Oleh
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Yang dimaksud dengan penemuan hukum atau yang dalam bahasa asing dikenal dengan
rechtsvinding dan law making adalah menemukannya hukum karena hukum itu tidak lengkap
atau tidak jelas.
Hukum atau peraturan hukum itu tidak lengkap dan tidak jelas. Hukumnya itu sudah ada,
bukan tidak ada. Dari segi teori dikatakan bahwa hukum itu sudah ada pada perilaku manusia,
manusia itu sendiri (Paul Scholten). Jadi hukum itu tidak hanya ada dalam bentuk peraturan
perundang-undangan saja, tetapi juga ada pada perilaku manusia. Setiap hari kita berperilaku,
setiap hari pula kita mengadakan hubungan dengan orang lain yang sering tidak disadari bahwa
itu merupakan perbuatan atau hubungan hukum. Sebagai contoh missal perjanjian beli sewa
tidak diatur dalam KUHPerd, tetapi merupakan perilaku dua orang yang kemudian dituangkan
dalam yurisprudensi menjadi hukum. Menurut hukum positif hukumnya itu sudah ada. Tinggal
menggali di dalam masyarakat. Pasal 5 ayat 1 UU no 48 tahun 2009 berbunyi bahwa hakim
wajib menggali hukumnya didalam masyarakat.
Hukum atau peraturan hukum itu bertujuan untuk mengatur kegiatan kehidupan manusia,
sedangkan kegiatan kehidupan manusia itu tidak terhitung jumlah dan jenisnya. Maka tidak
mengherankan kalau peraturan hukum itu tidak lengkap dan tidak selalu jelas. Oleh karena tidak
lengkap atau tidak jelas, maka hukumnya harus dilengkapi dan dijelaskan yang berarti bahwa
hukumnya harus ditemukan, digali didalam masyarakat guna memecahkan masalah-masalah
hukum. Jadi hukumnya itu sudah ada, bukannya tidak atau belum ada yang masih harus di
ciptakan, tetapi sudah ada hanya masih harus dicari diketemukan atau digali kepermukaan.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa yang melakukan penemuan hukum itu hanyalah
hakim : diluar hakim tidak ada pihak-pihak yang melakukan penemuan hukum.
Tidak hanya hakim yang melakukan penemuan hukum. Telah dikemukakan diatas bahwa
tujuan menemukan hukum adalah untuk memecahkan masalah hukum konkret. Setiap sarjana
hukum yang bekerja di bidang profesinya(hukum) selalu menghadapi atau dihadapankan pada
masalah-masalh hukum konkret untuk dipecahkan dan dicarikan hukumnya. Setiap sarjana
hukum yang bekerja di bidang profesinya selalu dihadapkan pada peristiwa atau masalah hukum
konkret untuk dipecahkan. Yang dimaksudkan dengan masalah hukum konkret bukanlah hanya
sengketa atau pelanggaran atau kejahatan saja, akan tetapi masalah hukum yang memerlukan
jawaban atau penyelesaian. Dua undang-undang yang mengantur materi yang sama, tetapi
bertentangan satu sama lain dan yang berlaku? Dua peraturan perundang-undangan yang
mengatur materi yang sama tetapi bertentangan satu sama lain, peraturan perundang-undangan
yang manakah yang berlaku? Suatu perjanjian tidak memuat tanggal. Cacat hukumlah perjanjian
tersebut? Bolehkah jaksa mengajukan permohonan peninjauan kembali? Apakah suatu peristiwa
yang tidak diatur dalam undang-undang uti dilarang atau dibolehkan? Pertanyaan-pertanyaan
atau masalah-msalahtersebut tidak selalu merupakan permasalahan yang timbul di pengadilan,
tetapi memerlukan solusiatau pemecahan. Baik seseorang itu hakim, peneliti atau orang yang
bekerja dibiro-biro hukum atau dibidang profesi hukum lainnya, selalu menghadapi masalah-
maslah hukum konkret untuk dipecahkan atau dicari solusinya. Bahkan pihak yang berperkara
atau terdakwa berkepentingan untuk memecahkan masalah dengan mencoba melakukan
penemuan hukum. Jadi masalah hukum konkret dalam hal ini tidak selalu merupakan
perselisihan, sengketa atau pelanggaran seperti yang dihadapi oleh hakim untuk dipecahkan.
Masalahnya ialah bahwa tidak semua hasil penemuan hukum oleh hakim merupakan hukum dan
sekaligus merupakan sumber hukum. Putusan hakim misalnya yang merupakn hasil penemuan
hukum oleh hakim merupakan hukum ( penemuan hukum reflektif), karena sebagai putusan
mempunyai kekuatan mengikat dan sekaligus juga merupakan sumber hukum, sedangkan hasil
penemuan hukum oleh peneliti bukanlah merupakan hukum karena tidak mempunyai kekuatan
mengikat tetapi merupak sumber hukum.
Disamping hakim, yang melakukan penemuan hukum adalah notaries. Notaries memang
bukan hakim yang harus memeriksa dan mengadili perkara, bertugas dalam litigasi. Notaries
mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh bersangkutan. Notaries
menghadapi masalah konkret yang diajukan oleh klien yang minta dibuatkan akta. Masalah
hukum konkret atau peristiwa yang diajukan oleh klien merupak peristiwa konkret yang masih
harus dipecahkan atau dirumuskan menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas notaries
yang tidak selalu mudah. Disini notaries melakukan penemuan hukum.
Agar supaya hasil penemuan hukum lebih memuaskan, karena peneuan hukum itu
mempunyai aturan permainan, disamping metode-metode penemuan hukum harus dikuasai juga
perkembangan ilmu hukum dan sistem hukum serta perkembangan hukum. Kejujuran dan
keberanian tidak boleh dilupakan. Penemuan hukum merupakan saran untuk penegakan hukum
sedangkan untuk penegakan hukum diperlukan kejujuran dan keberanian.
Notaris yang setiap harinya melakukan penemuan hukum berarti membantu penegakan
hukum. Menemukan hukum tidak berarti asal menemukan hukum. seperti yang dikemukakan
diatas menemukan hukum ada aturan permainannya. Penemuan hukum yang baik ada
persyaratannya.
Untuk melakukan penemuan hukum yang baik ilmu hukum dan perkembangan harus
dikuasai dengan baik. Di sampaing itu sistem dan perkembangan hukum harus rajin diikuti.
Kalau kita mau menegakkan hukum maka kita harus bersikap jujur dan berani. Jujur tetapi tidak
ada keberaniannya untuk menganbil tindakan tidak ada gunanya. Berani saja tetapi tidak
dilandasi dengan kejujuran tidak akan membantu penegakan hukum.
Bagi orang praktek yang sudah lama tenggelam didalam rutinitas pada umumnya malas
memasuki dunia teori.
Saya percaya bahwa notaris memberi sumbangan dalam penegakan hukum dengan
penemuan hukum.