Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


Dosen Pengampu:
Drs. Muh Tang, M.Pd.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5:

- MUHAMMAD TORIPUJI FAHRUDDIN S (45222110)


- MUH ALDIANSYAH KILIAN (45222109)

PROGRAM STUDI D4 ADMINISTRASI BISNIS


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
2023

i
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. ABSTRAK .................................................................................................................................. 1
BAB II..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
A. Etika secara umum ...................................................................................................................... 3
B. Etika Pancasila ............................................................................................................................ 4
C. Bidang Etika Politik .................................................................................................................... 5
D. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma ........................................................................................... 5
E. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis ....................................................................... 6
F. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara RI................................... 6
G. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila ................................................................................. 7
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.............................................................................................. 7
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab .............................................................................. 8
c. Sila Persatuan Indonesia ......................................................................................................... 8
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan....................................................................................................................................... 8
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia .............................................................. 8
H. Etika Politik Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara ................................................... 8
BAB III ................................................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
B. Saran ......................................................................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. ABSTRAK
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai luhur
merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma moral, norma hukum
maupun norma kenegaraan lainnya. Adapun nilai-nilai tersebut akan dijabarkan secara
jelas sehingga dapat dijadikan sebagai suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi:

1. Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat
diukur dari sudut baik maupun yang buruk.
2. Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai–nilai
etika yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
Adakah terdengar lagi gaung Pancasila dalam kancah kehidupan bangsa Indonesia
dewasa ini? Agaknya untuk melihat hal itu, perlu penelaahan yang cukup luas sudut
pandangnya. Atau dapat dikatakan bahwa jika Pancasila dilihat sebagai sebuah fenomena,
maka perlu juga dilihat fenomena atau esensi dari fenomena itu, dengan begitu sudut
pandangnya tidak hanya dibatasi padatataran luaran yang nampak, tetapi juga berupaya
melihat apa yang sedang terjadi di dalamnya.
Akhir-akhir ini kita tahu bahwa, Pancasila sedang mengalami satu fasedelegitimize,
keberadaan Pancasila akhir-akhir ini yang sebagai sebuah pandangan hidup Bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup bersama tak lagi “diakui”. Pancasila sekarang sudah
tidak sakti lagi, meski kita masih sering mendengar tiap tahunnya pada akhir bulan
September dan awal Oktober selalu ada peringatan hari Kesaktian Pancasila. Ada satu hal
yang selama ini menjadi pertanyaan terkait dengan Pancasila ini.
Apakah Pancasila benar-benar ada dalam diri bangsa ini, yang sejak awal
dirumuskan hingga sekarang ini, disepakati sebagai pedoman peri kehidupan dan cara
pandang bersama sebagai sebuah bangsa yang beraneka ragam? Atau ia hanyalah sebuah
slogan yang didengungkan sebagai sebuah pilihan-pilihan para politis kita untuk
melegitimasi atau mengukuhkan keberadaan bangsa Indonesia. Hanya sebagai legitimator
yang sekali-kali digunakan kala dibutuhkan. Tak pernah benar- benar menjadi pedoman
hidup bangsa ini.
Dengan cara lain kita dapat melihat hal itu. Pertama, Pancasila ada sebagai
pedoman bangsa setelah dirumuskan dan ditetapkan sebagai pedoman hidup bangsa ini.
Kedua, Pancasila sebenarnya telah hadir dalam kelokalan-kelokalan bangsa ini yang
kemudian disintesiskan dan dinyatakan sebagai sebuah pedoman hidup bersama oleh

1
kelompok-kelompok lokal yang telah menyatu menjadi sebuah bangsa yang besar, yaitu
Bangsa Indonesia. Dari uraian di atas, pertanyaan yang sangat urgen untuk dijawab yaitu:
1. Pengertian etika politik dalam Pancasila.
2. Peran Pancasila sebagai etika politik.
3. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Pancasila sebagai etika politik.
4. Norma-norma apa yang terdapat pada Pancasila sebagai etika politik
5. Memahami pengertian Pancasila.
6. Memahami pengertian teori asal mula terbentuknya Pancasila.
7. Memahami dan menjelaskan tentang hubungan Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945
8. Memahami dan menjelaskan pemikiran dan pelaksanaan Pancasila serta
Reformasi

Pengertian secara sederhana tentang Politik adalah Suatu kegiatan untuk mencapai cita-
cita yang berhubungan dengan kekuasaan, Pancasila yang diakui sebagai dasar negara,
sebagai pedoman dan toluk ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik
Indonesia, harus dipahami, dihayati dan diamalkan dalam tata kehidupan berpolitik.
Etika politik Pancasila adalah suatu proses pengambilan keputusan dan kebijakan
lainnya yang harus dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, karena Pancasila mempunyai nilai
yang sangat fundamental sebagai dasar falsafah Bangsa Indonesia sebagaimana yang
tercantum dalam UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara dan penyelenggara
Negara harus mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam
segala bidang kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat, karena Pancasila
merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai, karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah- masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak
susila”, “baik” dan “buruk”, sifat seseorang dikatakan susila atau bijak apabila ia
melakukan kebajikan, sebaliknya seseorangdikatakan tidak susila apabila ia melakukan
kejahatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika secara umum

Pada masyarakat di belahan dunia manapun, terdapat nilai-nilai dasar perilaku yang
secara umum diakui sebagai norma yang harus dipatuhi, selain peraturan atau norma
hukum. Norma tersebut biasa disebut etika. Etika dalam arti sempit sering dipahami
masyarakat sebagai sopan santun. Sedangkan etika secara umum/luas adalah suatu norma
atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi
seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk. Etika merupakan suatu ilmu tentang
kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut
prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika adalah
kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat.
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang
artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif
dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya. Ada juga pendapat para ahli. Menurut
Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan,
acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia. Drs. H. Burhanudin Salam
berpendapat, etika adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu
nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku manusia ke dalam
kehidupannya. Sedangkan menurut Poerwadarminto, etika adalah ilmu pengetahuan
tentang suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan buruknya
yang sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
Masih banyak lagi pendapat para ahli, dapat disimpulkan etika merupakan suatu ilmu
yang berhubungan dengan perilaku dan bersumber dari akal dan berbeda dengan norma-
norma lainnya. Terdapat beberapa karakteristik etika yang membedakannya dengan norma
lainnya. Adapun ciri-ciri etika adalah sebagai berikut:

1) Etika tetap berlaku meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan.
2) Etika sifatnya absolut atau mutlak.
3) Dalam etika terdapat cara pandang dari sisi batiniah manusia.
4) Etika sangat berkaitan dengan perbuatan atau perilaku manusia.

Dengan demikian, selain sebagai norma yang terlihat pada perilaku, etika juga harus
melekat/dijiwai oleh manusia, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial/bermasyarakat dan di tempat kerja.

3
B. Etika Pancasila

Sebagai sistem etika mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai pancasila,
yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima nilai
tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Meskipun nilai-nilai Pancasila merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas
sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa indonesia, namun sebenarnya nilai-
nilai pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

1. Nilai yang pertama yakni ketuhanan, Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai
nilai tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan
diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan baik dikatakan baik apabila tidak bertentangan
dengan nilai, kaedah dan hukum tuhan.
2. Nilai kedua yakni kemanusiaan, Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan, Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan pancasila adalah keadilan
dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan,antara lahir dan batin,jasmani dan
rohani. Sedangkan keadaban mengindikasi keunggulan manusia di banding dengan
makhluk lain seperti tumbuhan, hewan, dan benda tak hidup. Karena itu, suatu perbuatan
dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada
konsep keadilan dan keadaban dari nilai kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan
contohnya seperti tolong menolong, penghargaan, kerja sama dan lain lain.
3. Nilai yang ketiga yakni persatuan, Perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat
persatuan dan kesatuan. Karena sangat mungkin seseorang seakan akan mendasarkan
perbuatannya atas nama agama, namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah
persatuan dan kesatuan maka pandangan dari etika pancasila bukan merupakan perbuatan
baik.
4. Nilai keempat yakni kerakyatan, Dalam kaitan dengan kerakyatan terkandung nilai lain
yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan
tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah di banding
mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat
untuk orang banyak. Namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang di
dasarkan pada konsep hikmah atau kebijkasanaan.
5. Nilai yang kelima yakni keadilan, Nilai keadilan pada sila kelima lebih di arahkan pada
konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut kohlberg, keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap
pribadi masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat,
nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif.

4
C. Bidang Etika Politik

Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan
berlandaskan kepada Akhlak ilmu tentang adat dan budaya kebiasaan untuk mengatur
tingkah laku manusia dengan Allah Tuhan Yang Maha Esa dan alam semesta. Etika dan
moral mengandung kesamaan menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan. Etika
sendiri sering disamakan dengan moral. Sebenarnya etika merupakan cabang
dari filsafat yang di dalamnya mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran
filosofis. Etika dan moral memiliki perbedaan dari segi perspektif
dan esensi pengertiannya. Moral merupakan ajaran tentang perilaku baik dan buruk yang
berperan sebagai panduan bertindak manusia. Sementara etika adalah cabang filsafat yang
menyoroti, menganalisis dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa perlu mengajukan
sendiri tentang ajaran yang baik dan buruk.

Kajian etika politik melingkupi filsafat dan etika. Tindakan politik di dalam etika
politik dinilai menggunakan filsafat politik dengan berdasarkan pada kebaikan dan
keburukan yang ditimbulkannya. Etika politik merupakan salah satu jenis dari etika
sosial. Fungsi dari etika politik adalah sebagai salah satu pengatur keseimbangan di
dalam pemisahaan kekuasaan antara lembaga legislatif dan eksekutif. Etika politik
dikatakan mengambil peran dalam budaya politik jika memiliki kemampuan untuk
mengendalikan lembaga-lembaga dan mekanisme politik. Manfaat dari etika politik adalah
terjaganya pergaulan politik yang bersifat harmonis.

Tujuan:
Etika politik bertujuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang digunakan
untuk mengatur politik di dalam masyarakat. Tujuan etika politik berkaitan dengan cara
pertanggungjawaban politikus terhadap tindakan politiknya dan legitimasi moral. Etika
politik juga bertujuan memberikan aturan-aturan dalam pemberian pengakuan wewenang
agar tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat.

D. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma

1. Nilai: sesuatu yang berasal dari akal pikiran manusia dan juga merupakan hal yang
akan mengarahkan manusia dalam setiap tindakannya. Nilai ini pada dasarnya tidak
memiliki wujud yang jelas karena nilai ini berhubungan dengan hati nurani yang ada
pada diri seseorang yang bisa membuat seseorang melakukan tindakan yang
bermanfaat.
2. Moral: sesuatu yang digunakan oleh manusia untuk membatasi tingkah lakunya.
Moral ini akan membantu manusia untuk mengidentifikasi hal yang baik dan hal yang
buruk.
3. Norma: suatu aturan yang dibuat dan juga disetujui dalam masyarakat. Norma ini
memiliki sifat yang mengikat karena akan ada sanksi yang diberikan kepada para
pelanggar norma.

5
E. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis

1. Nilai dasar merupakan hakikat, makna, atau esensi yang terkandung dalam pancasila
itu sendiri. Nilai dasar ini bersifat universal karena merupakan sesuatu yang dianggap
sebagai eviden truth atau sebuah kebenaran hakiki yang disetujui oleh semua orang.
Karena merupakan kebenaran haikiki, tentu saja nilai dasar ini merupakan nila-nilai
positif yang berguna bagi semua orang. Selain itu, nilai-nilai itu juga harus merupakan
gambaran atau kristalisasi dari karasteristik komunitas yang disetuju, karena kelak
akan menjadi dasar dari segala aktivitass di komuntas tersebut.
2. Nilai instrumental merupakan nilai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya
berbentuk norma sosial dan norma hukum yang diwujudkan dalam peraturan dan
mekanisme lembaga-lembaga negara. Nilai instrumental dapat berubah dalam
pengembangan dan pengamalannya sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Perubahan
tersebut tidak boleh menyimpang dari nilai dasarnya. Sifat dinamis dan inovatif nilai
instrumental memungkinkan Pancasila dapat senantiasa beradaptasi dan mengikuti
perkembangan zaman tanpa meninggalkan prinsip dasarnya. Dilihat dari kandungan
nilainya, Contoh nilai instrumental adalah segala kebijaksanaan, strategi, organisasi,
sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang menindak lanjuti nilai dasar.
Contoh tersebut adalah TAP MPR, undang-undang atau UU, Peraturan pemerintah
pengganti undang-undang atau perpu, peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan
lain-lain.
3. Nilai Praksis merupakan nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kenyataan.
Nilai-nilai praksis Pancasila adalah nilai etika atau nilai moral. Penjabaran nilai-nilai
Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dilakukan perubahan dan perbaikan
sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan aspirasi
masyarakat. Contoh nilai praksis Pancasila adalah segala interaksi antara nilai
instrumental dengan situasi konkret pada tempat dan situasi tertentu.

F. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara RI

Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai-nilaiterpadu


berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita
memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan 1945,
makahakikatnya nilai-nilai pancasila tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pokok pikiran pertama, negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu
negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Negara mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Ini
merupakan penjabaran dari sila ketiga.
2. Pokok pikiran kedua, menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

6
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini
penjabaran dari sila kelima.
3. Pokok pikiran ketiga, menyatakan negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Pokok pikiran ini mejunjukkan
negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan di tangan, sesuai
dengan sila ke empat.
4. Pokok pikiran keempat, menyatakan berdasarkan atas ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini
sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Uraian diatas menunjukkan bahwa Pancasila dan pembukaan UUD 1945
dapatdinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara yang fundamental, karena
didalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai berikut:
a. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara
(Negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan asas kerohanian
negara Pancasila
b. Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu pancasila maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang
dasar Negara Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.

Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan
kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum apapun
tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubungan Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-
nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat
Pancasil tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran
negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

G. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila

Dalam kelima sila Pancasila tersebut, terkandung nilai-nilai yang memberikan suatu
pedoman yang sangat baik dan apabila dipraktikkan akan membuat kehidupan warga
negara Indonesia lebih bermartabat.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Dalam sila 'Ketuhanan yang Maha Esa' terkandung nilai bahwa negara yang
didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahkluk
Tuhan Yang Maha Esa. Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara bahkan moral penyelenggara negara, politik negara,
pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara,
kebebasan dan HAM harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

7
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila 'kemanusiaan yang adil dan beradab', terkandung nilai-nilai bahwa
negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk
yang beradab. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai
kemanusiaan sebagai mahkluk yang berbudaya bermoral dan beragama. Itulah
mengapa, dalam kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral
kemanusiaan untuk saling menghargai, sekalipun terdapat perbedaan karena hal
itu merupakan suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan
dalam kehidupan bersama.

c. Sila Persatuan Indonesia


Dalam sila 'Persatuan Indonesia' terkandung nilai bahwa negara adalah
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai mahkluk individu dan
makhluk sosial.
Adanya perbedaan bukan untuk menjadi konflik dan permusuhan, melainkan
diarahkan pada suatu yang saling menguntungkan, yakni persatuan dalam
kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan Perwakilan
Nilai filosofis yang terkandung di dalam sila keempat, bahwa hakikat negara
adalah sebagai bentuk sifat kodrati manusia sebagai mahkluk individu dan
makhluk sosial. Negara adalah dari dan oleh rakyat. Rakyat merupakan asal mula
kekuasaan neagra. Maka itu, dalam sila 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan', terkandung nilai demokrasi
yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Dalam sila kelima terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai
tujuan dalam hidup bersama. Dalam sila kelima tersebut juga terkandung nilai
keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial).
Keadilan tersebut harus didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan,
yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya.

H. Etika Politik Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Sesuai dengan Tap. MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika


kehidupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat
universal dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam Pancasila sebagai acuan
dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Pola berpikir untuk membangun kehidupan berpolitik secara jernih mutlak diperlukan.
pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik yang
berdasarkan kepada Iman dan Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, menggalang

8
suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia, yang berbudi kemanusiaan luhur, yang
mengindahkan kaidah-kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang bersih dan jujur,
dan menjalin asas pemerataan keadilan di dalam menikmati dan menggunakan kekayaan
negara. Membangun etika politik berdasarkan Pancasila akan diterima baik oleh segenap
golongan dalam masyarakat.
Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah urgen.
Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir, dalam rangkah
menata kembali kultur politik bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara telah
memiliki hak-hak politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara akan
saling bersosialisasi, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama warga negara dalam
berbagai wadah, yaitu dalam wadah infra-struktur dan supra-struktur.
Wadah infrastruktur antaralain: mimbar bebas, unjuk rasa, bicara secara lissan atau
tulisan, aktifitas organisasi partai politik atau lembaga sosial kemasyarakatan, kampanye
pemilihan umum, penghitungan suara dalam memilih wakil di DPR atau pimpinan
eksekutif. Disamping wadah supra-struktur antara lain semua lembaga legislatif di semua
tingkat dan jajaraan eksekutif (mulai dari Presiden sampai ke RT/RW) dan semua jajaran
lembaga kekuasaan kehakiman (tingkat pusat sampai ke daerah-daerah). Semua wadah
tersebut telah diatur dengan perundang-undangan dengan sedemikian rupa agar hak-hak
politik terdapat berjalan sebagaimana mestinya.
Sudahkah kita sebagai warga negara telah berpodaman kepada perundang-undang
yang berlaku dalam menjalankan hak-hak politik kita itu. Jawaban yang sesuai adalah
hati nurani dan kejujuran batin, karena hukum positif yang berlaku tidak menjamin
bahwa hak-hak politik warga negara telah dilaksanakan. Beberapa kasus dapat kita lihat,
seperti korupsi, pelanggaran pemilihan umum, politik uang dalam merebut jabatan dan
lain sebagainya hanya dapat dirasakan tetapi sangatlah sulit untuk dibuktikan secara
hukum, sehingga terjadi bermacam ketidakadilan. Oleh sebab itu, semua pelanggaran dan
kejahatan ini sangat sulit dibrantas melalui jalur hukum, kecuali hanya etika berpolitik
yang berasaskan nilai-nilai Pancasila yang betul-betul ada keinginan dari setiap warga
negara sebagai insan politik mau mengalamankan dalam kehidupan riil dalam
masyarakat.
Etika politik lebih banyak bergerak dalam wilayah, dimana seseorang secara ikhlas
dan jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut kepada sanksi
daripada hukum yang berlaku. Dalam demokrasi liberal, sering ditemukan apabila
seseorang kepala pemerintahan gagal melaksanakan tugasnya sesuai dengan janjinya saat
kampanye pemilihan umum, atau dituduh terlibat korupsi yang belum sampai dibuktikan
di pengadilan, maka pemimpin itu mengundurkan diri. Ada suatu pandangan dalam
demokrasi liberal bahwa jabatan publik (Perdana Menteri, anggota parlemen, hakim,
pegawai birokrasi dan lain-lain) di anggap suci, mulia dan terhormat dalam negara. Oleh
sebab itu, setiap orang yang berkeinginan atau sedang menduduki jabatan tersebut harus
bersih dan jujur. Apabila ada tuduhan masyarakat bahwa seseorang pejabat publik tidak
bersih, maka hati nurani pejabat tersebut langsung mengundurkan diri. Kasus di negara
Malaysia tahun 1990-an adalah suatu contoh dalam perkara ini, dimana Muhammad bin
Muhammad Tahib adalah Gubernur (Menteri Besar) Negara bagian Selangor dituduh
melakukan suatu pelanggaran hukum, namun beliau mengundurkan diri dari Gubernur

9
dan kemudian mempertangungjawabkan perbuatannya secara hukum, ternyata tidak
bersalah tetapi beliau rela tidak kembalai ke jabatan semua. Bagaimana dengan
Indonesia, dimana ada diantara pejabat publik yang dijatuhi hukuman penjara di
pengadilan tingkat rendah belum juga bersedia untuk mengundurkan diri atau banyak
pejabat negara baik di DPR maupun eksekutif kurang memenuhi tata tertib, seperti sering
absen dan lain sebagainya. Inilah suatu contoh krisis moral dan termasuk juga kepada
krisis etika politik.
Banyak pengamatan yang dapat dilihat bahwa kerusakan kronis dalam selurh sistem
berbangsa dan bernegara pada awal masa reformasi di mana suatu pandangan jabatan
yang diduduki sekedar bermakna kekuasan untuk meraih kepentingan berupa status,
politik dan uang. Kerusakan pola berfikir dan bertindak dari para petinggi di negeri ini
telah mencemaskan hati nurani rakyat banyak, sepeti terbukti bersalah tak mau mundur,
salah urus jalan terus,, jika ada kasus dibawah tanggung jawabnya, selalu menyalahkan
bawahan dan lain sebagainya. Jabatan kekuasaan seakan-akan untuk diri sendiri bukan
diabadikan kepada rakyat. Perlulah kita meninjau ulang kepemimpinan yang
bagaimanakah yang diperlukan dalam kehidupan bernegara kita. Belumada suatu bukti
keberhasilan kepeminpinan simbolik, feodalistik dan selebriti dapat menyelesaikan
permasalahan berbangsa dan bernegara.
Pada hekakatnya etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap, tetapi
melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat, rasa
takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Adanya kemauan dan memiliki itikat baik dalam
hidup bernegara, dapat mengukur secara seimbang antara hak yang telah dimiliki dengan
kewajiban yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisius yang berlebihan dalam
merebut jabatan, namum membekali diri dengan kemampuan secara kompotitif yang
terbuka untuk menduduki suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang,
seperti penipuan untuk memenangkan persaingan politik. Dengan kata lain tidak
menghalalkan segala macam cara untuk mencapai suatu tujuan politik.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika politik termasuk lingkup etika sosial yang berkaitan dengan bidang kehidupan
politik, politik juga memiliki makna dan bermacam-macam kegiatan, dalam sistem politik
negara dan politik lainnya harus berpedoman dan mengacu pada butir-butir yang terdapat
dalam Pancasila, dengan tujuan demi kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat
(publik) dan bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi atau individu. Dalam hubungan
dengan etika politik bahwa pengertian politik harus dipahami secara lebih luas yaitu yang
menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut Negara
dan Masyarakat. Dalam kapasitas berhubungan dengan moral, maka kebebasan manusia
dalam menentukan tindakan harus bisa dipertanggungjawabkan, sesuai aturan yang telah
ditetapkan dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekelilingnya. Sifat serta ciri khas
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas individualitas ataupun sosialistis
melainkan segala keputusan kegiatan dan kebijakan serta arah dari tujuan politik harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.

B. Saran

Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan


bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha
pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat
untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu
negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat
sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.

11

Anda mungkin juga menyukai