Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

Dosen pengampu:

Emi Lilawati, S. pd. I, M. Pd

Disusun Oleh:

M wildan muhtaromin (2301012975)

Achmad rivaldi ardillah (2301013140)

M choirul umam ilhami (2301013191)

Atiqoh albaroh (2301012970)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH

TAMBAK BERAS JOMBANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat
hidayah dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Pancasila. Selain itu Makalah
ini bertujuan untuk mempermudah kita dalam penyusulan Makalah “ETIKA POLITIK
BERDASARKAN PANCASILA”, Tidak lupa saya ucapkan trimakasih kepada Ibu
dosen Emi Lilawati, S. Pd. I, M. Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila.
Penyusun juga mengucapkan trimakasih kepada teman teman yang selalu memberikan
motivasi demi lancarnya penyusunan Makalah ini.

Dalam penyusunan Makalah ini kami sudah berusaha dengan segenap


kemampuan kami, sebagai pula tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh
karna itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Semoga laporan ini memberikan sesuatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan
bisa menambah wawasan para pembaca serta bermanfaat untuk perkembangan dan
meningkatkan ilmu pengetahuan Amiin.

Jombang, 27 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.....................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

A. Sumber historis, sosiologis, dan politik Pendidikan pancasila.......................3


B. Korupsi dan perilaku koruptif...........................................................................
C. Sejarah perkembangan korupsi di indonesia..................................................3
D. Urgensi nilai-nilai Pancasila dalam melumpuhkan perilaku koruptif............8

BAB III PENUTUP.......................................................................................................14

A. Kesimpulan...................................................................................................14

DAFTAR PUSAKA ......................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Korupsi dimulai pada masa kerajaan besar Nusanatara, Kerajaan Majapahit, pada
masa penjajahan, dan sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, kita dapat melihat
persekongkolan antara penguasa dan mereka yang berkepentingan dengan tebusan
bagi yang dirugikan.1 Korupsi terjadi karena kelaziman yang dianggap wajar dan
lazim oleh masyarakat umum, seperti memberi cendera mata kepada pejabat dan
keluarganya sebagai imbalan atas pelayanannya. Adat ini dianggap sebagai adat
budaya oriental. Kebiasaan koruptif ini telah lama menjadi benih korupsi yang
sebenarnya. Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya korupsi di beberapa
negara adalah transformasi politik yang sistematis yang merusak atau mengacaukan
tidak hanya sistem sosial ketatanegaraan atau sistem pemerintahan tetapi juga sistem
hukum. Keberadaan saksi (terliput pelapor) sangat diperlukan menilik kesulitan yang
dihadapi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan tindak pidana korupsi dan
tindak pidana yang ditangani tanpa adanya saksi (termaktub pelapor). Mereka yang
menjadi pelapor dan bersedia mengambil risiko mengungkap tindak pidana korupsi
jika mereka, keluarga, dan harta bendanya tidak terlindungi dari ancaman yang
mungkin timbul dari terungkapnya kasus tersebut. Saksi yang bekerja sama dengan
pelaku juga enggan memberikan informasi yang sesuai dengan fakta yang dialami,
dilihat, dan dirasakan jika tidak dilindungi secara memadai. Korupsi merupakan
perbuatan asusila yang bertentangan dengan nilai Pancasila, oleh mereka yang
memanipulasi wewenang dan otoritas serta menyimpang dari aturan yang sahih bagi
orang lain secara pribadi. Pancasila harus diikatkan kepada pemerintah negara dan
aparat penegak hukum agar tidak terjerumus ke dalam jurang korupsi. Salah satu
pengamalan Pancasila adalah mencegah korupsi dan membawanya ke dalam
paradigma vokasional dan birokrasi. KPK yang terdiri dari penindakan dan
pencegahan tidak akan pernah berfungsi optimal jika dilaksanakan semata-mata oleh
pemerintah tanpa peran serta masyarakat. Pendidikan pribadi dan budaya antikorupsi
merupakan langkah penting dalam membangun integritas untuk memerangi korupsi

2
yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Penting untuk menginternalisasi
nilai dan mengubah paradigma perilaku kita ke arah antikorupsi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sumber historis, sosiologis, politis ?
2. Apa maksud dari korupsi dan perilaku koruptif ?
3. Apa sejarah perkembangan korupsi di indonesia?
4. Apa yang di maksud Urgensi nilai-nilai Pancasila dalam melumpuhkan perilaku
koruptif ?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui sistem etika dalam sumber historis,sosiologis, dan politis.
2. Untuk mengetahui .maksud dari korupsi dan perilaku koruptif.
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan korupsi di indonesia.
4. Untuk mengetahui maksud urgensi nilai-nilai pancasila dalam melumpuhkan
perilaku koruptif.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber historis
Sumber historis Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika
masih berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung.
Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi
nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam
masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh
Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui
penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir 187
Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari
para peneliti BP-7.
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam
hirukpikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika
politik. Salah satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik
oleh penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi
di berbagai kalangan penyelenggara negara.

B. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau
dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata
oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi
Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku sosial antara
individu dengan individu, individu dengan kolompo k, dan kelompok dengan

3
kelompok. Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah jauh dengan yang
namaya hubungan sosial, karena bagaimanapun hubungan tersebut memengaruhi
perilaku orang-orang. Sebagai bidang studi, cakupan sosiologi sangatlah luas.
Sosiologi juga melihat bagaimana orang mempengaruhi kita, bagaimana institusi
sosial utama, seperti pemerintah, agama, dan ekonomi memengaruhi kita, serta
bagaimana kita sendiri memengaruhi orang lain, kolompok, bahkan organisasi.
Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu
hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu hingga sekarang adalah nilai gotong royong.
Misalnya dapat dilihat, bahwa kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling
membantu antar tetangga maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-
desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan
sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial

C. Sumber politis

Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma


dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-
undangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu
norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh
kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan
semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan
semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487).

Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm)


yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada
di bawahnya bersifat konkrit. Etika politik mengatur masalah perilaku politikus,
berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-

4
struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan,
sarana, dan aksi politik itu sendiri.

Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan


masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan.
Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan
prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang
mendasari institusi-institusi sosial.

Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai


pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas
rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila
pelaku mempunyai orientasi situasi dan paham permasalahan

D. Korupsi dan perilaku koruptif

Korupsi telah menjadi masalah bangsa secara internasional dan


penyebab korupsi bisa bermacam-macam, tergantung konteksnya. Biasanya
media sering mempublikasikan kasus korupsi yang berkaitan dengan
kekuasaan dalam pemerintahan. Pada faktanya, korupsi sebenarnya telah
terjadi dari hal paling sederhana sampai hal-hal yang lebih kompleks. Korupsi
selalu dikaitkan dengan politik, ekonomi, kebijakan pemerintahan dalam
masalah sosial maupun internasional, serta pembangunan nasional. Setiap
tahun bahkan mungkin setiap bulan, banyak pejabat pemerintah yang
tertangkap karena melakukan tindakan korupsi

5
Pengertian korupsi dapat ditinjau dalam berbagai macam perspektif.
Pada hakekatnya korupsi dapat terjadi dari segi kehidupan mana pun, tidak
hanya pada pemerintahan, sehingga menimbulkan pengertian korupsi yang
bermacammacam. Korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin
corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri, maling, seiring dengan
pendapat Nurdjana Menyatakan bahwa korupsi adalah istilah yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu “corruptio”, yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk,
curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar
norma-norma agama materiil, mental dan hukum.1

Menurut kamus Oxford, pengertian korupsi adalah perilaku tidak jujur


atau ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pengertian korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain.2

Menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi adalah perbuatan


melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain, baik
perorangan maupun korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara/
perekonomian negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ada 30 delik tindak pidana
korupsi yang dikategorikan menjadi 7 jenis. Kerugian keuangan negara,
penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan
kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi. Dalam arti yang
luas, pengertian korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam
praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam

1
Nurdjana, 1990
2
Dora Amalia (Pemimpin Redaksi), 2017, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
kelima,cetakan ke 7, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, PN Balai Pustaka, Jakarta hlm.880

6
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya

Definisi dan Arti Perilaku Koruptif dalam Masyarakat.

Koruptif adalah awal dari perpuatan korupsi yang Diwali oleh sikap
ketidak mampuan untuk berjuang melawan kezaliman sehingga menimbulkan
sikap pasrah terhadap perbuatan yang tidak baik. Perilaku koruptif Diwali
dengan perbuatan sederhana seperti memberi tips, menyontek dan lain
sebagainya. Koruptif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sikap
korupsi yaitu sikap takut berkorban dan menyebabkan mereka mudah
ditaklukkan oleh musuh atau orang lain5 Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perilaku koruptif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap,
tindakan, dan pengetahuan seseorang yang menjebakkan dirinya pada kegiatan
korupsi. Dalam peraturan perundangundangan memang tidak ada rumusan
mengenai apa itu perilaku koruptif. Namun perilaku sehari-hari yang merugikan
orang lain diantaranya mencontek, plagiarisme, berbohong, mencurangi, buang
sampah sembarangan, memberi uang pelican dalam hal pelayanan publik seperti
KTP dan SIM, dan lain sebagainya dan perbuatan tidak tepat waktu.

E. Sejarah perkembangan korupsi di Indonesia


Pelajaran yang dapat dipetik dari sejarah perkembangan korupsi di
Indonesia adalah:
Pertama, korupsi pada dasarnya berkaitan dengan perilaku kekuasaan.
Mengutip Lord Acton, kekuasaan memang cenderung untuk korup. Kekuasaan
yang berkuasa secara absolut, akan korup secara absolut pula. Kedua, korupsi
sangat erat kaitannya dengan perkembangan sikap kritis masyarakat. Semakin
berkembang sikap kritis masyarakat, maka korupsi akan cenderung dipandang
sebagai fenomena yang semakin meluas.

Berdasarkan kedua hal tersebut, tragedi yang dialami oleh pemerintahan


Orde Baru sesungguhnya dapat ditafsirkan secara mudah. Sebagaimana
diketahui, pemerintahan Orde Baru yang berkuasa lebih dari 30 tahun tersebut,

7
terutama menopang kekuasaannya dengan dukungan militer. Dengan sifat
seperti itu, pemerintahan Orde Baru sesungguhnya tidak hanya telah memerintah
terlalu lama, tetapi cenderung berkuasa secara otoriter.

Masa berkuasa secara otoriter yang terlalu lama itu, telah menyebabkan
semakin jauhnya pemerintahan Orde Baru teralienasi dari Jurnal Universitas
Paramadina, Vol. 2 No. 1, September 2002: 25-34 28 aspirasi yang hidup di
tengah-tengah masyarakat. Pada mulanya, sikap kritis masyarakat terhadap
tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Orde Baru, dapat direpresi
dengan mengendalikan media massa. Tetapi, sebagaimana terbukti kemudian,
tindakan seperti itu sama sekali tidak menolong. Sikap kritis masyarakat
terhadap meluasnya tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Orde
Baru, terus bertahan hidup seperti api dalam sekam.

Dengan latar belakang seperti itu, krisis ekonomi yang melanda


Indonesia pada penghujung 1997 dan awal 1998, sesungguhnya tidak lebih dari
sekedar momentum sejarah yang menyebabkan meledaknya kemarahan
masyarakat. Secara simbolik, kemarahan masyarakat memang tertuju kepada
Soeharto dan militer. Tetapi penyingkiran Soeharto dan militer dari gelanggang
kekuasaan, sama sekali tidak akan mengurangi sikap kritis masyarakat terhadap
perilaku kekuasaan. Sikap kritis masyarakat terhadap perilaku kekuasaan pasca
kejatuhan Soeharto, sudah sangat berbeda dari masa sebelumnya.

Bila demikian halnya, sangat wajar bila pemerintahan Presiden


Abdurrahman Wahid sangat cepat terjerembab ke dalam tuduhan melakukan
korupsi. Ini bukan soal volume korupsi. Bukan juga soal pembuktian tindakan
tersebut secara hukum. Secara struktural, persoalan yang dihadapi oleh
pemerintahan Presiden Wahid adalah persoalan hukum besi sejarah. Artinya,
terlepas dari semakin meluas atau tidaknya praktik korupsi di Indonesia, setiap
penguasa baru Indonesia harus berhadapan dengan hukum besi meningkatnya
sikap kritis masyarakat terhadap perilaku kekuasaan.

8
D. Urgensi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Melumpuhkan Perilaku Koruptif

Di dunia ini dalam sistem pemerintahan pastilah akan terjadi berbagai


macam penyelewenang yang terjadi, baik yang dilakukan secara sengaja maupun
tidak sengaja. Para pejabat-pejabat yang memiliki kekuasaan sering
menyalahgunakan kekuasaan tersebut dan menggunakannya untuk kepentingan
mereka sendiri tanpa memikirkan kepentingan-kepentingan bangsa dan
negaranya. Salah satu tindakan penyelewengan yang sangat sering terjadi
bahkan sampai sekarang ini adalah korupsi.

Korupsi adalah suatu tindakan dimana seseorang menyalahgunakan uang


negara secara diam-diam untuk kepentingan pribadi atau pun kepentingan lain
yang bukan menjadi urusan negara. Hal itu jika semakin marak terjadi, maka
akan berdampak sangat besar bagi negara dan hal itu akan membuat negara
tersebut terganggu dalam bidang ekonominya. Jika ekonomi terganggu, maka
kehidupan negara tersebut juga akan terancam bahaya.

Banyak negara-negara di dunia ini yang mengalami penyelewengan


tindakan korupsi, salah satunya adalah negara kita Indonesia. Di Indonesia
korupsi adalah hal yang sangat marak terjadi di pemerintahan, hal tersebut
terjadi karena banyak faktor, salah satunya yaitu rendahnya kekuatan iman yang
dimiliki pejabat. Pejabat harus memiliki iman yang kuat agar tidak mudah
terpengaruhi oleh sesuatu yang menggiurkan. Walaupun sudah didirikannya
KPK untuk memberantas korupsi, hal itu tidaklah cukup untuk menghilangkan
korupsi di Indonesia. Pemerintah harus lebih tegas terhadap pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi agar hal-hal yang buruk tidak akan terjadi pada
Indonesia.

Indonesia mempunyai suatu sumber dan pandangan yang harus


digunakan sebagai pedoman dalam melakukan segala sesuatu yaitu Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara Indonesia
bukan hanya sebuah ideologi tetapi, Pancasila merupakan prinsip yang harus di

9
miliki oleh setiap warga negara Indonesia. Dengan pengertian tersebut kita dapat
memaknai bahwa dalam setiap melakukan segala sesuatu kita harus berpegangan
pada Pancasila yang merupakan prinsip dasar negara kita. Jika kita melakukan
suatu kegiatan dengan berdasarkan pada Pancasila maka kehidupan antar
masyarakat akan terjalin dengan sangat baik, begitu juga dengan pemerintahan.

Dalam Pancasila terdapat lima sila yang dimana setiap sila-sila itu
memiliki arti yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang satu yaitu menciptakan
dan mewujudkan cita-cita negara Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan bahwa
korupsi merupakan salah 1 penyelewangan yang marak terjadi di Indonesia.
Tindakan tersebut bukan hanya melanggar aturan negara tetapi hal itu juga telah
melanggar ideologi dan prinsip terhadap Pancasila. Dengan menyelewengnya
tindakan terhadap Pancasila hal tersebut akan membuat cita-cita yang
didambakan oleh negara dan bangsa lama kelamaan akan menjadi hancur. Maka
dari itu terdapat hal penting dalam tindakan korupsi terhadap Pancasila yaitu
dengan kita melakukan tindakan korupsi kita sama saja telah menghancurkan
Pancasila yang telah susah payah dibuat oleh pendiri bangsa kita yang berjuang
mati-matian.

Sila pertama yang berbunyi “Ke-Tuhanan Yang Masa Esa” jika kita
melakukan tindakan korupsi berarti sama saja kita telah membohongi Tuhan.
Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” sila ini
memiliki makna untuk memperlakukan sesama manusia sebagai mana mestinya
dan melakukan tindakan yang benar, bermartabat, adil terhadap sesama manusia
sebagaimana mestinya. Dengan melakukan korupsi, berarti sama saja telah
melangggar sila kedua ini karena telah melakukan tindakan yang
memperlakukan kekuasaan dan kedudukan sebagai tempat untuk mendapatkan
hal yang diinginkan demi kebahagiaan diri sendiri dan juga membuat orang lain
menjadi rugi karena tindakan korupsi tersebut .

10
Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” yang memiliki makna
bahwa kedudukan masyarakat/rakyat itu sama di depan mata hukum tanpa
membeda-bedakan serta mendapat perlakuan yang sama di depan hukum
sehingga, dengan melakukan korupsi berarti sama saja telah melanggar sila ini.
Korupsi merupakan tindakan yang dapat menghilangkan kepercayaan
masyarakat sehingga hal tersebut akan membuat rakyat merasa menjadi
terintimidasi dan tidak peduli lagi terhadap tindakan yang telah dilakukan oleh
pemerintah. Lama kelamaan, hal ini akan membuat Indonesia menjadi tidak
harmonis.

Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat


Kebijaksanaan Dalam Permusyahwarataan Dan Perwakilan” dengan melakukan
tindakan korupsi berarti kita juga telah melanggar sila keempat ini karena sila ini
mengandung makna untuk bermusyawarah dalam melakukan dan menentukan
segala sesuatu agar tercapainya keputusan bersama yang berdampak baik bagi
Indonesia. Tetapi, dengan korupsi itu sama saja telah melakukan tindakan
dengan keputusan sendiri dan hal itu tidak baik karena dalam menentukan dan
melakukan segala sesuatu haruslah berdasarkan keputusan bersama karena
Indonesia sangat menjunjung tinggi musyawarah. Jika melakukan tindakan
korupsi berarti sama saja telah meremehkan kekuatan musyawarah dan hal itu
akan membuat negara menjadi terpecah belah.

Sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat


Indonesia” dengan adanya korupsi berarti telah melakukan tindakan yang
melenceng dari sila ini karena sila ini memiliki makna yaitu adil terhadap
sesama dan menghormati setiap hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat
Indonesia. Dengan tindakan korupsi menunjukan ketidakadilan antar pemerintah
dan masyarakat. Bukan hanya itu juga ketidakadilan terhadap negara sendiri
karena telah menggunakan sesuatu yang bukan haknya untuk dijadikan
kenikmataan bagi diri sendiri tanpa memikirkan tujuan awalnya hal tersebut
dilakukan.

11
Dari penjabaran tersebut kita dapat mengetahui bahwa tindakan korupsi
merupakan tindakan yang sangat fatal bagi negara, terutama tindakan korupsi
juga telah melanggar dan menyeleweng dari nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam Pancasila. Dengan menyelewengnya tindakan korupsi terhadap nilai-nilai
luhur Pancasila itu menyebabkan kondisi negara kita semakin bertambah buruk
dan banyaknya terjadi kegaduhan-kegaduhan yang sangat parah. Maka dari itu,
kita haruslah melakukan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat
dalam Pancasila, terutama bagi para pejabat agar ketika melakukan sesuatu tidak
menimbulkan penyelewengan-penyelewengan yang berdampak buruk bagi
negara.3

3
https://binus.ac.id/character-building/pancasila/sila-sila-pancasila-terhadap-tindakan-korupsi/

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menginisiasi krisis moral, tantangan, dan hambatan dalam upaya


pencegahan korupsi, terutama dalam peran aparat penegak hukum seperti KPK
dan birokrasi sebagai penyelenggara negara/daerah maka dapat dipastikan
seluruh masyarakat bertanggung jawab untuk mencegah korupsi melalui
paradigma berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, tindakan pencegahan
terhadap masalah tidak boleh begitu saja bertentangan dengan budaya yang
lahir dan ada di Indonesia. Dalam hal ini, cukup memberikan kesadaran kepada
mereka untuk memperbarui nilai-nilai dan/atau moral mereka yang harus dan
tidak boleh dilakukan. Dengan perspektif preventif yang dibentuk KPK dan
pemerintah negara bagian, pemberantasan korupsi mulai bergeser ke paradigma
preventif. Pengamalan Pancasila tidak hanya bergantung pada bunyi teks, tetapi
penyelenggara negara/birokrat dan/atau aparat penegak hukum harus
mengamalkan seluruh nilai-nilai Pancasila. Perilaku korupsi sudah dianggap
biasa dan sudah mapan di masyarakat. Korupsi mengkhianati nilai semua item
Pancasila. Makna, hakekat dan nilai-nilai pancasila harus dijadikan dasar
berbangsa dan bernegara. Keberadaan Pancasila sebagai pedoman dasar bagi
bangsa Indonesia belum dalam semangat antikorupsi dan belum bisa mencegah
antikorupsi. Padahal, Pancasila adalah karakter antikorupsi dan belum bisa
mewakili perilaku terpuji. Oleh karena itu, nilai-nilai antikorupsi yang menjadi
landasan moralitas untuk menghindari korupsi (jujur, disiplin, tanggung jawab,
keadilan, keberanian, kasih sayang, ulet, sederhana dan mandiri)
disosialisasikan dan diinternalisasikan bahkan oleh masyarakat Indonesia.
Proses habituasi nilai-nilai antikorupsi merupakan upaya preventif dalam
memusnahkan kejahatan korupsi.

14
DAFTAR PUSTAKA

A.Rahmat H.I. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi


Mengembangkan Etika Berwarganegara. Jakarta: Salemba.

M. Setiadi, Elly. 2005. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama.

Santiaji.P. 1988. Pancasila Suatu Tinjauan Filosofis, Historis Dan Yuridis


Konstitusional. Surabaya: Usaha Nasional.

Zubaidin, Achmad. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.


Yogyakarta: Paragdigma.

Rinardi, Haryono. (2017). Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa


Indonesia: Jurnal Sejarah Citra Lekha, 2(1), 148.

Aman. (2015). Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan 1945–1998. Yogyakarta: Ombak.

Ginting, Y. P., & Wartoyo, F. X. (2021). Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Melalui
Perspektif Nilai Pancasila. Jurnal Belo, 7(1), 55-67.

15
16

Anda mungkin juga menyukai