Anda di halaman 1dari 18

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MELALUI

WHISTLEBLOWING SYSTEM DALAM PENCEGAHAN FRAUD


PADA PERUSAHAAN ASURANSI DI INDONESIA

ABSTRAK
Dalam sebuah bisnis, hal yang menjadi tujuan utama bukan hanya sekadar profit,
tetapi juga terciptanya eksistensi untuk keberadaan perusahaan dalam jangka
panjang. Kecurangan dalam perusahaan asuransi menjadi hal yang marak terjadi
akhir-akhir ini. Association Certified Fraud ExaminersI (ACFE) mencatat bahwa
dalam tahun 2019 terdapat 239 kasus fraud dimana perusahaan yang paling
dirugikan adalah perusahaan sektor keuangan yang mana perusahaan asuransi
masuk didalamnya. Salah satu cara menerapkan lingkungan kerja yang bersih dan
profesional adalah dengan mengimplementasikan Good Corporate Governance.
Untuk mendukung hal tersebut perlu dioptimalkan penerapan whistleblowing
system sebagai salah satu elemen Good Corporate Governance sebagai
pengendalian dan pencegahan adanya kecurangan. Pada penelitian ini penulis
bertujuan untuk mengertahui bagaimana pelaksanaan whistleblowing system pada
PT TASPEN. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekataan
deskriptif kualitatif dan memberikan hasil bahwa dalam pelaksanaan
whistleblowing system PT TASPEN hampir sudah menerapkan semua indikator
yang dirumuskan dalam Pedoman Pelaporan Pelanggaran Whistleblowing System
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance terkecuali bagian pelatihan
hardskill kepada karyawan dan kegiatan benchmarking.
Kata Kunci : Whistleblowing System; Fraud; GCG
ABSTRACT
In a business, the main goal is not just profit, but also creating an existence for
the long-term existence of the company. Fraud in insurance companies has
become a rife thing lately. The Association Certified Fraud ExaminersI (ACFE)
noted that in 2019 there were 239 cases of fraud in which the companies that
suffered the most losses were financial sector companies in which the insurance
company was included. One way to implement a clean and professional work
environment is to implement Good Corporate Governance. To support this, it is
necessary to optimize the application of the whistleblowing system as an element
of Good Corporate Governance as a control and prevention of fraud. In this
study, the author aims to determine how the implementation of the whistleblowing
system at PT TASPEN. The author uses a qualitative method with a qualitative
descriptive approach and gives results that in the implementation of the
whistleblowing system PT TASPEN has almost applied all the indicators
formulated in the Whistleblowing System by the National Committee on
Governance, except for the hard skills training for employees and benchmarking
activities.
Keywords : Whistleblowing System; Fraud;GCG
PENDAHULUAN
Pengaruh di era globalisasi dalam kehidupan modern seperti saat ini
membawa perubahan pola kehidupan masyarakat berbagai macam kebutuhan
barang dan jasa. Pekembangan perekonomian dan teknologi akan memnuculkan
kekhawatiran manusia adanya peluang resiko yang dapat membahayakan harta
benda bahkan dapat menghilangkan manfaat atau keuntungan. Resiko disebabkan
kelalaian, orang pribadi dan lingkungan usaha. Industri asuransi bergerak di sektor
keuangan yang didesign untuk menampung risiko, yang pada hakikatnya menjual
produk jasa proteksi kepada konsumen atau masyarakat (Sartono, 2014).

Dalam sebuah bisnis, hal yang menjadi tujuan utama bukan hanya sekadar
profit, tetapi juga terciptanya eksistensi untuk keberadaan perusahaan dalam
jangka panjang. Hal tersebut disetujui oleh Peterson dan Plowman (1953 dalam
Petersen, 1953) yang mendefinisikan sebuah bisnis sebagai kegiatan transaksi
jual-beli baik barang atau pun jasa yang kemudian dilakukan tidak hanya sekali,
melainkan berulang-ulang atau dapat dikatakan berkelanjutan. Keberlanjutan
sebuah bisnis tersebut dapat diciptakan salah satunya melalui penerapan tata
kelola dalam manajemen perusahaan yang baik dan terorganisir. Hal ini kemudian
diimplementasikan dalam sebuah aturan Good Corporate Governance (GCG)
yang mengatur bagaimana 5 pilar diterapkan, yaitu Transparancy, Accountability,
Responsibility, Independency, dan Fairness atau biasa disingkat TARIF (Komite
Nasional Kebijakan Governance, 2011). Terbentuknya pola kerja manajemen
yang bersih, transparan, dan professional dapat didorong melalui penerapan GCG
dalam sebuah perusahaan (Wati, 2012).

Perusahaan asuransi adalah salah satu sektor perusahaan yang menjadi


tujuan utama pemerintah Indonesia untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik. Perusahaan asuransi dapat dikatakan sebagai
perusahaan yang menawarkan jasa berupa pengelolaan risiko dari nasabah atau
dapat dikatakan sebagai tempat untuk pengambil alih risiko. Oleh karena itu,
penting bagi sebuah perusahaan asuransi untuk menciptakan tata kelola yang baik
melalui penerapan Good Corporate Governance supaya dalam mengelola risiko
dari nasabah tidak menimbulkan kegagalan. OJK sebagai pengawas lembaga
keuangan nonbank pada tahun 2014 mengeluarkan peraturan bahwa perusahaan
perasuransian diwajibkan untuk menerapkan konsep GCG pada kegiatan
operasionalnya. Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014 perihal tata kelola perusahaan yang baik bagi
perusahaan perasuransian

Dalam menjalankan bisnis perusahaan asuransi, prinsip kehati-hatian


(prudential pactices) dan prinsip kejujuran sempurna (utmost good faith)
diimplementasikan secara nyata mengingat kompleksnya risiko yang dihadapi
oleh perusahaan asuransi dan reasuransi. Selain prinsip kehati-hatian dan
kejujuran, perusahaan asuransi juga harus menerapkan aturan mengenai GCG
(Achmad, 2012). Salah satu risiko yang timbul dari perusahaan asuransi adalah
adanya kecurangan (fraud). Kecurangan dalam dunia perasuransian dapat
berimbas kegagalan dalam membayar klaim, menurunkan kepercayaan konsumen
terhadap perusahaan, hingga kebangkrutan.

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), jenis jenis


dari kecurangan (fraud) terbagi menjadi 3, yaitu penyalahgunaan aset, korupsi,
dan kecurangan dalam laporan keuangan. Survey yang dilakukan oleh ACFE pada
tahun 2019 memberikan hasil bahwasannya dalam satu tahun 2019 Indonesia
telah mengalami sebanyak 239 kasus fraud yang mana terbagi dalam 167 kasus
korupsi, 50 kasus penyalahgunaan aset dan 22 kasus pemalsuan pada laporan
keuangan. Jumlah ini tentu bukan sedikit melihat total kerugian yang dialami
secara keseluruhan menyentuh angka Rp873.430.000.000 atau Rp7.248.879.668
per kasus. Dalam survey ini juga dinyatakan bahwa lembaga yang paling
dirugikan adalah industri keuangan dan perbankan, yang mana perusahaan
asuransi jika ditinjau dari sudut ekonomi maka termasuk di dalam lembaga
keuangan.

Melihat banyaknya kasus fraud yang terjadi di Indonesia,


mengindikasikan bahwa sistem pelaporan yang kemudian dilaksanakan di setiap
perusahaan masih kurang optimal dalam implementasinya. Beberapa kasus yang
dialami perusahaan asuransi akibat adanya kecurangan (fraud) di Indonesia bukan
lagi jumlah yang sedikit, kasus tersebut diantaranya dugaan kasus korupsi PT.
Asabri dimana berdasarkan laporan keuangan PT. Asabri 2017, kemampuan
perusahaan membayar klaim hanya 62,35 persen sedangkan aturan mewajibkan
paling sedikit 120 persen. Selain itu pada tahun 2018, PT Asuransi Jiwasraya
gagal membayarkan klaim nasabah senilai 802 miliar per Oktober 2018.
Ketidakmampuan perusahaan dikarenakan likuiditas seret. Perseroan tersebut
diindikasikan rugi lebih dari Rp10,4 triliun karena banyak menempatkan
portofolio investasinya di saham saham gorengan. Selain dua contoh tersebut,
juga terdapat kasus lain seperti kegagalan membayar klaim dari PT.Asuransi Jiwa
Bakrie Life yang mengalami kerugian hingga 500 milyar. PT.AJB Bumi Putera
pada tahun 2019 juga mengalami kegagalan dalam membayar klaim hingga 211
triliun sampai 215 triliun. Tiga perusahaan lain yang juga mengalami kerugian
antara lain PT. Asuransi Bumi Asih, Asuransi Jiwa Winartha, dan Kresna Life.
Salah satu elemen penting dalam penerapan GCG ialah sistem pelaporan
pelanggaran ataupun biasa disebut whistleblowing system.

Melalui penerapan whistleblowing system menandakan keseriusan


perusahaan dalam mengelola menejemen risiko dan meminimalisir terjadinya
kasus kecurangan sejak awal. Dalam hal ini, whistleblowing system dijadikan
sebagai mekanisme dalam pendeteksi kecurangan sebelum kecurangan tersebut
terjadi. Mekanisme whistleblowing system dapat dijadikan salah satu cara paling
efektif untuk memerangi praktik yang bertentangan dengan Good Corporate
Governance (Amri, 2016). Penerapan whistleblowing system merupakan bagian
dari pengendalian organisasi dimana memiliki peran peran strategis dalam
pencapaian tujuan perusahaan. Dengan diterapkannya whistleblowing system yang
efektif, maka pengendalian organisasi juga berjalan dengan baik dan dapat
tercapainya tujuan perusahaan yaitu lingkungan yang bersih dan terbebas dari hal-
hal penghambat seperti kecurangan. Hadirnya whistleblowing system yang
merupakan elemen dari Good Corporate Governance juga dapat dijadikan
mekanisme untuk mekanisme kontrol yang melindungi dan meningkatkan
kepentingan pemegang saham perusahaan bisnis (Jensen, 1938)

Penerapan whistleblowing system dapat meminimalisir adanya kecurangan


dan implementasi dalam sebuah perusahaan akan meningkatkan reputasi
perusahaan dimata stakeholder (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2008).
Reputasi tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang digunakan untuk
membangun kepercayaan (Dick, 1990)

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis
bermaksud untuk meneliti terkait penerapan whistleblowing system dalam
pencegahan fraud pada perusahaan asuransi di Indonesia . Pemilihan topik
tersebut berdasarkan pada pentingnya penerapan Good Corporate Governance
melalui whistleblowing system dalam sebuah perusahaan khususnya pada
perusahaan asuransi yang memerlukan pengelolaan yang baik untuk mensiasati
berbagai risiko fraud. Melalui penerapan whistleblowing system yang merupakan
salah satu elemen penting GCG, diharapkan menjadi salah satu cara memperkuat
tercapainya prinsip pelaksanaan GCG pada perusahaan tersebut dan dapat
mendeteksi secara dini berbagai kemungkinan kecurangan yang akan terjadi.
Dengan demikian, penulis mengambil judul Penerapan Good Corporate
Governance melalui Whistleblowing System dalam pencegahan Fraud pada
perusahaan asuransi di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Grand Theory
Penelitian ini didasari oleh Teori Agensi. Teori ini menyatakan bahwa
dalam suatu entitas akan ada konflik kepentingan yang disebabkan adanya self
interest masingmasing pihak. Karena itu diperlukan berbagai perangkat yang
dimungkinkan untuk mencegah terjadinya kecurangan, yang kemudian disebut
kos agensi. Ada berbagai jenis kos agensi diantaranya pengembangan mekanisme
governance serta sistem pengendalian internal. Berbagai literatur menyatakan
bahwa mekanisme pengendalian internal yang baik akan membuat individu suatu
entitas tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan. Mekanisme
tersebut diantaranya adanya whistleblowing, pengaduan gratifikasi serta
dilengkapi perangkat yang mampu mendeteksi perilaku curang.

Good Corporate Governance


Pengertian GCG menurut The Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG), (2004) ialah sebuah strategi yang dipakai perusahaan guna
meningkatkan nilai pemegang saham mau pun value added pada sebuah
perusahaan tersebut melalui serangkaian proses dan struktur. Menurut Forum for
Corporate Governance in Indonesia (2001) menjelaskan bahwa GCG merupakan
seperangkat peraturan yang mengatur relasi antar stakeholder yang
berkepentingan dalam sebuah perusahaan baik pihak eksternal dan internal terkait
hak maupun kewajiban. Definisi GCG menurut Bank Dunia adalah seperangkat
aturan yang wajib ditaati oleh berbagai stakeholder dalam perusahaan guna
menciptakan kinerja yang maksimal dan efisien sehingga dapat memberikan
dampak berupa nilai ekonomi yang berkesinambungan untuk berbagai pihak yang
terlibat. Syakhroza (2002) sendiri mendefinisikan Good Corporate Governance
sebagai sistem terstruktur dan terorganisir untuk menciptakan sumber daya yang
dapat bekerja dengan efektif, efisien, dan ekonomis guna mencapai tujuan dari
organisasi dengan menerapkan prinsip transparan, akuntabel,
pertanggungjawaban, independen, dan adil. Melalui adanya tata kelola yang baik
dan menghasilkan kinerja yang baik pula, maka secara tidak langsung akan
berdampak pada adanya nilai tambah (value added) dalam organisasi tersebut.
Dapat ditarik garis dari berbagai pengertian diatas bahwasanya Good Corporate
Governance merupakan proses tata kelola sebuah perusahaan yang berpegang
pada pelbagai prinsip tujuan dari perusahaan tersebut dan menguntungkan bagi
semua stakeholder yang terlibat.

Whistleblowing Sytem
Whistleblowing adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, baik dari
dalam maupun luar perusahaan, untuk mengungkapkan tindakan pelanggaran
yang dapat merugikan instansi maupun pemangku kepentingan. Pengungkapan
tersebut biasanya dilakukan secara rahasia, memiliki itikad baik dan bukan
keluhan pribadi atas suatu kebijakan perusahaan tertentu ataupun didasari
kehendak buruk (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2008). Whistleblowing
juga diartikan sebagai tindakan memberitahukan atau membocorkan kecurangan
yang dilakukan oleh karyawan perusahaan atau atasannya kepada pihak lain.
Tindakan tersebut dilaksanakan secara individu ataupun kolektif. (Brandon, 2013)
Pada dasarnya, terdapat dua jenis whistleblowing yaitu pelaporan pelanggaran
internal dan eksternal (Julia Zhang, 2009). Jika kesalahan dilaporkan kepada
pihak-pihak dalam organisasi, maka termasuk whistleblowing internal, sedangkan
jika kesalahan dilaporkan kepada pihak-pihak di luar organisasi, maka
whistleblowing dianggap sebagai eksternal. Menurut Dworkin & Melissa (1998)
keputusan untuk melaporkan pelanggaran baik secara internal maupun eksternal
tergantung pada reaksi yang akan diambil oleh organisasi (Baucus, 1998).
Berdasarkan pengertian yang dijabarkan dari beberapa sumber diatas, maka dapat
disimpulkan bahwasannya whistleblowing system adalah sebuah sistem yang
mengatur bagaimana cara dalam melaporkan pelanggaran atau pun kecurangan
yang terjadi oleh karyawan baik kepada perusahaan maupun pihak luar dengan
tetap terlindunginya pelapor dari berbagai kemungkinan buruk atas dampak
pelaporan tersebut.
Pedoman Pelaksanaan Whistleblowing System

Dalam pelaksanaan sistem pelaporan atau whistleblowing system,


perusahaan di Indonesia berpedoman pada panduan yang dibuat oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance. Pedoman tersebut meliputin tata cara yang
sesuai standar bagimana sebuah sistem pelaporan berlangsung. Melalui adanya
panduan tersebut, pelapor akan merasa aman dan memiliki perlindungan sehingga
akan meningkat pula jumlah pelapor pelanggaran. Aturan mengenai sistem
pelaporan yang dibuat Komite Nasional Kebijakan Governance bersifat umum
dan terbagimenjadi 3 bagian, yaitu aspek struktural, aspek operasional dan aspek
perawatan.
1. Aspek Struktural
Aspek struktural pada panduan pelaksanaan sistem pelaporan meliputi hal
dasar dari terciptanya sistem tersebut. Pada aspek ini terdapat beberapa
indikator yang dapat dikatakan fundamental dan memiliki keterkaitan
terhadap semua pihak yang ada dalam perusahaan, seperti pernyataan
komitmen, kebijakan pelindungan pelapor, struktur pengelolaan sistem
pelanggaran, dan sumber daya. Pernyataan komitmen untuk menerapkan
sistem pelaporan harus ditulis dan disimpan oleh pihak personalia, hal ini
untuk menjadi bukti komitmen perusahaan dalam melaksanakan sistem
pelaporan tersebut. Begitu pula dengan kebijakan pelindungan pelapor
yang harus dibuat secara utuh, benar, dan memiliki pijakan hukum yang
jelas.
2. Aspek Operasional
Aspek operasional dalam panduan penerapan sistem pelaporan
lebih berbicara mengenai bagaimana aturan standar yang ditetapkan dalam
pelaksanaan atau pun keberjalanan sistem pelaporan tersebut. Dalam aspek
ini mengatur mulai dari kewajiban hukum untuk melakukan pelaporan
pelanggaran, peranan manajer dalam penerapan whistleblowing sistem,
pelaporan anonim, mekanisme penyampaian laporan pelanggaran,
investigasi, pelaporan, efektivitas keberjalannan whistleblowing system,
hingga proses peluncuran whistleblowing system.
3. Aspek Perawatan
Aspek terakhir dalam pedoman pelaksanaan whistleblowing
system adalah aspek perawatan. Pada aspek ini terdapat beberapa indikator
yang bertujuan untuk menjaga sebuah sistem dari whistleblowing system
yang telah dilaksanakan. Beberapa indikator tersebut antara lain pelatihan
dan pendidikan berkelanjutan, komunikasi berkala, insentif bagi pelapor,
pemantauan efektifitas dan perbaikan program, dan yang terakhir yaitu
benchmarking. Dalam indikator tersebut harus dipastikan mulai dari
bagaimana seluruh karyawan perusahaan dan stakeholder mengetahui
bagaimana peran penting dan mekanisme dari sistem pelaporan, sampai
menjaga agar sistem tersebut dapat tetap berjalan dengan efektif dan
efisien.

Efektivitas Penerapan Whistleblowing System


Komite Nasional Kebijakan Governance (2008) menjelaskan dalam buku
pedoman mengenai sistem pelaporan, bahwasannya penerapan whistleblowing
system dianggap efektif apabila memenuhi beberapa kondisi, antara lain:
1. Lingkungan supportif yang membuat karyawan tidak ragu untuk
melaporkan kecurangan yang diketahui
a. Pemahaman terkait aturan yang berlaku dalam perusahaan tersebut
b. Pemahaman terkait pentingnya whistleblowing system serta
manfaat dari pelaporan pelanggaran.
c. Tersedianya sarana pelaporan yang mudah dan memadai.
d. Adanya jaminan perlindungan untuk pelapor.
2. Peran perusahaan dalam menyikapi berbagai kemungkinan yang akan
diterima oleh pelapor
a. Adanya penjelasan terkait kebijakan perlindungan pelapor kepada
seluruh karyawan.
b. Adanya komitmen direksi dalam menjalankan whistleblowing
system
3. Kesempatan untuk melaporkan pelanggaran ke luar perusahaan apabila
tidak terdapat respon yang sesuai dari perusahaan
a. Pihak perusahaan khususnya manajemen memiliki komitmen untuk
mengatasi permasalahan pelaporan dengan baik.
b. Pihak direksi memberi kebebasan dengan tetap menjamin
perlindungan pelapor apabila pelapor pelanggaran melaporkan
kecurangan ke pihak luar perusahaan

Kecurangan ( Fraud)
Tuanakota (2010) mendefinisikan fraud sebagai kegiatan ilegal yang
dilakukan dengan sengaja untuk keuntungan pribadi atau kelompok dan untuk
secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain, pemalsuan laporan
keuangan atau korupsi (Wardana et al., 2017). Dalam mengembangkan strategi
anti-fraud yang efektif, organisasi harus memperhatikan beberapa hal seperti:
misalnya:kondisi lingkungan internal dan eksternal, kompleksitas bisnis, peluang
penipuan, jenis dan risiko, kecukupan sumber daya yang diperlukan (Marcio,
2021)

METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian yang
lebih deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu peristiwa yang
menjadi fenomena penelitian, kemudian menjelaskan situasi berdasarkan data
yang ditemukan dan memiliki dasar analisis, Hamzah (2019). Data diambil untuk
penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu hasil dari data yang diperoleh secara
tidak langsung, dimana peneliti memperoleh data sekunder dari berbagai sumber
referensi yang telah ada dikumpulkan secara langsung seperti data, peraturan,
literatur dan bacaan serta sumber lainnya berkaitan dengan penelitian seperti
pengumpul data secara langsung, Meleong (2007). Analisis data dilakukan
menggunakan tiga tahapan teknik untuk menganalisis data berupa (1) data yang
terkumpul, (2) reduksi data dan (3) menarik kesimpulan dari penelitian. Dalam
penelitian kualitatif pengumpulan data umumnya menggunakan metode observasi,
dokumentasi dan wawancara (Subadi, 2012). Dalam penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu metode kepustkaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Whistleblowing merupakan salah satu cara paling efektif yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan kecurangan perusahaan asuransi. Bahkan, 40%
kecurangan dapat dideteksi oleh adanya whistleblowing. Berdasarkan hasil kajian
data dari ( Transparency International, 2010) menunjukkan bahwa
whistleblowing system yang paling efektif dalam mencegah tindakan kecurangan
(fraud). Pelaporan pelanggaran WBS menurut Komite Nasional tentang kebijakan
Governance yaitu pengungkapan tindakan pelanggaran atau perbuatan yang
melawan hukum, perbuatan tidak etis/tidak bermoral yang dapat merugikan
organisasi maupun pemangku kepentingan yaitu karyawan atau pimpinan yang
dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Pada umumnya
pengungkapan ini bersifat rahasia Semendawai (2011). Perbuatan yang melanggar
undang-undang diantaranya melanggar prinsip akuntansi sesuai PSAK, melanggar
kebijakan dan prosedur operasional perusahaan atau peraturan lainnya yang ada di
perusahaan, Tindakan kecurangan yg menimbulkan kerugian finansial maupun
non-finansial. Hasil analisis dalam studi ini menunjukkan bahwa dari sepuluh
artikel, terdapat sembilan artikel yang menunjukkan pengaruh positif
whistleblowing system terhadap pencegahan fraud, sedangkan hanya ada satu
artikel yang menunjukkan penerapan whistleblowing system tidak berpengaruh
pada pencegahan fraud.
Fraud merupakan tindakan kebohongan yang disengaja yang dapat berupa
penggelapan aset, penggelapan informasi, penyembunyian fakta, atau korupsi
(Wardana, 2017). Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan menyebutkan
pencegahan fraud merupakan bentuk upaya yang terintegrasi yang dapat menekan
terjadinya penyebab fraud (fraud triangle) (Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan, 2008). Pada penelitian lainnya, pencegahan fraud didefinisikan
sebagai suatu upaya untuk menghilangkan atau mengeliminir hal-hal yang
menyebabkan timbulnya kecurangan (Amrizal, 2004). Pencegahan fraud juga
disebutkan sebagai suatu sistem dan prosedur yang dirancang dan dilaksanakan
untuk tujuan utama, namun bukan satu-satunya tujuan untuk mencegah dan
menghalangi (dapat membuat jera) terhadap terjadinya fraud (Iqbal, 2010).
Pencegahan fraud merupakan upaya atau usaha menolak atau menahan segala
bentuk fraud yang dilakukan pegawai yang akan berdampak pada kerugian
perusahaan/organisasi (Nugroho, 2015).

Pencegahan fraud merupakan upaya penting yang dilakukan dengan tujuan


mencegah fraud pada semua lini organisasi (prevention), menangkal pelaku
potensial atau tindakan yang bersifat coba-coba (deference), mempersulit gerak
langkah pelaku fraud sejauh mungkin (discruption), mengidentifikasi kegiatan
beresiko tinggi dan kelemahan pengendalian (identification) serta untuk
melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas
perbuatan/kecurangan yang dilakukan oleh pelaku (civil action prosecution)
(Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2008). Occupational fraud dapat
terjadi dalam bentuk korupsi (konflik kepentingan, suap, pemberian ilegal, dan
pemerasan), penyalahgunaan aset perusahaan (lapping, kitting, dan skimming),
serta kecurangan laporan keuangan (misalnya dalam bentuk salah saji material
laporan keuangan (Nugroho, 2015).

Dalam mengembangkan strategi pencegahan fraud yang efektif, organisasi


harus memperhatikan beberapa hal, antara lain: 1) kondisi lingkungan internal dan
eksternal, 2) kompleksitas kegiatan usaha, 3) potensi, jenis dan risiko terjadinya
fraud, 4) kecukupan sumber daya yang dibutuhkan (Sofia, 2016). Dari beberapa
studi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pencegahan fraud merupakan suatu
upaya, sistem dan prosedur yang terintegrasi yang dapat menekan terjadinya
fraud, menghilangkan sebab-sebab atau faktor timbulnya fraud dan menghindari
terjadinya fraud yang dilakukan oleh pegawai dan dapat berpotensi pada
timbulnya kerugian perusahaan.

Whistleblowing System (WBS) merupakan sistem yang dirancang terkait


kriteria kecurangan yang dilaporkan yang meliputi 5W+1H, tindak lanjut dari
laporan, penghargaan dan perlindungan bagi pelapor, hukuman/sanksi bsagi
terlapor (Nugroho, 2015). Whistleblowing System bukan hanya menjadi sarana
pelaporan, tetapi juga menjadi bentuk pengawasan organisasi (Jayanti &
Suardana, 2019). Penerapan whistleblowing dalam pencegahan fraud pada
perusahan asuransi merupakan sistem pelaporan pelanggaran yang masih
tergolong baru diterapkan di Indonesia. Dalam rangka mendorong terciptanya
GCG (Good Corporate Governance) dan memberikan manfaat bagi peningkatan
kualitas pelaksanaan GCG di Indonesia maka KNKG (Komite Nasional
Kebijakan Governance) menerbitkan Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran
(SPP) atau Whistleblowing System (WBS) pada tahun 2008 yang dapat digunakan
oleh perusahaan untuk mengembangkan sistem manual pelaporan pelanggaran.
Pedoman ini bukanlah hal yang wajib diikuti, namun KNKG berharap bahwa
pedoman tersebut dapat dijadikan acuan oleh perusahaan di Indonesia untuk
penerapan whistleblowing system dalam rangka mewujudkan GCG di Indonesia.
Whistleblowing dapat digambarkan sebagai suatu proses yang melibatkan
faktor pribadi dan faktor sosial organisasional. Artinya semakin tinggi komitmen
profesional maka semakin tinggi pula kecenderungan mereka untuk menganggap
whistleblowing menjadi suatu hal yang penting serta semakin tinggi pula
kemungkinan mereka melakukan whistleblowing. Whistleblowing system
diterapkan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan
asuransi, yang juga dapat mengubah budaya masyarakat yang sebelumnya diam
menjadi kooperatif, yaitu menjadi aktif dan terlibat dalam memerangi penipuan.
Perusahaan asuransi menjadi sasaran utama pemerintah untuk menerapkan prinsip
tata kelola perusahaan yang baik sehingga sistem pelaporannya sangat sesuai
dengan lingkungan perusahaan asuransi. Penerapan whistleblowing system di
perusahaan asuransi diharapkan dapat memberikan efek yang lebih baik dalam
pencegahan dan deteksi kecurangan serta dapat memperkuat persaingan yang
sehat antar perusahaan asuransi. karena sistem ini mampu mendeteksi kecurangan
dengan cepat, sehingga laporan whistleblower dapat segera ditindak lanjuti. Salah
satu perusahaan asuransi Indonesia yang menerapkan skema whistleblowing
sytem dalam pencegahan fraud yaitu PT Taspen, PT Asuransi Jiwasraya dan PT
Asabri.

KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh good
corporate covernance melalui whistleblowing system dalam pencegahan fraud
pada perusahaan asuransi di Indonesia . Berdasarkan hasil pengujian dan analisis
dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance berpengaruh positif
terhadap efektivitas pencegahan fraud. Hal ini diartikan adanya good corporate
governance dalam sebuah perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan
dapat mengurangi resiko terjadinya fraud yang dilakukan oleh karyawan,
penerapan Good Corporate Governance menjadi faktor penting dalam
pencegahan fraud.

Whistleblowing System berpengaruh positif terhadap efektivitas pencegahan


kecurangan. Hal ini diartikan whistleblowing system sudah diterapkan dengan baik
dan semaksimal mungkin untuk dapat mencegah terjadinya kecurangan di
perusahaan asuransi di Indonesia . Adanya, whistleblowing system yang proaktif
akan mendorong partisipasi karyawan perusahaan untuk berani melaporkan
terjadinya fraud dalam perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Amri, S., Haryono, A. T., & Warso, M. M. (2016). Pengaruh Good Corporate
Governance Terhadap Kinerja Karyawan PT Aditec Cakrawiyasa Semarang.
Journal of Management, 02(02), 9.
Agus Sartono, 2014, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, BPFE,
Yogyakarta.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2014. Report to The
Nations
on Occupational Fraud and Abuse 2018. Texas : ACFE
Amar Irfan Rizqi. (2019). EVALUASI IMPLEMENTASI WHISTLEBLOWING
SYSTEM (STUDI PADA PT PUPUK KALIMANTAN TIMUR). 53(9),
1689–1699.
ACFE. (2016). Report To the Nations on Occupational Fraud and Abuse: 2016
Global Fraud Study. Association of Certified Fraud Examiners.

Adiko, R. G., Astuty, W., & Hafsah. (2019). Pengaruh Pengendalian Internal,
Etika Auditor, dan Good Corporate Governance Terhadap Pencegahan Fraud
PT. Inalum. 2(1), 52–68.
Agoes, S. (2017). Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan
Publik..

Albrecht, W. S., Albrecht, C. O., Albrecht, C. C., & Zimbelman, M. F. (2012).

Fraud Examination. South-Western Cengage Learning.


https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Auditing Standards Board. SAS No.78 (AU 319). (1995). Consideration of


Internal Control in A Financial Statement Audit (An Amandme). American
Institute of Certified Public Accountants, Inc.

Azis, H. A. (2015). Fraud dan Korupsi (Pencegahan, Pendeteksian, dan


Pemberantasannya) (Cetakan Pe, p. 9). PT. Lestari Kiranatama.

Brandon. 2013. Whistle Blower. Diakses di


http://www.scribd.com/doc/123318539/Whistle-Blower. Diakses pada
tanggal 24 April 2014
BPKP. (2015). Petunjuk pelaksanaan bimbingan dan konsultasi pengelolaan
keuangan desa. Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP).

CnnIndonesia. (2020). BPK Ungkap Kerugian Dugaan Korupsi Jiwasraya Maret


2020 melalui https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108151842-
78463513/bpk-ungkap-kerugian-dugaan-korupsi-jiwasraya-maret-2020.
Diakses 30 Agustur 2020
Clinton, A., & Lay, I. (2019). Efektivitaswhistleblowing Systemdalam
Mencegahfraud.

Committee of Sponsoring Organization (COSO). (2013). Internal Control ,


Integrated Framework. Executive Summary (Durham).

Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of Treadway Commission.


(2013). Internal Control Integrated Framework. Jersey City.

Coso, T. C. of S. O. of the T. C. (2013). Internal control - integrated framework:


executive summary. New York. https://doi.org/978-1-93735-239-4

Dewi, K.Y., Ratnadi, N. M. (2017). Pengaruh pengendalian internal, integritas


dan asimetri informasi pada kecenderungan kecurangan akuntansi Satuan
Kerja Perangkat Daerah Kota Denpasar. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, Vol.12, No.

Dinata, R. O., Irianto, G., & Mulawarman, A. D. (2018). Menyingkap Budaya


Penyebab Fraud: Studi Etnografi Di Badan Usaha Milik Negara. Jurnal
Economia. https://doi.org/10.21831/economia.v14i1.18453

Fauziyah, Z. P., Prabawani, B., & Dewi, R. S. (2021). Analisa Penerapan


Whistleblowing System pada PT TASPEN. Jurnal Ilmu Administrasi
Bisnis, 10(1), 929-944.
Hamzah A. Metode penelitian & pengembangan research & development.
Malang:
Literasi Nusantara Abadi; 2019.
Imania, A. N., & Haryani, T. N. (2018). E–Government di Kota Surakarta dilihat
dari Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018 Tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik. Jurnal Mahasiswa Wacana Publik, 1(1), 176-189.
Inawati, W. A., & Sabila, F. H. (2021). Pencegahan Fraud: Pengaruh
Whistleblowing System, Government Governance dan Kompetensi
Aparatur Pemerintah. E-Jurnal Akuntansi, 31(3), 731-745.
KNKG, 2008. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
Kesumadewi, A. K. (2020). PENERAPAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA
SEBAGAI UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI. Wacana: Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Interdisiplin, 7(1), 101-116.
Komite Nasional Kebijakan Governance. (2008). Pedoman 2008.
http://www.knkgindonesia.org/dokumen/Pedoman-Pelaporan-Pelanggaran-
Whistleblowing-SystemWBS.pdf
Larasati, Y. S., Sadeli, D., & Surtikanti, S. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Pencegahan Fraud Di Dalam Proses Pengadaan
Barang Dan Jasa. JIAFE (Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas
Ekonomi), 3(2), 43-6.
Libramawan, I. (2014). Pengaruh Penerapan Whistleblowing System Terhadap
Pencegahan Kecurangan (Studi Survey pada PT Coca-Cola Amatil Indonesia
SO Bandung). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.
Marciano, B., Syam, A., Suyanto, S., & Ahmar, N. (2021). Whistleblowing
System dan Pencegahan Fraud: Sebuah Tinjauan Literatur. JABI (Jurnal
Akuntansi Berkelanjutan Indonesia), 4(3), 313-324.
Maria, E., & Halim, A. (2021). E-government dan korupsi: studi di pemerintah
daerah, indonesia dari perspektif teori keagenan. EKUITAS (Jurnal
Ekonomi dan Keuangan), 5(1), 40-58.
Maisaroh & Nurhidayati. (2021). Pengaruh komite audit, good governance dan
whistleblowing system terhadap fraud bank umum syariah periode 2016-
2019. Etihad : Journal of Islamic Banking and Finance
Musmulyadi, M., & Sari, F. I. (2020). Whistleblowing System Dalam Memutus
Rantai Fraud Untuk Mewujudkan Economic Growth (Studi Pada
Direktorat Jenderal Pajak Indonesia). Jesya (Jurnal Ekonomi dan Ekonomi
Syariah), 3(2), 292-303.
Marciano, B., Syam, A., Suyanto, S., & Ahmar, N. (2021). Whistleblowing
System dan Pencegahan Fraud: Sebuah Tinjauan Literatur. JABI (Jurnal
Akuntansi Berkelanjutan Indonesia), 4(3), 313-324.
Moleong LJ. Metode penlitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2007.
Pramudyastuti, O. L., Rani, U., Nugraheni, A. P., & Susilo, G. F. A. (2021).
Pengaruh penerapan whistleblowing system terhadap tindak kecurangan
dengan independensi sebagai moderator. JIA (Jurnal Ilmiah
Akuntansi), 6(1), 115-135.
Megawati, M. H. (2018). Pengaruh Pengendalian Internal, Budaya Etis
Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Fraud Pada Universitas
Swasta Di Bandar Lampung. Journal of Chemical Information and
Modeling. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014 perihal tata kelola


perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian.
Semendawai, Abdul Haris, et.al, 2011, Memahami Whistle Blower, Jakarta:
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Syakhroza, A. (2002). Tiga Pondasi Memahami Corporate Governance
Tuanakota, Theodorus M. (2010). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif.
Jakarta: Salemba Empat.
Utami, L. (2018). Pengaruh Audit Internal dan Whistleblowing System Terhadap
Pengungkapan Kasus Kecurangan (Fraud) Perusahaan Sektor Jasa di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Studi Akuntansi Dan Keuangan, 1(2), 77–90.
Wahyuni, Endang S., &Nova, Tiara. (2018). Analisis Sistem whistleblowing
DanKompetensi Aparatur Terhadap Pencegahan Fraud (Studi Empiris pada
Satuan Organisasi Perangkat daerah Kbupaten Bengkalis. Jurnal Inovasi
dan Bisnis.
Wardana, I. Gede A.K., Sujana, Edy., & Wahyuni, Made A. (2017). Pengaruh
Pengendalian Internal, Sistem Whistleblowing dan Moralitas Aparat
Terhadap Pecegahan Fraud Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Buleleng. E-Journal UNDIKSHA,8(2).

Anda mungkin juga menyukai