Disusun oleh :
KELOMPOK 5
SIFA LIKA
ZULFANIA
BUDIDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
“IMPLEMENTASI PANCASILA DAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA” ini
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kami berterima kasih kepada Bapak Ir.
Rasyid Fadholi. selaku Dosen mata kuliah Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pancasila Sebagai dasar Negara. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa
yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam
hubungannyadengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang
saling melengkapi sebagaisistem etika.Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber dari penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya.
Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,mendasar,
rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam
zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama
lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari
ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap
pancasila. Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan
dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya.
Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara
bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional. Pada zaman
reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena
di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan
kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara
di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-
liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang
dan cara berfikir masyarakat Indonesia.
Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan
idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Implementasi pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai
tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di rinci dalam berbagai macam bidang
antara lain POLEKSOSBUDHANKAM.
B. pengimplementasian pancasila
[2] PASAL 26 (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. (2)
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
PASAL 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. PASAL 28A – 28J ini membahas tentang hak asasi manusia mulai dari hak
hidup, hak berkreasi dan hak hak lainnya secara umum. [3] sistem negara yang terbentuk ke
dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan karena
menurut pendapat Bakry (2010: 209), aliran yang sesuai dengan sifat dan pikiran masyarakat
Indonesia.
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga
lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang
mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih
tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada
tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas[4]. Pengembangan ekonomi bukan hanya
mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh
masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan
dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33 dan pasal 34[5]. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari
pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang masingmasing merupakan
pancaran dari sila ke 4 dan sila ke-5 pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi
pembangunan sistem ekonomi pancasila dan kehidupan ekonomi nasional. [4]
Mubyarto,1999 [5] PASAL 27 (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. PASAL 33 (1) : perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. PASAL 34 (2): negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya
hakhak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam
rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan
dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 [7]. Pasal-pasal tersebut merupakan penjabaran dari
pokok pikiran persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama pancasila. Pokok pikiran
ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan dan keamanan nasional.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan
negara pada bidang pertahanan dan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa
indonesia adalah negara hukum. Pertahanan dan keamanan negara di atur dan dikembangkan
menurut dasar kemanusiaan, bukan kekuasaandengan kata lain, pertahanan dan keamanan
indonesia berbasis pada moralitas keamanan sehingga kebijakan yang terkait dengannya
harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia. PASAL 27 (3) : setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. PASAL 30 (1) Tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan tercapainya
kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila pertama dan
kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruh warga sebagai warga
negara (sila ke tiga), harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan (sila keempat), dan ditujukan untuk mewujudkan keadilan dalam
hidup masyarakat (sila kelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dan keamanan dapat
ditempatkan dalam konteks negara hukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negara
dalam melindungi dan membela wilayah negara dengan bangsa, serta dalam mengayomi
masyarakat.
1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untukmemuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang ataukelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem
merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
a. Alport
b. Max Scheler
c. Notonagoro
2. Pengertian Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi,
dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh
tata nilai untukdipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma agama,
norma filsafat, normakesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dipatuhi karenaadanya sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam
masyarakat antara lain :
Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber-sumber pada agama.
Norma kesusilaan : adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hatinurani, moral
atau filsafat hidup.
Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlakudan bersumber pada
UU suatu Negara tertentu.
Norma social : adalah ketentuan hidup yang berlaku dalamhubungan antara manusia
dalam masyarakat.
3. Pengertian Moral
Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan
kesusilaan,kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah lakudan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya,
dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yangterjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai
dan norma yangmengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Nilai Dasar
Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia,
namundalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap
meiliki nilai dasaryaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-
nilai tersebut. Nilai dasar berifat universal karena karena menyangkut kenyataan obyek
dari segala sesuatu. Contohnyatentang hakikat Tuhan, manusia serta mahkluk hidup
lainnya.Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu
bersifatmutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama). Nilai dasar yang
berkaitan denganhakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat
kemanusiaan yang dijabarkandalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar
(hak asasi manusia). Dan apabila nilaidasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda
(kuatutas,aksi, ruang dan waktu) maka nilaidasar itu juga dapat disebut sebagai
norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Nilai Dasr yang menjadi
sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandungdalam Pancasila
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar.
Nilaidasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta
parameter atauukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan
dengan tingkah lakumanusia dalam kehidupan sehari-hari makan itu akan menjadi
norma moral. Namun apabila nilaiinstrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi
atau Negara, maka nilai instrumental itumerupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi
yangbersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental
itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalamkehidupan ketatanegaraan
Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-
undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupanyang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan
secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu
atau kajian formal tentang moralitas. Dalam mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori :
1. Teori Konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia
atau benar tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni
dilihat dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik
lebih banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Yang termasuk kedalam
kelompok konsekuensalis dan teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan
utilarisme.
Teori ini menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa
melihat konsekuensi atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori
ini juga disebut dengan etika deontologist karena menekankan konsep kewajiban moral
yang wajib ditaati manusia.
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah
suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk.
A. Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruknya. Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Ukuran kebaikan dalam
etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas.
Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh
untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonomi
bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
B. Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.Contoh
sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi
karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. etika teleologi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya.
a) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian
masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme
membenarkan adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
c) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi
lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama
kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan. Menyadari
kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan, yaitu
utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :
1) Setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai
dan norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus
ditolak meskipun memiliki kemanfaatan yang besar.
2) Kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang
non-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
C. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi
sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial.
D. Etika Pancasila
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila
sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai
Kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan
keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk
bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban
mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan,
tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan
perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin
seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun
apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut
pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah
Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat
penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan
tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam
sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata
tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang
secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
“dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu
baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika
atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai
keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut
Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan
masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya dengan orang lain.
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu keyataan yang seharusnya
tetapterpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu
mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara
menghendaki fondasi yangkuat tumbuh dan berkembang.Sebagaimana tersebut diatas
maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah lakumanusia bila dikonkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. dalam kaitannya dengan moral maka
aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat
manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.
Sementara itu hubungan antara moral dan etika sering kali disejajarkan arti dan
maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di
tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Etika, norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai
dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://furq4n.blogspot.co.id/2015/10/bagaimana-implementasi-pancasila-dalam.html
http://MuhammadArdianSetiawan.blogspot.com/Pancasila_Implementasi Nilai-
Pancasiladalam-Pembuatan-Kebijakan-Negara _ Muhammad-Ardian-Setiawan.html
http://putracenter.net/2010/04/05/implementasi-pancasila-dalam-kehidupan-berbangsa/
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html
http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html
https://www.academia.edu/34850797/MAKALAH_PANCASILA_SEBAGAI_SISTEM_ETIKA