Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia mempunyai naluri untuk hidup bersama dengan orang lain secara

harmonis. Setiap manusia mempunyai kebutuhan fisik maupun mental yang sukar

dipenuhi seorang diri, maka ia berkerja sama untuk mencapai beberapa nilai

(value). Manusia perlu makan, minum, berkeluarga dan bergerak secara aman, dan

sebagainya. Masyarakat mempunyai tujuan dan cita-cita bersama yang ingin

dicapai melaui usaha bersama, untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang

mengikat, yang diwujudkan dalam kebijakan oleh pihak yang berwenang dalam hal

ini pemerintah.

Memanjukan kesejahteraan umhn adalah suatu cita-cita yang dirumuskan

oleh pendiri bangsa. Kesejahteraan yang diinginkan, dan akan kita wujudkan sudah

tentu adalah masyarakat sejahtera berdasarkan Pancasila, masyarakat sejahtera

yang berkeadilan sosial, yang diwujudkan bsrdasarkan kegotongroyong dan

kebersamaan. Masyarakat sejahtera ini sudah tentu hanya dapat dicapai oleh

manusia yang memiliki jati diri bangsa, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung

Pancasila.

Mengunkapkan bahwa :

“Negara harus diperkuat, kesejahteraan tidak mungkin dicapai tanpa

hadirnya negara yang kuat, yang mampu menjalankan perannya secara efektif.
2

Begitu pula sebaliknya, negara yang kuat tidak akan bertahan lama jika tidak

mampu menciptakan kesejahteraan rakyatnya. “(Fukuyama, 2005:87)

Selain pendapat di atas, mengatakan bahwa:

“Negara merupakan istitusi atau lembaga politik yang merupakan

manifestasi dan kebersamaan/kolektif sekelompok manusia untuk mewujudkan

kebaikan, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh warganya.” (Jurdi,

2015:194-195)

Kemudian pendapat lain, mengunkapkan bahwa:

“Sebagaimana diuraikan dalam Child and Family Servis Review Process, ada
tiga variabel kesejahteraan. Tiga variable kesejahteraan dikonseptualisasikan
dalam kerangka berikut yaitu: pertama, kesejahteraan dalam arti keluarga
memiliki peningkatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan anak-anak,
orang tua dan orang tua asuh serta keterlibatan anak-anak, remaja, dan
keluarga dalam perencanaan pemecahan masalah. Kedua, anak-anak dan
remaja menerima layanan yanag sesuai untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan mereka. Ketiga, anak-anak dan remaja menerima pelayanan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatan mental mereka.
Dalam kenyataannya, yang paling pertama adalah yang paling umum dan
paling luas cakupannya.” (Hajar, 2016:2)

Yang dimaksud dengan anak jalanan yaitu:

“Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk

mencari nafkah atau berkeliaraan di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

Usia mereka berkisar dari 6 tahun sampai 18 tahun.” (Kementrian Sosial RI, 2001-

20) Selain itu Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia:

“Anak Jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk
mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan atau tempat-tempat umum lainnya
usia mereka berkisae dari 6 tahun sampai 18 tahun, Adapun waktu yang
dihabiskan di jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasaenya anak
jalann menghabiskan waktunya di jalanan demi mencari nafkah, baik dengan
kerelaan hati maupun dengan kerelaan hati maupun dengan paksaan orang
tuanya.” (Departemen Sosial, 2001:30)
3

Anak jalanan atau biasa disingkat anjal adalah potret kehidupan anak-anak

yang kesehariannya berada di jalan dan dapat dengan mudah kita jumpai

keberadaannya disetiap penjuru Kota maupun Kabupaten, seperti di Kota

Tasikmalaya. Usia mereka yang relatif masih muda dan seharusnya masih dalam

tahap belajar serta merasakan sebuah pendidikan selayaknya tidak hidup sebagai

anak jalanan. Anak yang berkerja dan turun ke jalan terjadi karena faktor-faktor

dorongan dari orang tua atau anak itu sendiri memilih untuk hidup di jalanan. Hal

ini menimbulkan masalah anak jalanan tidak henti-hentimya menjadi sorotan

permasalahan yang tidak ada ujung pangkalnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak yang diimaksud dengan anak adalah “Anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delalan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Anak juga merupakan amanah dan karunia Tuhan yang harus di jaga, karena anak

mempunyai masa depan yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya yang tidak dapat dikurangi apalagi dilanggar siapapun.

Namun dalam kenyataanya anak tidak semuanya mendapatkan kebebasan

ataupun kebutuhan yang diinginkan serta tidak semua anak merasakan masa-masa

indah, Sebab masih ada yang berperan ganda dan pada usis 14-16 tahun sudah

terbebani oleh pekerjaan mencari nafkah yang seharusnya mereka hanya menimba

ilmu pengetahuan maupun pendidikan. Anak yang berkerja dan turun ke jalan

terjadi karena faktor-faktor dorongan dari orang tua atau anak itu sendiri memilih
4

untuk hidup di jalanan. Hal ini menimbulkan masalah anak jalanan tidak henti-

hentinya menjadi sorotan permasalahan yang tidak ada ujung pangkalnya.

Beberapa anak jalanan di Kota Tasikamalaya menggantungkan hidupnya

dengan membersihkan kaca mobil dengan menggunakan kemoceng, saat lampu lalu

lintas berwarna merah. Ada juga yang berfropesi sebagai penjual kue keliling,

merapihkan letak sepatu di Masjid, maupun pengemis yang selalu mengharapkan

belas kasihan dari setiap orang yang ia temui baik di Jalan Raya, Masjid-Masjid,

Pasar, tempat hiburan, Restoran dan tempat-tempat keramaian lainnya.

Berdasarkan informasi penulis yang penulis dapatkan dari media online,

menjelaskan bahwa: “Jumlah anak jalanan telah mencapai ratusan. Setiap hari

mereka meminta-minta. Biasanya mereka mangkal dan meminta-minta di

perempatan Citapen, Mitra Batik, Taman Kota, Pancasila – Sutisnasenjaya,

Padayungan, Rancabango, dan Alun-alun. Di setiap kantong tersebut, rata-rata ada

15 hingga 20 orang anak jalanan dari berbagai kelompok umur. Malah di

perempatan Mitra Batik dan Citapen, anak jalanan masih di bawah lima tahun.”

Kata Awan S. (Kepala Bidang Penanganan dan Rehabilitasi Sosial

Dinsosnakertrans Kota Tasikamalaya).” (tubasmedia, 2011)

Jumlah anak jalanan di Kota Tasikmalaya pada tahun 2020 adalah sebagai

berikut:

Tabel 1.1
Jumlah Anak Jalanan di Kota Tasikmalaya

No Wilayah Jumlah
1. Bungursari 12
2. Cibereum 22
3. Cihideung 36
4. Cipedes 39
5

5. Indihiang 15
6. Kawalu 8
7. Mangkubumi 12
8. Purbaratu 2
9. Tamansari 15
10. Tawang 7
Total 168

Sumber: Data Penyandang Masalah Kesejarahteraan Sosial (Anak Jalanan)


Dinas Sosial Kota Tasikmalaya Tahun 2020

Berdasarkan data di atas dapat kita ketahui jumlah anak jalanan di Kota

Tasikmalaya yaitu 168 orang. Peyebabnya berbagai macam, salah satunya adalah

kemiskinan. Berbagai upaya telah banyak dilakukan pemerintah dalam menagani

upaya permasalahan tentang anak jalanan.

Beberapa indikasi masalah yang ditemukan oleh penulis mengenai peran Dinas

Sosial dalam penanggulangan anak jalanan di Kota Tasikamalaya adalah pada:

1. Masih adanya anak jalanan di Kota Tasikmalaya;

Berdasarkan informan yang diperoleh dari rujukan elektronik meyebutkan

bahwa:

“Di tempat terpisah, Kasi Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Dinsosnakertran) Kota Tasikmalaya, Awan S, mengakui
jumlah anak jalanan Kota Tasik saat ini terus bertambah. Berdasarkan survei
yang dilakukan, pada satu titik mangkal anak jalanan ada sekitar 25-30 anak.
“Jumlah anak jalanan telah mencapai ratusan. Setiap hari mereka meminta-
minta. Biasanya mereka mangkal dan meminta-minta di perempatan Citapen,
Mitra Batik, Taman Kota, Pancasila – Sutisnasenjaya, Padayungan,
Rancabango, dan Alun-alun. Di setiap kantong tersebut, rata-rata ada 15
hingga 20 orang anak jalanan dari berbagai kelompok umur. Malah di
perempatan Mitra Batik dan Citapen, anak jalanan masih di bawah lima
tahun.” Kata Awan S. (Kepala Bidang Penanganan dan Rehabilitasi Sosial
Dinsosnakertrans Kota Tasikamalaya).” (tubasmedia, 2011)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa anak jalanan

masih beroperasi di Kota Tasikmalaya, dan Dinas Sosial Kota Tasikmalaya


6

memiliki tugas untuk melakukan pembinaan terhadap anak jalanan, serta

memberikan jaminan dalam memperoleh hak-hak sebagai anak, yaitu pemenuhan

hak-hak anak yang harus dipenuhi terdiri dari:

a. Kesempatan pendidikan/Sekolah (wajib belajar);

b. Pembinaan mental keagamaan, sosial;

c. Kesempatan dapat tumbuh kembang secara wajar menuju tahapan

kedewasaan; dan

d. Keterampilan kerja untuk dapat hidup secara mandiri.

2. Banyak anak jalanan yang terkena razia SATPOL PP;

Dari informasi yang penulis dapatkan dari Tribun Jabar menyebutkan bahwa:

“Puluhan manusia silver diamankan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kota Tasikmalaya bersama Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tasikmalaya Kamis
(10/09/2020). Selain itu, diamankan pula anak jalanan (anjal), anak punk,
doger monyet, serta gelandangan dan pengemis (gepeng). Mereka digaruk
Satpol PP lantaran dianggap mengganggu kelancaran, ketertiban umum dan
kenyamanan para pengguna jalan raya. Pasalnya, mereka sering mangkal dan
beroperasi di sejumlah lampu merah atau perempatan jalan raya di wilayah
Kota Tasikmalaya. “Puluhan penyandang masalah sosial ini kita garuk di
sejumlah tempat dan ruas jalan di sekitaran Kota Tasikmalaya seperti di Jalan
Sutsen, Alun-alun, perempatan jalan Mitra Batik serta perempatan
Padayungan,” ujar Yogi Subarkah, (fokusjabar.id, 2020)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa tugas Dinas

Sosial dalam melakukan pembinaan terhdap anak jalanan dinilai masih kurang,

karena masih banyak anak-anak jalanan yang terjaring razia.

3. Kurang kesadaran dari Orang Tua/Keluarga anak jalanan;

Kurang kesadaran dari orang tua atau keluarga juga menjadi faktor

penghambat dari Dinas Sosial untuk melaksanakan tugasnya sebagai pembimbing

dan memberikan jaminan pemenuhan hak anak di Kota Tasikmalaya, karena


7

adanya faktor kebutuhan yang mendorong anak-anak jalanan turun ke jalan dan

mecari nafkah tambahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya dan

keluarganya. Jadi disini peran dari Dinas Sosial Kota Tasikmalaya sangat

diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar anak jalanan sebagai

anak.

4. Validasi pendataan anak jalanan;

Yaitu tidak semua anak jalanan telah terdata secara total. Hal ini disebabkan

karena kurangnya kerjasama anak jalanan dengan Dinas Sosial. Banyak sekali anak

jalanan yang ada di Kota Tasikmalaya yang bukan berasal dari daerah Kota

Tasikmalaya (dari luar daerah). Selain itu, berdasarkan informasi yang penulis

peroleh, anak jalanan yang terjaring razia adalah orang yang sama, jadi memang

sangat disayangkan bahwa ketergantungan anak jalan menjadi anak jalanan sudah

menjadi hal yang wajar bagi anak jalanan tersebut, dan merasa dirinya telah nyaman

menjadi anak jalanan yang bebas tanpa pengawasan dari orang tua. Hal tersebut

disebabkan salah satunya karena rusaknya hubungan rumah tangga ke kedua orang

tuanya (Broken Home)

5. Sosialisasi yang belum optimal,

Yaitu sosialisasi terhadap orang tua dari anak jalanan yang masih beroperasi

agar dapat menubuhkan kesadaran dari orang tua untuk tidak mendukung dan

mendorong anaknya berada dijalan untuk mencari nafkah, hal ini terbukti dari

masih adanya anak jalanan yang beroperasi di Kota Tasikmalaya.

6. Kurangnya kerja sama dari anak jalanan terhadap Dinas Sosial Kota

Tasikmalaya;
8

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari salah satu pegawai Dinas

Sosial Tasikmalaya yaitu Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

menyebutkan bahwa:

“Salah satu kesulitan dalam pembinaan dan penanganan anak jalanan adalah
karena kurangnya kerja sama dari anak jalanan tersebut, contohnya: ketika
Dinas melakukan pendataan sering kali anak tersebut berbelit-belit dan tidak
mau untuk mengakui dimana alamat tempat tinggalnya, dan ketika di tanya
orang yang dapat dihubungi juga berbelit-belit dan banyak sekali alasan yang
dipaparkan oleh anak jalanan tersebut”. (Badrawati, Beti, 2020)

Jadi dapat disimpulkan bahwa anak jalanan yang telah terjaring razia kurang

memiliki sikap kerja sama dan tidak mau untuk dilakukan pembinaan maupun

pengarahan oleh Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, karena merasa dirinya telah

merasakan nyaman sebagai anak jalanan.

Berdasarkan penjelasan tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh

tentang Peran Dinas Sosial yang dituangkan ke dalam judul “Peran Dinas Sosial

Dalam Penanggulangan Anak Jalanan Di Kota Tasikmalaya”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan penulis menuliskan

rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah Peran Dinas Sosial Dalam

Penanggulangan Anak Jalanan Di Kota Tasikmalaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang penulis ambil maka penulis

menentukan tujuan penelitian sebagai berikut: Untuk Mengetahui Peran Dinas

Sosial Dalam Penanggulangan Anak Jalanan Di Kota Tasikmalaya.


9

1.4 Manfaat Penelitiaan

Manfat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,

sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemeikiran bagi dunia

pendidikan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi kepentingan akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah studi keperpuatakaan khususnya

Ilmu Pemerintahan guna penelitian lebih lanjut.

b. Bagi kepentingan pemerintah

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan konstribusi berupa ide dan

gagasan serta masukan dalam Upaya Meningkatkan Peran Dinas Sosial Dalam

Penanggulangan Anak Jalanan berdasarkan pada landasan teoritik empirik.

c. Bagi kepentingan penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dama menambah ilmu

pengetahuan serta wawasan baik dari segi teoritik maupun empirik berhubungan

dengan ilmu pemerintahan.

e. Bagi peneliti berikutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut,

serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Penelitian Terdahulu
Peran Dinas Sosial Kota Tasikmalaya dalam penanggulangan anak jalanan,

kemudian di bawah ini penulis menyajikan tabel peneliti terdahulu, yaitu sebagai

berikut:

Tabel 1.2 Peneliti Terdahulu

No Nama Judul Peneliti Metode Teori Teknik


Peneliti Peneliti Pengumpulan
Data
1. Theresia Peran Dinas Deskriptif- Jim Ife dan Frank Observasi,
Baturangka, Sosial Kota Kualitatif Tesoriero (2008) : Wawancaradan
dkk. (2019, Manado Dalam 1. Peran Fasilitatif Dokumentasi.
Jurnal) Pemberdayaan 2. Peran Edukatif
Masyarakat 3. Peran
Penyandang Representasional
Disabilitas 4. Peran Teknik
2. Marzatillah, Peran Dinas Deskriptif- Jim Ife dan Frank Obsevasi,
dkk. (2020, Sosial Dalam Kualitatif Tesoriero (2008) : Wawancara,
Skipsi) Penanganan 1. Peran Fasilitatif Studi Pustaka
Eksploitasi 2. Peran Edukatif dan
Anak di Kota 3. Peran Dokumentasi
Banda Aceh Representasional
4. Peran Teknik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa perbedaan penelitian yang

penulis sekarang lakukan terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti

terdahulu adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Theresia Baturangka, dkk (2019) tentang

Peran Dinas Sosial Kota Manado Dalam Pemberdayaan Masyarakat


11

Penyandang Disabilitas. Dengan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti terdahulu adalah

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan untuk

melakukan kajian ini adalah teori peran dari Jim Ife dan Frank Tesoriero

yaitu peran fasilitatif, peran edukatif, dan representasional dan peran teknik.

Hasil penelitian menunjukkan masih banyak penyandang disabilitas yang

belum diberdayakan. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap peran

Dinas Sosial Kota Manado dalam Pemberdayaan Masyarakat Penyandang

Disabilitas. Dalam memfasilitasi penyandang disabilitas dinas sosial belum

sepenuhnya maksimal melaksanakan tugas di lihat dari program

pemberdayaan yang hanya sebatas pemberian paket bantuan sosial. Dan

dalam hal penyaluran Dan pemberian bantuan sosial yang dilaksanakan dinas

sosial belum merata kepada seluruh disabilitas di kota manado. Kurangnya

penyuluhan sosialisasi dan informasi mengenai pemberdayaan Mencakup

semua penyandang disabilitas yang dilaksanakan Dinas Sosial dalam bentuk

bantuan modal usaha usaha ekonomi produktif, serta kurangnya ketersediaan

sarana kan prasarana berupa alat bantu kesehatan. Dan juga hanya

memberikan pelatihan dan pembinaan kepada penyandang disabilitas namun

setelah proses pembinaan dan pelatihan yang diberikan dalam bentuk

bantuan usaha ekonomi produktif sudah tidak ada pemantauan atau

bimbingan lanjut dalam pengembangan usaha serta Dinas Sosial hanya

berpacu pada data yang lama, sehingga untuk penerima bantuan tiap tahun

adalah mereka yang telah menerima bantuan sebelumnya. Persamaan


12

penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada variable

penelitian peran pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Sosial dan metode

penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif, sedangkan yang membedaan

perneliti terletak pada objek penelitian, teori yang digunakan dan

pengumpulan data yang digunakan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Marzatilah, dkk (2020) tentang Peran Dinas

Sosial Dalam Penanganan Eksploitasi Anak di Kota Banda Aceh. Dengan

metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti terdahulu adalah observasi, wawancara, studi pustaka dan

dokumentasi. Teori yang digunakan untuk melakukan kajian ini adalah teori

peran dari Jim Ife dan Frank Tesoriero yaitu peran fasilitatif, peran edukatif,

dan representasional dan peran teknik. Eksploitasi anak merupakan

pemanfaatan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua maupun pihak

lainnya untuk mendapatkan keuntungan dengan menggunakan tenaga anak

untuk bekerja seperti mengamen, meminta sedekah, berdagang dan

sebagainya. Dengan demikian Dinas Sosial selaku perangkat daerah sebagai

unsur pelaksanaan Pemerintah Aceh dibidang kesejahteraan sosial harus

mampu berperan dengan maksimal dalam menangani masalah Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosisal (PMKS) khususnya tindakan eksploitasi pada

anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Dinas

Sosial Kota Banda Aceh dalam melakukan penanganan kasus Eksploitasi

terhadap Anak dan apa saja tantangan yang dihadapi oleh Dinas Sosial dalam

Penanganan Eksploitasi terhadap Anak di Kota Banda Aceh. Setelah


13

dilakukan penelitian diakibatkan dengan faktor-faktor penghambat pertama,

tidak adanya efek jera bagi pelaku eksploitasi, sehingga Dinas Sosial Kota

Banda Aceh harus mengamankan orang yang sama Berulang kali. Kedua,

berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Dinsos kebanyakan pelaku dan

korban bukan penduduk asli Kota Banda Aceh (bukan KTP Banda Aceh).

Ketiga, keterbatasan sarana dan prasarana, Dinas Sosial Kota Banda Aceh

hanya memiliki satu mobil dinas, Sedangkan di dinas terdiri dari beberapa

bidang, sehingga proses penyelidikan tidak terlaksana secara efektif. Bahkan

“rumah singgah” tidak memiliki mobil khusus ketika patroli. Keempat.

rumah singgah masih kekurangan SDM (Sumber Daya Manusia), sehingga

pengelolaan rumah singgah dan sebagainya masih belum tepat sasaran. Hal

ini kemungkinan terjadi karena kurangnya anggaran. Persamaan penelitian

ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada variable penelitian peran

pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Sosial dan metode penelitian yang

digunakan deskriptif kualitatif, sedangkan yang membedakan pada peneliti

adalah peneliti terdahulu menitik beratkan pada faktor dan mekanisme

penanganan ekploitasi anak sedangkan penulis menitik beratkan pada

penganggulangan anak jalan.

2.1.2 Pengertian Peran


Teori peran adalah sebuah teori yang digunakan dalam dunia sosiologi,

psikologi, dan antropologi yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi

maupun disiplin ilmu. Teori peran berbicara tentang istilah “Peran” yang biasa
14

digunakan dalam dunia teater, dimana seorang aktor dalam teater harus bermain

sebagai tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu adalah diharapkan

berperilaku secara tertentu.

Menurut Soeharto yang dimaksud peran adalah “Peran merupakan aspek

yang dinamis dalam kedudukan terhadap sesuatu.” (Suharto, 2002)

Menurut Soekarno peran adalah “Apabila seseorang melakukan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukan, maka ia menjalankan suatu peran.”

(Soekarno, 1984:237)

Teori peran menurut Sarwono adalah “Teori peran (Role Theory) adalah teori

yang merupakan perpaduan teori, orientasi, maupun disiplin ilmu, selain dari

psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan

antropologi.” (Sarwono, 2002)

Dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam

teater, seorang actor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dalam posisinya

sebagai tokoh itu ia mengharapkan berperilaku secara tertentu.

Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran. Menurut Biddle dan

Thomas teori peran terbagi menjadiemlat golongan yaitu menyangkut:

1. “Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;


2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku; dan
4. Kaitan antara orang dan perilaku.

1) Orang -orang yang berperan


Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dapat
dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a) Aktor atau pelaku, yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti
suatu peran tertentu; dan
15

b) Target (sasaran) atau orang lain, yaitu orang yang mempunyai


hubungan dengan aktor dan perilakunya.
2) Perilaku dalam peran
Biddle dan Thomas membagi lima indikator tentang perilaku dalam
kaitannya dengan peran sebagai berikut:
a) Harapan tentang peran (Expectation).
b) Norma (Norm)
c) Wujud perilaku dalam peran (Performance);
d) Penilaian (Evaluation); dan
e) Sanksi (Sanction)
3) Kedudukan dan perilaku orang dalam peran
Ada tiga faktor yang mendasari penempatan seorang dalan posisi
tertentu, yaitu:
a) Sifat-sifat yang dimiliki bersama seperti jenis kelamin, suku bangsa,
usia atau ketiga sifat itu sekaligus;
b) Perilaku yang sama; dan
c) Reaksi orang terhadap mereka.
4) Kaitan orang dan perilaku
Kriteria untuk menetapkan kaitan-kaitan tersebut adalah:
a) Kriteria kesamaan;
b) Derajat saling ketergantungan; dan
c) Gabungan antara derajat kesamaan dan saling ketergantungan.
(Biddle dan Thomas, 1966)

Beberapa dimensi peran menurut Horoepoetrie, Arimbi dan Santoso adalah

sebagai berikut:

1. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini berpendapat bahwa

peran merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk

dilaksanakan.

2. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran

merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat

(public support).

3. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan sebagai instrumen

atau alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses


16

pengambilan keputusan. Perpepsi ini dilandaskan oleh sesuatu pemikiran

bahwa pemerintahan dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga

pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang

bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif dan responsible;

4. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa. Peran didayagunakan sebagai

suatu cara untuk mengurangi atau meredam konflik melalui usaha,

pencapaian konsesus dari pendapat-pedapat yang ada. Asumsi yang

melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat

meningkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa

ketidakpercayaan dan kerancuan;

5. Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran dilakukan sebagai upaya

masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan

ketidakberdayaa, tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka

bukan komponen penting dalam masyarakat.” (Horoepoetrie, Arimbi dan

Santosa, 2003)

Sosiologi bernama Glen Elder dalam Sarwono (2002) membantu

memperluas penggunaan teori peran mengunakan pendekatan yang dinamakan

“life-couse” yang artinya bahwa setiap masyarakat mempunyai perilaku tertentu

sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

“Teori peran menggabarkan interaksi sosial dalam terminology aktor-aktor


yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai
dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama
yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya
sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya,
diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut.
Seorang mengobati dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka ia
17

harus mengobati pasien yang datang kepadanya dan perilaku ditentukan


oleh peran sosialnya.” (Glen Elder dalam Sarwono, 2002:89)”.

Sebagai mana telah dipaparkan oleh Sarwono di atas dimana Dinas Sosial

Kota Tasikmalaya yang mempunyai peran dalam penanggulangan anak jalanan

diharapkan agar Pegawai Dinas Sosial Kota Tasikmalaya berperilaku sesuai dengan

peran tersebut, lebih lanjut penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa peran

pemerintah/Dinas Sosial dalam penanggulangan anak jalanan berarti sebagai

pelayanan publik dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar dan

hak-hak sipil setiap warga demi kesejahteraannya, seperti Dinas Sosial Kota

Tasikmalaya yang memiliki tugas untuk melakukan pendataan, pembinaan dan

pelayan terpadu bagi anak jalanan.

2.1.2 Peran Dinas Sosial


Sebagai satuan kerja perangkat kerja daerah, Dinas Sosial Kota Tasikmalaya

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pemerintah Daerah. Peran atau upaya-

upaya yang dilakukan Dinas Sosial Kota Tasikmalaya antara lain:

1. Melakasanakan pemberdayaan dan pelayanan rehabilitasi sosial terhadap

Penyadang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

2. Mengembangkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan

kesejahteraan sosial.

3. Memperluas ketahanan sosial m asyarakat.

4. Meningkatkannya profesionalisme aparatur yang berbasis kesejahteraan

sosial.
18

Berdasarkan peran tersebut dijabarkan kembali dalam bentuk-bentuk yang

lebih spesifik, sebagai berikut:

1. Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT)

dan Pemberdayaan Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) melalui

kegiatan:

a. Pembangunan Perumahan Komunitas Adat Terpencil (KAT)

b. Pelatihan Keterampilan, Pembentukan sna Bantuan Kelompok Usaha

Bersama (KUBE).

c. Bantuan Perbaikan Perumahan Fakir Miskin/Tidak Layak Huni.

2. Program Pembinaan Anak Terlantar memlaui Kegiatan Pendataan Anak

Terlantar.

3. Program Pembinaan Panti Asuhan melalui Kegiatabn Bantuan Tambahan

Biaya Pemenuhan Kebutuhan Dasar.

4. Program Pelayanan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial melalui kegiatan

sebagai berikut:

a. Penertiban, Pembinaan dan Bimbingan Gelandangan dan Pengemis.

b. Bantuan Pengadaan Keterampilan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)

Sekolah Luar Biasa (SLB)

5. Program Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo melalui kegiatan

Pengadaan Prasarana Panti Asuhan.


19

2.1.3. Anak Jalanan

Yang dimaksud dengan anak jalanan yaitu sebagai berikut:

“Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya


untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan, baik untuk mencari
nafkah atau berkaitan di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan
mempunya ciri-ciri, berusia 5 sampai 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran dijalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tida
terurus, mobilitasnya tinggi.” (Departemen Sosial Republik Indonesia,
2005:5)

Sedangkan pendapat lain tujuan dalam penaganan anak jalanan terdiri dari dua

yaitu:

“Secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan yaitu yang

pertama, adalah penanganan rehabilitatif yakni mengarahkan anak jalanan

untuk dikembalikan kepada keluarga asli, keluarga pengganti, ataupun panti.

Kedua, yakni pembinaan anak dengan memberikan alternarif pekerjaan dan

keterampilaan.” (Novrizal, 2009:21)

2.1.4 Perlindugan dan Pemberdayaan Anak Jalanan


Perlindungan terhadap anak dan kesejahteraab anak si indonesia telah

tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014

tetang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak , dan Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 4

menyebutkan bahwa: “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan

berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
20

kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi,

serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Pada Pasal 11 dijelaskan pula bahwa: “Setiap anak berhak untuk beristirahat

dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,

bsrekreasi sesuai dengan minat. Bakat dan tingkat kecerdasannya demi

perkembangan diri. “Hal ini pula seharusnya didapatkan juga oleh anak jalanan.

Mereka memiliki hak yang sama dalam hal perlindungan anak.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014

dijelaskan pula pada Pasal 21 bahwa: “Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah

berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa

membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa

status hukum, urutan kelahiran dan kondisi fisik dan/atau mental.” Undang-

Undang inilah yang menjadi dasar pemerintah untuk melindungi dan

mempsrdayakan anak-anak bangsa, tidak terkecuali anak jalanan yang notabene

kurang memperoleh haj mereka sebagai seorang anak.

Dalam pedoman pelaksanaan PKSA Kementsrian Sosial Republik Indonesia

disebutkan bahwa:

“Program PKSA Kementerian Sosial RI adalah upaya yang terarah, terpadu,


dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan anak meliputi subsdi kebutuhan
dasar, aksesibilitas pelayanan sosial, penguatan orang tua/keluarga dan
lembaga kesejahteraan sosial.” (Kementerian Sosial, 2010:10)

Selain itu dalam pedoman pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial Republik

Indonesia dijelaskan pula bahwa PKSA dibagi menjadi 6 kelompok (kluster)

program, yaitu:
21

a. “Program Kesejahteraan Sosial Anak Balita (PKS-AB)


b. Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar (PKS-Antar)
c. Program Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan (PKS-Anjal)
d. Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum
(PKS-ABH)
e. Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKS-ADK)
f. Program Kesejahteraan Sosial Anak Dengan Perlindungan Khusus (PKS-
AMPK).” (Kementerian Sosial, 2010:10)

Hal ini menunjukan bahwa anak jalanan merupakan salah satu sasaran

pemerintah dalan Program Kesejahteraan Anak (PKSA) ini. Disebutkan pula dalam

pedoman PKSA Kementerian Sosial Republik Indonesia (2010:34) bahwa:

“Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang menyelenggarakan pelayanan

kesejahteraan sosial bagi anak jalanan, seperti Rumah Singgah, Rumah

Perlindungan Anak dan lembaga sejenis lainnya.

Dalam pelaksanaan program kesejahteraan sosial anak jalanan ini,

pemerintah memiliki berapa komponen program. Beberapa komponen yang

dijelaskan dalam buku panduan pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial Republik

Indonesia (2010:59:70) ini antara lain adalah:

1. Bantuan sosial/subsidi hak dasar anak yang meliputi:


a. Peningkatan nutrisi gizi keluarga melalui pemahaman pola makan
sehat, pengenalan keanekaragaman makanan sehat, perencanaan menu
makan sehat keluarga, dan pemberian makanan tambahan.
b. Pembuatan akte kelahiran.
c. Akses pelayanan kesehatan dasar melalui pemahaman pola hidup sehat
dan pemberian SKTM atau Jaminan Kesehatan Masyarakat atau
Gakin.
2. Peningkatan Aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar, meliputi:
a. Layanan perantaraan dan/atayu penghantaran (bridding course)
melaui pengembangan jaringan kerja, pemeberian life skills,
pelaksanaan bridding course (pendidikan forman dan non formal),
rujukan ke pendidikan formal, non formal, maupun informal,
penyediaan peralatan dan pelengkapan sekolah, monitoring dan
evaluasi pekembangan peserta didik.
22

b. Layanan remedial yakni pelaksanaan remedial (pendidikan formal


yang sesuai dengan diri dan kreativitas anak meliputi:
3. Pengembangan pontensi diri dan kreativitas anak. meliputi:
a. Meningkatkan kapasitas potensi diri dan kreativitas anak melalui
berbagai kegiatan yang dapat memberikan prospek bagi masa depan
anak, seperti pelatihan keterampilan, pengembangan jaringan kerja
(networking) untuk pelatihan kerja dan penyaluran karya kreatif anak
setelah mendapatkan pelatihan keterampilan.
b. Menjalin kemitraan dengan dunia usaha dalam pelaksanaan dan
sekaligus membuka akses pasar bagi karya krearif anak serta
membuka peluang produksi anak sekaligus menambah tabungan anak
untuk persiapan kemandirian pada saat usia dewasa kelak
4. Peningkatan tanggung jawab orang tua/keluarga dalam pengasuhan dan
perlindungan anak yang terdiri dari:
a. Bimbingan tentang pengasuh anak.
b. Aksesibilitas terhadap sumber pelayanan ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan jaringan sosial yang dapat digunakan pengasuahan
anak.
c. Pelatihan dan pemberdayaan ekonomi keluarga.
5. Penguatan Sistem Kelembagaan dan Dukungan Komunitas, meliputi:
a. Penguatan kemampuan komunitas dalam mencegah dan merespon
anak yang diterlantarkan.
b. Koordinasi dengan pihak terkait yakni baik dengan lembaga
pemerintah lain lembaga pemerintah lain, lembaga swasta, LSM,
PKMB, maupun penegak hukum.

Selain itu, dalam pemberdayaan dan pembinaan terhadap anak jalanan,

pemerintah berkerja sama dengan UNDP yang kemudian berkembang menjadi

proyek INS/97/001 (BKSN, 2000:9-11), di antaranya melalui model rumah

singgah, mobil sahabat anak, model boarding house atau memondokan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Secara yuridis perlindungan anak di Indonesia di atur dalam sebuah

Undang-Undang, salah satunya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungab Anak. Di Kota Tasikmalaya perlindungan anak di atur dalam


23

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak. Adapun yang melatar belakangi penulis untuk

melakukan penelitian terhadap anak jalanan di Kota Tasikmalaya adalah:

1) Masih adanya anak jalanan di Kota Tasikmalaya

2) Banyaknya anak jalanan terkena razia oleh SATPOL PP,

3) Kurangnya kesadaran dari orang tua /keluarga anak jalanan;

4) Validitasi pendataan anak jalanan;

5) Sosialisasi yang belum optimal; dan

6) Kurangnya kerja sama dari anak jalanan terhadap Dinas Sosial Kota

Tasikmalaya.

Setelah mengetahui beberapa alasan yang melatarbelakangi penulis di atas,

penulis memiliki anggapan memiliki anggpan dasar bahwa untuk menganalisis

setiap indikasi masalah tersebut dapat dianalisis menggunakan teori peran menurut

Biddle dan Thomas (1996) dengan dimensinya terdiri dari:

1. “Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;

2. Pseilaku yang muncul dalam interkasi tersebut

3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku; dan

4. Kaitan antara orang dan perilaku”.

Penanggulangan anak jalanan di Kota Tasikmalaya dapat dianalisis melalui

dimensi orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi , perilaku yang

muncul dalam interaksi tersebut, kedudukan orang-orang dalam perilaku, dan

kaitan antara orang dan perilaku.


24

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tetang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 8 Tahum 2015 Tentang


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Indikasi Masalah Peran Dinas Sosial Dalam Penaggulangan Anak Jalanan di


Kota Tasikmalaya, diantaranya adalah;

1. Masih adanya anak jalanan di Kota Tasikmalaya


2. Banyak anak jalanan yang terkena razia SATPOL PP
3. .Kurang kesadaran dari Orang Tua/Keluarga anak jalanan
4. Validasi pendataan anak jalanan
5. Sosialisasi yang belum optimal
6. Kurangnya kerja sama dari anak jalanan terhadap Dinas Sosial Kota
Tasikmalaya

Teori Peran menurut Biddle and Thomas (1996), dengan dimensinya terdiri dari:
1. “Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku; dan
4. Kaitan antara orang dan perilaku”.

Meningkatkan Peran Dinas Dalam Penanggulangan Anak Jalanan


Di Kota Tasikmalaya berjalan dengan baik.

Sumber: Olahan Penulis, Tahun 2021


25

2.3 Proposisi

Peran Dinas Sosial Dalam Penanggulangan Anak Jalanan Di Kota

Tasikmalaya ditentukan oleh Orang-Orang Yang Berperan, Perilaku Dalam Peran,

Kedudukan dan Perilaku Orang Dalam Peran, dan Kaitan Orang dan Perilaku
26

BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Tasikmalalaya

Dinas Sosial Kota Tasikmalaya di Jalan Ir.H. Djuanda (Komplek

Perkantoran) Kota Tasikmalaya. Nomor Telf/Fax Dinas Sosial Kota Tasikmalaya

adalah (0265) 7523848. Alamat e-mail Dinas Sosial Kota Tasikmalaya adalah

dinsos.kotatasik@gmail.com. Alamat website resmi dari Dinas Sosial Kota

Tasikmalaya adalah http://dinsos.tasikmalayakota.go.id/. Alamat Facebook dari

Dinas Sosial Kota Tasikamalaya https://m.facebook.com/dinsoskotatasikmalaya/.

Dan Nomor Telpon Dinas Sosial Kota Tasikmalaya Adalah 0265 7523848.

1. Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Tasikmalaya

Dinas Sosial Kota Tasikmalaya memiliki visi dalam berbagai macam

program , yaitu dapat diketahui sebagai berikut : “ Terlayani Kebutuhan PPKS

(Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial).” Sedakangkam untuk misi Dinas Sosial

Kota Tasikmalaya diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Layanan bagi PPKS dengan mudah, cepat, dan Tepat

b. Layanan antar Sampai ke Rumah

c. Kunjungan petugas terhadap penerima manfaat kesejahteraan social

d. Day care dan Home Care

e. Psikososial dalam rangka trauma healing.

2. Stuktur Dinas Sosial Kota Tasikmalaya


27

Berikut ini penulis menyajikan gambar struktur organisasi Dinas Sosial

Kota Tasikmalaya seperti Gambar 3.1 di bawah ini :


28

Gambar 3.1

Stuktur Organisasai Dinas Sosial Kota Tasikmalaya

KEPALA DINAS

Kelompok Jabatan Sekretaris


Fungsional
Sub Bagian Sub Bagian Sub Bagian
Umum dan Keuangan Perencanaan
Kepegawaian Evaluasi Dan
Pelaporan

Bidang
Perlindungan dan
Bidang Bidang Jaminan Sosial
Pemberdayaan Rehabilitasi Sosial
Sosial
Seksi Perlindungan
Seksi Rehabilitasi
Sosial
Seksi Sosial Penyandang
Pemberdayaan Disabilitas, Anak,
Masyarakat dan Lanjut Usia Seksi Jaminan
Lembagaan Gelangdang Penegemis
Sosial

Seksi Seksi Rehabilitasi


Pemberdayaan Sosial Penyandang UPT
Perorangan dan Masalah Kesejahteraan
Pengelolaan Sosial (PMKS) Lainnya
Taman Makam Bukan Korban
Pahlawan HIV/AIDS dan
NAPZA

Sumber : Dinas Sosial Kota Tasikmalaya

3. Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai Dinas Sosial Kota Tasikmalaya


29

Sebagai pedoman dalam melaksanan tugas pokok dan fungsi Dinas Sosial

Kota Tasikmalaya adalah Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 60 Tahun 2016

Tentang Tugas Pokok dan Rincian Tugas Unit Dinas Sosial Kota Tasikmalaya yaitu

sebagai berikut :

a. Kepala Dinas Sosial Kota Tasikmalaya

Kepala Dinas mempuyai tugas dan pokok merumuskan sasaran,

mengarahkan, menyelenggarakan, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan,

mengevaluasi dan melaporkan program kerja dinas. Kepala Dinas dalam

melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi :

1) Menyelenggarakan peyusunan rencana program kerja dinas

2) Merumuskan dan menetapkan visi dan misi serta rencana strategik

dan program kerja dinas untuk mendukung visi dan misi daerah.

3) Menyelenggarakan perumusan dan penetapan kebijakan teknis

operasional di bidang sosial.

4) Menyelenggarakan penggoordinasian pelaksanaan kegiatan dinas.

5) Menyelenggarakan pembinaan dan mengarahkan semua kegiatan

satuan organisasi dinas.

6) Melaksanakan koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah atau

Unit Kerja lain yang terkait untuk kelancaran pelaksanaan tugas dinas.

7) Memberikan saran dan pertimbangan kepada Walikota dalam

penyelenggaraan tugas pembangunan dan tugas umum pemerintahan

di bidang sosial.
30

8) Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan

tugas kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah dan

9) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Walikota

sesuai dengan bidangnya.

b. Bidang Pemberdayaan Sosial

Bidang Pemberdayaan Sosial dipimpin oleh Kepala Dinas. Bidang

Pemberdayaan Sosial mempunyai tugas pokok mengoordinasikan perumusan

bahan kebijakan, Pelaksanaan kebijakan dan pembinaan di bidang pemberdayaan

sosial. Bidang Pemberdayaan Sosial dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan

fungsi :

1) Menyelenggarakan penyusunan rencana program kerja bidang

pemberdayaan sosial;

2) Menyelenggarakan penyusunan bahan perumusan kebijakan operasional

pemberdayaan sosial;

3) Menyelenggarakan penyusunan bahan operasional, fasilitasi dan

rekomendasi pelaksanaan usaha dan kegiatan bidang pemberdayaan

sosial

4) Menyelenggarakan pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan

sosial;

5) Menyelenggarakan pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial;

6) Menyelenggarakan pemeliharaan taman makam pahlawan;

7) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan

dengan tugas pembinaan kesejahteraan sosial


31

8) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan

9) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.

c. Seksi Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

dipimpin oleh Kepala Bidang Pemberdayan Sosial. Seksi Pemberdayaan

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas pokok

Menyiapkan bahan kebijakan operasional, pelaksanaan kebijakan serta

pembinaan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Seksi

Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dalam melaksanakan

tugas menyelenggarakan fungsi :

1) Melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Pemberdayaan

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS);

2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional

pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS);

3) Melaksanakan pengembangan dan pengelolaan tempat penampungan

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS);

4) Melaksanakan bimbingan dan pemberdayaan bagi PMKS;

5) Melaksanakan rujukan warga binaan kepada lembaga pelayanan

pemerintah;

6) Melaksanakan penyiapan fasilitasi usaha kesejahteraan sosial serta bantuan

bagi PMKS;

7) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan dengan

Seksi Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial;

8) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan


32

9) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.

d. Seksi Pemberdayaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dipimpin

oleh Kepala Bidang Pemberdayan Sosial. Seksi Pemberdayaan Potensi Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS) mempunyai tugas menyiapkan bahan kebijakan

operasional, pelaksanaan kebijakan serta pembinaan potensi sumber

kesejahteraan sosial (PSKS). Seksi Pemberdayaan Potensi Sumber

Kesejahteraan Sosial Sosial dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan

fungsi :

1) Melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Pemberdayaan

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS);

2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional

pemberdayaan potensi sumber kesejahateraan sosial;

3) Melaksanakan pengumpulan dan pengelolaan data PSKS;

4) Melaksanakan bimbingan dan pemberdayaan Pemberdayaan Potensi

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS);

5) Melaksanakan fasilitasi bantuan teknis pagi PSKS

6) Melaksanakan pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga

(LK3);

7) Melaksanakan penyiapan bahan rekomendasi penerbitan ijin pengumpulan

sumbangan dalam Daerah;

8) Melaksanakan pemeliharaan taman makam pahlawan;

9) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan dengan

Seksi Pemberdayaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS):


33

10) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan

11) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.

e. Bidang Rehabilitasi Sosial


Bidang Rehabilitasi Sosial dipimpin oleh Kepala Dinas. Pemberdayan

Sosial. Bidang Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas pokok mengoordinasikan

perumusan bahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pembinaan di bidang

rehabilitasi sosial. Bidang Rehabilitasi Sosial dalam melaksanakan tugas

menyelenggarakan fungsi :

1) Menyelenggarakan penyusunan rencana program kerja Bidang

Rehabilitasi Sosial;

2) Menyelenggarakan penyusunan bahan perumusan kebijakan yang

berkenaan dengan Bidang Rehabilitasi Sosial bagi PMKS;

3) Mengoordinasikan pengumpulan dan pengelolaan data PMKS;

4) Mengoordinasikan penyelenggaraan bimbingan dan rehabilitasi sosial

bagi penyandang cacat, tuna sosial, korban Napza dan zat adiktif lainnya,

tuna eks napi, anak nakal, anak terlantar, anak jalanan, remaja putus

sekolah, korban tindak kekerasan dan perlakuan salah;

5) Menyelenggarakan kerjasama atau kemitraan dalam pelaksanaan

rehabilitasi sosial;

6) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan

dengan Bidang Rehabilitasi Sosial;

7) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan

8) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.


34

f. Seksi Rehabilitasi Anak, Remaja, Lanjut Usia dan ODK dipimpin oleh

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial. Seksi Rehabilitasi Anak, Remaja, Lanjut

Usia dan ODK mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan kebijakan

operasional, pelaksanaan kebijakan serta pembinaan bagi rehabilitasi anak,

remaja, lanjut usia dan orang dengan kedisabilitasan. Seksi Rehabilitasi

Anak, Remaja, Lanjut Usia dan ODK Sosial dalam melaksanakan tugas

menyelenggarakan fungsi :

1) Melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Rehabilitasi

Anak, Remaja, Lanjut Usia dan ODK;

2) Menyiapkan bahan penyusunan perumusan kebijakan rehabilitasi

sosial bagi Anak, Remaja dan Lansia dan ODK;

3) Melaksanakan pengumpulan dan pengelolaan data PMKS anak,

remaja, lanjut usia dan orang dengan kedisabilitasan;

4) Melaksanakan pengoordinasian bimbingan dan rehabilitasi sosial

bagi PMKS anak, remaja, lanjut usia dan orang dengan

kedisabilitasan;

5) Menyiapkan bahan kerjasama dan kemitraan dalam rangka

rehabilitasi sosial bagi PMKS anak, remaja, lanjut usia dan orang

dengan kedisabilitasan;

6) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan

dengan Seksi Rehabilitasi Anak, Remaja, Lanjut Usia dan ODK;

7) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan


35

8) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

g. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Nafza dipimpin oleh Kepala Bidang

Rehabilitasi Sosial. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Nafza mempunyai tugas

pokok mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan kebijakan operasional,

pelaksanaan kebijakan serta pembinaan bagi rehabilitasi sosial bagi tuna sosial

dan nafza. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Nafza dalam melaksanakan tugas

menyelenggarakan fungsi :

1) Melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial dan Nafza;

2) Melaksanakan penyiapan bahan kebijakan teknis di Seksi Rehabilitasi

Tuna Sosial dan Nafza;

3) Melaksanakan pengumpulan dan pengelolaan data PMKS Tuna Sosial dan

Nafza;

4) Melaksanakan pengoordinasian bimbingan dan rehabilitasi sosial bagi

PMKS Tuna Sosial dan Nafza;

5) Menyiapkan bahan kerjasama dan kemitraan dalam rangka rehabilitasi

sosial bagi PMKS Tuna Sosial dan Nafza;

6) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan dengan

Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan;

7) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan

8) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.


36

h. Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial

Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial dipimpin oleh Kepala Dinas.

Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial mempunyai tugas pokok

mengoordinasikan perumusan bahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan

pembinaan di bidang perlindungan dan jaminan sosial. Bidang Perlindungan dan

Jaminan Sosial dalam melaksanakan tugas menyelanggarkan fungsi :

1) Menyelenggarakan penyusunan rencana program kerja Bidang

Perlindungan dan Jaminan Sosial;

2) Menyelenggarakan penyusunan bahan kebijakan teknis pada Bidang

Perlindungan dan Jaminan Sosial.

3) Mengoordinasikan pengumpulan dan pengelolaan data fakir miskin;

4) Melaksanakan pengembangan jaminan dan perlindungan sosial;

5) Melaksanakan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang

perlindungan dan jaminan sosial;

6) Menyelenggarakan penyiapan bahan pemberian ijin pengangkatan anak

antar WNI.

7) Melaksanakan perumusan, pengkoordinasian dan pelakksanaan kebijakan

penanggulangan bencana;

8) Menyelenggarakan kerjasama dan kemitraan pelaksanaan perlindungan dan

jaminan sosial;

9) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan dengan

Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial;

10) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan


37

11) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya.

i. Seksi Perlindungan Sosial dipimpin oleh Kepala Bidang Perlindungan dan

Jaminan Sosial. Seksi Perlindungan Sosial mempunyai tugas pokok mempunyai

tugas pokok menyiapkan bahan kebijakan operasional, pelaksanaan kebijakan

serta pembinaan perlindungan sosial. Seksi Perlindungan Sosial dalam

melaksanakan tugas menyelenggarakan tugas meyelenggarakan fungsi :

1) Melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Perlindungan

Sosial;

2) Menyusun bahan perumusan kebijakan di seksi perlindungan sosial bagi

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS);

3) Menyusun bahan pelaksanaan kebijakan perlindungan sosial sosial bagi

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS);

4) Melaksanakan pengoordinasian pemberian ijin pengangkatan anak antar

WNI;

5) Melaksanakan penyiapan bahan kerjasama dan kemitraan pelaksanaan

perlindungan sosial;

6) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan dengan

Seksi Perlindungan Sosial;

j. Seksi Jaminan Sosial dipimpin oleh Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan

Sosial..Seksi Jaminan Sosial mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan

kebijakan operasional, pelaksanaan kebijakan serta pembinaan penyelenggaraan


38

jaminan sosial. Seksi Jaminan Sosial dalam melaksanakan tugas

menyelenggarakan tugas meyelenggarakan fungsi :

1) Melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Jaminan Sosial;

2) Menyelenggarakan penyusunan bahan perumusan kebijakan teknis,

pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan Jaminan Sosial;

3) Melaksanakan pengumpulan dan pengelolaan data fakir miskin tingkat

Kota;

4) Melaksanakan pengembangan dan fasilitasi jaminan sosial bagi keluarga

fakir miskin dan korban bencana;

5) Melaksanakan penyiapan bahan kerjasama dan kemitraan dalam

penyelenggaraan jaminan sosial.

6) Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang berkaitan dengan

Seksi Jaminan Sosial.

7) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan

8) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan tugas dan fungsinya

Jadi dalam penelitian ini penulis memfokuskan untuk memperoleh informasi

tentang peran Dinas Sosial dalam penanggulangan anak jalanan di Kota

Tasikmalaya degan informan penelitian terdiri dari 1) Kepala Dinas Sosial Kota

Tasikmalaya; 2) Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial; 3) Kepala Seksi Seksi

Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Bukan

Korban HIV/AIDS dan NAPZA; 4) Anak Jalanan (ANJAL); 5) Orang Tua Anak

Jalanan/Masyarakat.
39

3.2 Metode Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya metode penelitian yang digunakan oleh penulis

adalah mengguna metode penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian

kualitatif.

` Mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan metode menelitian kualitatif

adalah:

“Metode kualitarif awalanya digunakan oleh peneliti bidang sosiologi,

pendidikan atau antropologi/etnografi. Kasus-kasus yang diamati berangkat dari

studi masyarakat pada umumnya, dan sektor pemerintah, selain sektor bisnis pada

khususnya.” (Indrawan 2016:68)

Selain itu, mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan metode penelitian

kualitatif adalah:

“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan

dengan cara deskripsi dalam bentuj kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan menfaatkan berbagai metode ilmiah.” (Moelong,

2007:6)

Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriftif. Pelitian deskriftif

yaitu penelitian yabg berusaha untuk menunturkan pemecahan masalah yang ada

sekarang berdasarkan data-data yang penulis peroleh dari dinas Sosial Kota

Tasikmalaya tekait anak jalanan.


40

3.2.2 Operasionalisasi Konsep

Definisi konsep adalah:

“Konsep adalah sebuah ide hasil dari abstaksi berpikir suatu keadaan atau
fakta yang menjadi kajian sebuah ilmu. Ide memiliki makna, bahwa konsep
adalah bauh pikir yang dihasilkan dari proses keilmuan yang kemudian
menjadi keyakinan. Sedang abstraksi mengandung arti, bahwa konsep
merupakan kumpulan fakta atau keadaan dalam karakteristik yang sejenis.”
(Indrawan 2016:11)

Oprasional Konsep merupakan penjelasan dari masing-masing variabel yang

digunakan dalam penelitian terhadap parameter yang membentuknya. Untuk lebih

jelasnya, oprasinonalisasi dari Peran Dinas Sosial Kota Tasikmalaya dalam

penganggulangan anak jalanan beserta parameternya dapat dilihat dalam tabel 3.2

berikut ini:

Tabel 3.2 Operasinoalisasi Konsep


Variabel Dimensi Parameter
1. Orang -orang yang 1. Aktor dalam
berperan penanggulangan anak
jalanan
2. Target (sasaran) dalam
pembinaan dan
pelatihan anak jalanan

PERAN DINAS 2. Perilaku dalam 3. Harapan dan Dinas


SOSIAL KOTA peran Sosial terhadap anak
TASIKMALAYA jalan
DALAM 4. Regulasi yang mengatur
PENANGGULANGAN tentang anak jalanan
ANAK JALANAN 5. Realisasi program-
program untuk anak
jalanan
41

3. Kedudukan dan 6. Prosedur dan


perilaku orang mekanisme dalam
dalam peran penanggulangan anak
jalanan
7. Sumber daya manusia
pegawai Dinas Sosial
8. Ketertiban orang tua
anak dalam
penangulangan anak
jalanan
9. Sifat-sifat yang dimiliki
anak jalanan
10. Reaksi masyarakat
terhadap anak jalanan
4. Kaitan orang dan 11. Pemenuhan hak anak
perilaku jalanan sebagai anak
12. Hak-hak dan kewajiban
dari Dinas Sosial
terhdap anak jalanan

3.3 Sumber Data

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara). Data Primer dapat berupa opini subjek (orang)

secara individual atau kelompok , hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),

kejadian atau kegiatan, dan hasil Obserrvasi, Interview atau wawancara secara

mendalam oleh penulis.

Data primer menurut Arikunto, Suharsimi adalah: “Data primer adalah data

yang dikumpulkan melalui pihak pertama, biasanya dapar melalui wawacara, jejak

pendapat dan lain-lain.” (Arikunto, 2013:172)


42

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh penelitian

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak

lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang

tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Dalam hal ini data sekunder yaitu data yang dikumpulkan oleh

penulis dari dokumen-dokumen yang ada di Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, Jurnal

dan Skipsi penelitian terdahulu, Rujukan Elektronik dari website resmi.

Data sekunder menurut Arikunto adalah: “Data sekunder adalah data yang

dikumpulkan melalui pihak kedua, biasanya diperoleh melalui instansi yang

bergerak dibidang pengumpulan data seperti Bapan Pusat Statistik dan lain-lain.”

(Arikunto, 2013:172)

3.4 Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik

purporsive sampling, yang dimaksud dengan teknik purporsive sampling, yaitu:

“Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data


dengan pertimbangan tertentu. Pertimabangan tertentu ini, misalnya orang
tersebut yang dianggao paling tahu tentang apa yang kita harapkan. Atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan penelitian
menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.” (Sugiyono, 2016:218-219)

Penulis mentukan informan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1) Kepala Dinas Sosial Kota Tasikmalaya;

2) Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial;


43

3) Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial, Korban Napza dan

Korban Tindak Kekerasan.

4) Anak Jalanan (ANJAL); dan

5) Orang Tua Anak Jalanan/Masyarakat

Berikut penulis sajikan data sejumlah informan yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Tabel Informan

No Informan Jumlah Informasikan Yang Dibutuhkan

1 Kepala Dinas Sosial 1 Regulasi yang mengaturtentang anak


Kota Tasikmalaya jalanan di Kota Tasikmalaya
2 Kepala Bidang 1 Prosedur atau mekanisme dalam
Rehabilitasi Sosial perlindungan anak di Kota Tasikmalaya,
program-program dalam rangka
penangulangan anak jalan di Kota
Tasikmalaya
3 Kepala Seksi Seksi 1 Fasilitas yang mengandung program
Rehabilitasi Sosial pembinaan dan pelatihan anak-anak
Penyandang Masalah jalanan, hak-hak anak di Kota
Kesejahteraan Sosial Tasikmalaya
(PMKS) Lainnya
Bukan Korban
HIV/AIDS dan
NAPZA

4. Anak Jalanan 2 Alasan yang melartarbelakangi anak


(ANJAL) menjadi anak jalanan, Harapan anak
jalanan dalam pemenuhuan hak sebagai
anak
5 Orang Tua Anak 2 Kerja sama antara Dinas Sosial dengan
Jalanan/Masyarakat orang tua anak jalanan, Pengetahuan
orang tua ank jalanan dalam pengasuhan
anak, Kemudahan akses pendidikan dan
kesehatan bagi anak jalanan
Jumlah 7
44

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data adalah:

“Dengan cara apa dan. Bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan

sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan

reliabel.” (Bungin, 2003:42)

Untuk mendapatkan data dan informasi yang digunakan untuk mengetahui

permasalahan yang ada diperlukan sejumlah data baik data primer mauoun data

sekunder. Adapun teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dan informasi

adalah sebagai berikut:

1. Pengamatan (Observation)

Menyatakan bahwa macam-macam observasi adalah: “Mengklasifikasikan

observasi menjadi observasi berpartisipasi) (participant observation). Observasi

yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert

observation), dan observasi yang tak berstuktur (unstructured observation).”

(Sugiyono, 2016:226)

Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi untuk mengetahui secara

lebih dekat atau secara langsung terhdap objek penelitian, sehingga penelitian dapat

memperoleh gambaran langsung mengenai masalah yang akan dibahas.

Untuk pengambilan data dengan cara observasi ini, penelitian memlilih

observasi langsung, menyatakan bahwa: “Observasi langsung terjadi ketika

pengibservasi hadir secara fisik dan memonitor secara personal yang terjadi.

Pendekatan ini sangat fleksibel karena memunfkinakan peneliti menanggapi dan

melaporkan aspek yang muncul dari kejadian dan pelaku saat berlangsungnya
45

kejadianm.” (Indrawan 2016:135). Selanjutnya dalam pengambilan data melalui

observasi tersebut, peneliti menggunakan pedoman observasi.

2. Wawancara

Wawancara antara lain sebagai berikut: “Wawancara adalah pertemuan dua

orang untuk bertukan informasi dan ide memlaui tanya, jawab, sehingga dapat

dikonstuksikan makna dalam suatu topik tertentu.” (Sugiyono, 2016:231)

Macam-macam wawancara antara lain sebagai berikut: “Mengemukakan beberapa

macam wawancara, yaitu wawancara terstuktur (Stuctured4 Interview),

semistruktur (Semistructure Interview), dan tidak terstuktur (Unstructured

Interview).” (Sugiyono, 2016:233)

Yang dimaksud dengan wawancara, terstuktur adalah: “Wawancara terstuktur

digunakan sebagai teknik pengumlulan data, bila peneliti atau pengumpulan data

telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.”

(Sugiyono, 2046:233)

Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancar terstuktur

yang diharapkan dapat garis tegas antara peneliti dengan subjek peneltian dalam

pelaksanaan wawancara demi mendapatkan informasi yang baik.

3. Dokumentasi

Dokumentasi antara lain sebagai berikut:

“Dokumen merupakan catatab peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa


berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya: catatab harian, sejarah kehidupan
(life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumentasi yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.”
(Sugiyono, 2016:240)
46

Dokumentasi yang digunakan penulis adalah berupa data-data yang ada di

Dinas Sosial Kora Tasikmalaya, Jurnal dan Skripsi penelitian terdahuku, Rujukan

Elektronik dari website resmi.

4. Studi Pustaka

Yaitu Teknik Pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-

buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-jurnal, dam media lainnya

yang berkaitan dengan obyek penelitian.

5. Triangulasi

Triangulasi antara lain sebagai berikut:

“Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menghubungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada.” (Sugiyono, 2016:241). Dalan penelitian ini oenukis menggunakan satu

teknik triangulasi sumber.

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

Analisis data adalah:

“Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.” (Sugiyono, 2016:244)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data lapangan dimana

analisis data dilakukan saat pengumpulan data berlangsung. Sebagaimana yang

mengatakan bahwa:
47

“Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan


berlangsung secara terus menerut sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu reduksi data (Data Reduction).
Penyajian Data (Data Display) dan Penarikan Simpulan/ Verifikasi
(Conclussion Drawing/Verification).” (Sugiyono, 2016:246)

Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Redukasi Data (Data Reduction)

Data reduction antara lain sebagai berikut . “Reduksi data merupakan proses

berpikir sensitif yang memelurkan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman

wawasan yang tinggi.” (Sugiyono, 2016:249)

Bagian awal dalam kegiatan analisis data yabg berupa proses seleksi

pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data kasar dari fieldnote. Proses reduksi

data berlangsung secara terus menerus sepanjang penelitian hingga akhir

penyusunan laporan penelitian.

2. Penyajian Data (Data Display)

Data display antara lain sebagai berikut: “Dalam penelitian kualitatif,

penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sejenisnya.” (Sugiyono, 2016:249). Penyajian data yang

digunakan oleh penulis untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan

teks yang bersifat naratif.

3. Verification (Conclusion Drawing)


Verification (conclusion drawing) antara lain sebagai berikut:

“Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang


sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau
48

interakrif, hipotesis atau teori.” (Sugiyono, 2016:253)

Untuk melakukan analisis data peneliti melakukan oenggabungan dari ketiga

aktifitas analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan

simpulan/verifikasi. Hal inu dilakukan agar analisis data bersifat interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas , sehungga data yang di dapatkan

lebih banyak dan ketika data diras telah cukup dan jenuh atau tidak bertambah maka

pengambilan data akan dihentikan.

Peneliti melakukan pengumpulan data-data yang dianggao relevan dengan

permasalahan penelitian, selanjutnya langkah yang harus dilakukan adalah

mereduksi data dengan cara penyeleksian, pemfokusan, dan abstraksi data dari

fieldnote (catatan lapangan), di mana proses ini akan berlangsung secara terus-

menerus sampai akhir penulisan penelitian ini. Setelah data direduksi , penelitian

menyajikan data yang disusun secara logis dan sistematis agar mudah dipahami.

Kemudian data-data yabg terkumpul terus melewati tahap penarikan kesimpulan

berdasarkan pada reduksi dan sajian data yang telah dilakukan. Dalam melakukan

penarikan kesimpulan, peneliti harus bersikap terbuka namun tetap skeptis. Apabila

simpulan dirasa kurang mantap, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatab

pengumpulan data untuk mendukung simpulan yang ada, dan bagi pendalaman

data.

3.7 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data adalah: “Jadi uji keabsahan data dalam penelitian

kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas


49

eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (objektivitas).”

(Sugiyono, 2016:270). Berdasarkan uraian mengenai Uji keabsahan data tersebut,

maka dalam penelitian ini penulis menentukan untuk menggunakan uji kreabilitas.

Uji Kredibilitas adalah sebagai berikut:

“Uji Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis

kasus negatif, dan membsrcheck.” (Sugiyono, 2016:270). Uji kredibilitas data yang

digunakan penulis adalah mengunakan triangulasi sumber adalah sebagai berikut:

Gambar 3.6
Triangulasi Sumber

A
Wawancara
B
Mendalam f
g
C
d
B
g
Trigulasi “sumber” pengumpulan data. (satu
f teknik pengumpulan data pada
a
bermacam-macam data pada bermacam-macam sumber
s data A, B, C).
d
(Sugiyono,2016:242)

3.8 Jadwal Penelitian

3.8.1 Lokasi Penelitian

Penelitian tetang Peran Dinas Sosial Dalam Penanggulangan Anak Jalanan

dilaksanakan di Dinas Sosial Kota Tasikmalaya.


50

Dinas Sosial Kota Tasikmalaya di Jalan Ir.H. Djuanda (Komplek Perkantoran) Kota

Tasikmalaya.

3.8.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam waktu 6 (enam bulan) dengan jadwal kegiatan

penelitian disajikan dalam tabel 3.7 di bawah ini:

Tabel 3.7
Jadwal Kegiatan Penelitian

Minggu/Bulan/Tahun

No Kegiatan 2021 2022


Oktober Novemb Desemb Januari Febuari Maret
er er

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Kepustakaan
2. Observasi
3. Pengajuan Judul Usulan
Penelitian
4. Penyusunan Usulan
Penelitian
5. Bimbingan Usulan
Penelitian
6. Seminar Usulan
Penelitian
7. Penelitian Lapangan
8. Penyusunan Skripsi
9. Bimbingan Skripsi
10. Sidang Skripsi

Sumber : Olahan Penulis, 2021


51

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Biddle, B,J dan Thomas E,J. 1996. Role Theory: Concept and Research New York:
Wiley.

Bungin, Burhan, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Arikunto, Suharismi. 2013 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


PT. Rineka Cipta

Departemen Sosial RI. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Sosial Anak


Terlantar Di Dalam Panti. Jakarta: Departemen Sosial RI.

Fukuyama, Francis, 2005. State Building : Government and World Order in the
21st Century (Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia
Abad 21). Jakarta: Gramedia.

Haroepoetrie, Arimbi, dan Achamad Santosa. 2003. Peran Serta Masyarakat


Dalam Pegelolaan Lingkungan. Jakarta: Walhi.

Indrawan dan Yaniawati, 2016. Metetologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan


Campuran Untuk Manajamen, Pembangunan, dan pendidikan (Revisi).
Cetakan Kedua. Bandung: PT. Refika Aditama.

Jurdi, Syariffudin. 2015. Ilmu Politik Profetik: Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,


dan Integrasi Keilmuan dalam Ilmu Politik. Makassar: Laboratorium Ilmu
Politik UIN Alauddin Makassar

Moelong, Lexy J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, PT. Remaja


Rosdakarya Offset.

Soekanto, Soerjono. 1984. Teori Peran. Jakarta: Bumi Aksara.

Soeharto. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Erlangga

Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial: Individual dan Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka

Sugiyono, 2016. Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
52

Skipsi:

Marzatillah, 2020. Peran Dinas Sosial Dalam Penanganan Eksploitasi Anak di


Kota Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Ranty Banda Aceh

Jurnal:

Theresia Baturangka, dkk. 2019. Peran Dinas Sosial Kota Manado Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Penyandang Disabilitas. Jurnal Ilmu
Pemerintahan. Vol. 3 No. 3.

Dokumentasi:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang


KesejahteraanSosial.

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 8 Tahum 2015 Tentang


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dinas Sosial Kota
Tasikamalaya.

Rujukan Elektronik:

https://www.tubasmedia.com/menjamur-anak-jalanan-di-kota-tasikmalaya/amp/

https://fokusjabar.id/2020/09/10/satpol-pp-kota-tasikmalaya-manusia-silver/amp/
53

Lampiran 1

PEDOMAN OBSERVASI

No Keadaan Yang Diobservasi Keadaan Yang Ditemukan


1. Lokasi Dinas Sosial Kota Dinas Sosial Kota Tasikmalaya di
Tasikmalaya Jalan Ir.H. Djuanda (Komplek
Perkantoran) Kota Tasikmalaya
2. Kantor Lokasi Dinas Sosial Kota Kantor Lokasi Dinas Sosial Kota
Tasikmalaya Tasikmalaya mengurusi 3 Bidang
yaitu Bidang Pemberdayaan Sosial,
Bidang Rehabilitasi Sosial, dan
Bidang Perlindungan dan Jaminan
Sosial
3. Peran Dinas Sosial Kota Peran Dinas Sosial Kota
Tasikmalaya Dalam Penanggulangan Tasikmalaya Dalam
Anak Jalanan Penanggulangan Anak Jalanan
Dinilai Belum Maksimal
4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tercantum dalam Peraturan
Sosial Kota Tasimalaya Walikota Tasikmalaya Nomor 60
Tahun 2016 Tentang Tugas Pokok
dan Rincian Tugas Unit Dinas
Sosial Kota Tasikmalaya
54

Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA

PERAN DINAS SOSIAL DALAM PENANGULANGAN ANAK JALANAN


DI KOTA TASIKMALAYA

A. Pertanyaan untuk Kepala Dinas Sosial Kota Tasikmalaya


1. Apakah yang dimaksud dengan anak jalanan?
2. Siapakah yang memiliki kewenangan dalam penanggulangan anak
jalanan?
3. Apa yang melatar belakangi masih adanya masih ada anak jalanan di
Kota Tasikmalaya?
4. Bagaimanakah langkah-langkah dari Dinas Sosial dalam
penanggulangan anak jalanan?
5. Bagaimanakah jumlah sumber daya manusia Dinas Sosial Kota
Tasikmalaya?
6. Apakah ada regulasi kuhus yang mengatur anak jalanan di Kota
Tasikmalaya?
7. Bagamana Realisasi Program pembinaan yang telah dilakukan oleh
Dinas Sosial terhadap anak jalanan?
8. Bagaimana harapan Dinas Sosial tentang anak jalanan?
9. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap anak jalanan?
10. Apakah sudah terealisasi program-program untuk anak jalanan?
11. Bagaimana hak-hak dan kewajiban dari Dinas Sosial terhadap anak
jalanan?

B. Pertanyaan Untuk Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial


1. Bagaimana menurut pendapat ibu tentang anak jalanan di Kota
Tasikmalaya?
2. Bagaimana upaya pendampingan dan pembinaan yang dilakukan oleh
dinas sosial terhadap anak jalanan?
3. Bagaimanakah mekanisme atau pelaksanaan pencengahan dan
penanggulangan anak jalanan?
4. Bagaimanakah sifat-sifat yang dimiliki anak jalanan?
5. Bagaimanakah psikologi anak jalanan?
6. Bagaimanakah reaksi masyarakat terhadap anak jalanan?
7. Bagaimana hak-hak anak jalanan yang diperoleh anak jalanan?
8. Bagaimana harapan Dinas Sosial terhadap anak jalanan?

C. Pertanyaan Untuk Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Peyandang Masalah


Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Bukan Korban HIV/AIDS dan
NAPZA
55

1. Apa yang melatarbelakangi anak-anak turun kejalan menjadi anak


jalanan?
2. Siapakah yang memiliki kewenangan dalam penanggulangan anak
jalanan?
3. Bagaimanakah upaya pedampigan dan pembinaan yang dilakukan oleh
Dinas Sosial terhadap anak jalanan?
4. Bagaimanakah mekanisme atau pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan anak jalanan?
5. Bagaimanakah sifat-sifat yang dimiliki anak jalanan?
6. Bagaimanakah psikologis anak jalanan?
7. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap anak jalanan?
8. Bagaimanakah hak-hak yang diperoleh anak jalanan?
9. Bagaimanakah harapan Dinas Sosial terhadap anak jalanan?

D. Pertanyaan Anak Jalanan.


1. Aapa yang melatarbelakangi saudari untuk menjadi anak jalanan?
2. Sudah berapa kali terjaring razia SATPOL PP?
3. Bagaimanakah penghasilan yang saudari peroleh dengan menajdi anak
jalanan?

E. Pertanyaan untuk Orang Tua Anak Jalanan/Masyarakat.


1. Bagaimanakah peran Dinas Sosial dalam penanggulangan anak
jalanan?
2. Apakah menurut Bapak/Ibu hal tersebut membantu merubah perilaku
anak?
3. Apakah alasan melatarbelakangi anak menjadi turun ke jalanan?
4. Bagaimanakah menurut pendapat Bapak/Ibu tentang sifaat-sifat yang
dimiliki anak Bapak/Ibu?

Anda mungkin juga menyukai