Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Pembuatan makalah dengan mengangkat judul
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA POLITIK” pada Mata Kuliah
Dasar Umum Pancasila , sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kami dalam
menyelesaikan Mata Kuliah Dasar Umum Pancasila sebagai mahasiswa Ilmu
Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta berpartisipasi
dalam pembuatan makalah ini.
Ketua Kelompok 5
II
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................ I
KATA PENGANTAR..................................................................................... II
KAJIAN TEORI............................................................................................. 7
KESIMPULAN............................................................................................... 19
SARAN ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur
kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Etika politik
Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etika yang
merupakan kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga
masyarakat Indonesia Ketika nilai-nilai Pancasila itu diyakini
kebenarannya, kesadaran etika juga akan lebih berkembang Ketika nilai
dan moral Pancasila itu dapat diimplementasikan kedalam norma-norma
yang diberlakukan di Indonesia.
Etika adalah teori tentang moral dalam arti yang pertama, yakni
keseluruhan kaidah dan nilai (Bruggink, 1999:225).Etika pada umumnya
dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang
dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku
manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap
kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81). Etika lebih
mengacu ke filsafat moral yang merupakan kajian kritis tentang baik dan
buruk, sedangkan etiket mengacu kepada cara yang tepat, yang
diharapkan, serta ditentukan dalam suatu komunitas tertentu.
4
kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban- kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai
manusia. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa
maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia
sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa
kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagi makhluk
yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa
masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah yang tidak
baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa
atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia
tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar
kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka
seseorang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik
menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai
dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu
aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran
harkat dan martabat manusia sebagai manusia.
5
dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan
suatu pedoman
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pada hakikatnya, Panc
asila sebagai suatu sist
em filsafat merupakan
suatu nilai
yang bersumber dari se
gala penjabaran norma,
baik norma hukum, no
rma sosial, maupun
6
norma kenegaraan lai
nnya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pa
ncasila memberikan
dasar-dasar yang bersi
fat fundamental dan u
niversal bagi manusia,
baik dalam hidup
bermasyarakat, berban
gsa, dan bernegara. Nil
ai-nilai tersebut sifatny
a praksis atau nyata
7
dalam masyarakat, ba
ngsa maupun negara,
yang kemudian dijaba
rkan dalam suatu
norma- norma yang je
las hingga menjadi su
atu pedoman. Jadi sil
a-sila Pancasila
merupakan suatu sist
em nilai- nilai etika y
ang merupakan sumb
er norma yang pada
8
gilirannya harus dijaba
rkan lebih lanjut dalam
norma-norma etika, m
oral, maupun norma
hukum dalam kehidup
an kenegaraan maupu
n kebangsaan.
Politik secara sederhan
a dapat diartikan sebag
ai suatu kegiatan untuk
mencapai
9
cita-cita yang berhubu
ngan dengan kekuasaa
n. Pancasila sebagai da
sar negara, menjadi
pedoman tolak ukur ke
hidupan berbangsa da
n bernegara harus dipa
hami, dihayati dan
diamalkan dalam tata
kehidupan berpolitik.
BAB I
PENDAHULUAN
10
I. Latar Belakang
Pada hakikatnya, Panc
asila sebagai suatu sist
em filsafat merupakan
suatu nilai
yang bersumber dari se
gala penjabaran norma,
baik norma hukum, no
rma sosial, maupun
norma kenegaraan lai
nnya. Nilai-nilai yang
11
terkandung dalam Pa
ncasila memberikan
dasar-dasar yang bersi
fat fundamental dan u
niversal bagi manusia,
baik dalam hidup
bermasyarakat, berban
gsa, dan bernegara. Nil
ai-nilai tersebut sifatny
a praksis atau nyata
dalam masyarakat, ba
ngsa maupun negara,
12
yang kemudian dijaba
rkan dalam suatu
norma- norma yang je
las hingga menjadi su
atu pedoman. Jadi sil
a-sila Pancasila
merupakan suatu sist
em nilai- nilai etika y
ang merupakan sumb
er norma yang pada
gilirannya harus dijaba
rkan lebih lanjut dalam
13
norma-norma etika, m
oral, maupun norma
hukum dalam kehidup
an kenegaraan maupu
n kebangsaan.
Politik secara sederhan
a dapat diartikan sebag
ai suatu kegiatan untuk
mencapai
cita-cita yang berhubu
ngan dengan kekuasaa
14
n. Pancasila sebagai da
sar negara, menjadi
pedoman tolak ukur ke
hidupan berbangsa da
n bernegara harus dipa
hami, dihayati dan
diamalkan dalam tata
kehidupan berpolitik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkanlah rumusan
masalah berikut :
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka didapatkanlah tujuan
penulisan berikut :
15
2. Untuk mengetahui hubungan pancasila dengan system politik.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Etika
Etika adalah perilaku yang baik yang sudah ditanamkan di diri
seseorang sejak dari dulu, etika adalah hal yang paling mendasar yang
dipelajari di Pendidikan manusia. Semua orang mulai dari anak kecil
hingga besar tentunya mengerti tentang etika karena Pendidikan etika
seharusnya mulai diberi sejak kecil melalui pendidik pertama yaitu orang
tua. Etika adalah perilaku, tingkah laku seseorang.
17
B. Pengertian Politik
Politik berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki makna
bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik atau “negara” yang
menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari system itu dan
diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk pelaksanaan tujuan-
tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umu atau public
policies, yang menyangkut pengaturan dau pembagian atau distributions
dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
itu diperlukan suatu kekuasaan (power), dan kewenangan (authority) yang
akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Secara operasionasl bidang
politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionsmaking),
kebijaksanaan (policy), pembagian (distributions) serta alokasi
(allocation).
C. Definisi Pancasila
Pengertian Pancasila Menurut Tokoh Sejarah dan Ahli, pancasila adalah
dasar negara dan ideologi Indonesia yang menjadi landasan dalam
pembangunan dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengertian Pancasila
telah didefinisikan oleh berbagai tokoh sejarah dan ahli, yang memberikan
pemahaman yang beragam namun tetap mencerminkan nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya. Dalam landasan teori ini akan membahas pengertian
Pancasila menurut beberapa tokoh sejarah dan ahli yang berperan penting
dalam perumusannya.
1. Soekarno
18
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ia menjelaskan bahwa Pancasila bukan
hanya sekedar dasar negara, tetapi juga merupakan panduan moral yang
harus dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Muhammad Yamin
19
BAB III
PEMBAHASAN
Sejarah dari etika politik telah ada sejak lama, jadi pemikir politik
di periode klasik menjawab tentang struktur organisasi yang paling baik.
Menurut pendapat Plato, negara baik adalah merupakan yang mampu
mewujudkan suatu konsen keadilan yang dikemas sejalan dan selaras pada
pemimpin agar tujuannya merealisasikan negara ideal. Plato berkeyakinan
etika politik seperti itu paling efesien untuk memenuhi kecukupan semua
rakyat, namun demikian dapat meningkatkan kesejateraan di masyarakat.
Menurut Aritoteles, bahwa pendekatan etis yang diterapkannya merupakan
kebahagiaan. Bagi Aristoteles adanya sebuah negara, masyarakat hidupnya
lebih sejahtera, jadi sikap atau perbuatan manusia harus lebih
mengutamakan sikap etis. Negara baik merupakan negara mampu
organisasinya tepat dan tugasnya pengalaman. Pada periode klasik, para
filsuf belum mengetahui tentang legitimasi kekuasaan. Pada waktu itu
etika politik belum merefleksikan nilai transendental dan belum paham arti
kesejahteraan. Pada masa ini legitimasi etis menjadi tersorot pada etika
politik. Legitimasi ada pada Negara itulah pendapat dari Augustinus,
hingga dapat perbedaan yakni negara Allah dan negara duniawi. Negara
Allah pada nantinya memperoleh pada kesempurnaan akhir zaman, adapun
suatu saat negara hancur Ketika datangnya akhir zaman. Dalam hal
tersebut Augustinus belum menjelaskan etika politik berdasarkan teoritis.
20
Munculah perkembangan selanjutnya yaitu Thomas Aquinas. Dia lebih
memfokuskan pada bidang politik dan negara saja, terkhusus pada
kaitanhukum kodrat dan negara. Pendapatnya hukum moral lebih
menggambarkan kebijaksaan ilahia. Dalam pendekatan ini sebagai bentuk
kepatuhan seorang hamba pada tuhannya. Subtansi dari pandangan
Thomas Aquinas in adalah bahw keberadaan negara adalah berdasarkan
kodrat seorang manusia Berikutny berkembangannya dalam kajian etika
politik lebih sistematis. Di abad ke-17 muncul tokoh-tokoh filsafat yang
mengembangkan pokok-pokok etika politik. Konsep John Locke tentang
"memisahkan kekuasaan gereja dengan kekuasaan negara", "Kebebasan
berpikir dan bernegara", "pembagian kekuasaan", dan konsep "hak asasi
manusia”. Dan selain itu ada tokoh lain dengan minat mengkaji etika
politik, yakni Montesqueie dengan pendapat "pembagian kekuasaan",
Rousseau dengan pemikiran "Kedaulatan rakyat". Khan dengan gagasan
tentang "Negara hukum demokrasi/republican".
B. Etika Politik
Etika adalah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia.
Etika juga berhubungan dengan logika dan estetika karena karakternya
yang normatif. Logika sendiri memiliki norma-norma yang tidak mungkin
dilanggar jika tidak ingin disebut sebagai orang yang tidak berpikiran
normal.
21
tentang adat dan budaya kebiasaan untuk mengatur tingkah laku manusia
dengan Allah Tuhan YME dan Alam semesta.
22
kehidupan masyarakat, mulai dari kehidupan sosial, budaya, hukum,
politik, hingga ekonomi. Perilaku para elite politik hanyalah salah satu dari
dimensi etika politik (Haryatmoko, 2003). Tiga dimensi tersebut, yaitu:
1. Dimensi Tujuan
Dimensi ini merumuskan atau mencapai upaya kehidupan yang
sejahtera dan damai bagi masyarakat dengan landasan kebebasan
dan keadilan. Sebagai negara demokratis, Indonesia wajib
menetapkan kebijakan umum dengan prioritas, program, metode,
dan landasan filosofis yang jelas. Kejelasan tujuan yang terumus
dalam kebijakan publik ini mencerminkan ketajaman visi seorang
pemimpin dan kepeduliannya terhadap aspirasi dan kesejahteraan
masyarakat. Aspek moral dari dimensi tujuan terletak pada
kemampuan menentukan arah yang jelas dari kebijakan umum dan
akuntabilitasnya
2. Dimensi Sarana
Dimensi sarana memungkinkan tercapainya tujuan saran,
dimana tercermin dari sistem dan prinsip dasar pengorganisasian
praktik penyelenggaraan negara dan juga pelembagaan lembaga
sosial. Dimensi sarana mengandung dua pola normatif.
23
Disposisi kekuasaan ini membantu mengkalkulasi kemampuan
dan dampak aksi politik. Penguasaan manajemen konflik merupakan
syarat aksi politik yang etis. Dalam hal utama, aktor atau pelaku
politik harus mampu menguasai diri dan berani memutuskan apa
yang dianggap baik dan benar serta siap menghadapi risikonya.
Untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketenangan pada masyarakat
yang berlandaskan kebebasan dan keadilan, perlu diciptakan sinergi
antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik.
24
adanya etika politik atau kode tingkah laku (code of Conduct ),
tindakan sikap dan perilaku politik para penyelenggara negara dan
elite politik dapat berseberangan dengan visi, misi, dan tujuan.
luhur bangsa. Demikian pula, tanpa kehadiran etika politik, maka
kesejahteraan, keadilan, dan kebahagiaan tertinggi masyarakat
tidak dapat terwujud.
25
Setelah demokrasi terpimpin ini berakhir, dilanjutkan dengan masa
orde baru. Sistem politik dimana militer terjun ke dalam pemerintahan.
Hal ini memang kelanjutan dari demokrasi terpimpin yang menganggap
bahwa para politisi tidak cakap mengurusi negara sehingga militer sampai
harus turun tangan. Namun dalam perjalanannya kekuasaan yang ada
dalam sistem politik orde haru kehilangan batasannya. Kekuasaan yang
berlaku menjadi absolut dan otoriter. Pemerintahan dipegang sepenuhnya
oleh penguasa. Tentu, kekuasaan ini bertentangan dengan demokrasi.
Kekuasaan ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang menyedihkan.
Pembungkaman pendapat menjadi hal yang mendasari keterbelakangan
rakyat. Akhirnya pada tahun 1998 terjadi perlawanan terhadap rezim ini.
Namun ternyata pada masa ini kekuasaan absolut pada masa lalu
mulai menjelma dalam bentuk lain. Seperti yang dikemukakan oleh
Purnaweni (2004: 123), "Berbagai upaya untuk membangun sentralisasi
otoritas dengan mobilisasi simbol-simbol karisma politik mulai dilakukan,
dalam rangka memberikan kesan bahwa telah lahir sebuah potensi
kepemimpinan baru yang sangat layak untuk memimpin Indonesia ke
depan". Dominasi politik oleh penguasa bukanlah hal yang diinginkan oleh
masyarakat. Namun politik yang mampu memberikan kemerdekaan bagi
dua pihak.
26
ketegangan. Sungguh hal yang tidak etik bagi pelaku politik yang
memiliki mandat untuk memimpin negara. Dari ketidakstabilan politik
Indonesia tersebut, terdapat dua penyebab yang mendasarinya. Seperti
yang dikemukakan oleh Anggara S (2015 : 24) penyebab ketidakstabilan
politik Indonesia adalah:
1. Falsafah tidak besar pengaruhnya terhadap sistem politik dan
politisi.
2. Belum ditemukan standar dan model sistem politik Indonesia yang
sesuai dan mendukung cita cita negara.
Berdasarkan hal tersebut, penghidupan Pancasila dalam
perpolitikan Indonesia sangat perlu dilakukan demi mencapai cita-cita dan
tujuan negara.
27
politik yang dilakukan oleh organisasi. lembaga, bahkan perorangan. Jika
semua warga negara memahami nilai- nilai itu dan
menginternalisasikannya, maka kehidupan berbangsa dan bernegara ini
akan berjalan harmonis. Berikut akan dijabarkan mengenai nilai- nilai
Pancasila dalam bidang politik.
28
selalu berusaha untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang merugikan
rakyatnya. Seperti halnya korupsi, KKN dan berbagai perbuatan tak
merugikan lainnya. Begitupun dengan rakyatnya. Rakyat yang
berkeyakinan kuat kepada tuhannya akan menerima keputusan dari
pemimpinnya. Karena rakyat pun yakin, Tuhan memilih pemimpinnya
sebagai pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Kecemburuan-kecemburuan yang terjadi antar pelaku politik akan mudah
diatasi. Hal ini dapat terwujud dengan baik jika kedua belah pihak sama-
sama memiliki keyakinan yang kuat kepada Tuhan. Jika salah satu saja
yang memiliki keyakinan kuat itu, maka kehidupan berbangsa dan
bernegara. tidak akan berjalan dengan baik.
29
3. Sila Persatuan Indonesia
Dalam sila ketiga ini juga, persatuan merupakan hal yang sangat penting
bagi negara Indonesia. Negara dengan keberagaman yang luar biasa kaya ini
memerlukan persatuan yang kuat. Tentunya persatuan yang kuat sangat
diperlukan jika eksistensi bangsa Indonesia ingin terus ada. Keberagaman yang
kaya ini dapat menjadi sebuah keuntungan sekaligus boomerang tersendiri.
Keberagaman yang dikelola dengan baik menggunakan tali pengikat yaitu berupa
toleransi akan menjadi katalisator dalam kemajuan negara Indonesia. Berbagai
Keragaman itu bisa membentuk ide-ide dan gagasan yang sangat bagus jika
dikelola dengan baik. Politik yang terjadi dengan menggunakan toleransi akan
melahirkan suatu hasil yang indah. Layaknya pelangi dengan berbagai warna itu
diatur menurut aturan tertentu. Kehidupan yang harmonis akan tercipta jika
keragaman itu dimaknai sebagai sebuah anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Namun
sebaliknya yang akan terjadi jika kebergamanan tidak dikelola dengan baik.
Pertikaian, pertengkaran, hingga peperangan dapat terjadi. Ketidakmampuan
dalam memaknai keberagaman itu akan memecah belah bangsa Indonesia dengan
mudah. Jika persatuan ini terus saja diabaikan dan tidak dikelola, maka umur dari
bangsa Indonesia tidak akan bertahan lama. Peperangan Antar suku, agama,
ideologi dapat terjadi dengan mudah. Mungkin saja Bangsa Indonesia hanya
tinggal nama. Apalagi jika keberagaman ini masuk ke ranah politik maka pihak
yang berkuasa akan mengendalikan sepenuhnya kekuasaan tanpa memperhatikan
toleransi lagi.
30
membuka peluang sebesar-besarnya bagi rakyat yang ingin memasuki
pemerintahan. Namun dalam prakteknya pemerintahan. tidaklah dipimpin oleh
seluruh rakyat yang ada dari Sabang hingga Merauke. Tetapi dilakukan oleh
perwakilan- perwakilan tiap daerah. Para wakil- wakil itulah yang akan
menyampaikan aspirasi rakyat.
31
Maka dari itu, pemahaman akan nilai perwakilan, kerakyatan dan
persatuan dari sila keempat ini sangat perlu dilakukan. Tidak hanya rakyat biasa,
para penguasa seperti bupati, walikota dan Gubernur harus memahami hal ini.
Caranya dengan menerima, menghormati, dan menghargai setiap perbedaan yang
ada. Juga mengetahui dan memahami tugas dan fungsi masing-masing. Sehingga
sistem perwakilan itu berjalan dengan baik.
Setiap kebijakan yang dibuat jika berasaskan pada keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia maka tidak akan ada rakyat yang protes terhadap pemerintah.
Semua kebijakan yang berkeadilan akan diterima dengan baik. Membentuk
keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan
dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika
Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai
sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti
korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.
33
B. Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35