DISUSUN OLEH:
Disusun Oleh:
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
Pembimbing Karya Tulis Ilmiah
iii
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang merupakan tugas
akhir dalam menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan di Poltekkes
Kemenkes Bengkulu yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Eliminasi Urine Pada Pasien Pascabedah Transurethral Resection of the Prostate
(TURP) Di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2022”.
Dalam penyusunan Karya Tulis ini penulis mendapat banyak bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat selesai pada waktunya. Oleh karena
itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Eliana, SKM, M.PH., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Bengkulu.
2. Ibu Ns. Septiyanti, S.Kep., M.Pd selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Bengkulu.
3. Ibu Asmawati, S.Kp, M.Kep selaku ketua program studi DIII keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
4. Bapak Ns. Sahran, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing yang telah
menginspirasi dan banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan bimbingan, arahan dan masukan dengan penuh kesabaran dan
penuh perhatian kepada penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Dr. Nur Elly, S.Kp., M.Kes dan Bapak Ns. Hendri Heriyanto, S.Kep.,
M.Kep selaku penguji seminar hasil Karya Tulis Ilmiah yang telah
memberikan saran agar Karya Tulis ini dapat lebih baik.
6. Seluruh dosen dan staf Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
7. Pasien kelolaan Tn. S dan keluarga beserta seluruh perawat, dokter, dan
seluruh tenaga medis lain yang bertugas di Ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.
v
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak
agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah yang telah penulis susun ini dapat
bermanfaat.
Bengkulu, 30 Juni 2022
Penulis
vi
PERSEMBAHAN
vii
DAFTAR
viii
BAB IV HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN 3
A. Hasil Studi Kasus....................................................................................34
B. Pembahasan............................................................................................60
BAB V PENUTUP...............................................................................................66
A. Kesimpulan.............................................................................................66
B. Saran.......................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR
x
DAFTAR
xi
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring bertambahnya usia, manusia mengalami penurunan fungsi tubuh,
salah satunya adalah perubahan pada sistem perkemihan. Perubahan berupa
ketidakseimbangan hormon, terutama pada pria di atas usia 50 tahun, dapat
mempengaruhi fungsi kelenjar didalamnya. Salah satunya adalah penurunan
fungsi prostat, yang dapat memicu terjadinya Benigna Prostatic Hyperplasia
(BPH). BPH adalah suatu kondisi yang mempunyai kaitan dengan penuaan
(N.I. Saputra et al., 2016).
BPH adalah pertumbuhan stroma tak ganas dan kelenjar epitel prostat
yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat. Pada kasus yang parah,
kelenjar ini tumbuh perlahan selama beberapa dekade, yang semula berukuran
20 gram untuk ukuran normal orang dewasa dan akhirnya dapat mencapai
ukuran 10 kali lipatnya (Lestari et al., 2019).
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian BPH di dunia
pada tahun 2018 terdapat sekitar 70 Juta kasus insidensi penyakit BPH dengan
presentasi (30,1%) di negara maju, sedangkan di negara berkembang sebanyak
(15,35%). Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian
menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai 90% pada pria usia
80 tahun (Amadea et al., 2019). Kasus di Amerika Serikat, terdapat lebih dari
setengah (50%) pada laki laki usia 60- 70 tahun mengalami gejala BPH dan
antara usia 70-90 tahun sebanyak 90% mengalami gejala BPH (Haryanto &
Rihiantoro, 2016). Penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia
Tenggara yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 42 juta orang dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050. Seiring
dengan meningkatnya angka harapan hidup di dunia ini (Aprina et al., 2017).
Di Indonesia BPH merupakan kelainan urologi setelah batu saluran kemih
yang dijumpai di klinik Urologi. Di perkirakan tahun 2018 50% pada pria
1
2
berusia di atas 50 tahun. Tahun 2018 sebesar 45% terjadi BPH usia diatas 50
tahun dan tahun 2019 sebanyak 56% terjadi pada laki-laki berusia 56 tahun.
Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta
lebih, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita
BPH (Haryanto & Rihiantoro, 2016).
Laki-laki penderita BPH biasanya sering memiliki keluhan LUTS (Lower
Urineary Tract Symptom) yang mengganggu kualitas hidup pasien. Insiden
BPH dan LUTS berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun sebanyak 25%
laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah,
meningkat hingga 50% pada usia 75 tahun ke atas. Dimana 2 faktor resiko lain
terjadinya BPH adalah mengarah pada genetik atau perbedaan ras. Sekitar
50% laki-laki berusia di bawah 60 tahun yang menjalani operasi TURP
memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat autosomal
dominan. Pria yang memiliki orang tua menderita BPH, mempunyai resiko
empat kali lipat lebih besar untuk menderita simptomatik BPH dibanding
dengan yang tidak memiliki faktor keluarga (Duarsa, 2020).
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat
ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif
lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil
terapi. Macam-macam tindakan pembedahan pada pasien BPH adalah
prostatektomi, Insisi Prostat Transuretral (TUIP), Transurethral Reseksi of
the Prostat (TURP). BPH dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pria usia
lanjut sehingga harus ditangani dengan tepat.
Salah satu penanganannya adalah dengan prosedur pembedahan yang
biasa disebut dengan prosedur TURP (Transurethral Resection of the
Prostate). TURP adalah tindakan pembedahan non insisi, yaitu pemotongan
secara elektris prostat melalui meatus uretralis. Kelebihan TURP antara lain
tidak dibutuhkan insisi dan dapat digunakan untuk prostat dengan beragam
ukuran, dan lebih aman bagi subyek yang mempunyai risiko bedah yang
buruk. Komplikasi setelah dilakukan prosedur TURP adalah adanya gangguan
eliminasi urine seperti risiko perdarahan, keluhan BAK kemerahan, disuria,
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat penulis angkat dalam karya tulis ilmiah ini
adalah “Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M.
Yunus?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diperoleh gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus.
2. Tujuan Khusus
Melalui karya tulis ilmiah ini penulis diharapkan mampu:
a. Diperoleh gambaran tentang pengkajian pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M.
Yunus.
b. Diperoleh gambaran tentang diagnosa kebutuhan pemenuhan eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus
c. Diperoleh gambaran tentang perencanaan kebutuhan pemenuhan
eliminasi urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M.
Yunus.
d. Diperoleh gambaran tentang implementasi kebutuhan eliminasi urine
pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus
e. Diperoleh gambaran tentang evaluasi kebutuhan pemenuhan. eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus.
5
D. Manfaat Studi
Kasus
1. Bagi Penulis Lain
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman belajar
di bidang ilmu keperawatan medikal bedah tentang pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
b. Menerapkan aplikasi proses keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
2. Bagi Keluarga
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan pascabedah TURP.
3. Bagi Rumah Sakit
a. Mendapat informasi bagi tenaga keperawatan yang memberikan
asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien
pascabedah TURP
b. Dapat menjadi acuan tenaga perawat rumah sakit dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien pascabedah TURP.
4. Bagi Tenaga Pendidik
Sebagai referensi tenaga pendidik untuk menambah wawasan dan bahan
masukan dalam kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
c. Derajat III, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tidak
teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm dan beratnya
40 gram.
d. Derajat IV, inkontinensia, prostat lebih dari 4 cm, beberapa penyulit ke
ginjal seperti gagal ginjal, hidronefrosis.
4. Patofisiologi
Purnomo (2016) menyebutkan ada 5 teori penyebab BPH, salah
satunya adalah teori dihidrotestosteron (DHT). Prabowo (2014)
mengatakan bahwa hormon DHT adalah hormon yang merangsang
pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulasi, yang mengoptimalkan
fungsinya. Hormon ini disintesis di prostat dari hormon testosteron darah
alami. Proses sintesis ini didukung oleh enzim 5α-reduktase tipe 2.
Dalam berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH
tidak berbeda nyata dengan kadar pada prostat normal, hanya saja pada
BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
tinggi pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT, sehingga replikasi sel lebih sering terjadi dibandingkan
pada prostat normal (Purnomo, 2016).
Selain DHT, estrogen juga berpengaruh pada pembesaran prostat.
Dengan bertambahnya usia, prostat menjadi lebih sensitif terhadap
stimulasi androgen, sedangkan estrogen dapat memberikan perlindungan
terhadap BPH. Jika menjadi lebih besar dari biasanya, memberi tekanan
pada saluran kemih (Purnomo, 2016). Pembesaran prostat dapat diobati
dengan operasi TURP, yang dapat menyebabkan retensi urine, yang sering
terjadi karena adanya cloth yang menghalangi saluran kemih.
1
Pathways
Perubahan
sel sistem Penuaan
keseimbangan Inflamasi
hormon testosteron
dan estrogen
Dehidrotestosteron
Proliferasi sel
Pembedahan/TURP
B
Resiko
Ansietas Peningkatan Perdarahan
Infeksi Kateterisasi
Prostaglandin
dengan
Resi threeway
Nyeri Akut ko
Syok
Adanya bekuan darah
Retensi Urine
KET : Sumber:
Nurarif & Kusuma, 2015
Diagnosa yang
diambil
1
5. Manifestasi Klinis
Pasien dengan BPH dapat menunjukkan berbagai tanda dan gejala. Gejala
BPH bervariasi dari waktu ke waktu dan dapat memburuk, stabil, atau
memburuk secara. Purnomo (2016) mengatakan bahwa gejala BPH
dikenal sebagai Lower Urineary Tract Symptoms (LUTS), yang dibagi
menjadi:
a. Gejala Obstruktif
1) Hesitansy yaitu memulai kencing yang lama dan disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh otot destrussor kandung kemih
yang memerlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra
prostatika.
2) Intermitency yaitu aliran kencing yang terputus-putus yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribbling yaitu urine yang tetap menetes pada akhir
miksi.
4) Pancaran lemah yaitu kekuatan yang lemah karena otot
destrussormemerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya miksi.
b. Gejala Iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita buang air kecil lebih sering dari
biasanya, dan terjadi pada siang dan malam hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu buang air kecil.
6. Pemeriksaan penunjang
Prabowo dan Pranata (2014) mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang
yangdilakukan pada pasien dengan BPH meliputi:
a. Urinealisis dan Kultur Urine
1
3. Komplikasi TURP
Disfungsi ereksi diketahui merupakan salah satu komplikasi yang
dialami sebagian populasi. TURP merupakan prosedur yang aman bagi
fungsi seksual bila tidak didapatkan faktor risiko (Tjahjodjati et al., 2017).
Selain itu, komplikasi jangka Panjang yang dapat terjadi meliputi
inkontinensia urine (2,2%), stenosis leher kandung kemih (4,7%), striktur
uretra (3,8%), ejakulasi retrograde (65,4%), disfungsi ereksi (6,5-14%),
dan retensi urine (Tjahjodjati et al., 2017).
Menurut Prabowo (2014) ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
mempengaruhi eliminasi urine, yakni:
a. Inkontinensia urine
Kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu dikontrol oleh
spingter eksternal. Ada dua jenis inkontinensia urine:
1) Inkontinensia stres
2) Inkontinensia urgensi
b. Retensi urine
Tertahannya urine di kandung kemih akibat terganggunya proses
pengosongan kandung kemih sehingga kandung kemih menjadi
regang.
c. Enuresis (mengompol)
Peristiwa berkemih yang tidak disadari.
d. Sering berkemih (frekuensi)
Meningatnya frekuensi berkemih tanpa disertai peningatan asupan
cairan.
e. Urgensi
Perasaan yang kuat untuk berkemih.
f. Disuria
Rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih
a) Takut inkontinensia
b) Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
5) Aktivitas/istirahat
a) Riwayat pekerjaan
b) Lamanya istirahat
c) Aktivitas sehari-hari
d) Pengaruh penyakit terhadap aktivitas
6) Hygiene: Penampilan umum, aktivitas sehari-hari, kebersihan
tubuh dan frekuensi mandi.
7) Integritas ego
a) Pengaruh penyakit terhadap stress
b) Gaya hidup
c) Masalah finansial
8) Pernafasan
Apakah ada sesak nafas, riwayat merokok dan bentuk dada.
9) Interaksi sosial Status perkawinan, hubungan dalam masyarakat.
d. Pemeriksaan fisik, meliputi:
1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu. Nadi dapat meningkat pada
keadaan kesakitan pada retensi urine akut.
2) Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
a) Inspeksi
Inspeksi pada abdomen, kesimetrisan, warna kulit, tekstur,
turgor kulit, adanya massa atau pembengkakan, distensi, dan
luka. Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi
gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Penurunan turgor
kulit merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan
penumpukan cairan.
b) Auskultasi
Mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran
atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta
2
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul setelah dilakukan analisa masalah sebagai hasil
dari pengkajian. Secara garis besar, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada pasien pascabedah Transurethral Resection of the Prostate
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Retensi urine berhubungan dengan blok spingter
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
e. Resiko hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Berdasarkan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada pasien pascabedah TURP, pada karya tulis ini peneliti
memfokuskan pada diagnosa keperawatan retensi urine berhubungan
dengan blok spingter dan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (prosedur invasif).
Tabel 2. 2 Analisa Data
Data senjang Etiologi Masalah
Data Mayor: Blok spingter Retensi urine
Subjektif: (sumbatan di kateter)
1. Sensasi penuh pada
kandung kemih
Objektif
1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung
kemih
Data Minor:
Subjektif:
1. Dribbling
Objektif:
1. Inkontinensia
berlebih
2. Residu urine 150ml
atau lebih
Data Mayor Agen pencedera fisik Nyeri Akut
Subjektif: (prosedur invasif)
1. Mengeluh nyeri
Objektif:
2
2. Tampak meringis
3. Bersikap protektif
4. Gelisah
5. Frekuensi nadi
meningkat
6. Sulit
tidur Data
Minor:
Subjektif:
(Tidak tersedia)
Objektif:
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaphoresis
3. Perencanaan/Intervensi
Intervensi Keperawatan yang mengacu pada Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dengan kriteria
hasil mengacu pada Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI, 2019). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada
pada tabel 2. 2 di atas, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
terdapat pada tabel berikut.
2
cairan/irigasi
10. Cairan isotonis tidak
Terapeutik mudah diabsorbsi oleh
10. Gunakan cairan isotonis untuk tubuh
irigasi kandung kemih 11. Menjaga privasi klien
11. Jaga privasi 12. Hasil irigasi terlihat
12. Kosongkan kantung urine dengan jelas
13. Untuk melindung diri
13. Gunakan alat pelindung diri 14. Sesuai standar dan
14. Lakukan standar operasional mencegah terjadinya
prosedur dengan teknik aseptik infeksi
15. Mencegah alat-alat
15. Persiapkan alat-alat dengan terkontaminasi
mempertahankan kesterilan 16. Irigasi kandung kemih
16. Siapkan cairan irigasi sesuai sesuai kemutuhan
kebutuhan 17. Menjaga port kateter tetap
17. Buka dan disinfeksi port kateter steril
dengan swab alkohol 18. Irigasi dapat dilakukan
18. Hubungkan set cairan irigasi dengan cairan yang telah
dengan kateter urine dihubungkan
19. Tetesan cairan irigasi yang
19. Atur tetesan cairan irigasi sesuai masuk sesuai dengan
kebutuhan kebutuhan
20. Cairan irigasi masuk tanpa
20. Pastikan cairan irigasi mengalir hambatan dan keluar
ke kateter, kandung kemih dan sesuai dengan yang
keluar ke kantung urine diharapkan
21. Berikan posisi nyaman 21. Pasien nyaman saat
dilakukan irigasi kandung
Edukasi kemih
22. Jelaskan tujuan dan prosedur 22. Pasien mengetahui tujuan
2
4. Implementasi
Dalam proses keperawatan, implementasi merupakan fase tindakan
dimana perawat melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun
sebelumnya. Implementasi terdiri dari tindakan pelaksanaan dan
pendokumentasian kegiatan yang merupakan tindakan keperawatan
spesifik yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Perawat
melakukan aktivitas keperawatan yang dikembangkan dari langkah
perencanaan dan kemudian menyimpulkan langkah implementasi dengan
mencatat aktivitas keperawatan serta respon pasien terhadap tindakan yang
telah diberikan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dari proses keperawatan. Dalam konteks
ini, evaluasi adalah aktivitas terencana, berkelanjutan yang tujuannya
adalah menentukan kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil tertentu
dan menilai efektivitas rencana asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan
aspek penting dari proses keperawatan karena kesimpulan yang diambil
dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus dihentikan,
dilanjutkan, atau diubah (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016). Metode
evaluasi yang akan digunakan pada kasus ini adalah SOAP (S: Subjektif,
O: Objektif, A: Analisis, P: Planning).
Melalui evaluasi, perawat menunjukkan tanggung jawab dan
akuntabilitas atas tindakan mereka, menunjukkan keberhasilan atas
kegiatan keperawatan dan menunjukkan rencana untuk tidak melanjutkan
tindakan yang tidak efektif yang kemudian digantikan dengan tindakan
yang lebih efektif (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016).
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS
30
3
D. Definisi Operasional
a. Asuhan keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dimulai dari
melakukan pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, menyusun
perencanaan, melakukan implementasi serta evaluasi yang dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan eliminasi urine pada pasien
pascabedah TURP dengan gangguan eliminasi urine mulai hari pertama
sampai hari keempat.
b. Pasien dalam studi kasus ini adalah pasien yang didiagnosis oleh dokter
yang mengalami BPH dan telah dilakukan operasi TURP dan dirawat di
ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus Bengkulu sebagai orang yang menerima
pelayanan atas penyakit BPH yang dialami.
c. Benign Prostatic Hyperplasia adalah suatu diagnosis yang ditetapkan oleh
dokter berdasarkan manifestasi, hasil pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan diagnostik lainnya.
d. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan prosedur baku
untuk terapi bedah BPH dengan dilakukan pengangkatan jaringan prostat
lewat uretra menggunakan resektoskop yang dilakukan di kamar operasi
oleh ahlinya.
e. Pemenuhan kebutuhan eliminasi urine adalah semua upaya yang diberikan
kepada pasien yang mengalami gangguan eliminasi urine pascabedah
TURP untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi urinenya selama di rawat di
rumah sakit.
E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus
Lokasi penelitian ini telah dilakukan di Ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Studi kasus ini dilaksanakan selama 4 hari pada tanggal 30 Mei-2
Juni 2022.
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (hasil anamnesis yang harus didapatkan berisi tentang
identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikologi, pola-
3
pola fungsi kesehatan. sumber data bisa dari pasien, keluarga, perawat
lainnya).
b. Observasi dan Pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
pemeriksaan integumen, pemeriksaan kepala leher, pemeriksaan dada,
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan genetalia, anus, pemeriksaan
ekstermitas, data fokus yang harus di dapatkan adalah pemeriksaan
abdomen dan genetalia.
c. Studi dokumentasi dan integumen dilakukan dengan melihat dari data
MR (Medikal Record) pasien, melihat hasil laboratorium, melihat
catatan harian perawat ruangan, memeriksa hasil pemeriksaan
diagnostik.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan sesuai ketentuan yang ada di prodi DIII
Keperawatan Bengkulu.
3. Penyajian Data
Pada studi kasus ini peneliti menyajikan data secara tekstural atau
narasi, disertai dengan ungkapan verbal dan respon subyek studi kasus
yang merupakan data pendukung studi kasus.
G. Etika Studi Kasus
Peneliti akan mempertimbangkan etik dan legal penelitian untuk
melindungi responden agar terhindar dari segala bahaya serta
ketidaknyamanan fisik dan psikologis. ethical clearance mempertimbangkan
hal-hal di bawah ini.
1. Self Determinan
Pada studi kasus ini, responden di beri kebebasan untuk
berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, peneliti
hanya akan memberi inisial sebagai pengganti idenditas responden.
3
3. Kerahasiaan (Confidentialy)
Semua informasi yang dapat dari responden tidak akan
disebarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang mengetahuinya.
4. Asas kemanfaatan (Beneficiency)
Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas
penderitaan, bebas eksploitasi dan bebas resiko. Bebas penderitaan yaitu
peneliti menjamin responden tidak akan mengalami cidera, mengurangi
rasa sakit, dan tidak akan memberikan penderitaan pada responden. Bebas
eksploitasi dimana pemberian informasi dari responden akan di gunakan
sebaik mungkin dan tidak akan di gunakan secra sewenang-wenang demi
keuntungan peneliti. Bebas resiko yaitu responden terhindar dari resiko
bahaya kedepannya. tujuan dari penelitian adalah untuk menambah
pengetahuan, menerapkan penkajian pada pasien tuberkulosis serta
berperan dalam mengurangi hari lama rawat.
5. Maleficience
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikologis.
H. Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti
pengumpulkan data secara langsung pada pasien dan keluarga dengan
menggunakan format pengkajian dari yang baku dari kampus, pengumpulan
data dilakukan pada pengkajian dengan pasien langsung dan keluarga.
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
34
Pasien masuk dari UGD ke ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu pada tanggal 29 Mei 2022 pukul 16.15 WIB dan
direncanakan operasi pada tanggal 30 Mei 2022. Pasien dilakukan
tindakan operasi pada jam 08.30-09.30 WIB. Setelah operasi
pasien langsung dipasang DC threeway ukuran 20 dan selang
irigasi NaCl 0.9% 60 tpm.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Tn. S mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya, pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak 7 tahun yang lalu serta asam urat. Tn. S
mengatakan tidak memiliki alergi obat maupun makanan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita
keluhan serta penyakit yang sama dengan pasien, dan keluarga
pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti diabetes, dan
hipertensi.
4) Genogram
Keterangan:
: Pasien
: Perempuan
35
3
: Laki-laki
: Keluarga yang sudah meninggal
: Tinggal satu rumah
Kesadaran : Composmentis
Wajah : Tampak meringis
Konjungtiva : Ananemis
Jenis pernapasan : Vesikuler, jalan nafas efektif,
Kondisi kulit : Sedikit kering
Turgor kulit : Sedikit menurun
Edema : Tidak ada edema di daerah muka, dari mata
sampai ekstremitas
Abdomen : Tampak cembung/distensi kandung kemih
Genetalia : Pasien berjenis kelamin laki-laki, dan
terpasang kateter threeway ukuran 20 untuk cairan irigasi NaCl
0,9 % 60 tpm
Urine : urine berwarna merah terang
b) Auskultasi
Bunyi nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
Bruit renal : tidak terdengar bising arteri
renal
c) Perkusi
Tidak ada nyeri di daerah Costovertebral Angulus (CVA),
kandung kemih terdengar dullness.
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan di daerah ginjal
Teraba keras dan terdapat nyeri tekan pada abdomen bawah
f. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 4. 1 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 30 Mei 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,6 13-18 g/dL
Leukosit 9100 4. 000-10. 000/uL
150. 000-400.
Trombosit 187. 000
000/uL
Hematokrit 38% 36-46%
Fungsi Ginjal
Ureum 31 20-40 mg/dL
Kreatinin 1,2 0,5-1,2 mg/dL
3
Elektrolit
Natrium 136 136-146 mmol/L
Kalium 4,2 3,5-5,0 mmol/L
g. Penatalaksanaan Medis
1) Program terapi pengobatan
Tabel 4. 2 Program Pengobatan
1. RL 20 tpm IV 24 jam
2. Analisa Data
Tabel 4. 3 Analisa Data
No. Data Etiologi Problem
1. DS: Blok spingter Retensi urine
- Pasien mengatakan merasa ingin (sumbatan di
BAK kateter)
- Pasien mengatakan kandung
kemih terasa penuh
DO:
- Aliran urine tampak tidak lancar
- Urine berwarna merah terang
dalam 4 jam pascabedah
- Terdapat distensi kandung kemih,
- Terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
- Residu urine terlihat intake >
output
3. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4. 4 Diagnosa Keperawatan
Nama Tanggal
No. Diagnosa Paraf
Pasien Ditegakkan
1. Retensi urine berhubungan 30 Mei 2022
dengan blok spingter ditandai
dengan:
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan merasa
ingin BAK
- Pasien mengatakan
kandung kemih terasa
penuh
Data Objektif:
Tn. S
- Aliran urine tampak tidak
lancar
- Urine berwarna merah
terang dalam 4 jam
pascabedah
- Terdapat distensi kandung
kemih
- Terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
- Residu urine terlihat intake
> output
2. Nyeri akut berhubungan 30 Mei 2022
dengan agen pencedera fisik
Tn. S
ditandai dengan:
4
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri pascabedah TURP
Q: seperti ditekan serta
terasa panas
R: genetalia dan kandung
kemih
S: skala nyeri 5
T: ± 5 menit (hilang
timbul)
Data Objektif:
- Pasien tampak gelisah,
pasien tampak tidur
meringkuk dengan kedua
tangan memegangi bagian
perutnya.
TD: 150/80 mmHg
RR: 22 x/menit
N: 99 x/menit
S: 36. 9º C
4
4. Perencanaan keperawatan
Tabel 4. 5 Intervensi Keperawatan
tangan memegangi bagian 8. Kemampuan mengenali 6. Kontrol lingkungan yang 6. Mengurangi resiko faktor
perutnya. penyebab nyeri meningkat memperberat rasa nyeri yang dapat memperberat
TD: 150/80 mmHg 9. Kemampuan menggunakan nyeri/menimbulkan nyeri
RR: 22 x/menit teknik non-farmakologis 7. Fasilitasi istirahat dan tidur 7. Mengalihkan dan
N : 99 x/menit meningkat memmnuhi kebutuhan
S: 36. 9º C 10. Keluhan nyeri menurun istirahat pasien
Edukasi Edukasi
8. Jelaskan penyebab periode dan 8. Memberikan informasi
pemicu nyeri terkait nyeri yang dirasakan
pasien
9. Jelaskan strategi meredakan nyeri 9. Membantu pasien
mengatasi saat rasa nyeri
muncul
10. Ajarkan teknik nonfarmakologis 10. Memudahkan pasien untuk
untuk mengurangi rasa nyeri mengontrol nyeri dengan
cara sederhana
Kolaborasi Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian analgetik 11. Membantu meredakan
nyeri yang dirasakan
4
5. Implementasi keperawataan
08. 20 II mencatat urine output, sesuai kebutuhan 5. Pasien dan keluarga kooperatif
6. Melakukan pengkajian nyeri secara
10. 25 II komprehensif 6. Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri pascabedah dan distensi kandung
kemih
Q: seperti ditekan serta terasa
panas R: nyeri pada kandung
kemih
7. Melakukan observasi adanya petunjuk S: skala nyeri 3
10. 30 II nonverbal mengenai ketidaknyamanan T: Hilang timbul
8. Memberikan injeksi obat sesuai terapi: 7. Obat masuk melalui intravena, tidak ada
12. 00 I, II - Injeksi cinam 1 gr tanda-tanda alergi
- Injeksi ketorolac 30 mg 8. Pasien tampak lebih tenang, pasien tampak
- Injeksi asam tranexamat 500 mg sudah dapat duduk di tempat tidur seccara
- Injeksi omeprazole 40 mg mandiri.
9. Melakkan observasi akibat dari nyeri
12. 05 II terhadap kulitas hidup pasien (tidur, nafsu
makan 9. Pasien mengatakan semalam dapat tertidur
lebih nyenyak, karena nyeri yang dirasakan
sudah berkurang.
Pasien mengatakan hanya memakan ½ dari
porsi yang diberikan rumah sakit karena
10. Menganjurkan pasien untuk melakukan tidak nafsu makan sebab merasa kurang
12. 10 II teknik relaksasi napas dalam untuk nyaman pada perut bagian bawah
mengurangi nyeri 10. Pasien mampu mempraktekan teknik nafas
11. Melakukan perawatan kateter untuk dalam yang telah diajarkan dengan baik
12. 12 I mencegah terjadinya infeksi
11. Pasien kooperatif selama tindakan
12. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan keperawatan
12. 30 I, II intake nutrisi dan cairan yang adekuat Genetalia pasien tampak bersih
dengan minum air putih 1400-1600 cc 12. Pasien dan keluarga
kooperatif
5
perhari
13. Mengendalikan faktor lingkungan yang
13. 00 II dapat mempengaruhi respon pasien 13. Pasien dan keluarga kooperatif
terhadap ketidaknyamanan dengan
13. 02 membatasi jumlah pengunjung serta
mengurangi kebisingan
14. Mendukung istirahat yang adekuat untuk
13. 04 II membantu penurunan nyeri 14. Pasien dan keluarga kooperatif
15. Mengobservasi eliminasi urine
13. 30 I 15. Urine bercampur darah berwarna merah
16. Mempertahankan kecepatan aliran irigasi muda
13. 35 I kandung kemih yang tepat yaitu 40 tpm
16. Aliran irigasi kandung kemih NaCl 0,9 % 40
17. Melakukan pengosongan urinebag tpm mengalir lancar
13. 45 I 18. Melakukan monitoring intake dan output
I, II pasien 17. Urine dibuang dan dihitung balance cairan
18. Input:
Infus RL: 500 cc/8 jam
Irigasi NaCl: 960 cc/ 8jam (40 tpm) Makan +
Minum: ± 250 cc
Output:
Urine: 1600 cc dalam 8 jam
Balance cairan dalam 8 jam: + 110 cc
5
12. 00 I, II 7. Memberikan injeksi obat sesuai terapi: 7. Obat masuk melalui intravena, tidak ada
- Injeksi cinam 1 gr tanda-tanda alergi
- Injeksi ketorolac 30 mg
- Injeksi asam tranexamat 500 mg
- Injeksi omeprazole 40 mg
12. 05 II 8. Melakukan observasi akibat dari nyeri 8. Pasien mengatakan semalam dapat tertidur
terhadap kulitas hidup pasien (tidur, nafsu lebih nyenyak, karena nyeri yang dirasakan
makan sudah berkurang.
Pasien mengatakan menghabiskan 1 porsi
makanan yang diberikan rumah sakit Pasien
mampu mempraktekan teknik nafas dalam
12. 45 I yang telah diajarkan dengan baik
9. Melakukan pengosongan urinebag 9. Urine 750 cc/8 jam berwarna kuning jernih
13. 00 I tanpa adanya kloth dan berbau khas
10. Melakukan monitoring intake dan output 10. Input:
pasien Infus RL: 500 cc/8 jam
Irigasi NaCl: 480 cc/8 jam (20 tpm)
Makan + Minum: ± 850 cc
Output:
Urine: 1250 cc dalam 8 jam
BAB: ± 300 cc
Balance cairan dalam 8 jam: + 280 cc
5
12.15 I 8. Melepas kateter pasien karena urine sudah 8. Katater pasien dilepas
lancar dan urine jernih tidak ada lagi darah
dalam urine dalam 12 jam terakhir
12.30 I 9. Melepas infus pasien 9. Pasien tidak terpasang infus
12. 35 I,II 10. Memberikan discharge planning kepada 10. Pasien dan keluarga kooperatif
pasien dan keluarga agar tetap memonitor
urine, menjaga pola makan, meningkatkan
asupan cairan oral, menjaga kebersihan
daerah genetalia serta menganjurkan
pasien kontrol pada tanggal 9 Juni 2022
5
6. Evaluasi Keperawatan
Tabel 4. 7 Evaluasi Keperawatan
Hari Rawat 1
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 30 Mei 2022 I (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan kandung
kemih terasa penuh
(O) Objektif:
- Pasien terpasang selang DC
threeway ukuran 20, aliran
urine tampak tidak lancar
- Tampak urine bercampur darah
berwarna merah terang ±800 cc
dalam 8 jam dan balance cairan
±1. 090 cc/8 jam
- Distensi kandung kemih,
terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
- Terpasang cairan irigasi NaCl
0.9% dengan 60 tpm
(A) Analisa:
- Eliminasi urine belum membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine belum teratasi
(P) Planning:
Intervensi
dilanjutkan
2. 30 Mei 2022 II (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri Pascabedah dan
distensi kandung kemih
Q: seperti ditekan serta terasa
panas
R: nyeri pada kandung kemih
S: skala nyeri 5
T: 5 menit (hilang timbul)
- Pasien mengatakan sulit untuk
tidur nyenyak
- Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
(O) Objektif:
- Pasien tampak gelisah pasien
tampak tidur meringkuk
dengan kedua tangan
memegangi bagian perutnya.
- Terlihat ada sisa makanan dari
5
Hari Rawat 2
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 31 Mei 2022 I (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan kandung
kemih terasa penuh berkurang
(O) Objektif:
- Aliran urine tampak belum
mengalir lancar, tampak urine
bercampur darah berwarna
merah muda ± 900 cc dalam 8
jam
- Residu urine + 810 cc/jam
- Distensi kandung kemih
berkurang
(A) Analisa:
- Eliminasi urine belum
membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine teratasi sebagian
(P) Planning:
Intervensi
dilanjutkan
2. 31 Mei 2022 II (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri Pascabedah dan
abdomen bawah
Q: seperti ditekan serta terasa
panas
R: nyeri pada kandung kemih
S: skala nyeri 3
T: hilang timbul
- Pasien mengatakan semalam
dapat tertidur lebih nyenyak,
- Pasien mengatakan hanya
memakan ½ dari porsi yang
diberikan rumah sakit
(O) Objektif:
- Pasien tampak lebih tenang
dan sesekali memegang
abdomen bawah karena nyeri
hilang timbul.
- Terlihat ada sisa makanan
dari rumah sakit di meja
pasien TD: 140/90 mmHg
RR: 19 x/menit
N: 90 x/menit
S: 36. 6ºC
(A) Analisa:
Masalah nyeri akut teratasi sebagian
(P) Planning:
5
Intervensi dilanjutkan
Hari Rawat 3
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 1 Juni 2022 I (S) Subjektif:
-
(O) Objektif:
- Tidak ada distensi kandung
kemih
- Urine lancar tanpa ada kloth
- Residu urine +200 cc/4 jam
(A) Analisa:
- Eliminasi urine membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine teratasi sebagian
(P) Planning:
Intervensi dilanjutkan
Hari Rawat 4
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 2 Juni 2022 I (S) Subjektif:
-
(O) Objektif:
- Tidak ada distensi kandung
kemih
- Urine lancar tanpa ada kloth
- Residu urine +200 cc/8 jam
(A) Analisa:
- Eliminasi urine membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine teratasi penuh
(P) Planning:
Intervensi dihentikan, pasien pulang
dengan discharge planning
- Minum cukup, 8 gelas sehari
- Makan buah-buahan, sayuran
dan makanan lainnya yang
mengandung serat
- Hindari minum kopi, teh dan
minuman bersoda
- Lanjutkan meminum obat-
obatan yang diresepkan
- Hindari melakukan pekerjaan
berat selama 4 sampai 6
minggu
- Hindari membawa beban berat
selama 6 minggu setelah
operasi
- Lakukan kontrol kesehatan
pada tanggal 9 Juni 2022
6
B. Pembahasan
Pada bagian ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan data
yang ditemukan dalam proses keperawatan pada kasus Tn. S dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah Transurethral
Resection of the Prostat (TURP) yang dilakukan di RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Kesenjangan antara teori dan kasus akan dibahas mulai dari
pengkajian hingga evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada kasus Tn. S ditemukan bahwa pasien berjenis
kelamin laki-laki dan berumur 77 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Samidah (2015) 90% laki-laki yang berusia 40 tahun keatas mengalami
gangguan berupa pembesaran kelenjar prostat. Hal tersebut dikarenakan
pada laki laki yang berusia lebih dari 40 tahun terjadi perubahan hormon
tesrosteron dan estrogen yang menyebabkan hiperplasia prostat.
Pada studi kasus didapatkan riwayat kesehatan keluhan BAK masih
memakai selang kateter, pasien merasa ingin BAK namun tertahan, pasien
terpasang DC ukuran 20 threeway dan irigasi kandung kemih dengan NaCl
0,9% 60 tpm, urine tampak bercampur dengan darah merah terang dan
urine tidak lancar. Pasien juga mengeluh nyeri pascabedah TURP, nyeri
bagian genetalia dan kandung kemih, nyeri dirasakan seperti ditekan serta
terasa panas, dengan skala nyeri 5 dan dirasakan hilang timbul ± 5 menit.
Hasil pemeriksaan TD: 150/80 mmHg, frekuensi nadi 99x/menit, frekuensi
nafas 22x/menit dan suhu 36.9ºC. Tn. S sudah mengalami susah BAK
sejak 2 bulan yang lalu dan tanggal 29 Mei datang ke RSUD M. Yunus
untuk dioperasi.
Pada data pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum
klien baik dan kesadaran composmentis pada pemeriksaan abdomen
terdapat distensi kandung kemih dan pemeriksaan genetalia terpasang
kateter threeway, urine yang mengalir bercampur darah dan aliran tidak
lancar serta terpasang selang irigasi NaCl 60 tpm, cairan berwarna
6
kemerahan dan terdapat kloth dan nyeri karena kateter tersumbat oleh
kloth.
Menurut Maryudianto (2014) kateter yang digunakan pada pasien
setelah operasi prostat adalah kateter threeway yang mempunyai 3 cabang
antara lain cabang untuk mengunci, cabang untuk menyambungkan
dengan kateter urine dan satu percabangan lagi untuk mengalirkan air
pembilas (irigasi) yang diisi dengan infus NaCl 0,9% berfungsi untuk
mencegah timbulnya kloth dari hasil reseksi (operasi) yang dilakukan.
Irigasi kateter merupakan suatu cara untukmencegah timbulnya nyeri yang
lebih buruk, dengan mecegah terjadinya pembentukan kloth di kandung
kemih. Pada seseorang yang mengalami nyeri karena adanya kloth akan
merasa sangat kesakitan karena perutnyta terasa keras dan sakit. Menurut
Afrainin (2010) warna urine kemerahan yang ditimbulkan pada seseorang
dengan Pascabedah TURP disebabkan karena hasil pembilasan yang
dilakukan untuk menghilangkan ata membilas kandung kemih dari sisa-
sisa perdarahan setelah operasi TURP.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan mengurangi respon aktual
atau potensial pasien terhadap masalah kesehatanyang perawat
mempunyai izin untuk menguasainya. Berdasarkan SDKI, SIKI, SLKI,
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dalam kasus ini memiliki 2
diagnosis, yaitu retensi urine berhubungan dengan blok spingter dan nyeri
akut berhubungan dnegan agen pencedera fisik (prosedur pembedahan).
Retensi urine adalah pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Penyebab retensi urine adalah peningkatan tekanan uretra, kerusakan arkus
refleks, blok spingter, disfungsi neurologis (misalnya trauma, penyakit
saraf), dan efek agen farmakologis (misalnya atropine, belladonna,
psikotropik, antihistamin, oplate. Gejala dan tanda mayor minor retensi
urine adalah sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, distensi
kandung kemih, dribbling, inkontinensia berlebih dan residu urine 150 ml
atau lebih (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
6
Dalam kasus ini diagnosa retensi urine b.d blok spingter didukung oleh
data subjektif yaitu pasien mengeluh merasa ingin BAK dan kandung
kemih terasa penuh. Data objektif didapatkan urin berwarna merah terang
dalam 4 jam pada hari pertama pascabedah, terdapat distensi kandung
kemih dan nyeri tekan pada abdomen bawah, intake > output. Pada kasus
pascabedah TURP BPH penyebab terjadinya retensi urine karena adanya
blok spingter. Blok spingter terjadi karena adanya penyebab kateter buntu
oleh bekuan darah (Juliartini, 2018).
Sedangkan untuk diagnosa kedua penulis mengangkat diagnosa nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dengan data pendukung
klien mengeluh nyeri, tampak meringis, berkeringat, gelisah, membatasi
gerakan dan tekanan darah meningkat.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang ada pada tinjauan teori sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang diangkat pada pasien Pascabedah TURP,
disesuaikan dengan kondisi klien dan sumber daya yang tersedia. Dalam
pembuatan rencana penulis bekerja sama dengan keluarga klien dan
perawat ruangan sehingga ada kesempatan ada kesempatan dalam
memecahkan masalah yang dialami klien sehingga kebutuhan klien dapat
terpenuhi sesuai teori perencanaan keperawatan yang dituliskan dengan
rencana dan kriteria hasil berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SDKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Perencanaan atau intervensi yang dirancang oleh penulis untuk
mengatasi masalah pada kasus, yaitu tersusun dari atas tindakan observasi,
tindakan terapeutik, edukasi dan kolaborasi yang disesuaikan dengan
kondisi klien. Target waktu pencapaian kriteria hasil pada semua diagnosis
ditentukan dengan rentang waktu yang sama yaitu 3 x 24 jam. Penulis
berencana mengatasi masalah retensi urine pada Tn. S dengan tujuan yang
diharapkan yaitu eliminasi urine membaik dengan kriteria hasil desakan
berkemih menurun, distensi kandung kemih menurun, volume residu urine
6
chart, waktu dihabiskan untuk melakukan irigasi dan faktor tetes infus
yang digunakan.
Implementasi yang dilakukan selanjutnya yaitu hanya mengganti
cairan NaCl dan memantau jumlah, warna serta kejernihan drainase setiap
cairan itu habis. Hal tersebut sesuai dengan teori Juliartini (2018) tindakan
yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang
dibuat pada perencanaan sesuai dengan kondisi pasien. Kateter pada
pasien dilepas dikarenakan setelah dipantau urin yang keluar jernih dan
tidak terdapat bekuan darah atau lendir pada urine tersebut.
Pada diagnosa kedua penulis melakukan implementasi dengan fokus
tindakan terapeutik relaksasi nafas dalam untuk meringan nyeri yang
dialami pasien. Setelah dilakukan intervensi selama 3 hari skala nyeri
berkurang dimana pada hari pengkajian terdapat nyeri dengan skala 5
sudah berkurang menjadi skala 1.
Selama melakukan implementasi, penulis menemukan faktor
pendukung keberhasilan tindakan pada Tn. S yaitu pasien dan keluarga
sangat kooperatif selama tindakan serta kerjasama terjalin baik dengan
perawat ruangan, data medis dari dokter dan catatan keperawatan
didapatkan dengan baik sehingga pelaksanaan keperawatan dapat berjalan
lancar.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan keperawatan yang mengukur sejauh mana
keberhasilan tindakan keperawatan berdasarkan respon yang ditunjukkan
oleh pasien. Pada kasus ini, penulis menggunakan dua jenis evaluasi yaitu
evaluasi formatif atau respon hasil yang dilakukan segera setelah
melakukan tindakan dan evaluasi sumatif atau perkembangan yang
dilakukan dalam 5-8 jam setelah tindakan dengan membandingkan respon
klien dengan tujuan yang telah ditentukan menggunakan metode SOAP,
yaitu S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisis), P (Planning).
Pada Tn. S setelah dilakukan implementasi dan evaluasi selama 4
hari. Semua indikator keberhasilan pada diagnosa retensi urine
6
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pasien didapatkan distensi kandung kemih, urine tidak
lancar saat memakai kateter, urine bercampur darah dan nyeri abdomen
bawah. Tekanan darah 150/80 mmHg, pernapasan 22 x/menit nadi
99x/menit dan suhu 36.9º C. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar ureum pasien 31 mg/dl, kreatinin 1. 2 mg/dl dan haemoglobin 12. 6
g/dl. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien juga mengeluh
nyeri, nyeri pascabedah TURP, nyeri dirasakan panas dan seperti ditekan,
nyeri dirasakan pada daerah genetalia dan abdomen bawah, skala 5, durasi
±5 menit (hilang timbul).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dirumuskan adalah retensi urine berhubungan
dengan blok spingter dan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (prosedur invasif).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang direncakan pada diagnosa pertama adalah irigasi bladder
dan manajemen eliminasi dengan fokus tindakan observasi yaitu monitor
keseimbangan cairan serta untuk diagnosa kedua intervensi yang
direncanakan adalah manajemen nyeri dengan fokus tindakan terapeutik
memberikan terapi nonfarmakologis relaksasi nafas dalam.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan observasional memonitor keseimbangan cairan menggunakan
fluid balance chart, memonitor cairan irigasi yang keluar adanya kloth
atau tidak. Tindakan terapeutik dengan memastikan cairan irigasi mengalir
ke kateter, kandung kemih dan ke luar ke urine bag, mengatur tetesan
cairan irigasi sesuai kebutuhan yaitu 60 tpm di hari pertama, 40 tpm di hari
67
kedua dan 20 tpm di hari ketiga. Tindakan edukasi menganjurkan melapor
jika
68
6
B. Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Intervensi yang disusun penulis dalam karya tulis ilmiah ini bisa menjadi
suatu pedoman yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga
sehingga dapat meningkatkan asupan cairan oral yang adekuat serta
mampu mengidentifikasi nyeri dan melakukan terapi napas dalam secara
mandiri.
2. Bagi Perawat
Karya tulis ilmiah ini sebaiknya dapat digunakan perawat sebagai
wawasan tambahan dan acuan intervensi yang dapat diberikan pada pasien
Pascabedah TURP dengan gangguan eliminasi urine. Perawat hendaknya
dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan
menyeluruh serta mempelajari penggunaan instrumen fluid balance chart
untuk menilai keseimbangan cairan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
3. Bagi Institusi Pendidikan
a. Dosen
Diharapkan bisa sebagai referensi bagi tenaga pendidik untuk
menambah wawasan dan bahan masukan dalam kegiatan belajar
mengajar yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
pada pasien pascabedah TURP.
7
b. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menerapkan konsep pembelajaran teoritis ranah
aplikatif dalam melakukan proses pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine pada pasien pascabedah TURP
DAFTAR PUSTAKA
Persiapan Alat:
Dekatkan alat-alat dekat pasien dan perawat
Persiapan Petugas:
Perawat mencuci tangan dan pasang handscoon
Pelaksanaan Prosedur Tindakan *
3. Ukur tanda-tanda vital
Inspeksi
4. Inspeksi tingkat Kesadaran
5. Inspeksi Bentuk wajah
6. Inspeksi konjungtiva
7. Inspeksi bau mulut.
8. Inspeksi adanya pernafasan kusmauull
9. Inspeksi kondisi kulit: eskoriasi, memar, kering dan kasar,
10. Inspeksi turgor kulit
11. Inspeksi adanya edema di daerah muka, dari mata hingga ke ekstremitas bawah.
12. Minta pasien membuka bagian perut
Inspeksi adanya pembesaran abdomen
13. Amati area kandung kemih: posisi mata perawat sejajar abdomen bawah pasien,
lihat adanya pembesaran pada daerah antara simpisis pubis dan umbilicus
Auskultasi
14. Auskultasi adanya bunyi nafas ronchi dan tamponade jantung
15. Auskultasi di atas umbilicus, kira-kira 2 cm dari sisi kiri atau
kanan garis tengah. Dengarkan adanya bunyi bruit renal
16. Minta pasien duduk atau berdiri. Perkusi sudut kostovertebra di garis skapular
(Costo Vertebra Angulus=CVA) untuk menentukan adanya nyeri atau tidak
17. Lakukan perkusi kandung kemih dengan posisi telapak tangan kira-kira 5 cm di
atas simpisis pubis. Bila terdapat urine akan terdengar dulness (pekak), bila
Palpasi
18. Lakukan palpasi ginjal:
Letakkan telapak tangan kiri (tidak dominan) di bawah pinggang dengan jari-
jari tangan tidak mengenai iga bawah dan elevasikan ginjal ke arah anterior.
Letakkan tangan kanan pada dinding perut anterior pada garis midklavikula
di tepi bawah batas kosta
Letakkan tangan kanan secara langsung ke atas sambil pasien menarik nafas
panjang. Pada dewasa normal ginjal tidak teraba, tetapi pada orang yang
sangat kurus, bagian bawah ginjal kanan dapat teraba.
Jika ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran dan adanya nyeri tekan.
Lakukan palpasi ginjal kiri dengan posisi pemeriksa berada di sisi
seberang,tubuh pasien, dan letakkan telapak tangan kiri di bawah pinggang
kemudian lakukan tinfdakan seperti pada palpasi ginjal kanan
19. Palpasi kandung kemih untuk mendeteksi adanya nyeri tekan
20. PEMERIKSAAN GENITALIA
Genetalia wanita:
Inspeksi genetalia bagian luar: Simetris/tidak, kebersihan, edema, lesi.
Tangan kiri (non dominan) membuka labia mayora dan minora sambil
perawat meninspeksi lubang uretra: apakah ada keluaran cairan (nanah, dll),
bau, lesi, kemerahan, bengkak, dll
Genetalia pria:
Inspeksi genetalia bagian luar: Simetris/tidak, kebersihan, edema, lesi
Tangan kiri (non dominan) mengangkat penis dan mendorong ke bawah
sambil perawat menginspeksi lubang uretra: apakah ada keluaran cairan
(nanah, dll ), bau, lesi, kemerahan, bengkak, dll
Palpasi scrotum: apakah scrotum berisi 2 buah kelenjar testis dan apakah ada
21. Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman.
FASE TERMINASI
25. □ Evaluasi subjektif dan Objektif
□ Rencana tindak lanjut
□ Kontrak yang akan dating
26. OUTPUT
27. Hasil pemeriksaan fisik teridentifikasi
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran
LEMBAR PERENCANAAN PULANG PASIEN
(DISCHARGE PLANNING)
(Tn. S) (Ayu)
Lampiran 11