Anda di halaman 1dari 4

CARA PANDANG

SEJARAH
Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji secara sistematis keseluruhan
perkembangan proses perubahan atau dinamika kehidupan masyarakat dengan segala aspek
kehidupannya yang terjadi di masa lampau. Masa lampau adalah suatu kejadian yang sudah
terlewat akan tetapi belum sepenuhnya final.

Sejarah tidak hanya dilihat dari sisi rangkaina peristiwa yang terjadi, tetapi juga dilihat dari
hubungan kausalitas dari peristiwa-peristiwa tersebut untuk menjawab pertanyaan mengapa
dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Berikut penjelasan tentang cara berpikir sejarah
diakronik, sinkronik, dan periodisasi.

1.Diakronik
Diakronik adalah memanjang dalam waktu, namun terbatas pada ruang. Cara berpikir diakronik
dalam sejarah disebut juga berpikir secara kronologis. Peristiwa disusun berdasarkan urutan waktu dari
awal hingga akhir, supaya tidak melompat-lompat dan berujung pada kekeliruan.

2.Sinkronik

Sinkronik adalah segala hal terkait peristiwa sejarah dan bagaimana mempelajari atau
mengkaji pola, gejala, serta karakter peristiwa sejarah di masa tertentu. Cara berpikir sinkronik
dalam mempelajari sejarah yaitu meluas dalam ruang dan terbatas dalam waktu.

3.Periodisasi

Periodisasi atau pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturisasi waktu dalam
sejarah dengan pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode. Peristiwa-peristiwa masa
lampau yang begitu banyak dibagi-bagi dan dikelompokkan menurut sifat, unit, atau bentuk
sehingga membentuk satu kesatuan waktu tertentu.

CONTOH:
Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: ‫الخالفة العباسية‬, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah
(Arab: ‫العباسيون‬, al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad
(sekarang ibu kota Irak) dan kemudian berpindah ke Kairo sejak tahun 1261. Kekhalifahan ini
berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Kekhalifahan
ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya
kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah merujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad
yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga
termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibu kota dari
Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama tiga abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah
naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang
mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan
memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti
setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani
Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabiyyah dan Fatimiyah.
Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin
Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan
yang dihimpun di perpustakaan Baghdad. Kekhalifahan Bani Abbasiyah berlanjut di Kairo mulai
tahun 1261 dibawah naungan Kesultanan Mamluk Mesir. Kekhalifahan di Kairo ini berakhir
ketika Mesir di taklukan Kesultanan Utsmaniyah tahun 1517 dan gelar khalifah di klaim oleh
dinasti Utsmaniyah Turki Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini
banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.
Pada zaman pemerintahan Umar ibnu Abdul Aziz, tidak ada keistimewaan Bani Umayah
daripada saudaranya sesama Islam. Rakyat bebas menyatakan pendirian, asalkan jangan
mengganggu ketenteraman umum. Meskipun sikap ini benar, kebijakan ini justru melemahkan
pemerintahan Bani Umayah yang didirikan atas kekerasan (despotisme). Oleh sebab itu, diam-diam
orang berusaha mengatur propaganda untuk mendirikan Daulah Bani Abbas.[1]
Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas sendiri, nama Bani Abbas tidaklah begitu
ditonjolkan. Mereka justru mencatut nama Bani Hasyim, agar tidak terpecah antara pengikut Ali dan
Bani Abbas, karena keduanya sama-sama dari Bani Hasyim. Sejak dahulu, Bani Umayah tidak
pernah memusuhi Bani Abbas, melainkan hanya terhadap Bani Ali. Kalau Bani Abbas menyatakan
penuntutan pangkat khalifah untuk dirinya sendiri, tentu kurang banyak pengikutnya.
Pusat propaganda ada di dua tempat, yaitu Kufah dan Khurasan.[1] Kufah terhitung negeri baru di
wilayah Irak, dan Irak pada masa itu termasuk dalam daerah Persia. Khurasan pun termasuk dalam
daerah Persia. Keduanya menjadi pusat perkumpulan rahasia itu sebab Bani Umayah sendiri kuat
kedudukannya di kalangan bangsa Arab, sedangkan daulah yang akan berdiri ini hendak berpusat
pada Persia, bukan ke Arab. Di kedua negeri itu, banyak orang yang merasa kurang senang jika
khalifah tidak dipegang oleh Bani Hasyim, padahal merekalah yang dekat hubungannya dengan
Rasul.
Mereka mengangkat 12 orang propagandis.[1] Kedua belas orang tersebut mengembara di negeri
Khurasan, Kufah, Irak, lalu mendatangi Mekah pada musim haji. Mereka mengincar orang yang
menentang kezaliman pemerintahan Bani Umayah. Diterangkan pula tentang bagaimana keturunan
Bani Hasyim yang asli telah didesak dan dirampas hak turun-temurun yang mereka terima dari
Rasul. Salah satu propagandis yang terkenal ialah Abu Muslim al-Khurasany. Ia mula-mula
berpropaganda dengan terang terangan di negeri Maru. Disuruhnya seisi negeri berkumpul.
Diadakannya pidato yang mengkritik pemerintah sekarang. Muhammad bin
Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada
keluarga Bani Hasyim di Parsi.[butuh rujukan]
Para penyebar Islam Semenanjung Arabia yang merupakan Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani
Abbasiyah, Keturunan dari Ahlul Bait Sayyidina Hussenin di Pulau Perca pada Abad ke-7 Masehi
pada tahun 623 Masehi yakni Syaikh Ushuluddin, Bicitram syah, Sultan Alaudin Mughayat, Sultan
Ratu Ngegalang Paksi dari Sultan Ratu Mumelar Paksi anak cucu dari Sayyidina Hussein memiliki
tujuan khusus penyebar Islam di Pulau Perca dan mempengaruhi berdirinya kerajaan-kerajaan di
pulau tersebut, bukti-bukti penyebaran Islam diantaranya tatanan adat yang masih hidup serta
berjalan hingga sekarang, masjid dan makam-makam, sejarah adat dan budaya Islam
menumbuhkan cinta tanah air dan memperkuat identitas bangsa Kekalifahan Abbasiyah merupakan
kelanjutan dari Kekalifahan sebelumnya yakni Bani Umayyah, dimana pendiri dari kekalifahan ini
adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola
pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari
tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:

1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
Dimulai dari pengangkatan Khalid Bin Barmak sebagai pengganti dari Abu Muslim Al
Khurasani Menjadi Wazir dan keluarganya pun mengisi posisi-posisi penting dalam
Pemerintahan Abbasiyyah.
2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani
Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk
agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.

1.GENERALISASI
Generalisasi dalam sejarah Kekhalifahan Abbasiyah dapat merujuk pada beberapa hal yang
relevan dengan periode sejarah panjang ini, yang berlangsung dari tahun 750 M hingga 1258 M.
Sebagai catatan, penting untuk diingat bahwa sejarah yang panjang dan kompleks ini tidak
dapat disederhanakan menjadi satu generalisasi tunggal, tetapi kita dapat mengidentifikasi
beberapa poin penting yang mencerminkan karakteristik umum Kekhalifahan Abbasiyah:

1. Pemindahan Kekhalifahan: Kekhalifahan Abbasiyah didirikan sebagai penerus Kekhalifahan


Umayyah setelah revolusi Abbasi yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani. Pemindahan
pusat kekuasaan dari Damaskus (Kekhalifahan Umayyah) ke Baghdad (Kekhalifahan Abbasiyah)
adalah tindakan yang signifikan.
2. Era Kejayaan Intelektual: Era Abbasiyah dikenal sebagai periode kejayaan intelektual dalam
sejarah Islam. Perpustakaan Bait al-Hikmah (Rumah Hikmah) di Baghdad menjadi pusat studi
dan penelitian di mana karya-karya klasik Yunani, Persia, dan India diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Ini membantu menyebarkan pengetahuan kuno dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, matematika, filsafat, dan kedokteran.
3. Kekuasaan Birokratik: Kekhalifahan Abbasiyah menandai pergeseran menuju pemerintahan
yang lebih terorganisir dan birokratis. Mereka mengembangkan sistem administrasi yang
canggih, termasuk Dewan Pembangunan dan Dewan Keuangan, yang membantu mengatur
kerajaan yang luas.
4. Perluasan Wilayah: Di bawah pemerintahan Abbasiyah, wilayah kekhalifahan melebar ke arah
timur hingga mencakup sebagian besar Persia, Transoxiana (wilayah di sekitar Sungai Amu
Darya), dan sebagian besar Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal saat ini).
2. INTERPRETASI
Interpretasi Kekhalifahan Abbasiyah dapat bervariasi tergantung pada perspektif dan pendekatan
sejarah yang digunakan. Di bawah ini, saya akan memberikan beberapa interpretasi yang berbeda
terkait dengan Kekhalifahan Abbasiyah:

Era Kebangkitan Intelektual: Salah satu interpretasi utama tentang Kekhalifahan Abbasiyah
adalah sebagai periode kebangkitan intelektual. Di bawah pemerintahan Abbasiyah, terutama
selama pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid dan Al-Ma'mun, terjadi perkembangan yang
signifikan dalam ilmu pengetahuan, matematika, filsafat, dan kedokteran. Pusat pembelajaran
seperti Perpustakaan Bait al-Hikmah di Baghdad memainkan peran penting dalam mendorong
transfer pengetahuan dari budaya Yunani, Persia, dan India ke dunia Islam, menciptakan dasar
bagi kemajuan masa depan.

3.PERIODISASI

1.Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
Dimulai dari pengangkatan Khalid Bin Barmak sebagai pengganti dari Abu Muslim Al Khurasani
Menjadi Wazir dan keluarganya pun mengisi posisi-posisi penting dalam Pemerintahan
Abbasiyyah.

2.Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.

3.Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.

4.Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di
bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).

5.Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.

Anda mungkin juga menyukai