Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH IMPLEMENTASI PANCASILA DAN PANCASILA

SEBAGAI SISTEM ETIKA

Disusun oleh :

KELOMPOK 5

KIKI DWI WAHYUNI (195080501111043)

IVONIA NURATIKA FAIZAH (195080501111045)

SIFA LIKA

ZULFANIA

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
“IMPLEMENTASI PANCASILA DAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA” ini
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kami berterima kasih kepada Bapak Ir.
Rasyid Fadholi. selaku Dosen mata kuliah Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pancasila Sebagai dasar Negara. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa
yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Malang, oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang


Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam

2.2 pengertian Etika

2.3. Pengertian Nilai, Norma dan Moral

2.4 Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis Pancasila

2.5 Pemahaman Konsep, Teori, dan Aliran-Aliran Etika

2.5.1 Aliran-Aliran Besar Etika

2.6 Hubungan Antara Nilai, Norma, dan Moral

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam
hubungannyadengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang
saling melengkapi sebagaisistem etika.Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber dari penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya.
Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,mendasar,
rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau


kehidupan nyatadalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam
norma-norma yang kemudianmenjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi norma
moral : yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut
baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila. Norma hokum :
sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu
tertentu.

Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala


sumber hukum.Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pedoman yanglangsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan
suatu sistem nilai-nilai etikayang merupakan sumber norma.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimanakah Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara


dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam?
2. Apakah yang dimaksud dengan etika?
3. Apakah yang dimaksud dengan nilai, norma, dan moral?
4. Apa sajakah nilai yang terkandung dalam pancasila?
5. Bagaimanakah konsep, teori, dan aliran-aliran etika?
6. Apakah hubungan antara nilai, norma, dan moral?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan Negara dalam


bidang politik, ekonomi, social budaya dan Hankam.
2. Menambah wawasan mahasiswa tentang pancasila sebagai system etika.
3. Mengetahui pengertian dari nilai, norma, dan moral.
4. Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
5. Mengetahui konsep, teori, dan aliran-aliran etika.
6. Mengetahui hubungan antara nilai, norma, dan moral.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang


Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam

A. implementasi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatnya

Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila


adalah pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi
nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang
kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan
seharihari. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya
dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila
itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun
di daerah.

Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa Indonesia, dewasa ini dalam
zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama
lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari
ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap
pancasila. Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan
dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya.
Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara
bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional. Pada zaman
reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena
di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan
kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara
di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-
liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang
dan cara berfikir masyarakat Indonesia.

Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan
idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Implementasi pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai
tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di rinci dalam berbagai macam bidang
antara lain POLEKSOSBUDHANKAM.

B. pengimplementasian pancasila

Berikut beberapa implementasi pancasila diberbagai bidang:

1) Implementasi pancasila dalam bidang politik.

Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar


ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah
sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan
tujuan demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik Negara terutama dalam
proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam
sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala
cara harus segera diakhiri.

Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik


dituangkan dalam pasal 26, 27 ayat (1), dan pasal 28[2]. Pasal-pasal tersebut adalah
penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan
beradap yang masing-masing merupakan pancaran dari sila ke-4 dan ke-2 pancasila[3].
Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di Negara
Republik Indonesia.

[2] PASAL 26 (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. (2)
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
PASAL 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. PASAL 28A – 28J ini membahas tentang hak asasi manusia mulai dari hak
hidup, hak berkreasi dan hak hak lainnya secara umum. [3] sistem negara yang terbentuk ke
dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan karena
menurut pendapat Bakry (2010: 209), aliran yang sesuai dengan sifat dan pikiran masyarakat
Indonesia.

Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan


negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan subyek
pendukung pancasila, sebagai mana dikatakan oleh Noto Nagoro (1975:23) bahwa yang
berketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia.
Manusia adalah subyek negara dan oleh karena itu politik negara harus berdasar dan
merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem
politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia.Dengan kata lain, pembuatan kebijakan
negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyat yang merupakan
pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Selain itu, sistem politik yang
dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan pancasila sebagai dasar-dasar moral
politik.

2) Implementasi pancasila dalam bidang ekonomi

Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga
lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang
mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih
tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada
tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas[4]. Pengembangan ekonomi bukan hanya
mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh
masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan
dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33 dan pasal 34[5]. Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari
pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang masingmasing merupakan
pancaran dari sila ke 4 dan sila ke-5 pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi
pembangunan sistem ekonomi pancasila dan kehidupan ekonomi nasional. [4]
Mubyarto,1999 [5] PASAL 27 (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. PASAL 33 (1) : perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. PASAL 34 (2): negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan


negara dalam bidang ekonomi di indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem
perekonomian yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran
yang sesuai dengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh
Mubyarto(1999), sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000:239), yaitu pengembangan
ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melankan demi kemanusiaan, demi
kesejahteraan seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa di
pisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan.

3) Implementasi dalam bidang social budaya

Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan


atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang
dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya
stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di
berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan
antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu
dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik. Oleh karena itu dalam
pengembangan sosial budaya pada masa reformasi ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang
dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam
prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila
mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
yang berbudaya. Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang
politik dituangkan dalam pasal , 29, pasal 31, dan pasal 32[6]. Pasal-pasal tersebut adalah
penjabaran dari pokok-pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradap, dan persatuan yang massing-masing merupakan pancaran dari sila pertama, kedua,
dan ketiga pancasila. Ketiga pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang
kehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan nasional. [6] PASAL 29 (1) Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. PASAL 31 (1) Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan. PASAL 32 (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka implementasi pancasila


dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya mengandung pengertian
bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat indonesia harus
diwujudkan dalam ptoses pembangunan masyarakat dan kebudayaan di indonesia. Dengan
demikian, pancasila sebagai sumber nilai dapat menjadi arh bagi kebijakan negara dalam
mengembangkan kehidupan sosial budaya indonesia yang beradab, sesuai dengan sila ke-2,
kemanusiaan yang adil dan beradab.Pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan
mengangkat nilai-nilaiyang dimliki bangsa indonesia, yaitu nilai-nilai pancassila. Hal ini
tidak dapat dilepaskan dari fungsi pancasila sebagai sebuah sistem etika yang keseluruhan
nilainya bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradap.

4) implementasi pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya
hakhak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam
rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
Implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik dituangkan
dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 [7]. Pasal-pasal tersebut merupakan penjabaran dari
pokok pikiran persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama pancasila. Pokok pikiran
ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan dan keamanan nasional.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan
negara pada bidang pertahanan dan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa
indonesia adalah negara hukum. Pertahanan dan keamanan negara di atur dan dikembangkan
menurut dasar kemanusiaan, bukan kekuasaandengan kata lain, pertahanan dan keamanan
indonesia berbasis pada moralitas keamanan sehingga kebijakan yang terkait dengannya
harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia. PASAL 27 (3) : setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. PASAL 30 (1) Tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan tercapainya
kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila pertama dan
kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruh warga sebagai warga
negara (sila ke tiga), harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan (sila keempat), dan ditujukan untuk mewujudkan keadilan dalam
hidup masyarakat (sila kelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dan keamanan dapat
ditempatkan dalam konteks negara hukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negara
dalam melindungi dan membela wilayah negara dengan bangsa, serta dalam mengayomi
masyarakat.

2.2 Pengertian etika

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas


bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajarantertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan
berbagai ajaran moral.
Kedua kelompok etika yaitu, Etika Umum dan Etika Khusus. Etika Umum,
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.Pemikiran etika
beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan
manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung didalamnya. Etika khusus, membahas
prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan berbagaiaspek kehidupan manusia,
baik sebagai individu (etika individual) maupun makhluk social (etika sosial). Etika khusus
dibagi menjadi 2 macam yaitu Etika Individual dan Etika Sosial.Etika Individual membahas
kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaanagama yang dianutnya
serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.Etika Sosial membahas norma-
norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa
dan Negara.

2.3 Pengertian Nilai, Norma dan Moral

1. Pengertian Nilai

Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untukmemuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang ataukelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem
merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.

Pandangan para ahli tentang nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat :

a. Alport

mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat


dalamenam macam, yaitu :
1). Nilai teori

2). Nilai ekonomi

3). Nilai estetika

4). Nilai social

5). Nilai politik

6). Nilai religi

b. Max Scheler

mengelompokkan nilai menjadi enam tingkatan, yaitu:

1). Nilai kenikmatan


2). Nilai kehidupan
3). Nilai kejiwaan
4). Nilai kerohanian

c. Notonagoro

membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :

1.) Nilai material.


2.) Nilai vital.
3.) Nilai kerokhanian

Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai


manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan
kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.

2. Pengertian Norma

Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi,
dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh
tata nilai untukdipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma agama,
norma filsafat, normakesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki
kekuatan untuk dipatuhi karenaadanya sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam
masyarakat antara lain :

 Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber-sumber pada agama.
 Norma kesusilaan : adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hatinurani, moral
atau filsafat hidup.
 Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlakudan bersumber pada
UU suatu Negara tertentu.
 Norma social : adalah ketentuan hidup yang berlaku dalamhubungan antara manusia
dalam masyarakat.

3. Pengertian Moral

Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan
kesusilaan,kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah lakudan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya,
dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yangterjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai
dan norma yangmengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.4 Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis

1. Nilai Dasar

Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia,
namundalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap
meiliki nilai dasaryaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-
nilai tersebut. Nilai dasar berifat universal karena karena menyangkut kenyataan obyek
dari segala sesuatu. Contohnyatentang hakikat Tuhan, manusia serta mahkluk hidup
lainnya.Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu
bersifatmutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama). Nilai dasar yang
berkaitan denganhakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat
kemanusiaan yang dijabarkandalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar
(hak asasi manusia). Dan apabila nilaidasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda
(kuatutas,aksi, ruang dan waktu) maka nilaidasar itu juga dapat disebut sebagai
norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Nilai Dasr yang menjadi
sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandungdalam Pancasila

2. Nilai Instrumental

Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar.
Nilaidasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta
parameter atauukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan
dengan tingkah lakumanusia dalam kehidupan sehari-hari makan itu akan menjadi
norma moral. Namun apabila nilaiinstrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi
atau Negara, maka nilai instrumental itumerupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi
yangbersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental
itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalamkehidupan ketatanegaraan
Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-
undang dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.

3. Nilai Praksis

Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupanyang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan
secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.

2.5 Pemahaman Konsep, Teori, dan Aliran-Aliran Etika

Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu
atau kajian formal tentang moralitas. Dalam mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori :

1. Teori Konsekuensialis

Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia
atau benar tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni
dilihat dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik
lebih banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Yang termasuk kedalam
kelompok konsekuensalis dan teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan
utilarisme.

2. Teori Non Konsekuensialis

Teori ini menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa
melihat konsekuensi atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori
ini juga disebut dengan etika deontologist karena menekankan konsep kewajiban moral
yang wajib ditaati manusia.

2.5.1 Aliran – Aliran Besar Etika

Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah
suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk.

A. Etika Deontologi

Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruknya. Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Ukuran kebaikan dalam
etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas.
Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh
untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonomi
bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.

B. Etika Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.Contoh
sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi
karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. etika teleologi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :

a. Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya.

b. Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung


bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila
mendatangkan manfaat yang besar bagi banyak orang. Etika utilitarianisme ini
menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan banyak oranglah yang lebih
diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus
dibagi kepada yang lain. Sonny Keraf (2002: 19-21) mencatat ada beberapa kelemahan
etika ini, yaitu:

a) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian
masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme
membenarkan adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.

b) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam


jangka pendek, tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan
lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada
masa yang akan datang.

c) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi
lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama
kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan. Menyadari
kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan, yaitu
utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka :

1) Setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai
dan norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus
ditolak meskipun memiliki kemanfaatan yang besar.
2) Kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang
non-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.

3) Terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan


kompensasi yang memadai untuk memperkecil kerugian material dan non-material.

C. Etika Keutamaan

Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi
sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial.

Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan


tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri,
sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu
seperti apa.

D. Etika Pancasila

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan


aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada
nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan
dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila
tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam
realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun
sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan
kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam


kehidupan manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa
dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak.
Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila
tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara
empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan
hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti
akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin
hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan.
Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam,
dan lain-lain.

Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila
sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai
Kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan
keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk
bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban
mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan,
tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.

Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan
perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin
seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun
apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut
pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah
Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat
penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan
tertinggi.

Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam
sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata
tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang
secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
“dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu
baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika
atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.

Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai
keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan
dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut
Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan
masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya dengan orang lain.

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat


menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat
mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan
bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-
nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan
dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai
yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas
kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan
munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan
nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai
kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain.
Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai
Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai
Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan
lain-lain

2.6 Hubungan Nilai, Norma, dan moral

Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu keyataan yang seharusnya
tetapterpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu
mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara
menghendaki fondasi yangkuat tumbuh dan berkembang.Sebagaimana tersebut diatas
maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah lakumanusia bila dikonkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. dalam kaitannya dengan moral maka
aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat
manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.
Sementara itu hubungan antara moral dan etika sering kali disejajarkan arti dan
maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di
tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
BAB IV

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari hasil pembelajaran penulis selama melaksanakan penyusunan makalah ini,


penulisatau penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :Pendukung dari Pancasila
sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranandalam perwujudan sebuah sistem
etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana sajakita berada kita diwajibkan
untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke-dua pada Pancasila,
yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa
kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan
menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku
dalam masyarakat, bangsa dan negara.

3.2 Saran

Indonesia sebagai masyarakat yang warganya menganut ideologi pancasila


sudah seharusnya menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai
dasar danpijakan serta nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan
kesatuan antar warga Indonesia.

Etika, norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai
dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html

http://furq4n.blogspot.co.id/2015/10/bagaimana-implementasi-pancasila-dalam.html

http://MuhammadArdianSetiawan.blogspot.com/Pancasila_Implementasi Nilai-
Pancasiladalam-Pembuatan-Kebijakan-Negara _ Muhammad-Ardian-Setiawan.html

http://putracenter.net/2010/04/05/implementasi-pancasila-dalam-kehidupan-berbangsa/

http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html

http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html

https://www.academia.edu/34850797/MAKALAH_PANCASILA_SEBAGAI_SISTEM_ETIKA

Anda mungkin juga menyukai