, Bi Mar tak buta. Mata beloknya yang indah itu dapat dengan sempurna menghitung
jumlah anak perawannya. Pun jika hendak menuruti kemauan hatinya, ia sangat ingin untuk

21
menyudahinya. Tetapi, ucapan lakinya, Mang Isa, selalu saja membuatnya tak berdaya, ujung-ujungnya
kembali mengharuskan Bi Mar bertaruh nyawa, melahirkan anak-anaknya.
”Kita harus dapat anak bujang, Dik,” itulah kata-kata Mang Isa pada Bi Mar, ”Apa kata orang se-
Tanah Abang bila jurai limas kita tak tertegak lantaran kita hanya melahirkan anak-anak perawan
saja?
Pada masanya, bila kita telah uzur dan anak-anak gadis kita telah diboyong laki mereka ke limas seorang-
seorang, kita hanya tinggal berdua di limas ini, tak ada yang mengurusi. Lalu, kita akan mati bergilir
dalam
sepi. Nasib baik, jika kita mati bersama, hingga yang ditinggal tak merasa sunyi.”
Ucapan Mang Isa membuat mata Bi Mar menerawang, membayangkan dirinya ringkih dan tertatih-
tatih sendiri dalam limas. Menanak nasi, mandi ke Sungai Lematang, mengumpulkan kayu bakar,
merumputi lapangan sekitar limas, menyambangi kebun duku-durian, menyayatkan pahat pada kulit

balam di pagi kelam. Mendadak, tengkuk Bi Mar meriap. Alangkah menakutkan bayang itu di matanya.
”Kalau kita ada anak bujang. Ada yang menunggu limas, memboyong istri dan anaknya di sini,
bersama kita. Mengurus kebun duku-durian, menyadap balam pagi-pagi kelam. Kita hanya tinggal di
rumah saja, bermain dengan cucu-cucu yang banyak. Tak usah risau bila ada yang sakit karena tua, tak
perlu cemas kalau-kalau kita mati tak ada yang tahu musababnya. Sebab, ada yang bersama kita.
Anak
bujang dengan anak dan istrinya,” tambah Mang Isa membuat mata Bi Mar mengatup rapat.
Alangkah
indah.
Sekelebat pula sebuah bayangan mengantar-kantar mata Bi Mar yang terpejam. Sebuah bayangan
yang mendadak menciutkan kembali nyalinya. Bi Mar teringat akan nasib buruk Mak Salit. Perempuan tua
itu kini hidup sendiri di limasnya yang megah setelah lakinya meninggal beberapa purnama silam. Nasib
malangnya bukan lantaran karena Mak Salit seorang perempuan mandul yang tak punya anak. Anaknya
banyak, hampir mencapai sepuluh orang. Sayangnya, semua perawan dan telah mengikuti laki-lakinya di
dusun-dusun tetangga.
Mungkin, bukan tak ada anak-anak perempuan Mak Salit yang tak iba melihat nasib malang Emak
mereka. Dapat pula sebenarnya mereka takut akan mendapatkan nasib serupa di masa tua lantaran telah
menelantarkan Emak mereka. Tapi, apa yang dapat mereka perbuat sebagai perempuan selain
tunduk
kepada suami dan adat yang mengikat? Tak akan mertua mereka mengizinkan, bila anak bujangnya
menunggui limas mertua, mengikuti istri melangkah, menegakkan jurai perempuan sembari membunuh
jurai keluarga seorang lanang.
Itulah mengapa Bi Mar seolah-olah menulikan telinga dari ucapan mertuanya, ucapan Kajut Mis, dan
karib-karib sebayanya. Ia harus dapat anak bujang, tak peduli dengan ucapan segelintir orang.
Orang-
orang Tanah Abang pun paham apa yang hendak ia capai dengan lakinya.
***

22
”Mungkin kau kurang syarat, Mar, jadinya selalu meranakkan perawan,” ucapan itu Bi Mar dapat
dari Kajut Muya ketika perempuan tua yang tak seorang pun memiliki anak perawan itu, sekali
waktu
menyambangi limas Bi Mar seusai Bi Mar melahirkan anaknya yang keempat belas, Serina.
”Syarat apa, Jut?” kejar Bi Mar dengan mata berbinar. Ada semangat yang meluap dari dadanya
hingga Bi Mar seolah lupa dengan tubuhnya yang masih kepayahan sebab baru saja meranakkan
anak
gadisnya yang kesekian. Di mata Bi Mar terlintas deret-deret bujang Kajut Muya yang elok-elok parasnya.
”Kau malinglah sereket dari kayu ribu-ribu milik bibi atau saudara perempuan lakimu yang
telah
beranak bujang. Usai itu, kau pakai sekali saja saat menanak nasi. Nah, nasi-nasi yang menempel di
sereket itu kau makan, lalu simpan sereketnya di bawah kasur kapuk kau dengan Isa. Insya Allah, kau
akan
dapat anak bujang. Aku pun dulu demikian, Mar. Awal-awal menikah hingga anakku bujang semua.”
Bibir Bi Mar mengembang, serupa kuntum bunga yang menemukan masanya mekar. Ada luap
keinginan yang rasanya hendak lekas-lekas ia tunaikan. Bila tak sadar dirinya masih terkulai di atas lamat
kapuknya, mungkin Bi Mar telah gegas meninggalkan Kajut Muya seorang saja bersama gadisnya
yang
masih merah. Di matanya yang mendadak berbinar, Bi Mar telah dapat limas siapa yang akan ia satroni,
menggondol sereket kayu ribu-ribu penanak nasi: Limas Bi Jumar, adik mertuanya yang memiliki banyak
bujang.
Begitulah, seusai merasa dirinya telah sehat walafiat, Bi Mar melancarkan aksinya. Pada petang
yang kesekian di bilangan almanak rumah, Bi Mar berpura bertandang sembari memamerkan anak
gadisnya yang merah. Ketika Bi Jumar lengah, Bi Mar mengambil sereket kayu ribu-ribu yang terselip
di
dinding limas samping periuk yang bergemerutup. Entah, apa Bi Jumar sebenarnya paham apa yang
dilakukan Bi Mar atau ia benar-benar tak mengetahuinya. Bi Mar melenggang pulang dengan sereket
kayu
ribu-ribu yang terselip di balik besannya.
Di rumah, Bi Mar gegas menanak nasi seperti biasa, meletakkan perawannya yang masih merah
dalam ayunan. Lalu, melakukan petuah Kajut Muya padanya. Menggunakan sereket kayu ribu-ribu milik Bi
Jumar untuk mengaron nasinya hingga matang. Dan, memamah nasi yang tertinggal di sereket. Usai itu,
Bi
Mar menyelipkan sereket itu di bawah kasur, tempat ia dan Mang Isa tidur.
***
Keinginan Bi Mar memiliki anak bujang kian menjadi saja. Sebab, ada berita yang tengah hangat
dibicarakan perempuan-perempuan di batang—tempat mencuci dan mandi di Sungai Lematang.
Berita
tentang Mang Marwan yang berbini dua!
Kata berita yang lagi hangat-hangatnya itu, Mang Marwan berbini dua lantaran tak kunjung
mendapatkan anak bujang dari istrinya, Bi Murni. Bi Mar pun ingat, ada lima anak gadis Bi Murni itu.
Semua berparas elok, berbibir tipis dengan hidung bangir, kulit putih dan mata sipit, mirip Mang Marwan

23
yang memang termasuk lelaki rupawan.

24
Mendadak, degup di jantung Bi Mar terasa tak normal. Ada dag-dig-dug yang tak biasa. Ia seperti
merasa, mata-mata perempuan yang mencuci dan mandi di batang seolah-olah mencuri pandang. Seperti
perempuan-perempuan itu tengah meramalkan nasibnya pun akan seburuk Bi Murni yang tengah
dikisahkan. Dimadu oleh lakinya lantaran tak kunjung mengoekkan anak bujang dari selakangannya. Tak
kunjung menegakkan jurai limas dengan menetak burung bujang ingusan.
Gegas sekali Bi Mar menyikat baju cuciannya, membilas, dan menyabuni tubuhnya. Lalu, membasuh
diri dengan air Lematang yang mengalir. Setelah itu, ia terburu melangkah pulang. Dalam hatinya
yang
kusut-masai, ia percaya, mata-mata perempuan di batang masih saja tertuju hingga tubuhnya lenyap dari
pandangan.
Bi Mar pun mulai waswas melihat tingkah pola Mang Isa. Bila lelaki itu tak kunjung pulang pada
malam yang kian larut saja, hatinya mendadak dibalur cemburu. Jangan-jangan Mang Isa tengah
memadu
kasih dengan janda di dusun ini dan itu. Mengurai rencana dan sudah mulai menyusun kata, bila ia
menangis sembab ketika mendapati Mang Isa dikabarkan telah berbini dua kelak.
Bi Mar pun kian risau, bila ia mendapati dirinya masih saja datang bulan. Padahal, ia sangat
berharap ada sesuatu yang tumbuh di perutnya, buah dari cinta dengan Mang Isa. Sesuatu yang ia
harapkan membayar tunai kegalauannya.
Rupa-rupanya, Tuhan mendengar doa Bi Mar, atau ini hanyalah kebetulan semata. Pastinya, hal ini
memang sudah tersemat dalam kisah semesta. Bi Mar kembali hamil muda. Lalu, pelan-pelan
perutnya
membengkak, menuju bilangan bulan demi bulannya, seiring anak gadis yang keempat belas belajar
berjalan. Segala syarat yang ia dapatkan dari tetua, orang-orang yang telah kenyang asam garam dunia,
ia
lakonkan, tujuannya cuma satu saja: Kali ini ia beranak seorang bujang. Menyudahi pertarungan
yang
sejatinya enggan ia ulang.
***
Angin kian mendedas di pelipir limas, meningkahi perjuangan Bi Mar dalam bilik pengap. Sesekali
terdengar rintik mengimbau di atas genting. Kajut Mis masih terus memberi aba-aba, menyemangati
Bi
Mar yang kian kepayahan. Usia yang sudah lewat kepala empat, anak yang kata Kajut Mis
sungsang,
membuat perjuangan Bi Mar kian berat. Sementara itu, di tengah limas, Mang Isa menunggu
dengan
cemas, anak-anak perawannya meringkuk dalam senyap. Doanya cuma sebatang kalimat: Anak bujang!
(*)
C59, November 2010 – Januari 2011

25
LEMBAR KERJA SISWA AKTIVITAS Ke-1
MENGIDENTIFIKASI, MENGANALISIS, DAN MENILAI
KARAKTERISASI DAN ALUR CERITA

Nama: ………………………………
Kelas : ………………………………
Petunjuk:
1. Bacalah cerpen berjudul “Mar Beranak di Limas Isa” di atas.
2. Bagaimana karakterisasi pada cerita di atas? Berilah penilaian terhadap pemberian watak tokoh
dan cara pengarang menggambarkan watak tokoh?
3. Bagaimana alur cerita yang digunakan pada cerita di atas? Berilah penilaian terhadap alur yang
digunakan dan tahapan alur pada cerita?
4. Tuliskan hasil pada lembar berikut!

Aspek Identifikasi dan Analisis Tanggapan/Penilaian disertai


argumen
Karakte
risasi

Alur
cerita

26
Rubrik Penilaian

NO Kriteria Skor
1 Jika siswa menuliskan 4 hal (identifikasi dan analisis 76-100
karakterisasi, identifikasi dan analisis alur, penilaian
karakterisasi, dan penilaian alur) dengan lengkap dan tepat
2 Jika siswa menuliskan 3 hal (identifikasi dan analisis 51-75
karakterisasi, identifikasi dan analisis alur, penilaian
karakterisasi, dan penilaian alur) dengan lengkap dan tepat
3 Jika siswa menuliskan 2 hal (identifikasi dan analisis 26-50
karakterisasi, identifikasi dan analisis alur, penilaian
karakterisasi, dan penilaian alur) dengan lengkap dan tepat
4 Jika siswa menuliskan 1 (identifikasi dan analisis karakterisasi, 1-25
identifikasi dan analisis alur, penilaian karakterisasi, dan
penilaian alur) hal dengan lengkap dan tepat
5 Jika siswa tidak menuliskan dengan lengkap dan tepat 0

27
AKTIVITAS KE-2 ( 2 X 45 MENIT)

MATERI: MENILAI AKURASI PENGGAMBARAN KERAGAMAN MASYARAKAT

Persiapan 1. Guru memasuki kelas dan melakukan kegiatan persiapan rutin; memeriksa
(10 enit) kebersihan kelas dan kerapian pakaian dan meja belajar siswa.
2. Guru mengucapkan salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran
siswa.
3. Guru menanyakan apakah sudah mempelajari materi yang akan dipelajari
(pada pertemuan sebelumnya siswa sudah diberi tahu materi yang
akan dibahas pada hari ini) dan menyampaikan tanggapan atas pendapat
siswa
tentang pemahaman materi sebelumnya. (10 menit)

28
Kegiatan 1. Siswa dan guru bertanya jawab tentang hubungan karya sastra
Inti ( dengan realitas kehidupan. Siswa menceritakan pengalaman membaca
75 ataupun menulis cerpen berdasarkan realitas kehidupan pada kelas
menit) sebelumnya. (5 menit)
2. Guru memberi penguatan dengan menyampaikan materi tentang karya
sastra sebagai gambaran realitas kehidupan dan cara menilai akurasi
penggambaran keragaman masyarakat. Guru perlu menyampaikan
manfaat mempelajari materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (10
menit)
3. Siswa mengidentifikasi realitas kehidupan pada cerita yang dibaca dan
menilai akurasi penggambaran keragaman masyarakat dengan
mencari berbagai referensi. Misalnya pada cerita “Mar Beranak di
Limas Isa”, benarkah masyarakat banyak yang berusaha mendapatkan
anak lelaki, menganggap laki-laki superordinate dan wanita
subordinat? Benarkah pada saat ini masih ada keluarga yang tidak
melakukan KB? Benarkah ada anggapan jika suami tinggal di rumah
keluarga istri adalah hal yang tabu? (25 menit)
4. Siswa menyampaikan hasil penilaian/tanggapan terhadap cerpen yang
dibaca dengan argument yang logis. (20 menit) (lembar kerja terlampir).
5. Guru mendatangi setiap siswa untuk memberikan masukan dan saran
perbaikan.

29
6. Siswa mempresentasikan hasil pekerjaan dan mendapat masukan dari
teman yang lain. (5 menit)

Penunjukan siswa dapat menggunakan permainan “boom”, kata bersajak,


kata berkait, maupun permainan bola salju.

Penutup 1. Guru meminta siswa untuk menuliskan pemahaman siswa


(5 menit) tentang materi yang sudah dipahami dan yang belum dipahami
serta kesan/masukan/kritikan selama pembelajaran
2. Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada
pertemuan berikutnya dan meminta siswa mempelajarinya.
3. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

30
MATERI AKTIVITAS KE-2
MATERI: MENILAI AKURASI PENGGAMBARAN KERAGAMAN MASYARAKAT

Karya sastra merupakan hasil proses penyaringan sebuah pengalaman, baik yang nyata
maupun rekaan, yang dipenggal-penggal dan disatukan kembali dengan persepsi dan keahlian
pengarang (sastrawan) serta disajikan melalui media bahasa. Oleh karena itu, meskipun karya sastra
merupakan suatu hasil imajinasi seorang pengarang, tetapi akan selalu lahir berdasarkan realitas
yang ada dalam kehidupan nyata. Membaca karya sastra menjadi sama halnya dengan berjumpa
dengan berbagai persoalan dan pengalaman hidup orang lain.
Peristiwa kehidupan yang digambarkan dalam karya sastra adalah kehidupan rekaan yang
dibuat oleh sastrawan, tampak seperti sebuah realita hidup. Karya sastra juga menggambarkan
ekspresi dari kehidupan nyata. Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah
diwarnai dengan sikap penulisannya, latar belakang pendidikannya, keyakinan dan sebagainya
Sastra Indonesia tumbuh dan berkembang dari budaya Indonesia yang beraneka
ragam. Oleh karena itu, keberadaan sastra di Indonesia pun beraneka ragam, mulai keragaman
genre, gaya ungkap, tokoh, mitologi, hingga ke masalah sosial, politik, dan budaya etnik. Genre
sastra di Indonesia tidak hanya yang tampak general, seperti prosa, puisi, dan drama, tetapi juga
yang spesifik, seperti dongeng, legenda, mitos, epos, tambo, hikayat, syair, pantun, gurindam,
macapat, karungut, mamanda, dan geguritan. Keberagaman genre sastra tersebut juga
menyebabkan keberagaman dalam hal gaya ungkap, tokoh yang ditampilkan, semangat mitologi
yang mendasari, serta masalah sosial, politik, dan budaya etnik dari sastrawan daerah yang
menuliskan karya tersebut.
Sastrawan yang mengangkat potensi budaya etnik, terutama budaya daerah ke dalam
sastra Indonesia modern, oleh banyak kritikus sastra sering disebut dengan warna lokal (local color)
atau warna setempat. Karya sastra yang mengangkat warna lokal martabat budaya derahnya
telah menjadi sebuah kecenderungan umum. Hal itu tidak mengherankan bagi kita karena sejak
kelahirannya, awal abad XX, sastra Indonesia bersumber pada budaya sendiri, misalnya roman Balai
Pustaka, Siti Nurbaya (Marah Rusli, 1922), Cinta yang Membawa Maut (Nursinah Iskandar,
1925), Pertemuan (Abas Sutan Pamuntjak Nan Sati, 1927), Darah Muda (Adinegoro, 1927), Asmara
Jaya (Adinegoro, 1928), Salah Asuhan (Abdoel Moeis, 1928), dan Salah Pilih (Nur Sutan Iskandar,
1928) mengangkat unsur adat masyarakat Minangkabau dalam sastra Indonesia modern
Selain daerah Minangkabau, penggalian nilai budaya sendiri ke dalam budaya
Indonesia terjadi pula pada budaya Jawa. Pengarang dari Jawa, seperti Linus Suryadi A.G. (Pengakuan
Pariyem, 1981; dan Tirta Kamandanu, 1994), Umar Kayam (Sri Sumarah dan Bawuk, 1975; Para

31
Priyayi, 1992. Dari daerah lain di luar Sumatera dan Jawa pun kita temukan, misalnya dari Bali kita
temukan Oka Rusmini

32
dalam novelnya Sagra (1996) dan beberapa cerpennya yang dimuat dalam Horison, seperti "Sang
Pemahat" (2000), menggali nilai budaya Bali ke dalam karya sastra Indonesia modern.
Keberagaman sastra di Indonesia yang mulikultural itu tidak menyurutkan semangat
membangun keindonesia yang lebih baik, lebih beradab, dan lebih bermartabat. Perkembangan
sastra di Indonesia secara nyata menunjukkan bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara itu pun berkaitan erat dengan kehidupan bersastra. Sastra Indonesia merefleksikan
kehidupan masyarakat Indonesia yang multimajemuk sehingga secara nyata dapat menjadi cerminan
hidup berbangsa, bernegara, serta bermasyarakat yang beradab dan bermartabat. Di negara
yang sedang dalam keadaan krisis multidimensional seperti saat ini, kehidupan sastra kita pun
ikut terimbas dengan keadaan tersebut. Sastra yang bercorak reformasi dan keadaan negeri yang
dilanda berbagai kerusuhan, disintegrasi bangsa, teror bom, dan kekacauan politik ikut pula mewarnai
sastra Indonesia modern sehingga banyak orang mengatakan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
(Taufiq Ismail, 1998).

Sumber: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/keberagaman-sastra-di-indonesia-
dalam-membangun-keindonesiaan

33
LEMBAR KERJA SISWA AKTIVITAS Ke-2
MATERI: MENILAI AKURASI PENGGAMBARAN KERAGAMAN MASYARAKAT

Nama: ………………………………
Kelas : ………………………………
Petunjuk:
1. Bacalah cerpen berjudul “Mar Beranak di Limas Isa” di atas.
2. Bagaimana gambaran realitas kehidupan pada cerita di atas? Berilah penilaian terhadap akurasi
penggambaran keragaman masyarakat?
3. Tuliskan hasil pada lembar berikut!

No Gambaran realitas kehidupan Penilaian disertai alasan logis

Rubrik Penilaian

NO Kriteria Skor
1 Jika siswa menuliskan 2 hal dengan lengkap 76-100
dan tepat
2 Jika siswa menuliskan 1 hal dengan lengkap 51-75
dan tepat
3 Jika siswa tidak menuliskan dengan lengkap 0
dan tepat

34
AKTIVITAS KE-3 ( 2 X 45 MENIT)

MATERI: MEMPREDIKSI DINAMIKA PEMIKIRAN MAUPUN TINDAKAN TOKOH

Persiapan 1. Guru memasuki kelas dan melakukan kegiatan persiapan rutin; memeriksa
(10 enit) kebersihan kelas dan kerapian pakaian dan meja belajar siswa.
2. Guru mengucapkan salam, berdoa bersama, dan mengecek kehadiran
siswa.
3. Guru menanyakan apakah sudah mempelajari materi yang akan dipelajari
(pada pertemuan sebelumnya siswa sudah diberi tahu materi yang
akan dibahas pada hari ini) dan menyampaikan tanggapan atas pendapat
siswa
tentang pemahaman materi sebelumnya. (10 menit)

35
Kegiatan 1. Siswa dan guru bertanya jawab mengenai analisis terhadap pemikiran dan
Inti ( tindakan tokoh. Apakah pemikiran maupun tindakan tersebut benar?
75 Mengapa tokoh melakukan sesuatu (alasan dan tujuan) dan refleksi
menit) jika menjadi tokoh tersebut apakah siswa akan melakukan hal yang sama
atau hal lain. (5 menit)
2. Guru memberi penguatan berupa materi tentang karya sastra sebagai
gambaran realitas kehidupan yang di dalamnya terdapat pemikiran
maupun tindakan tokoh dan cara memprediksi pemikiran maupun
tindakan tokoh. Guru perlu menyampaikan manfaat mempelajari
materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (15 menit)
3. Siswa mengidentifikasi tokoh-tokoh dan memprediksi pemikiran
maupun tindakan tokoh. Misalnya mengapa Mang Isa ingin memiliki
anak lelaki? Jika anak yang terlahir berjenis kelamin perempuan, apakah
Bi Mar masih mau hamil lagi padahal usianya sudah lebih dari 40
tahun? Jika siswa menjadi tokoh Mang Isa, apakah akan melakukan
hal yang sama?(50 menit) (lembar kerja terlampir).
4. Guru mendatangi setiap siswa untuk memberikan masukan dan saran
perbaikan.
5. Siswa mempresentasikan hasil pekerjaan dan mendapat masukan dari
teman yang lain. (5 menit)

36
Penutup 1. Guru meminta siswa untuk menuliskan pemahaman siswa
(5 menit) tentang materi yang sudah dipahami dan yang belum
dipahami serta kesan/masukan/kritikan selama pembelajaran.
2. Guru menginformasikan materi yang akan dibahas pada
pertemuan berikutnya dan meminta siswa mempelajarinya.
3. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

37
MATERI AKTIVITAS KE-3
MATERI: MEMPREDIKSI DINAMIKA
PEMIKIRAN MAUPUN TINDAKAN TOKOH

Sastrawan menulis karya sastra, antara lain, untuk menyampaikan model kehidupan yang
diidealkan dan ditampilkan dalam cerita melalui pemikiran dan tindakan tokoh. Dengan karya sastranya,
sastrawan menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan,
memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, artinya
diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati sifat-sifat ini dan kemudian
menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Untuk itu, seorang pengarang berusaha untuk memperlihatkan kemungkinan tersebut,
memperlihatkan masalah-masalah manusia yang substil (halus) dan bervariasi dalam karya-karya
sastranya. Sedangkan daya imajinatif adalah kemampuan pengarang untuk membayangkan,
mengkhayalkan, dan menggambarkan sesuatu atau peristiwa-peristiwa. Seorang pengarang yang
memiliki daya imajinatif yang tinggi bila dia mampu memperlihatkan dan menggambarkan kemungkinan-
kemungkinan kehidupan, masalah-masalah, dan pilihan-pilihan dari alternatif yang mungkin dihadapi
manusia. Kedua daya itu akan menentukan berhasil tidaknya suatu karya sastra.
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,
ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona
dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman, ide, perasaan,
semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa.
Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-
gagasan dan pengalamannya melalui pemikiran dan tindakan tokoh. Sebagai media, peran karya sastra
sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada
pembaca. Selain itu, karya sastra juga dapat merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai
masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca
merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan
dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang berbeda. Selain itu, karya sastra
dapat menghibur, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan pembacanya dengan cara
yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif. Sehingga pesan disampaikan kepada pembaca
tanpa berkesan mengguruinya.
Karya sastra adalah suatu wadah untuk mengungkapkan gagasan, ide dan pikiran dengan
gambaran-gambaran pengalaman melalui pemikiran dan tindakan tokoh. Sastra menyuguhkan
pengalaman batin yang dialami pengarang kepada penikmat karya sastra (masyarakat). Sastra

38
bukan

39
hanya refleksi sosial melainkan merespresentase sebuah gagasan tentang dunia yang atau gagasan atas
realitas sosiologis yang melampaui waktunya. Karya sastra yang baik adalah sebuah karya yang
dapat memberikan kontribusi bagi masyarakt. Hubungan sastra dengan masyarakat pendukung
nilai-nilai kebudayaan tidak dapat dipisahkan, karena sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar
terdiri atas kenyataan sosial (masyarakat), walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif
manusia. Di samping itu, sastra berfungsi sebagai kontrol sosial yang berisi ungkapan sosial beserta
problematika kehidupan masyarakat. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri
adalah suatu kenyataan sosial.
Dalam kaitan dengan proses penciptaan karya sastra, seorang pengarang berhadapan dengan
suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat (realitas obyektif). Realitas obyektif bisa berbentuk
peristiwa-peristiwa, norma-norma (tata nilai), pandangan hidup Karya sastra menceritakan berbagai
masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya
sastra berisi penghayatan sastrawan terhadap lingkungannya. Karya sastra bukan hasil kerja
lamunan belaka, melainkan juga penghayatan sastrawan terhadap kehidupan yang dilakukan
dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab sebagai sebuah karya seni.
Karya sastra memiliki peran yang penting dalam masyarakat karena karya sastra
merupakan ekspresi sastrawan berdasarkan pengamatannya terhadap kondisi masyarakat sehingga
karya sastra itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang kehidupan. Membaca karya
sastra merupakan masukan bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Para
penguasa sering melarang peredaran karya-karya sastra yang dianggap membahayakan
pemerintahannya. Buku-buku dimusnahkan dan sastrawan-sastrawan diasingkan. Pramoedya Ananta
Toer pernah diasingkan ke Pulau Buru. Karya Mochtar Lubis berjudul Senja di Jakarta juga pernah
dilarang beredar oleh Sukarno. Kekerasan ini terjadi karena sastrawan lewat karyanya berusaha
melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan penguasa.

Sumber: https://www.coretanzone.id/2017/10/sosiologi-sastra-dan-masyarakat-dalam-karya-sastra.html

40
LEMBAR KERJA SISWA AKTIVITAS Ke-3
MATERI: MEMPREDIKSI DINAMIKA
PEMIKIRAN MAUPUN TINDAKAN TOKOH

Nama: ………………………………
Kelas : ………………………………
Petunjuk:
1. Bacalah cerpen berjudul “Mar Beranak di Limas Isa” di atas!
2. Sebutkan nama tokoh dan prediksilah bagaimana pemikiran dan tindakan tokoh?
3. Tuliskan hasil pada lembar berikut!

No Nama tokoh Prediksi pemikiran dan tindakan tokoh

1 Bi Mar

2 Mang Isa

3 Kajut Mis

4 Kajut Muya

5 Mertua Bi Mar

Rubrik Penilaian

NO Kriteria Skor
1 Jika siswa menuliskan 5 hal dengan lengkap 81-100
dan tepat

41
2 Jika siswa menuliskan 4 hal dengan lengkap 61-80
dan tepat
3 Jika siswa menuliskan 3 hal dengan lengkap 41-60
dan tepat
4 Jika siswa menuliskan 2 hal dengan lengkap 21-40
dan tepat
5 Jika siswa menuliskan 1 hal dengan lengkap 1-20
dan tepat
6 Jika siswa tidak menuliskan dengan lengkap 0
dan tepat

Refleksi Guru  Apakah pembelajaran yang sudah saya lakukan sudah sesuai
dengan rencana yang saya buat?
 Rencana pembelajaran mana yang tidak bisa saya
lakukan? Apakah kendalanya?
 Apakah seluruh siswa mencapai tujuan pembelajaran? Jika
tidak, apa kendalanya dan bagaimana cara memperbaikinya?

KRITERIA UNTUK MENGUKUR KETERCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Siswa mampu mengidentifikasi, menganalisis, menilai karakterisasi dan alur cerita
2. Siswa mampu menilai akurasi penggambaran keragaman masyarakat
3. Siswa mampu memprediksi dinamika pemikiran maupun tindakan tokoh

BAGAIMANA ASESMEN DILAKUKAN


1. Observasi guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

2. Tes tertulis menganalisis dan menilai unsur-unsur cerpen.

REFLEKSI SISWA
1. Bagaimana perasaan kamu saat belajar materi membaca teks cerpen?
2. Manfaat apa yang kamu dapatkan dari belajar materi membaca teks cerpen
3. Materi apa yang sulit dipahami selama pembelajaran berlangsung?
4. Materi apa yang mudah untuk dipahami selama pembelajaran berlangsung?

42
5. Solusi apa yang Anda harapkan dari materi yang sulit agar Anda dapat memahaminya?

DAFTAR PUSTAKA
A. Berupa buku:

1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2017. Bahasa Indonesia Kelas


XII SMA/MA/SMK/MAK.. Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

B. Situs online
1. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/keberagaman-sastra-di-
indonesia-dalam-membangun-keindonesiaan
2. https://www.coretanzone.id/2017/10/sosiologi-sastra-dan-masyarakat-dalam-karya-
sastra.html

43
MATERI PENGAYAAN UNTUK SISWA BERPENCAPAIAN TINGGI

Pelaksanaan pengayaan untuk siswa dengan berpencapaian tinggi dilakukan dengan cara
individu. Siswa melakukan hal-hal berikut:
1. Mencari cerpen “Di Tubuh Tarra dalam Rahim Pohon” karya Faisal Odang.

2. Mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai karakterisasi dan alur, menilai akurasi penggambaran
masyarakat, dan memprediksi dinamika pemikiran maupun tindakan tokoh..

REFLEKSI DIRI KHUSUS SISWA BERPENCAPAIAN TINGGI

1. Apakah materi yang kalian pelajari saat ini bermanfaat untuk kehidupan
Anda?

2. Apakah ada materi yang Anda harapkan ada, tetapi tidak disampaikan oleh
guru? Jika ada, sebutkan materi tersebut dan alasan mengapa materi
tersebut penting!

44
Lembar Kerja Siswa Berpencapaian Tinggi

Nama :
Kelas :
Petunjuk:
1. Carilah cerpen “Di Tubuh Tarra dalam Rahim Pohon” karya Faisal Odang!

2. Identifikasilah, analisislah, dan berilah penilaian terhadap karakterisasi dan alur; berilan penilaian
akurasi penggambaran masyarakat; dan berilan penilaian prediksi dinamika pemikiran maupun

tindakan tokoh!

45
Materi Remedial
Remedial dilakukan oleh guru dengan memperhatikan tingkat ketercapaian siswa pada materi ini. Siswa yang
dikatagorikan akan mendapat remedial adalah yang belum mencapai ketuntasan. Adapun remedial dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Tutor sebaya oleh siswa yang berpencapaian tinggi
2. Latihan soal berdasarkan analisis kelemahan siswa pada materi tertentu
3. Kelompok diskusi

46

Anda mungkin juga menyukai