Anda di halaman 1dari 8

Nama : Budhitya Dharma Samwitama Putra\

Nim : 051156627

Mata Kuliah : Adminitrasi Pertanahan

1. Jelaskan tentang Catur Tertib Pertanahan!

Catur Tertib Pertanahan dalam kebijaksanaan pertanahan, catur tertib pertanahan


berfungsi sebagai landasan untuk menyusun program yang bertujuan untuk
menata kembali otoritas, kepemilikan, dan penggunaan tanah.

2. Jelaskan macam pengadilan landreform dan kewenangannya!

landreform secara luas meliputi lima program, yaitu: pelaksanaan pembaruan


hukum agraria, penghapusan hak-hak asing dan konsesi kolonial atas tanah,
diakhirinya kekuasaan tuan tanah dan para feodal, perombakan pemilikan dan
penguasaan tanah, serta perencanaan dan penggunaan sumber daya alam sesuai
kemampuannya. Program landreform secara lebih spesifik adalah larangan
penguasaan tanah melebihi batas maksimum, larangan tanah absentee, redistribusi
tanah objek landreform, pengaturan pengembalian dan penebusan tanah yang
digadaikan, pengaturan tentang bagi hasil, serta penetapan luas minimum dan
pelarangan fragmentasi lahan pada batas tertentu.
LANDREFORM – PENGADILAN 1964 UU NO. 21, LN 1964 / NO. 109, TLN.
NO. 2701 , LL SETNEG : 18 HLM UNDANG-UNDANG TENTANG
PENGADILAN LANDREFORM
- Perkara-perkara yang timbul di dalam pelaksanaan peraturan-peraturan
landreform perlu mendapat penyelesaian yang cepat, agar tidak menghambat
pelaksanaan landreform; berhubung dengan sifat-sifat yang khusus dari perkara-
perkara yang timbul karena pelaksanaan landreform diperlukan suatu badan
pengadilan tersendiri dengan susunan, kekuasaan dan acara yang khusus
pula, dengan membentuk Undang-Undang Pengadilan HAM.
- Dasar hukum Undang-Undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan
Pasal 24 Undang Undang Dasar; Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman; Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor I/ MPRS/1960 dan Nomor
II/MPRS/1960; Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentangPeraturan Dasar
Pokok Pokok Agraria; dan Undang Undang Nomor 10 Prp tahun 1960 jo
Keputusan Presiden Nomor 239 tahun 1964.
- Dalam Undang-undang ini mengatur tentang : Pengadilan Landreform.
Pengadilan Landreform ini tidak bermaksud untuk memutus segala perkara
mengenai tanah atau agraria sebagai suatu
kebulatan. Hal ini disebabkan, karena sifatnya yang khusus untuk memperlancar
berjalannya landreform dan lagi pula tidak mengurangi wewenang Pengadilan
Negeri untuk memutus tentang soal-soal tanah, soal waris-mewaris dan
sebagainya yang bila juga akan dibebankan kepada Pengadilan landreform, pasti
akan menghambat pelaksanaan Landreform. Pengadilan Landreform
diadakan dalam dua tingkat, Pengadilan Landreform sehari-hari adalah Pengadilan
Landreform Daerah, sedang di Jakarta diadakan sebuah Pengadilan Landreform
Pusat yang berdaerah hukum seluruh wilayah Republik Indonesia dan ditugaskan
sebagai Pengadilan Banding. Tentang Hukum Acara ditentukan bahwa pada
umumnya dipergunakan Hukum Acara yang berlaku untuk Pengadilan
Negeri bagi Pengadilan Landreform Daerah atau Pengadilan Tinggi bagi
Pengadilan Landreform Pusat. Pengecualian terdapat dalam pasal-pasal yang
bersangkutan. Hukum Acara tersebut berlaku juga dalam pemeriksaan pidana
landreform, terhadap tertuduh anggota Angkatan Perang, hanya Ketua
Secara keseluruhan, landreform mencakup lima inisiatif: perubahan hukum
agraria, penghapusan konsesi dan hak asing atas tanah, pengakhiran kekuasaan
feodal dan tuan tanah, perombakan pemilikan dan penguasaan tanah, dan
perencanaan dan penggunaan sumber daya alam sesuai kemampuan. Program
landreform yang lebih khusus adalah melarang penguasaan tanah melebihi batas
maksimum, melarang orang yang tidak memiliki tanah, melarang orang yang
tidak memiliki tanah, dan melarang orang yang tidak memiliki
tanah.LANDREFORM - PENGADILAN 1964UU NO. 21, LN 1964/NO. 109,
TLN NO. 2701, LL SETNEG: 18 HLMUNDANG-UNDANG TENTANG
PENGADILAN LANDREFORM: Perkara-perkara yang muncul selama
pelaksanaan peraturan landreform harus diselesaikan segera agar tidak
menghambat pelaksanaannya. Perkara-perkara ini terkait dengan sifat-sifat dari
landreform Untuk menangani kasus-kasus yang muncul sebagai akibat dari
landreform, diperlukan suatu badan pengadilan khusus dengan susunan,
kekuasaan, dan acara khusus. Undang-Undang Pengadilan HAM dibentuk
berdasarkan dasar-dasar berikut: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 24
Undang-Undang Dasar; Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman; Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara NomoUndang-undang ini mengatur:
Pengadilan Reformasi Tanah. Pengadilan Reformasi Tanah ini tidak bermaksud
untuk menyelesaikan semua kasus agraria atau tanah sebagai suatu kebulatan
bulat. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang khusus untuk membantu proses
landreform berjalan lebih cepat dan tanpa mengurangi wewenang Pengadilan
Negeri untuk memutuskan masalah seperti masalah tanah, masalah waris, dan
sebagainya. Jika wewenang ini juga diberikan kepada Pengadilan Landreform, ini
pasti akan menghambat proses landreform. Pengadilan Landreform terdiri dari
dua tingkat. Pengadilan Landreform Daerah yang beroperasi setiap hari dikenal
sebagai Pengadilan Landreform Daerah, dan Pengadilan Landreform Pusat di
Jakarta berfungsi sebagai Pengadilan Banding. Dalam hal Hukum Acara, hukum
yang berlaku untuk Pengadilan Negeri untuk Pengadilan Landreform Daerah atau
Pengadilan Tinggi untuk Pengadilan Landreform Pusat biasanya diterapkan.Pasal-
pasal yang relevan menyediakan pengecualian. Dalam pemeriksaan pidana
landreform terhadap tertuduh anggota Angkatan Perang, hukuman acara tersebut
juga berlaku. Ketua sidang terdiri dari Ketua, Ketua Pengganti, atau hakim
Pengadilan Tentara dari angkatan yang bersangkutan, serta jaksa dan penyidik.
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 31 Oktober 1964 dan terdiri dari 6
Bab dan 39 Pasal. Undang-undang ini khusus menangani kasus-kasus yang timbul
karena pelaksanaan landreform yang membutuhkan badan pengadilan khusus
dengan susunan, kekuasaan, dan acara yang unik. Undang-Undang Agraria dan
Undang-Undang Nomor 10 PP tahun 1960, yang disesuaikan dengan Keputusan
Presiden Nomor 239 tahun 1964.Undang-undang ini mengatur: Pengadilan
Reformasi Tanah. Pengadilan Reformasi Tanah ini tidak bermaksud untuk
menyelesaikan semua masalah agraria atau tanah secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan oleh sifatnya yang khusus untuk membantu proses landreform
berjalan lebih cepat dan tanpa mengurangi wewenang Pengadilan Negeri untuk
memutuskan masalah seperti masalah tanah, masalah waris, dan sebagainya. Jika
wewenang ini juga diberikan kepada Pengadilan Landreform, ini pasti akan
menghambat proses landreform. Pengadilan Landreform terdiri dari dua tingkat.
Pengadilan Landreform Daerah yang beroperasi setiap hari dikenal sebagai
Pengadilan Landreform Daerah, dan Pengadilan Landreform Pusat di Jakarta
berfungsi sebagai Pengadilan Banding. Hukum Acara menyatakan bahwa pada
Pada umumnya, hukum acara yang berlaku untuk Pengadilan Landreform Daerah
atau Pengadilan Tinggi untuk Pengadilan Landreform Pusat diterapkan.Dengan 6
Bab dan 39 Pasal, undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 31 Oktober
1964, dan terdiri dari 6 Bab. Terdapat pengecualian dalam pasal-pasal yang
bersangkutan. Dalam pemeriksaan pidana landreform terhadap tertuduh anggota
Angkatan Perang, hanya ketua sidang adalah Ketua atau Ketua Pengganti atau
hakim Pengadilan Tentara dari angkatan yang bersangkutan, serta jaksa dan
penyidik.

3. Jelaskan tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan


untuk kepentingan umum!

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dalam empat tahap, menurut
Permen ATR/BPN 19/2021. Perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan
penyerahan hasil adalah keempat langkah tersebut.Pada tahap perencanaan ini,
pengadaan tanah dilakukan dengan mempertimbangkan rencana tata ruang dan
prioritas pembangunan. Instansi yang memerlukan tanah dapat melibatkan
kementerian atau lembaga lain di bidang pertanahan serta instansi yang terkait
dalam perencanaannya. Produk perencanaan pengadaan tanah (DPPT) dibuat dan
hanya berlaku selama dua tahun. Ini memiliki dua muatan: muatan wajib dan
muatan tambahan.Pada tahap persiapan, Permen ATR/BPN 19/2021 Nomor 19
Tahun 2021 menyatakan bahwa kepala daerah akan membentuk tim verifikasi
DPPT sejak DPPT diterima. Tim verifikasi ini akan terdiri dari anggota Pemda
dan dinas teknis terkait. Setelah verifikasi selesai, tim persiapan pengadaan tanah
terdiri dari lima hari setelah verifikasi DPPT. Nanti, selama tahap persiapan,
konsultasi publik akan dilakukan untuk mencapai kesepakatan dengan pihak yang
berhak. Jika diperlukan, Kepala Daerah dapat membentuk tim untuk menyelidiki
keberatan. Menurut Nurhadi Putra, Direktur Bina Pengadaan dan Pencadangan
Tanah (BPPT) Kementerian ATR/BPN, lembaga yang menyelenggarakan
pengadaan tanah dapat mengajukan permohonan pelaksanaan pengadaan tanah
dengan melengkapi dokumen yang diperlukan. Untuk penyerahan hasil pengadaan
tanah, menurut Perm, dokumen yang diperlukan termasuk SK Penetapan Lokasi;
DPPT; data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah; data awal
masyarakat terkena dampak; berita acara kesepakatan; surat pernyataan
pemasangan tanda batas bidang tanah; surat pernyataan izin alih status
penggunaan atau pelepasan; dan surat pernyataan kesiapan dokumen anggaran
yang telah mengalokasikan biaya operasional dan biaya pendukung dan ganti rugi.
ATR/Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021, tidak lebih dari empat belas hari
setelah hak objek pengadaan tanah diberikan. Berita Acara Penyerahan Hasil
Pengadaan Tanah digunakan untuk menyerahkan hasil pengadaan tanah, dan
organisasi yang membutuhkan tanah harus menyertipikatkan tanah yang telah
diserahkan. Nurhadi juga mengatakan bahwa dokumen Pelaksanaan Pengadaan
Tanah harus diintegrasikan secara elektronik.Proses ganti kerugian terjadi selama
proses pengadaan tanah, yang mencakup penilaian pertanahan dan appraisal.Ada
beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan. Di antaranya masih kurangnya
pemahaman tentang standar penilaian dan aturan pengadaan tanah. Menurut Arie
Yuriwin, Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengadaan Tanah,
"Penilai masih ragu untuk terlibat dalam pengadaan tanah karena dampak hukum
dari kegiatan penilaiannya."
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dalam empat tahap, menurut
Permen ATR/BPN 19/2021. Perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan
penyerahan hasil adalah keempat langkah tersebut.Pada tahap perencanaan ini,
pengadaan tanah dilakukan dengan mempertimbangkan rencana tata ruang dan
prioritas pembangunan. Instansi yang memerlukan tanah dapat melibatkan
kementerian atau lembaga lain di bidang pertanahan serta instansi yang terkait
dalam perencanaannya. Produk perencanaan pengadaan tanah (DPPT) dibuat dan
hanya berlaku selama dua tahun. Ini memiliki dua muatan: muatan wajib dan
muatan tambahan.Pada tahap persiapan, Permen ATR/BPN 19/2021 Nomor 19
Tahun 2021 menyatakan bahwa kepala daerah akan membentuk tim verifikasi
DPPT sejak DPPT diterima. Tim verifikasi ini akan terdiri dari anggota Pemda
dan dinas teknis terkait. Setelah verifikasi selesai, tim persiapan pengadaan tanah
terdiri dari lima Dalam Permen ATR/BPN 19/2021 disebutkan terdapat empat
tahap pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Keempat tahap tersebut adalah
perencanaan, persiapan, pelaksanaan, serta penyerahan hasil.
Pada tahap perencanaan ini, pengadaan tanah didasarkan pada rencana tata ruang
dan prioritas pembangunan. Dalam perencanaannya, instansi yang memerlukan
tanah dapat melibatkan kementerian/lembaga lain di bidang pertanahan maupun
instansi yang terkait. Produk perencanaan pengadaan tanah yang dihasilkan
adalah DPPT. DPPT hanya berlaku selama dua tahun. DPPT ini memuat dua
muatan, yakni muatan wajib serta muatan tambahan. Berlanjut pada tahap
persiapan, dalam Permen ATR/BPN 19/2021 Nomor 19 Tahun 2021, kepala
daerah akan membentuk tim verifikasi DPPT sejak diterimanya DPPT. Tim
verifikasi tersebut melibatkan unsur Pemda serta dinas teknis terkait. Setelah
dilakukan verifikasi, dibentuk tim persiapan pengadaan tanah, lima hari setelah
DPPT terverifikasi. Dalam tahapan persiapan nantinya akan dilaksanakan
konsultasi publik untuk mendapatkan kesepakatan dengan pihak yang berhak dan
apabila diperlukan Kepala Daerah dapat membentuk tim kajian keberatan.
Lebih lanjut, Direktur Bina Pengadaan dan Pencadangan Tanah (BPPT)
Kementerian ATR/BPN, Nurhadi Putra mengatakan, instansi yang
menyelenggarakan pengadaan tanah dapat mengajukan permohonan pelaksanaan
pengadaan tanah dengan melengkapi beberapa dokumen yang diperlukan.
Dokumen tersebut antara lain, SK Penetapan Lokasi; DPPT; data awal pihak yang
berhak dan objek pengadaan tanah; data awal masyarakat terkena dampak; berita
acara kesepakatan; surat pernyataan pemasangan tanda batas bidang tanah; surat
pernyataan izin alih status penggunaan/pelepasan; dan surat pernyataan kesiapan
dokumen anggaran yang telah mengalokasikan Biaya Operasional dan Biaya
Pendukung dan ganti rugi. “Sedangkan untuk penyerahan hasil pengadaan tanah,
menurut Permen ATR/Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021, paling lama 14 hari
sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah. Bentuk penyerahan hasil pengadaan
tanah berupa Berita Acara Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah dan instansi yang
memerlukan tanah wajib menyertipikatkan tanah yang sudah diserahkan tersebut.
Selain itu, Dokumen Pelaksanan Pengadaan Tanah harus diintegrasikan secara
elektronik,” kata Nurhadi. Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah terdapat
proses ganti kerugian, yang melibatkan penilai pertanahan/appraisal.] terdapat
beberapa kondisi yang perlu diperhatikan. “Di antaranya masih kurangnya
pemahaman terhadap aturan terkait pengadaan tanah dan standar penilaian. Selain
itu, penilai masih memiliki keraguan untuk terlibat dalam pengadaan tanah
karena terdapat dampak hukum dari kegiatan penilaiannya,” kata Tenaga Ahli
Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengadaan Tanah, Arie Yuriwin
Dalam Permen ATR/BPN 19/2021 disebutkan terdapat empat tahap pengadaan
tanah untuk kepentingan umum. Keempat tahap tersebut adalah perencanaan,
persiapan, pelaksanaan, serta penyerahan hasil. Pada tahap perencanaan ini,
pengadaan tanah didasarkan pada rencana tata ruang dan prioritas
pembangunan. Dalam perencanaannya, instansi yang memerlukan tanah dapat
melibatkan kementerian/lembaga lain di bidang pertanahan maupun instansi yang
terkait. Produk perencanaan pengadaan tanah yang dihasilkan adalah DPPT.
DPPT hanya berlaku selama dua tahun. DPPT ini memuat dua muatan, yakni
muatan wajib serta muatan tambahan.Berlanjut pada tahap persiapan, dalam
Permen ATR/BPN 19/2021 Nomor 19 Tahun 2021, kepala daerah akan
membentuk tim verifikasi DPPT sejak diterimanya DPPT. Tim verifikasi tersebut
melibatkan unsur Pemda serta dinas teknis terkait. Setelah dilakukan verifikasi,
dibentuk tim persiapan pengadaan tanah, lima hari setelah DPPT terverifikasi.
Dalam tahapan persiapan nantinya akan dilaksanakan konsultasi publik untuk
mendapatkan kesepakatan dengan pihak yang berhak dan apabila diperlukan
Kepala Daerah dapat membentuk tim kajian keberatan. Lebih lanjut, Direktur
Bina Pengadaan dan Pencadangan Tanah (BPPT) Kementerian ATR/BPN,
Nurhadi Putra mengatakan, instansi yang menyelenggarakan pengadaan tanah
dapat mengajukan permohonan pelaksanaan pengadaan tanah dengan melengkapi
beberapa dokumen yang diperlukan. Dokumen tersebut antara lain, SK Penetapan
Lokasi; DPPT; data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah; data
awal masyarakat terkena dampak; berita acara kesepakatan; surat pernyataan
pemasangan tanda batas bidang tanah; surat pernyataan izin alih status
penggunaan/pelepasan; dan surat pernyataan kesiapan dokumen anggaran yang
telah mengalokasikan Biaya Operasional dan Biaya Pendukung dan ganti rugi.
“Sedangkan untuk penyerahan hasil pengadaan tanah, menurut Permen
ATR/Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021, paling lama 14 hari sejak pelepasan
hak objek pengadaan tanah. Bentuk penyerahan hasil pengadaan tanah
berupa Berita Acara Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah dan instansi yang
memerlukan tanah wajib menyertipikatkan tanah yang sudah diserahkan tersebut.
Selain itu, Dokumen Pelaksanan PengadaanTanah harus diintegrasikan secara
elektronik,” kata Nurhadi.
Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah terdapat proses ganti kerugian, yang
melibatkan penilai pertanahan/appraisal.] terdapat beberapa kondisi yang perlu
diperhatikan. “Di antaranya masih kurangnya pemahaman terhadap aturan terkait
pengadaan tanah dan standar penilaian. Selain itu, penilai masih memiliki
keraguan untuk terlibat dalam pengadaan tanah karena terdapat dampak hukum
dari kegiatan penilaiannya,” kata Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang
Pengadaan
Tanah, Arie Yuriwin

Anda mungkin juga menyukai