Anda di halaman 1dari 98

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI


URINE PADA PASIEN PASCABEDAH TRANSURETHRAL
RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)
DI RSUD dr. M. YUNUS
BENGKULU TAHUN 2022

DISUSUN OLEH:

AYU WIDYA SARI


NIM. P05120219055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
HALAMAN JUDUL
KARYA TULIS
ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI


URINE PADA PASIEN PASCABEDAH TRANSURETHRAL
RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)
DI RSUD dr. M. YUNUS
BENGKULU TAHUN 2022

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program


Diploma Tiga Keperawatan Bengkulu Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Disusun Oleh:

AYU WIDYA SARI


NIM. P05120219055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
BENGKULU PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


ELIMINASI URINE PADA PASIEN PASCABEDAH
TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)
DI RSUD dr. M. YUNUS
BENGKULU TAHUN 2022

Dipersiapkan dan dipresentasikan oleh:

AYU WIDYA SARI


NIM. P05120219055

Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk


Dipresentasikan di Hadapan Tim Penguji Program Studi Diploma III
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Pada Tanggal 28 Juni 2022

Oleh:
Pembimbing Karya Tulis Ilmiah

Ns. Sahran, S. Kep., M. Kep


NIP. 197709132002121002

iii
iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang merupakan tugas
akhir dalam menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan di Poltekkes
Kemenkes Bengkulu yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Eliminasi Urine Pada Pasien Pascabedah Transurethral Resection of the Prostate
(TURP) Di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2022”.
Dalam penyusunan Karya Tulis ini penulis mendapat banyak bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat selesai pada waktunya. Oleh karena
itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Eliana, SKM, M.PH., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Bengkulu.
2. Ibu Ns. Septiyanti, S.Kep., M.Pd selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Bengkulu.
3. Ibu Asmawati, S.Kp, M.Kep selaku ketua program studi DIII keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
4. Bapak Ns. Sahran, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing yang telah
menginspirasi dan banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan bimbingan, arahan dan masukan dengan penuh kesabaran dan
penuh perhatian kepada penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Dr. Nur Elly, S.Kp., M.Kes dan Bapak Ns. Hendri Heriyanto, S.Kep.,
M.Kep selaku penguji seminar hasil Karya Tulis Ilmiah yang telah
memberikan saran agar Karya Tulis ini dapat lebih baik.
6. Seluruh dosen dan staf Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
7. Pasien kelolaan Tn. S dan keluarga beserta seluruh perawat, dokter, dan
seluruh tenaga medis lain yang bertugas di Ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah


ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun penyusunan.

v
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak
agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah yang telah penulis susun ini dapat
bermanfaat.
Bengkulu, 30 Juni 2022

Penulis

vi
PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan untuk:


1. Orang Tua Terhebat Ibu Dasmi dan Bapak Herman Manayudin yang tidak
pernah berhenti mendoakan dan memohonkan keberhasilan anak-anaknya,
yang selalu memberikan dukungan dan semangat, yang selalu berusaha
memenuhi semua kebutuhan dan memberikan segalanya kepada penulis
sehingga menjadi alasan penulis bisa menjalani dan menyelesaikan pendidikan
DIII keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
2. Teruntuk adikku tersayang Lisma Tiarawati yang terus memberikan semangat
kepada penulis dan mendukung sepenuh hati.
3. Teman-teman Kosan Pak Bowo: Puput, Sri, Azel, Anisa, Fina, Nosi, Peggi
dan Feny, yang menemani penulis setiap hari dan selalu siap sedia membantu
kapanpun penulis membutuhkan bantuan.
4. Teman satu bimbingan Dian, Tiara, Yogi dan Riga yang telah bimbingan dan
berjuang bersama hingga akhirnya berada di titik ini.
5. Kakak asuh Eko Susanto, Paski Asmasari, Desmita Putri Ani dan adik asuh
Ana Reta Saebah dan Dea Ramadona Kusuma yang telah memberikan banyak
kenangan selama perkuliahan.
6. Teman-teman seperjuangan Excellent Nursing Class XIV yang berjuang
bersama agar dapat menyelesaikan pendidikan sebaik mungkin.
7. Untuk semua orang yang penulis sayangi dan pihak yang tidak bisa disebutkan
satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan, doa, dan motivasi dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
8. Last but not least, I wanna thank me, for the fight, for the long nights we had,
for the work to get through our tough days, for all the survive and never
quitting.

vii
DAFTAR

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii


HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
PERSEMBAHAN........................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 4
D. Manfaat Studi Kasus.......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
A. Anatomi Kelenjar Prostat .................................................................. 6
B. Konsep Teoritis Benigna Prostatic Hyperplasia............................... 7
C. Konsep Teori TURP .......................................................................... 14
D. Konsep Kebutuhan Eliminasi Urine .................................................. 15
E. Konsep Retensi Urine Pada Pasien Pascabedah TURP..................... 16
F. Konsep Asuhan Keperawatan Pascabedah TURP............................. 17
BAB III METODOLOGI STUDI KASUS................................................... 30
A. Rancangan Studi Kasus ..................................................................... 30
B. Subyek Penelitian .............................................................................. 30
C. Fokus studi......................................................................................... 30
D. Definisi Operasional.......................................................................... 31
E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus.......................................................... 31
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ....................................... 31
G. Etika Studi Kasus .............................................................................. 32
H. Keabsahan Data ................................................................................. 33

viii
BAB IV HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN 3
A. Hasil Studi Kasus....................................................................................34
B. Pembahasan............................................................................................60
BAB V PENUTUP...............................................................................................66
A. Kesimpulan.............................................................................................66
B. Saran.......................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR

Tabel 2. 1 Karakteristik Urin Normal....................................................................20


Tabel 2. 2 Analisa Data.........................................................................................21
Tabel 2. 3 Intervensi Keperawatan........................................................................23
Tabel 4. 1 Pemeriksaan Laboratorium...................................................................37
Tabel 4. 2 Program Pengobatan.............................................................................38
Tabel 4. 3 Analisa Data.........................................................................................38
Tabel 4. 4 Diagnosa Keperawatan.........................................................................39
Tabel 4. 5 Intervensi Keperawatan........................................................................41
Tabel 4. 6 Implementasi Keperawatan..................................................................45
Tabel 4. 7 Evaluasi Keperawatan..........................................................................55

x
DAFTAR

Lampiran 1 : Biodata penulis


Lampiran 2 : Fluid balance chart
Lampiran 3 : Foto dokumentasi
Lampiran 4 : SOP Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
Lampiran 5 : Surat izin pra penelitian Dinas Kesehatan Provinsi
Bengkulu Lampiran 6 : Surat izin pra penelitian RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu Lampiran 7 : Surat izin penelitian DPMPTSP
Lampiran 8 : Surat izin pengambilan kasus RSUD dr. M. Yunus Bengkulu
Lampiran 9 : Surat keterangan selesai penelitian RSUD dr. M. Yunus Bengkulu
Lampiran 10 : Lembar Discharge Planning
Lampiran 11 : Lembar Konsul

xi
BAB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring bertambahnya usia, manusia mengalami penurunan fungsi tubuh,
salah satunya adalah perubahan pada sistem perkemihan. Perubahan berupa
ketidakseimbangan hormon, terutama pada pria di atas usia 50 tahun, dapat
mempengaruhi fungsi kelenjar didalamnya. Salah satunya adalah penurunan
fungsi prostat, yang dapat memicu terjadinya Benigna Prostatic Hyperplasia
(BPH). BPH adalah suatu kondisi yang mempunyai kaitan dengan penuaan
(N.I. Saputra et al., 2016).
BPH adalah pertumbuhan stroma tak ganas dan kelenjar epitel prostat
yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat. Pada kasus yang parah,
kelenjar ini tumbuh perlahan selama beberapa dekade, yang semula berukuran
20 gram untuk ukuran normal orang dewasa dan akhirnya dapat mencapai
ukuran 10 kali lipatnya (Lestari et al., 2019).
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian BPH di dunia
pada tahun 2018 terdapat sekitar 70 Juta kasus insidensi penyakit BPH dengan
presentasi (30,1%) di negara maju, sedangkan di negara berkembang sebanyak
(15,35%). Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian
menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai 90% pada pria usia
80 tahun (Amadea et al., 2019). Kasus di Amerika Serikat, terdapat lebih dari
setengah (50%) pada laki laki usia 60- 70 tahun mengalami gejala BPH dan
antara usia 70-90 tahun sebanyak 90% mengalami gejala BPH (Haryanto &
Rihiantoro, 2016). Penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia
Tenggara yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 42 juta orang dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050. Seiring
dengan meningkatnya angka harapan hidup di dunia ini (Aprina et al., 2017).
Di Indonesia BPH merupakan kelainan urologi setelah batu saluran kemih
yang dijumpai di klinik Urologi. Di perkirakan tahun 2018 50% pada pria

1
2

berusia di atas 50 tahun. Tahun 2018 sebesar 45% terjadi BPH usia diatas 50
tahun dan tahun 2019 sebanyak 56% terjadi pada laki-laki berusia 56 tahun.
Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta
lebih, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita
BPH (Haryanto & Rihiantoro, 2016).
Laki-laki penderita BPH biasanya sering memiliki keluhan LUTS (Lower
Urineary Tract Symptom) yang mengganggu kualitas hidup pasien. Insiden
BPH dan LUTS berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun sebanyak 25%
laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah,
meningkat hingga 50% pada usia 75 tahun ke atas. Dimana 2 faktor resiko lain
terjadinya BPH adalah mengarah pada genetik atau perbedaan ras. Sekitar
50% laki-laki berusia di bawah 60 tahun yang menjalani operasi TURP
memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat autosomal
dominan. Pria yang memiliki orang tua menderita BPH, mempunyai resiko
empat kali lipat lebih besar untuk menderita simptomatik BPH dibanding
dengan yang tidak memiliki faktor keluarga (Duarsa, 2020).
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat
ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif
lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil
terapi. Macam-macam tindakan pembedahan pada pasien BPH adalah
prostatektomi, Insisi Prostat Transuretral (TUIP), Transurethral Reseksi of
the Prostat (TURP). BPH dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pria usia
lanjut sehingga harus ditangani dengan tepat.
Salah satu penanganannya adalah dengan prosedur pembedahan yang
biasa disebut dengan prosedur TURP (Transurethral Resection of the
Prostate). TURP adalah tindakan pembedahan non insisi, yaitu pemotongan
secara elektris prostat melalui meatus uretralis. Kelebihan TURP antara lain
tidak dibutuhkan insisi dan dapat digunakan untuk prostat dengan beragam
ukuran, dan lebih aman bagi subyek yang mempunyai risiko bedah yang
buruk. Komplikasi setelah dilakukan prosedur TURP adalah adanya gangguan
eliminasi urine seperti risiko perdarahan, keluhan BAK kemerahan, disuria,
3

retensi urine, nyeri, inkontinensia urine, impotensi dan terjadi infeksi


(Purnomo, 2016).
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
setiap manusia. Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia terbagi
menjadi 5 tingkat dan menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada
tingkat pertama. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
baik, maka semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan
pada sistem perkemihan mempengaruhi eliminasi, sehingga mengakibatkan
masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain: retensi urine, inkontinensia
urine dan enuresis.
Efek dari tindakan operasi ini terdapat gangguan eliminasi yaitu keluhan
BAK kemerahan dan terjadi retensi urine yang sering terjadi karena adanya
cloth yang menyumbat di saluran kemih. Angka kejadian retensi urine sebesar
4,9% dengan volume residu urine 150cc sebagai volume normal setelah
berkemih spontan.
Menurut PPNI (2017) retensi urine merupakan pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap. Menurut Purnomo (2016), urine yang tertahan lama
di dalam buli-buli secepatnya harus dikeluarkan, karena jika dibiarkan akan
menimbulkan beberapa masalah antara lain: mudah terjadi infeksi saluran
kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan
hidronefrosis yang selanjutnya dapat menimbulkan gagal ginjal.
Upaya perawatan pascabedah yang dilakukan untuk mengatasi retensi
urine salah satunya adalah pemantauan Continuous Bladder Irrigation (CBI)
atau irigasi bladder. Irigasi dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah
obstruksi, mengeluarkan darah, dan cloth yang mungkin terjadi setelah proses
pembedahan TURP. Pemantauan cairan irigasi penting dilakukan oleh
perawat. Perawat harus mengobservasi jumlah cairan irigasi yang masuk serta
menghitung berapa banyak cairan irigasi beserta urine yang keluar. Perawat
juga harus memastikan jenis cairan yang digunakan untuk irigasi adalah cairan
yang tepat dan sesuai. Selain itu, perawat juga harus memastikan jumlah
intake klien pascabedah TURP adekuat.
4

Berdasarkan dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil


kasus tentang “Asuhan keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah Transurethral Resection of the Prostate
(TURP) di RSUD dr. M. Yunus”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat penulis angkat dalam karya tulis ilmiah ini
adalah “Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M.
Yunus?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diperoleh gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus.
2. Tujuan Khusus
Melalui karya tulis ilmiah ini penulis diharapkan mampu:
a. Diperoleh gambaran tentang pengkajian pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M.
Yunus.
b. Diperoleh gambaran tentang diagnosa kebutuhan pemenuhan eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus
c. Diperoleh gambaran tentang perencanaan kebutuhan pemenuhan
eliminasi urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M.
Yunus.
d. Diperoleh gambaran tentang implementasi kebutuhan eliminasi urine
pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus
e. Diperoleh gambaran tentang evaluasi kebutuhan pemenuhan. eliminasi
urine pada pasien dengan pascabedah TURP di RSUD dr. M. Yunus.
5

D. Manfaat Studi
Kasus
1. Bagi Penulis Lain
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman belajar
di bidang ilmu keperawatan medikal bedah tentang pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
b. Menerapkan aplikasi proses keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
2. Bagi Keluarga
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan pascabedah TURP.
3. Bagi Rumah Sakit
a. Mendapat informasi bagi tenaga keperawatan yang memberikan
asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien
pascabedah TURP
b. Dapat menjadi acuan tenaga perawat rumah sakit dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien pascabedah TURP.
4. Bagi Tenaga Pendidik
Sebagai referensi tenaga pendidik untuk menambah wawasan dan bahan
masukan dalam kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kelenjar Prostat


Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami
pembesaran, organ ini menyumbat uretra posterior dan bila pembesaran terjadi
pada uretra pars prostatika dapat mengakibatkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli. Secara anatomis bentuk kelenjar prostat sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram.
Menurut beberapa ahli, kelenjar prostat dibagi dalam beberapa zona antara
lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior
dan zona periuretra.

Gambar 1 Anatomi Kelenjar Prostat

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron.


Dalam sel-sel kelenjar prostat, hormone akan tumbuh menjadi
Dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim αreduktase. DHT inilah
yang secara langsung memacu mRNA dalam sel-sel kelenjar prostat yaitu
sejenis hormon yang memacu sintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami BPH, keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang
berusia

6
7

80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran


urine sehingga menimbulkan gangguan miksi.
Kelenjar prostat berfungsi menambah cairan seminalis untuk melindungi
spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra dan vagina. Kelenjar
bulbo uretralis, terletak sebelah bawah dari kelenjar prostat panjangnya 2-5
cm, fungsinya sama dengan fungsi kelenjar prostat.

B. Konsep Teoritis Benigna Prostatic Hyperplasia


1. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pertumbuhan kelenjar epitel
prostat yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat. Pada kasus yang
parah, kelenjar ini tumbuh perlahan selama beberapa dekade, yang semula
berukuran 20 gram untuk ukuran normal orang dewasa dan akhirnya dapat
mencapai ukuran 10 kali lipatnya (Lestari et al., 2019).
BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat (Amadea et al,
2019).
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi di mana
prostat membesar dan meluas ke dalam kandung kemih, menghalangi
aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Azizah, 2018).
Dengan demikian menurut beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa
BPH adalah suatu keadaan dimana sistem perkemihan terganggu akibat
pembesaran prostat dan umumnya terjadi pada laki-laki yang mengenai
uretra sehingga menyebabkan terhambatnya aliran urine pada orifisium
uretra. yang menyebabkan gangguan dalam proses berkemih.
2. Etiologi
Menurut Duarsa (2020), penyebab BPH belum diketahui secara pasti,
namun beberapa hipotesis menyatakan bahwa hiperplasia prostat berkaitan
erat dengan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Selain
faktor-faktor tersebut, ada beberapa hipotesis yang dikemukakan sebagai
penyebab hiperplasia, antara lain:
8

a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)


DHT merupakan metabolit androgen yang sangat penting untuk
pertumbuhan sel kelenjar prostat. Dalam berbagai penelitian dikatakan
bahwa kadar DHT pada BPH tidak berbeda nyata dengan kadar pada
prostat normal, hanya pada BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih tinggi pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT, sehingga terjadi
replikasi sel lebih sering dibandingkan pada sel prostat normal.
b. Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Seiring bertambahnya usia, kadar testosteron menurun, yang
menghambat perkembangan sel prostat, sementara hormon estrogen
tetap relatif konstan, menyebabkan ketidakseimbangan hormon
estrogen dan testosteron. Hormon estrogen pada prostat berperan
dalam proliferasi sel kelenjar prostat dengan meningkatkan jumlah
reseptor androgen dan menurunkan laju kematian sel prostat
(apoptosis). Karena ketidakseimbangan estrogen dan testosteron,
pertumbuhan sel baru terus meningkat dan umur sel prostat dewasa
menjadi lebih lama karena penurunan apoptosis, sehingga massa
prostat lebih besar.
c. Faktor interaksi Stroma dan epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat dikendalikan secara
tidak langsung oleh sel stroma melalui mediator yang disebut growth
factor. DHT dan estradiol merangsang sel stroma, setelah sel stroma
mensintesis growth factor, yang pada gilirannya mempengaruhi sel
stroma intrakrin dan autokrin itu sendiri dan mempengaruhi sel epitel
parakrin. Stimulasi menyebabkan proliferasi sel epitel serta sel stroma.
Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat merangsang sel stroma
dan ditemukan pada tingkat yang lebih tinggi pada pasien dengan
9

pembesaran prostat jinak. bFGF dapat disebabkan oleh mikrotrauma


karena berkemih, ejakulasi, atau infeksi.

d. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)


Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara kecepatan
proliferasi dan kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat hingga
dewasa, peningkatan jumlah sel prostat diimbangi dengan sel yang
mengalami apoptosis. Penurunan jumlah sel prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel prostat meningkat sehingga terjadi
peningkatan massa prostat.
e. Teori sel stem
Sel-sel baru terus-menerus dibentuk untuk menggantikan sel-sel
apoptosis. Pada prostat, sel yang disebut sel stem adalah sel yang
memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan sangat cepat.
Kehidupan sel-sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon
androgen. Jadi ketika kadar hormon androgen menurun, terjadilah
apoptosis. Terjadinya proliferasi sel BPH didalilkan sebagai akibat dari
kelebihan produksi sel stroma dan epitel sebagai aktivitas sel induk
yang tidak sesuai.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut Tjahjodjati et al (2017), BPH terbagi dalam 4 derajat
sesuai dengan gangguan klinisnya, yaitu:
a. Derajat I, ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm, sisa urine kurang dari
50cc, pancaran lemah, nokturia, berat ± 20 gram.
b. Derajat II, keluhan miksi terasa panas, disuria, nokturia bertambah
berat, suhu badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50-100 cc dan
beratnya ± 20-40 gram.
1

c. Derajat III, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tidak
teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm dan beratnya
40 gram.
d. Derajat IV, inkontinensia, prostat lebih dari 4 cm, beberapa penyulit ke
ginjal seperti gagal ginjal, hidronefrosis.
4. Patofisiologi
Purnomo (2016) menyebutkan ada 5 teori penyebab BPH, salah
satunya adalah teori dihidrotestosteron (DHT). Prabowo (2014)
mengatakan bahwa hormon DHT adalah hormon yang merangsang
pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulasi, yang mengoptimalkan
fungsinya. Hormon ini disintesis di prostat dari hormon testosteron darah
alami. Proses sintesis ini didukung oleh enzim 5α-reduktase tipe 2.
Dalam berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH
tidak berbeda nyata dengan kadar pada prostat normal, hanya saja pada
BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
tinggi pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT, sehingga replikasi sel lebih sering terjadi dibandingkan
pada prostat normal (Purnomo, 2016).
Selain DHT, estrogen juga berpengaruh pada pembesaran prostat.
Dengan bertambahnya usia, prostat menjadi lebih sensitif terhadap
stimulasi androgen, sedangkan estrogen dapat memberikan perlindungan
terhadap BPH. Jika menjadi lebih besar dari biasanya, memberi tekanan
pada saluran kemih (Purnomo, 2016). Pembesaran prostat dapat diobati
dengan operasi TURP, yang dapat menyebabkan retensi urine, yang sering
terjadi karena adanya cloth yang menghalangi saluran kemih.
1

Pathways
Perubahan
sel sistem Penuaan
keseimbangan Inflamasi
hormon testosteron
dan estrogen

Dehidrotestosteron

Proliferasi sel

Pembedahan/TURP
B

Kurang Diskontinuitas Tindakan Perdarahan


informasi Jaringan infasif area reseksi
prostat

Resiko
Ansietas Peningkatan Perdarahan
Infeksi Kateterisasi
Prostaglandin
dengan
Resi threeway
Nyeri Akut ko
Syok
Adanya bekuan darah

Retensi Urine

KET : Sumber:
Nurarif & Kusuma, 2015
Diagnosa yang
diambil
1

5. Manifestasi Klinis
Pasien dengan BPH dapat menunjukkan berbagai tanda dan gejala. Gejala
BPH bervariasi dari waktu ke waktu dan dapat memburuk, stabil, atau
memburuk secara. Purnomo (2016) mengatakan bahwa gejala BPH
dikenal sebagai Lower Urineary Tract Symptoms (LUTS), yang dibagi
menjadi:
a. Gejala Obstruktif
1) Hesitansy yaitu memulai kencing yang lama dan disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh otot destrussor kandung kemih
yang memerlukan waktu beberapa lama untuk meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan dalam uretra
prostatika.
2) Intermitency yaitu aliran kencing yang terputus-putus yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot destrussor dalam
mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribbling yaitu urine yang tetap menetes pada akhir
miksi.
4) Pancaran lemah yaitu kekuatan yang lemah karena otot
destrussormemerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya miksi.
b. Gejala Iritasi
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita buang air kecil lebih sering dari
biasanya, dan terjadi pada siang dan malam hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu buang air kecil.
6. Pemeriksaan penunjang
Prabowo dan Pranata (2014) mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang
yangdilakukan pada pasien dengan BPH meliputi:
a. Urinealisis dan Kultur Urine
1

Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan Red


Blood Cell (RBC) dalam urine yang memanifestasikan adanya
perdarahan/hematuria.

b. Deep Peritoneal Lavage (DPL)


Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan
internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah cairan abdomen
dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
c. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk mengetahui status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetahui komplikasi dari BPH, karena
obstruksi kronis sering menyebabkan hidronefrosis yang lambat laun
akan memperburuk fungsi ginjal dan akhirnya menyebabkan gagal
ginjal.
d. Patologi Anatomi (PA)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pascaoperasi.
Sampel jaringan tersebut akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk menentukan apakah hanya jinak atau ganas, sehingga akan
menjadi dasar untuk penanganan lebih lanjut.
e. Catatan harian berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi urine output, sehingga akan
terlihat bagaimana siklus rutin buang air kecil pasien. Data ini untuk
perbandingan dengan pola eliminasi urine normal
f. Uroflometri
Menggunakan alat pengukur, output urine akan diukur. Pada obstruksi
awal, pancaran sering melemah atau bahkan meningkat. Hal ini
disebabkan oleh penyumbatan kelenjar prostat di saluran kemih. Selain
itu, volume residu urine juga harus diukur. Biasanya sisa urine < 100
ml. Namun, residu yang tinggi menunjukkan bahwa kandung kemih
tidak dapat mengeluarkan urine dengan benar karena obstruksi
g. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
1

USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari


BPH, misalnya hidronefrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria
akan memperlihatkan gambaran pembesaran kelenjar prostat.

C. Konsep Teori TURP


1. Definisi TURP
Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan prosedur
baku untuk terapi bedah BPH, TURP memiliki kelebihan kejadian trauma
yang lebih sedikit dan masa pemulihan yang lebih cepat. TURP dilakukan
dengan menggunakan cairan irigasi agar daerah reseksi tetap terlihat dan
tidak tertutup darah. Cairan yang digunakan bersifat non-ionic, cairan
yang tidak menghantarkan listrik, bertujuan agar tidak terjadi hantaran
listrik selama operasi. Contohnya: air steril, glisin, sorbitol/manitol
(Novelty et al., 2019).
Menurut Tutiany (2019) TURP merupakan suatu operasi pengangkatan
jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektoskop. TURP merupakan
operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan.
TURP adalah operasi tertutup tanpa insisi untuk pengangkatan jaringan
prostat lewat uretra menggunakan resektroskop. Resektroskop merupakan
endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi
dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik
(Haryono, 2013).
2. Indikasi TURP
Indikasi TURP adalah bila pasien mengalami gejala obstruktif yang
persisten, pembesaran prostat yang progresif, atau tidak dapat diobati lagi
secara medis, gejalanya sedang sampai berat, volume prostat kurang dari
60 gram, dan pasien cukup sehat untuk menjalani pembedahan (Subrata,
2014).
1

3. Komplikasi TURP
Disfungsi ereksi diketahui merupakan salah satu komplikasi yang
dialami sebagian populasi. TURP merupakan prosedur yang aman bagi
fungsi seksual bila tidak didapatkan faktor risiko (Tjahjodjati et al., 2017).
Selain itu, komplikasi jangka Panjang yang dapat terjadi meliputi
inkontinensia urine (2,2%), stenosis leher kandung kemih (4,7%), striktur
uretra (3,8%), ejakulasi retrograde (65,4%), disfungsi ereksi (6,5-14%),
dan retensi urine (Tjahjodjati et al., 2017).

D. Konsep Kebutuhan Eliminasi Urine


1. Pengertian Eliminasi Urine
Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem tubuh
tempat terjadinya proses filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah
terbebas dari zat-zat yang tidak digunakan lagi oleh tubuh. Selain itu pada
sistem ini juga terjadi proses penyerapan zat-zat yang masih dipergunakan
lagi oleh tubuh. Zat-zat yang sudah tidak dipergunakan lagi oleh tubuh
akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine/air kemih (Purnomo,
2016)
2. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine meliputi:
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
b. Asupan cairan dan makanan
c. Kebiasaan/gaya hidup
d. Faktor psikologis
e. Aktivitas dan tonus otot
f. Kondisi patologis
g. Medikasi
h. Prosedur pembedahan
i. Pemeriksaan diagnostik
3. Masalah pada pola berkemih
1

Menurut Prabowo (2014) ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
mempengaruhi eliminasi urine, yakni:
a. Inkontinensia urine
Kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu dikontrol oleh
spingter eksternal. Ada dua jenis inkontinensia urine:
1) Inkontinensia stres
2) Inkontinensia urgensi

b. Retensi urine
Tertahannya urine di kandung kemih akibat terganggunya proses
pengosongan kandung kemih sehingga kandung kemih menjadi
regang.
c. Enuresis (mengompol)
Peristiwa berkemih yang tidak disadari.
d. Sering berkemih (frekuensi)
Meningatnya frekuensi berkemih tanpa disertai peningatan asupan
cairan.
e. Urgensi
Perasaan yang kuat untuk berkemih.
f. Disuria
Rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih

E. Konsep Retensi Urine Pada Pasien Pascabedah TURP


Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan pengosongan kandung kemih, sehingga timbul
perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simphysis, gelisah, dan
terjadi diaphoresis (berkeringat) (Suardani et al., 2021).
Retensi urine dapat terjadi pada pasca operai TURP karena adanya cloth
yang menyumbat saluran kemih. Akibatnya urine tertahan dan terdapat
keluhan BAK kemerahan (N. I. Saputra et al., 2016)
1

Perdarahan intraoperatif selama TURP adalah hal yang umum,


hemostasis harus dipertahankan melalui prosedur sebagai proses inkremental.
Jika tidak dikontrol selama prosedur, volume perdarahan yang sebelumnya
kecil dapat menjadi lebih besar. Setelah pemasangan kateter jika masih ada
perdarahan, hal tersebut akan menyebakan terjadinya gumpalan darah yang
akan menyumbat saluran kemih dan selang kateter. Gumpalan darah tersebut
akan menjadi gumpalan retensi yang akan menyebakan terjadinya retensi urine
pascabedah TURP.
TURP umumnya dikaitkan dengan efek samping pada pasien setelah
operasi, sehingga opsi terapi tambahan untuk mencegah komplikasi sangat
dibutuhkan. Sehingga, irigasi kandung kemih digunakan untuk mencegah
obstruksi, mengeluarkan darah dan cloth yang mungkin terjadi setelah proses
pembedahan TURP, serta mempertahankan patensi kateter urine. Oleh karena
itu, irigasi kateter adalah terapi lini pertama untuk retensi bekuan urine.
Prosedur ini melibatkan penyisipan kateter ke dalam kandung kemih melalui
uretra pasien, diikuti dengan irigasi manual kandung kemih menggunakan
spuit 40-60 cc yang tersambung dengan kateter yang diisi dengan larutan
garam atau air sampai bekuan dikeluarkan.

F. Konsep Asuhan Keperawatan Pascabedah TURP


1. Pengkajian
a. Data biografi, meliputi: Identitas pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku atau bangsa, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit, tanggal pengkajian
dan catatan kedatangan.
b. Riwayat kesehatan, meliputi:
1) Keluhan utama atau alasan masuk Rumah Sakit
Klien mengeluh nyeri ada saat berkemih, terbangun untuk
berkemih pada malam hari, perasaan ingin berkemih yang sangat
mendesak, kalau ingin miksi harus menunggu lama, harus
1

mengedan, kencing terputus-putus dan penurunan kemampuan


untuk berkemih.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang sering dialami pada penderita BPH disebut LUTS
(Lower Urineary Tract Symtoms). Ini termasuk: hesistency, aliran
urine lemah, intermiten, sisa urine setelah buang air kecil,
frekuensi dan disuria (dengan peningkatan obstruksi).
3) Riwayat penyakit dahulu:
Tanyakan kepada klien tentang riwayat kesehatan yang pernah
diderita, karena individu yang sebelumnya pernah mengalami ISK
dan fisiologi darah berisiko mengalami komplikasi pascaoperasi
(Prabowo & Pranata, 2014)
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita
penyakit yang sama dengan penyakit pasien sekarang.
c. Pola fungsi kesehatan, meliputi: Pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan, pola nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, pola istirahat
dan tidur, pola kognitif dan persepsi, pola peran hubungan, pola
seksual dan reprosuksi, keyakinan dan kepercayaan.
1) Pola eliminasi
a) Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan
b) Keragu-raguan dalam berkemih awal
c) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
d) Nokturia, disuria, hematuria
e) Riwayat saluran berkemih berulang
f) Konstipasi
2) Makanan/cairan
Anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan.
3) Nyeri kenyamanan
Nyeri suprapubik, panggul atau punggung.
4) Seksualitas
1

a) Takut inkontinensia
b) Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
5) Aktivitas/istirahat
a) Riwayat pekerjaan
b) Lamanya istirahat
c) Aktivitas sehari-hari
d) Pengaruh penyakit terhadap aktivitas
6) Hygiene: Penampilan umum, aktivitas sehari-hari, kebersihan
tubuh dan frekuensi mandi.
7) Integritas ego
a) Pengaruh penyakit terhadap stress
b) Gaya hidup
c) Masalah finansial
8) Pernafasan
Apakah ada sesak nafas, riwayat merokok dan bentuk dada.
9) Interaksi sosial Status perkawinan, hubungan dalam masyarakat.
d. Pemeriksaan fisik, meliputi:
1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu. Nadi dapat meningkat pada
keadaan kesakitan pada retensi urine akut.
2) Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
a) Inspeksi
Inspeksi pada abdomen, kesimetrisan, warna kulit, tekstur,
turgor kulit, adanya massa atau pembengkakan, distensi, dan
luka. Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi
gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Penurunan turgor
kulit merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan
penumpukan cairan.
b) Auskultasi
Mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran
atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta
2

abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan


aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
c) Perkusi
Perkusi dilakukan di sudut kostovertebra di garis skapular
untuk menilai nyeri tekan pada Costo Vertebral Angulus
(CVA) ginjal. Perkusi juga dilakukan kira-kira 5 cm di atas
simpisis pubis untuk menilai adanya urine dalam kandung
kemih.
d) Palpasi
Palpasi dilakukan di abdomen bawah/kandung kemih serta
ginjal untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas, misalnya
pembesaran pada organ atau adanya massa yang dapat teraba.
Pada pasien pascabedah TURP biasanya terdapat distensi
kandung kemih di abdomen bawah saat dipalpasi.
3) Pemeriksaan Genetalia Pria
a) Inspeksi
Kaji kebersihan area genetalia, lihat bagian luar untuk
simetris/tidak, dan kaji adanya lesi, menginspeksi lubang uretra
apakah ada keluaran nanah, bau, kemerahan, bengkak, dan kaji
terpasang katater atau tidak.
b) Palpasi
Palpasi skrotum berisi 2 buah kelenjar testis dan apakah ada
pembesaran pada salah satu testis.
4) Urine
Kaji karakteristik urine pasien dan bandingkan dengan
karakteristik urine normal sesuai karakteristik urine normal
menurut Purnomo (2016).
Tabel 2. 1 Karakteristik Urine Normal
Warna Bau pH Jumlah
Kekuningan atau Berbau 4. 6-8. 1200-1500 ml/24
bening khas 0 jam
(Purnomo, 2016)
2

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul setelah dilakukan analisa masalah sebagai hasil
dari pengkajian. Secara garis besar, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada pasien pascabedah Transurethral Resection of the Prostate
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Retensi urine berhubungan dengan blok spingter
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
e. Resiko hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Berdasarkan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada pasien pascabedah TURP, pada karya tulis ini peneliti
memfokuskan pada diagnosa keperawatan retensi urine berhubungan
dengan blok spingter dan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisik (prosedur invasif).
Tabel 2. 2 Analisa Data
Data senjang Etiologi Masalah
Data Mayor: Blok spingter Retensi urine
Subjektif: (sumbatan di kateter)
1. Sensasi penuh pada
kandung kemih
Objektif
1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung
kemih

Data Minor:
Subjektif:
1. Dribbling
Objektif:
1. Inkontinensia
berlebih
2. Residu urine 150ml
atau lebih
Data Mayor Agen pencedera fisik Nyeri Akut
Subjektif: (prosedur invasif)
1. Mengeluh nyeri
Objektif:
2

2. Tampak meringis
3. Bersikap protektif
4. Gelisah
5. Frekuensi nadi
meningkat
6. Sulit
tidur Data
Minor:
Subjektif:
(Tidak tersedia)
Objektif:
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan
berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaphoresis

3. Perencanaan/Intervensi
Intervensi Keperawatan yang mengacu pada Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dengan kriteria
hasil mengacu pada Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI, 2019). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada
pada tabel 2. 2 di atas, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
terdapat pada tabel berikut.
2

Tabel 2. 3 Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN
No. KEPERAWATAN HASIL (SLKI) (SIKI) RASIONAL
1. Retensi Urine berhubungan Setelah dilakukan asuhan SIKI: Irigasi Kandung Kemih
dengan blok spingter keperawatan selama 3 x 24 Observasi
Gejala dan Tanda Mayor: jam, diharapkan retensi urine 1. Monitor keseimbangan cairan 1. Mengetahui intake dan
Ds: pada pasien pascabedah TURP output cairan pasien
1. Sensasi penuh pada dapat diatasi dengan 2. Periksa aktivitas dan mobilitas 2. Memastikan posisi kateter
kandung kemih menunjukkan (mis, posisi kateter, lipatan benar agar memperlancar
SLKI: kateter) cairan irigasi yang masuk
Do: Eliminasi Urine: Membaik 3. Identifikasi kateter yang akan 3. Memastikan kateter yang
1. Disuria/anuria digunakan adalah kateter sesuai untuk dilakukan
2. Distensi kandung kemih Dengan kriteria hasil: threeways irigasi kandung kemih
1. Desakan berkemih 4. Identifikasi kemampuan pasien 4. Mengetahui sejauh mana
Gejala dan Tanda Minor: menurun merawat kateter kemampuan pasien meraat
Ds: 2. Distensi kandung kemih kateter
1. Dribbling menurun 5. Identifikasi order obat irigasi 5. Memastikan obat irigasi
3. Berkemih tidak tuntas kandung kemih kembali sesuai order
Do: menurun 6. Monitor cairan irigasi yang 6. Mengetahui cairan irigasi
1. Residu urine 150ml atau 4. Volume residu urine keluar (bekuan darah atau benda yang keluar
lebih menurun asing lainnya)
5. Urine menetes (dribbling) 7. Monitor respon pasien selama 7. Mengetahui respon klien
menurun dan setelah irigasi kandung sebelum dan sesudah
6. Enuresis menurun kemih irigasi kandung kemih
7. Disuria menurun 8. Mengetahui hasil kadar
8. Frekuensi BAK membaik 8. Monitor hasil elektrolit darah elektrolot dalam tubuh
9. Karakteristik urine pasien
membaik 9. Mengetahui jumlah cairan
9. Monitor jumlah cairan intake intake dan output sesuai
dan output pada kartu dengan kartu cairan irigasi
2

cairan/irigasi
10. Cairan isotonis tidak
Terapeutik mudah diabsorbsi oleh
10. Gunakan cairan isotonis untuk tubuh
irigasi kandung kemih 11. Menjaga privasi klien
11. Jaga privasi 12. Hasil irigasi terlihat
12. Kosongkan kantung urine dengan jelas
13. Untuk melindung diri
13. Gunakan alat pelindung diri 14. Sesuai standar dan
14. Lakukan standar operasional mencegah terjadinya
prosedur dengan teknik aseptik infeksi
15. Mencegah alat-alat
15. Persiapkan alat-alat dengan terkontaminasi
mempertahankan kesterilan 16. Irigasi kandung kemih
16. Siapkan cairan irigasi sesuai sesuai kemutuhan
kebutuhan 17. Menjaga port kateter tetap
17. Buka dan disinfeksi port kateter steril
dengan swab alkohol 18. Irigasi dapat dilakukan
18. Hubungkan set cairan irigasi dengan cairan yang telah
dengan kateter urine dihubungkan
19. Tetesan cairan irigasi yang
19. Atur tetesan cairan irigasi sesuai masuk sesuai dengan
kebutuhan kebutuhan
20. Cairan irigasi masuk tanpa
20. Pastikan cairan irigasi mengalir hambatan dan keluar
ke kateter, kandung kemih dan sesuai dengan yang
keluar ke kantung urine diharapkan
21. Berikan posisi nyaman 21. Pasien nyaman saat
dilakukan irigasi kandung
Edukasi kemih
22. Jelaskan tujuan dan prosedur 22. Pasien mengetahui tujuan
2

irigasi kandung kemih irigasi kandung kemih


23. Anjurkan melapor jika 23. Pasien/keluarga
mengalami keluhan saat BAK, diharapkan melapor jika
urine merah dan tidak dapat ada keluhan BAK
BAK
Rasional Manajemen
SIKI: Manajemen Eliminasi Urine Eliminasi
Observasi: 1. Mengetahui tanda dan
1. Identifikasi tanda dan gejala gejala retensi urine
retensi atau inkontinensia urine 2. Mengetahui faktor
2. Identifikasi faktor penyebab penyebab utama retensi
retensi atau inkontinensia urine urine dan memberikan
3. Monitor eliminasi urine (mis. penanganan yang sesuai
Frekuensi, konsistensi, aroma, 3. Mengetahui output urine
volume dan warna) 4. Mengetahui waktu terakhir
Terapeutik pasien berkemih
4. Catat waktu-waktu dan haluaran 5. Kebutuhan berkemih harus
berkemih disegerakan apabila
5. Batasi asupan cairan, jika perlu ditahan akan menimbulkan
6. Ambil sampel urine tengah komplikasi
(midstream) atau kultur 6. Untuk pemeriksaan
laboratorium
Edukasi 7. pasien dan keluarga
7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi mengerti tanda dan gejala
saluran kemih infeksi saluran kemih
8. Ajarkan cara mengukur asupan 8. pasien dan keluarga
cairan dan haluran urine mengerti cara mengukur
9. Ajarkan cara mengambil asupan cairan dan haluaran
spesiemen urine midstream urine
10. Ajarkan mengenali tanda 9. keluarga mengerti cara
berkemih dan waktu yang tepat mengambikl spesimen
2

untuk berkemih urine


11. Ajarkan terapi modalitas 10. pasien mengetahui tanda-
penguatan otot-otot panggul/ tanda berkemih
berkemihan 11. untuk menguatkan otot
12. Anjurkan minum yang cukup, panggul mencegah
jika tidak ada kontraindikasi inkontinensia urine
13. Anjurkan mengurangi minum 12. minum yang berlebihan
menjelang tidur dapat menyebabkan
semakin penuh urine di
Kolaborasi kandung kemih
14. Kolaborasi pemberian obat 13. mencegah produksi urine
supositoria uretra, jika perlu lebih banyak saat istirahat
14. mencegah komplikasi
lebih lanjut
2. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah diberikan intervensi SIKI: Manajemen Nyeri
agen pencedera fisik ditandai keperawatan selama 3 x 24
dengan jam, diharapkan pasien mampu Observasi
Gejala dan Tanda Mayor menunjukkan SLKI 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Dapat mengetahui tingkat
DS:  Tingkat nyeri: Menurun durasi, frekuensi, kualitas, nyeri pasien
1. Mengeluh nyeri intensitas nyeri 2. Untuk mengetahui skala
DO: Dengan kriteria hasil 2. Identifikasi skala nyeri nyeri yang dirasakan
1. Tampak meringis 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non pasien.
2. Bersikap protektif 2. Gelisah menurun verbal 3. Untuk mengetahui respon
3. Gelisah 3. Bersikap protektif 4. Identifikasi faktor yang pasien terhadap nyeri.
4. Frekuensi nadi meningkat menurun memperberat dan memeperingan 4. Mengetahui faktor yang
5. Sulit tidur nyeri mempengaruhi nyeri.
Gejala dan Tanda Minor  Kontrol nyeri: 5. Identifikasi pengetahuan dan 5. Membantu mengalih
DS: meningkat keyakinan tentang nyeri perhatian pasien terkait
(Tidak tersedia) 6. Identifikasi pengaruh budaya pembedahan,
Dengan kriteria hasil: terhadap respon nyeri 6. Mengetahui faktor budaya
1. Melaporkan nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap nyeri
2

DO: terkontrol meningkat terhadap kualitas hidup 7. Memperlancar peredaran


1. Tekanan darah meningkat 2. Kemampuan mengenali 8. Monitor keberhasilan terapi darah.
2. Pola napas berubah onset nyeri meningkat komplementer yang sudah 8. Teknik non farmakologi
3. Nafsu makan berubah 3. Kemampuan mengenali diberikan dapat membantu pasien
4. Proses berpikir terganggu penyebab nyeri meningkat dalam mengurangi rasa
5. Menarik diri 4. Kemampuan Terapeutik nyeri.
6. Berfokus pada diri sendiri menggunakan teknik non- 9. Berikan terapi nonfarmakologis 9. Mengurangi rasa nyeri
7. Diaphoresis farmakologis meningkat untuk mengurangi rasa nyeri dengan relaksasi napas
5. Keluhan nyeri menurun (mis. relaksasi napas dalam) dalam
10. Kontrol lingkungan yang 10. Mencegah pasien
memperberat rasa nyeri mengalami stress yang
11. Fasilitasi istirahat tidur dapat meningkatkan
12. Pertimbangkan jenis dan sumber tingkatan nyeri yang
nyeri dalam pemilihan strategi dialami
meredakan nyeri 11. Memulihkan kekuatan
13. Jelaskan penyebab, periode, dan tubuh.
pemicu nyeri 12. Pasien dapat mengetahui
14. Jelaskan strategi meredakan penyebab dan pemicu
nyeri nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri 13. Pasien mengetahui
secara mandiri penyebab nyeri
16. Anjurkan menggunakan 14. Membantu pasien
analgetik secara tepat memahami strategi dalam
17. Ajarkan teknik nonfarmakologis mengurangi nyeri
untuk mengurangi nyeri 15. Pasien dapat mengontrol
nyeri yang dirasakan
Kolaborasi 16. Pengunaan analgetik yang
18. Kolaborasi pemberian analgetik, tepat mengurangi
jika perlu terjadinya efek samping
yang tidak diinginkan
17. Pasien dapat melakukan
2

teknik non farmakologi


secara mandiri.
18. Penggunaan analgetik
yang tepat mengurangi
terjadinya efek samping
yang diinginkan
29

4. Implementasi
Dalam proses keperawatan, implementasi merupakan fase tindakan
dimana perawat melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun
sebelumnya. Implementasi terdiri dari tindakan pelaksanaan dan
pendokumentasian kegiatan yang merupakan tindakan keperawatan
spesifik yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Perawat
melakukan aktivitas keperawatan yang dikembangkan dari langkah
perencanaan dan kemudian menyimpulkan langkah implementasi dengan
mencatat aktivitas keperawatan serta respon pasien terhadap tindakan yang
telah diberikan (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dari proses keperawatan. Dalam konteks
ini, evaluasi adalah aktivitas terencana, berkelanjutan yang tujuannya
adalah menentukan kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil tertentu
dan menilai efektivitas rencana asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan
aspek penting dari proses keperawatan karena kesimpulan yang diambil
dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus dihentikan,
dilanjutkan, atau diubah (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016). Metode
evaluasi yang akan digunakan pada kasus ini adalah SOAP (S: Subjektif,
O: Objektif, A: Analisis, P: Planning).
Melalui evaluasi, perawat menunjukkan tanggung jawab dan
akuntabilitas atas tindakan mereka, menunjukkan keberhasilan atas
kegiatan keperawatan dan menunjukkan rencana untuk tidak melanjutkan
tindakan yang tidak efektif yang kemudian digantikan dengan tindakan
yang lebih efektif (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016).
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus
untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien pascabedah Benign
Prostatic Hyperplasia yang mengalami gangguan eliminasi urine dengan
pendekatan proses perawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada kasus ini yaitu pasien Pascabedah TURP BPH
yang mengalami masalah keperawatan dan diagnosis yang sama yaitu
dengangangguan eliminasi urine di ruang seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Jumlah subyek penelitian yang direncanakan yaitu 1 orang pasien.
Adapun kriteria subyek penelitian yang akan diteliti adalah:
1. Kriteria Inklusi
a. Penderita yang dengan pascabedah TURP hari 1 dengan gangguan
eliminasi urine
b. Kesadaran composmentis (GCS 15)
c. Pasien bersedia menjadi responden
2. Kriteria eksklusi
a. Pasien yang pulang sebelum target tiga hari pemberian asuhan
keperawatan, baik pulang atas kemauan sendiri maupun pulang atas
izin dokter serta pasien yang dilakukan rujukan ke rumah sakit lain
sebelum target pemberian asuhan keperawatan selama tiga hari.
C. Fokus studi
Fokus studi dalam penelitian ini adalah asuhan keperawatan untuk
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah Transurethral
Resection of the Prostate.

30
3

D. Definisi Operasional
a. Asuhan keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dimulai dari
melakukan pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, menyusun
perencanaan, melakukan implementasi serta evaluasi yang dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan eliminasi urine pada pasien
pascabedah TURP dengan gangguan eliminasi urine mulai hari pertama
sampai hari keempat.
b. Pasien dalam studi kasus ini adalah pasien yang didiagnosis oleh dokter
yang mengalami BPH dan telah dilakukan operasi TURP dan dirawat di
ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus Bengkulu sebagai orang yang menerima
pelayanan atas penyakit BPH yang dialami.
c. Benign Prostatic Hyperplasia adalah suatu diagnosis yang ditetapkan oleh
dokter berdasarkan manifestasi, hasil pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan diagnostik lainnya.
d. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) merupakan prosedur baku
untuk terapi bedah BPH dengan dilakukan pengangkatan jaringan prostat
lewat uretra menggunakan resektoskop yang dilakukan di kamar operasi
oleh ahlinya.
e. Pemenuhan kebutuhan eliminasi urine adalah semua upaya yang diberikan
kepada pasien yang mengalami gangguan eliminasi urine pascabedah
TURP untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi urinenya selama di rawat di
rumah sakit.
E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus
Lokasi penelitian ini telah dilakukan di Ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Studi kasus ini dilaksanakan selama 4 hari pada tanggal 30 Mei-2
Juni 2022.
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (hasil anamnesis yang harus didapatkan berisi tentang
identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikologi, pola-
3

pola fungsi kesehatan. sumber data bisa dari pasien, keluarga, perawat
lainnya).
b. Observasi dan Pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
pemeriksaan integumen, pemeriksaan kepala leher, pemeriksaan dada,
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan genetalia, anus, pemeriksaan
ekstermitas, data fokus yang harus di dapatkan adalah pemeriksaan
abdomen dan genetalia.
c. Studi dokumentasi dan integumen dilakukan dengan melihat dari data
MR (Medikal Record) pasien, melihat hasil laboratorium, melihat
catatan harian perawat ruangan, memeriksa hasil pemeriksaan
diagnostik.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan sesuai ketentuan yang ada di prodi DIII
Keperawatan Bengkulu.
3. Penyajian Data
Pada studi kasus ini peneliti menyajikan data secara tekstural atau
narasi, disertai dengan ungkapan verbal dan respon subyek studi kasus
yang merupakan data pendukung studi kasus.
G. Etika Studi Kasus
Peneliti akan mempertimbangkan etik dan legal penelitian untuk
melindungi responden agar terhindar dari segala bahaya serta
ketidaknyamanan fisik dan psikologis. ethical clearance mempertimbangkan
hal-hal di bawah ini.
1. Self Determinan
Pada studi kasus ini, responden di beri kebebasan untuk
berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, peneliti
hanya akan memberi inisial sebagai pengganti idenditas responden.
3

3. Kerahasiaan (Confidentialy)
Semua informasi yang dapat dari responden tidak akan
disebarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang mengetahuinya.
4. Asas kemanfaatan (Beneficiency)
Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas
penderitaan, bebas eksploitasi dan bebas resiko. Bebas penderitaan yaitu
peneliti menjamin responden tidak akan mengalami cidera, mengurangi
rasa sakit, dan tidak akan memberikan penderitaan pada responden. Bebas
eksploitasi dimana pemberian informasi dari responden akan di gunakan
sebaik mungkin dan tidak akan di gunakan secra sewenang-wenang demi
keuntungan peneliti. Bebas resiko yaitu responden terhindar dari resiko
bahaya kedepannya. tujuan dari penelitian adalah untuk menambah
pengetahuan, menerapkan penkajian pada pasien tuberkulosis serta
berperan dalam mengurangi hari lama rawat.
5. Maleficience
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikologis.
H. Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti
pengumpulkan data secara langsung pada pasien dan keluarga dengan
menggunakan format pengkajian dari yang baku dari kampus, pengumpulan
data dilakukan pada pengkajian dengan pasien langsung dan keluarga.
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus


Bab ini menjelaskan tentang studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah Transurethral Resection of
the Prostate (TURP) di Ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 30 Mei-2
Juni 2022 mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan hingga implementasi keperawatan selama 4 hari.
Pengkajian dilakukan dengan metode anamnesa (wawancara dengan klien
langsung), tenaga kesehatan lain (perawat ruangan), pengamatan, observasi,
pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian pada Tn. S dengan diagnosa medis BPH pascabedah TURP
dilakukan pada tanggal 30 Mei 2022 di Ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.
a. Identitas pasien
Seorang pasien laki-laki dengan inisial Tn. S berusia 77 tahun,
beragama Islam, status telah menikah, bekerja sebagai seorang
nelayan, dengan pendidikan terakhir SD dan beralamat di Manna
Bengkulu Selatan.
b. Keluhan utama saat pengkajian
Saat dilakukan pengkajian mengeluh adanya sensasi penuh pada
kandung kemih, pasien mengatakan merasa ingin BAK dan nyeri
pacabedah di area genetalia dan distensi kandung kemih nyeri terasa
seperti panas ditekan, skala 5 dan hilang timbul dalam ±5 menit.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang

34
Pasien masuk dari UGD ke ruang Seruni RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu pada tanggal 29 Mei 2022 pukul 16.15 WIB dan
direncanakan operasi pada tanggal 30 Mei 2022. Pasien dilakukan
tindakan operasi pada jam 08.30-09.30 WIB. Setelah operasi
pasien langsung dipasang DC threeway ukuran 20 dan selang
irigasi NaCl 0.9% 60 tpm.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Tn. S mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya, pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak 7 tahun yang lalu serta asam urat. Tn. S
mengatakan tidak memiliki alergi obat maupun makanan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita
keluhan serta penyakit yang sama dengan pasien, dan keluarga
pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti diabetes, dan
hipertensi.
4) Genogram

Keterangan:
: Pasien
: Perempuan

35
3

: Laki-laki
: Keluarga yang sudah meninggal
: Tinggal satu rumah

d. Pola fungsional kesehatan


1) Pola eliminasi
Pasien mengatakan belum BAB setelah operasi, BAK masih
dibantu dengan selang DC namun aliran urine tidak lancar,
sehingga pasien merasa ingin BAK namun tertahan dan merasa
nyeri pada abdomen bagian bawah. Urine berwarna merah terang
dalam 4 jam pascabedah. Pasien terpasang DC threeway ukuran 20
dan selang irigasi NaCl 0,9 % 60 tpm. Adanya distensi kandung
kemih dan nyeri tekan abdomen bawah.
2) Pola aktivitas-latihan
Saat dikaji pasien mengatakan sebagian besar aktivitasnya dibantu
oleh keluarga karena masih merasakan nyeri di bawah abdomen.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengatakan lama tidur siang ±2 jam, lama tidur malam ±7
jam, kebiasaan sebelum tidur tidak ada, sering terbangun saat
malam.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Mei 2022 dan didapatkan
hasil:
1) Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Frekuensi nafas :22 x/menit
Frekuensi nadi : 99x/menit
Suhu : 36. 9º C
2) Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
a) Inspeksi
Keadaan umum : Lemah
3

Kesadaran : Composmentis
Wajah : Tampak meringis
Konjungtiva : Ananemis
Jenis pernapasan : Vesikuler, jalan nafas efektif,
Kondisi kulit : Sedikit kering
Turgor kulit : Sedikit menurun
Edema : Tidak ada edema di daerah muka, dari mata
sampai ekstremitas
Abdomen : Tampak cembung/distensi kandung kemih
Genetalia : Pasien berjenis kelamin laki-laki, dan
terpasang kateter threeway ukuran 20 untuk cairan irigasi NaCl
0,9 % 60 tpm
Urine : urine berwarna merah terang
b) Auskultasi
Bunyi nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
Bruit renal : tidak terdengar bising arteri
renal
c) Perkusi
Tidak ada nyeri di daerah Costovertebral Angulus (CVA),
kandung kemih terdengar dullness.
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan di daerah ginjal
Teraba keras dan terdapat nyeri tekan pada abdomen bawah
f. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 4. 1 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 30 Mei 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,6 13-18 g/dL
Leukosit 9100 4. 000-10. 000/uL
150. 000-400.
Trombosit 187. 000
000/uL
Hematokrit 38% 36-46%
Fungsi Ginjal
Ureum 31 20-40 mg/dL
Kreatinin 1,2 0,5-1,2 mg/dL
3

Elektrolit
Natrium 136 136-146 mmol/L
Kalium 4,2 3,5-5,0 mmol/L

g. Penatalaksanaan Medis
1) Program terapi pengobatan
Tabel 4. 2 Program Pengobatan

No. Nama Obat Dosis Rute Waktu

1. RL 20 tpm IV 24 jam

2. Cinam 1 gr IV 3x24 jam


3. Omeprazole 40 mg IV 3x24 jam
4. Asam tranexamat 500 mg IV 3x24 jam
5. Ketorolac 30 mg IV 3x24 jam

2) Irigasi bladder dengan NaCl 0.9% 60 tpm melalui threeway kateter

2. Analisa Data
Tabel 4. 3 Analisa Data
No. Data Etiologi Problem
1. DS: Blok spingter Retensi urine
- Pasien mengatakan merasa ingin (sumbatan di
BAK kateter)
- Pasien mengatakan kandung
kemih terasa penuh

DO:
- Aliran urine tampak tidak lancar
- Urine berwarna merah terang
dalam 4 jam pascabedah
- Terdapat distensi kandung kemih,
- Terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
- Residu urine terlihat intake >
output

2. DS: Agen Nyeri akut


- Pasien mengatakan nyeri pencedera
3

P: nyeri pascabedah dan distensi fisik


kandung kemih (prosedur
Q: seperti ditekan serta terasa invasif)
panas
R: nyeri pada kandung kemih dan
area genetalia
S: skala nyeri 5
T: ± 5 menit (Hilang timbul)
DO:
- Pasien tampak gelisah, pasien
tampak tidur meringkuk dengan
kedua tangan memegangi bagian
perutnya.
TD: 150/80 mmHg
RR: 22 x/menit
N: 99 x/menit
S: 36. 9º C

3. Diagnosa Keperawatan
Tabel 4. 4 Diagnosa Keperawatan
Nama Tanggal
No. Diagnosa Paraf
Pasien Ditegakkan
1. Retensi urine berhubungan 30 Mei 2022
dengan blok spingter ditandai
dengan:
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan merasa
ingin BAK
- Pasien mengatakan
kandung kemih terasa
penuh

Data Objektif:
Tn. S
- Aliran urine tampak tidak
lancar
- Urine berwarna merah
terang dalam 4 jam
pascabedah
- Terdapat distensi kandung
kemih
- Terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
- Residu urine terlihat intake
> output
2. Nyeri akut berhubungan 30 Mei 2022
dengan agen pencedera fisik
Tn. S
ditandai dengan:
4

Data Subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri pascabedah TURP
Q: seperti ditekan serta
terasa panas
R: genetalia dan kandung
kemih
S: skala nyeri 5
T: ± 5 menit (hilang
timbul)
Data Objektif:
- Pasien tampak gelisah,
pasien tampak tidur
meringkuk dengan kedua
tangan memegangi bagian
perutnya.
TD: 150/80 mmHg
RR: 22 x/menit
N: 99 x/menit
S: 36. 9º C
4

4. Perencanaan keperawatan
Tabel 4. 5 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN


No. RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL (SLKI) (SIKI)
1. Retensi Urine Setelah dilakukan asuhan SIKI: Irigasi Kandung Kemih
berhubungan dengan blok keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
spingter ditandai dengan diharapkan retensi urine pada 1. Monitor keseimbangan cairan 1. Mengetahui intake dan
Data Subjektif: pasien pascabedah TURP dapat output cairan pasien
- Pasien mengatakan diatasi dengan menunjukkan 2. Periksa aktivitas dan mobilitas 2. Memastikan posisi kateter
merasa ingin BAK SLKI: (mis, posisi kateter, lipatan benar agar memperlancar
- Pasien mengatakan Eliminasi Urine: Membaik kateter) cairan irigasi yang masuk
kandung kemih terasa 3. Monitor cairan irigasi yang keluar 3. Mengetahui cairan irigasi
penuh Dengan kriteria hasil: (bekuan darah atau benda asing yang keluar
1. Desakan berkemih menurun lainnya)
Data Objektif: 2. Distensi kandung kemih 4. Monitor respon pasien selama dan 4. Mengetahui respon klien
- Aliran urine tampak menurun setelah irigasi kandung kemih sebelum dan sesudah irigasi
tidak lancar 3. Volume residu urine kandung kemih
- Urine berwarna merah menurun 5. Monitor hasil elektrolit darah 5. Mengetahui hasil kadar
terang dalam 4 jam 4. Disuria menurun natrium akibat absorpsi
Pascabedah 5. Frekuensi BAK membaik cairan irigasi
- Terdapat distensi 6. Karakteristik urine 6. Monitor jumlah cairan intake dan 6. Mengetahui jumlah cairan
kandung kemih, membaik output pada kartu cairan/irigasi intake dan output sesuai
- Terdapat nyeri tekan dengan kartu cairan irigasi
pada abdomen bawah Terapeutik
- Residu urine terlihat 7. Gunakan cairan isotonis untuk 7. Cairan isotonis tidak
intake > output irigasi kandung kemih mudah diabsorbsi oleh
8. Jaga privasi tubuh
9. Kosongkan kantung urine 8. Menjaga privasi klien
10. Atur tetesan cairan irigasi sesuai 9. Hasil irigasi terlihat dengan
jelas
4

kebutuhan 10. Tetesan cairan irigasi yang


masuk sesuai dengan
11. Pastikan cairan irigasi mengalir kebutuhan
ke kateter, kandung kemih dan 11. Cairan irigasi masuk tanpa
keluar ke kantung urine hambatan dan keluar sesuai
dengan yang diharapkan
12. Berikan posisi nyaman
12. Pasien nyaman saat
Edukasi dilakukan irigasi kandung
13. Jelaskan tujuan dan prosedur kemih
irigasi kandung kemih 13. Pasien mengetahui tujuan
14. Anjurkan melapor jika irigasi kandung kemih
mengalami keluhan saat BAK, 14. Pasien/keluarga diharapkan
urine merah dan tidak dapat BAK melapor jika ada keluhan
BAK
SIKI: Manajemen Eliminasi Urine
Observasi: Rasional manajemen
1. Identifikasi tanda dan gejala eliminasi urine
retensi urine 1. Mengetahui tanda dan
2. Identifikasi faktor penyebab gejala retensi urine
retensi atau inkontinensia urine 2. Mengetahui faktor
penyebab utama retensi
urine dan memberikan
3. Monitor eliminasi urine (mis. penanganan yang sesuai
Frekuensi, konsistensi, aroma, 3. Mengetahui output urine
volume dan warna)
Terapeutik
4. Catat waktu-waktu dan haluaran
berkemih menggunakan fluid 4. Mengetahui waktu terakhir
balance chart pasien berkemih
Edukasi
4

5. Ajarkan tanda dan gejala infeksi


saluran kemih 5. Pasien dan keluarga
mengerti tanda dan gejala
6. Ajarkan cara mengukur asupan infeksi saluran kemih
cairan dan haluran urine 6. Pasien dan keluarga
mengerti cara mengukur
asupan cairan dan haluaran
7. Anjurkan minum yang cukup, urine
jika tidak ada kontraindikasi 7. Minum yang berlebihan
dapat menyebabkan
semakin penuh urine di
kandung kemih

2. Nyeri berhubungan Setelah diberikan intervensi SIKI: Manajemen


dengan agen pencedera keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri Aktivitas
fisik yang ditandai dengan: diharapkan pasien mampu Keperawatan:
DS: menunjukkan SLKI Observasi 1. Menegtahui lokasi,
Pasien mengatakan nyeri Tingkat nyeri: Menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, karakteristik, durasi dan
P: nyeri Pascabedah dan durasi, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas dan
distensi kandung kemih Dengan kreteria hasil intensitas nyeri intensitas nyeri dari pasien
Q: seperti ditekan serta 4. Keluhan nyeri menurun 2. Mengteahui respon nyeri
terasa panas 5. Gelisah menurun 2. Identifikasi respon nyeri non non verbal pasien
R: nyeri pada kandung 6. Bersikap protektif menurun verbal 3. Mengetahui tingkat nyeri
kemih 3. Identifikasi skala nyeri yang dirasakan pasien
S: skala nyeri 4 Kontrol nyeri: meningkat 4. Mengetahui seberapa besar
T: ± 5 menit (Hilang 4. Identifikasi nyeri terhadap rasa nyeri mempengaruhi
timbul) Dengan kriteria hasil: kualitas hidup hidup pasien
DO: 6. Melaporkan nyeri Terapeutik
Pasien tampak gelisah, terkontrol meningkat Terapuetik 5. Mengurangi tingkat
pasien tampak tidur 7. Kemampuan mengenali 5. Berikan teknik nonfarmakologis nyeri/mengalihkan pasien
meringkuk dengan kedua onset nyeri meningkat untuk mengurangi rasa nyeri dari rasa sakitnya
dengan relaksasi napas dalam
4

tangan memegangi bagian 8. Kemampuan mengenali 6. Kontrol lingkungan yang 6. Mengurangi resiko faktor
perutnya. penyebab nyeri meningkat memperberat rasa nyeri yang dapat memperberat
TD: 150/80 mmHg 9. Kemampuan menggunakan nyeri/menimbulkan nyeri
RR: 22 x/menit teknik non-farmakologis 7. Fasilitasi istirahat dan tidur 7. Mengalihkan dan
N : 99 x/menit meningkat memmnuhi kebutuhan
S: 36. 9º C 10. Keluhan nyeri menurun istirahat pasien
Edukasi Edukasi
8. Jelaskan penyebab periode dan 8. Memberikan informasi
pemicu nyeri terkait nyeri yang dirasakan
pasien
9. Jelaskan strategi meredakan nyeri 9. Membantu pasien
mengatasi saat rasa nyeri
muncul
10. Ajarkan teknik nonfarmakologis 10. Memudahkan pasien untuk
untuk mengurangi rasa nyeri mengontrol nyeri dengan
cara sederhana
Kolaborasi Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian analgetik 11. Membantu meredakan
nyeri yang dirasakan
4

5. Implementasi keperawataan

Tabel 4. 6 Implementasi Keperawatan


Tanggal 30 Mei 2022 - Hari Rawat 1
No.
Pukul Implementasi Respon Hasil Paraf
Diagnosa
14. 00 I, II 1. Mengobservasi keadan umum dan 1. KU: Baik
kesadaran pasien. Kesadaran: composmentis (GCS:15)
TD: 150/80 mmHg
RR: 22x/menit
N: 99x/menit
S: 36. 9ºC
14. 05 I 2. Memonitor eliminasi urine 2. Pasien pascabedah TURP pada 30 Mei 2022.
Terpasang selang DC threeway ukuran 20
dan irigasi NaCl 0,9 %, aliran urine tampak
tidak lancar, tampak urine bercampur darah
berwarna merah terang ±90 cc dalam 4 jam
pascabedah (jam 09.30-13. 45). Distensi
kandung kemih, terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
14. 10 I 3. Memantau tanda dan gejala retensi urine 3. Pasien mengatakan merasa ingin BAK
serta respon pasien namun tertahan, aliran urine tampak tidak
14. 15 I 4. Melakukan tindakan irigasi kandung kemih lancar
dengan spooling cairan NaCl 0,9% 4. Aliran urine kembali normal setelah
menggunakan spuit 50 cc, serta memonitor dilakukan tindakan irigasi kandung kemih
dan mempertahankan kecepatan irigasi
NaCl 60 tpm
5. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk
4

14. 20 II mencatat urine output, sesuai kebutuhan


6. Memberikan injeksi obat sesuai terapi: 5. Pasien dan keluarga kooperatif
15. 00 I, II - Injeksi cinam 1 gr
- Injeksi ketorolac 30 mg 6. Obat masuk melalui intravena, tidak ada
- Injeksi asam tranexamat 500 mg tanda-tanda alergi
- Injeksi omeprazole 40 mg
7. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
15. 40 II durasi, frekuensi, kualitras, dan intensitas
nyeri 7. Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri pascabedah dan distensi kandung
kemih
Q: seperti ditekan serta terasa
panas R: nyeri pada kandung
8. Melakukan observasi adanya petunjuk kemih
16. 00 II nonverbal mengenai ketidaknyamanan S: skala nyeri 5
T: Hilang timbul
9. Melakukan observasi akibat dari nyeri 8. Pasien tampak gelisah, pasien tampak tidur
19. 00 II terhadap kualitas hidup pasien (tidur, nafsu meringkuk dengan kedua tangan memegangi
makan) bagian perutnya
9. Pasien mengatakan sejak pagi ia minum satu
Pasien mengatakan sulit untuk tidur nyenyak
10. Menganjurkan pasien untuk melakukan karena sering terbangun akibat nyeri, serta
19. 05 II teknik relaksasi napas dalam untuk tidak nafsu makan karena mulut terasa pahit
mengurangi nyeri dan sedikit mual
11. Melakukan perawatan kateter untuk 10. Pasien mampu mempraktekan teknik nafas
19. 10 I mencegah terjadinya infeksi dalam yang telah diajarkan dengan baik
12. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
19. 12 I, II intake nutrisi dan cairan yang adekuat 11. Pasien kooperatif selama tindakan
dengan minum air putih 1400-1600 cc keperawatanGenetalia pasien tampak bersih
perhari 12. Pasien dan keluarga kooperatif
13. Mengendalikan faktor lingkungan yang
4

19. 30 II dapat mempengaruhi respon pasien


terhadap ketidaknyamanan dengan 13. Pasien dan keluarga kooperatif
membatasi jumlah pengunjung serta
mengurangi kebisingan
14. Mendukung istirahat yang adekuat untuk
20. 00 II membantu penurunan nyeri
15. Mengobservasi eliminasi urine 14. Pasien dan keluarga kooperatif
20. 02 I
16. Mempertahankan kecepatan aliran irigasi 15. Urine bercampur darah berwarna merah
20. 04 I kandung kemih yang tepat yaitu 60 tpm terang ± 800 cc
16. Aliran irigasi kandung kemih NaCl 0,9 % 60
17. Melakukan pengosongan urinebag tpm mengalir lancar
20. 05 I 18. Melakukan monitoring intake dan output
I, II pasien 17. Urine dibuang dan dihitung balance cairan
18. Input:
Infus RL: 500 cc/8 jam
Irigasi NaCl: 1440 cc/ 8jam (60 tpm) Makan
+ Minum: ± 250 cc
Output:
Urine: 800 cc dalam 8 jam
Balance cairan dalam 8 jam: + 1090 cc
4

Tanggal 31 Mei 2022 Hari rawat kedua


No.
Pukul Implementasi Respon Hasil Paraf
Diagnosa
08. 00 I, II 1. Mengobservasi keadan umum dan 1. KU: Baik
kesadaran pasien. Kesadaran: composmentis (GCS:15)
TD: 140/90 mmHg
RR: 19x/menit
N: 90x/menit
S: 36. 6ºC
08. 05 I 2. Melakukan monitoring intake dan output 2. Input:
pasien selama 24 jam Infus RL: 1500 cc/24 jam
Irigasi NaCl: 4320 cc/ 24jam (60 tpm)
Makan + Minum: ± 1000 cc
Output:
IWL: 20,83
Urine: 5500 cc dalam 24 jam
Balance cairan: + 1300 cc
08. 10 I 3. Memantau tanda dan gejala retensi urine 3. Aliran urine tampak mengalir lambat namun
serta respon pasien lancar dan tidak terdapat sumbatan bekuan
darah, tampak urine bercampur darah
berwarna kemerahan ± 100 cc dalam 1 jam,
tidak terdapat distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen berkurang.
08. 15 I 4. Melakukan tindakan irigasi kandung kemih 4. Aliran urine kembali normal setelah
dengan spooling cairan NaCl 0,9% dilakukan tindakan irigasi kandung kemih
menggunakan spuit 50 cc, serta memonitor
dan mempertahankan kecepatan irigasi
NaCl 40 tpm

5. Menganjurkan pasien atau keluarga untuk


4

08. 20 II mencatat urine output, sesuai kebutuhan 5. Pasien dan keluarga kooperatif
6. Melakukan pengkajian nyeri secara
10. 25 II komprehensif 6. Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri pascabedah dan distensi kandung
kemih
Q: seperti ditekan serta terasa
panas R: nyeri pada kandung
kemih
7. Melakukan observasi adanya petunjuk S: skala nyeri 3
10. 30 II nonverbal mengenai ketidaknyamanan T: Hilang timbul
8. Memberikan injeksi obat sesuai terapi: 7. Obat masuk melalui intravena, tidak ada
12. 00 I, II - Injeksi cinam 1 gr tanda-tanda alergi
- Injeksi ketorolac 30 mg 8. Pasien tampak lebih tenang, pasien tampak
- Injeksi asam tranexamat 500 mg sudah dapat duduk di tempat tidur seccara
- Injeksi omeprazole 40 mg mandiri.
9. Melakkan observasi akibat dari nyeri
12. 05 II terhadap kulitas hidup pasien (tidur, nafsu
makan 9. Pasien mengatakan semalam dapat tertidur
lebih nyenyak, karena nyeri yang dirasakan
sudah berkurang.
Pasien mengatakan hanya memakan ½ dari
porsi yang diberikan rumah sakit karena
10. Menganjurkan pasien untuk melakukan tidak nafsu makan sebab merasa kurang
12. 10 II teknik relaksasi napas dalam untuk nyaman pada perut bagian bawah
mengurangi nyeri 10. Pasien mampu mempraktekan teknik nafas
11. Melakukan perawatan kateter untuk dalam yang telah diajarkan dengan baik
12. 12 I mencegah terjadinya infeksi
11. Pasien kooperatif selama tindakan
12. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan keperawatan
12. 30 I, II intake nutrisi dan cairan yang adekuat Genetalia pasien tampak bersih
dengan minum air putih 1400-1600 cc 12. Pasien dan keluarga
kooperatif
5

perhari
13. Mengendalikan faktor lingkungan yang
13. 00 II dapat mempengaruhi respon pasien 13. Pasien dan keluarga kooperatif
terhadap ketidaknyamanan dengan
13. 02 membatasi jumlah pengunjung serta
mengurangi kebisingan
14. Mendukung istirahat yang adekuat untuk
13. 04 II membantu penurunan nyeri 14. Pasien dan keluarga kooperatif
15. Mengobservasi eliminasi urine
13. 30 I 15. Urine bercampur darah berwarna merah
16. Mempertahankan kecepatan aliran irigasi muda
13. 35 I kandung kemih yang tepat yaitu 40 tpm
16. Aliran irigasi kandung kemih NaCl 0,9 % 40
17. Melakukan pengosongan urinebag tpm mengalir lancar
13. 45 I 18. Melakukan monitoring intake dan output
I, II pasien 17. Urine dibuang dan dihitung balance cairan
18. Input:
Infus RL: 500 cc/8 jam
Irigasi NaCl: 960 cc/ 8jam (40 tpm) Makan +
Minum: ± 250 cc
Output:
Urine: 1600 cc dalam 8 jam
Balance cairan dalam 8 jam: + 110 cc
5

Tanggal 1 Juni 2022 Hari rawat ketiga


No.
Pukul Implementasi Respon Hasil Paraf
Diagnosa
08. 00 I, II 1. Mengobservasi keadan umum dan 1. KU: Baik
kesadaran pasien. Kesadaran: composmentis (GCS:15)
TD: 140/80 mmHg
RR: 20x/menit
N: 78x/menit
S: 36. 6ºC
08. 05 I 2. Melakukan monitoring intake dan output 2. Input:
pasien selama 24 jam Infus RL: 1500 cc/24 jam
Irigasi NaCl: 2880 cc/ 24jam (40 tpm)
Makan + Minum: ± 1200 cc
Output:
IWL: 20,83
BAB: 300
Urine: 4550 cc dalam 24 jam
Balance cairan: + 430 cc
08. 20 I 3. Memantau tanda dan gejala retensi urine 3. Aliran urine tampak lancar, tampak urine
serta respon pasien berwarna kuning jernih 150 cc dalam 1 jam
Tidak terdapat distensi abdomen, tidak
terdapat nyeri tekan abdomen bawah
11. 25 II 4. Melakukan pengkajian nyeri secara 4. Pasien mengatakan sudah tidak merasakan
komprehensif nyeri
P: -
Q: -
R: -
S: skala nyeri
1 T: -
5

11. 30 I 5. Menurunkan jumlah tetesan infus 5. Cairan irigasi dengan 20 tpm


6. Pasien kooperatif dengan tindakan
11. 35 I 6. Melakukan perawatan perawatan kateter keperawatan yang dilakukan, DC bersih dan
tidak terdapat sumbatan dan pasien
mengatakan merasa nyaman

12. 00 I, II 7. Memberikan injeksi obat sesuai terapi: 7. Obat masuk melalui intravena, tidak ada
- Injeksi cinam 1 gr tanda-tanda alergi
- Injeksi ketorolac 30 mg
- Injeksi asam tranexamat 500 mg
- Injeksi omeprazole 40 mg
12. 05 II 8. Melakukan observasi akibat dari nyeri 8. Pasien mengatakan semalam dapat tertidur
terhadap kulitas hidup pasien (tidur, nafsu lebih nyenyak, karena nyeri yang dirasakan
makan sudah berkurang.
Pasien mengatakan menghabiskan 1 porsi
makanan yang diberikan rumah sakit Pasien
mampu mempraktekan teknik nafas dalam
12. 45 I yang telah diajarkan dengan baik
9. Melakukan pengosongan urinebag 9. Urine 750 cc/8 jam berwarna kuning jernih
13. 00 I tanpa adanya kloth dan berbau khas
10. Melakukan monitoring intake dan output 10. Input:
pasien Infus RL: 500 cc/8 jam
Irigasi NaCl: 480 cc/8 jam (20 tpm)
Makan + Minum: ± 850 cc
Output:
Urine: 1250 cc dalam 8 jam
BAB: ± 300 cc
Balance cairan dalam 8 jam: + 280 cc
5

Tanggal 2 Juni 2022 Hari rawat keempat


No.
Pukul Implementasi Respon Hasil Paraf
Diagnosa
08. 00 I, II 1. Mengobservasi keadan umum dan 1. KU: Baik
kesadaran pasien. Kesadaran: composmentis (GCS:15)
TD: 145/96 mmHg
RR: 23x/menit
N: 80x/menit
S: 36.5ºC
08. 05 I 2. Melakukan monitoring intake dan output 2. Input:
pasien selama 24 jam Infus RL: 1500 cc/24 jam
Irigasi NaCl: 1440 cc/ 24jam (20 tpm)
Makan + Minum: ± 1500 cc
Output:
IWL: 20,83
BAB: 300
Urine: 4000 cc dalam 24
jam Balance cairan: + 140
08.10 I 3. Memantau tanda dan gejala retensi urine cc
serta respon pasien 3. Aliran urine tampak lancar, tampak urine
berwarna kuning jernih
Tidak terdapat distensi abdomen, tidak
08. 15 I 4. Menghentikan cairan irigasi kandung terdapat nyeri tekan abdomen bawah
kemih 4. Cairan irigasi dihenstikan karena urine sudah
08.20 I jernih tanpa adanya kloth darah
5. Melakukan perawatan perawatan kateter 5. Pasien kooperatif dengan tindakan
keperawatan yang dilakukan, DC bersih dan
tidak terdapat sumbatan dan pasien
12. 00 I mengatakan merasa nyaman
6. Melakukan pengosongan urinebag 6. Urine 350 cc/4 jam berwarna kuning jernih
tanpa adanya kloth dan berbau khas
5

12. 05 I 7. Melakukan monitoring intake dan output 7. Input:


pasien Infus RL: 250 cc/4 jam
Irigasi NaCl: stop
Makan + Minum: ±300 cc
Output:
Urine: 350 cc dalam 4 jam
Balance cairan dalam 4 jam: + 200 cc

12.15 I 8. Melepas kateter pasien karena urine sudah 8. Katater pasien dilepas
lancar dan urine jernih tidak ada lagi darah
dalam urine dalam 12 jam terakhir
12.30 I 9. Melepas infus pasien 9. Pasien tidak terpasang infus

12. 35 I,II 10. Memberikan discharge planning kepada 10. Pasien dan keluarga kooperatif
pasien dan keluarga agar tetap memonitor
urine, menjaga pola makan, meningkatkan
asupan cairan oral, menjaga kebersihan
daerah genetalia serta menganjurkan
pasien kontrol pada tanggal 9 Juni 2022
5

6. Evaluasi Keperawatan
Tabel 4. 7 Evaluasi Keperawatan
Hari Rawat 1
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 30 Mei 2022 I (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan kandung
kemih terasa penuh

(O) Objektif:
- Pasien terpasang selang DC
threeway ukuran 20, aliran
urine tampak tidak lancar
- Tampak urine bercampur darah
berwarna merah terang ±800 cc
dalam 8 jam dan balance cairan
±1. 090 cc/8 jam
- Distensi kandung kemih,
terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah
- Terpasang cairan irigasi NaCl
0.9% dengan 60 tpm
(A) Analisa:
- Eliminasi urine belum membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine belum teratasi
(P) Planning:
Intervensi
dilanjutkan
2. 30 Mei 2022 II (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri Pascabedah dan
distensi kandung kemih
Q: seperti ditekan serta terasa
panas
R: nyeri pada kandung kemih
S: skala nyeri 5
T: 5 menit (hilang timbul)
- Pasien mengatakan sulit untuk
tidur nyenyak
- Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
(O) Objektif:
- Pasien tampak gelisah pasien
tampak tidur meringkuk
dengan kedua tangan
memegangi bagian perutnya.
- Terlihat ada sisa makanan dari
5

rumah sakit di meja pasien


TD: 150/80 mmHg
RR: 22 x/menit
N: 99 x/menit
S: 36. 9ºC
(A) Analisa:
- Tingat nyeri belum menurun
- Kontrol nyeri belum meningkat
- Masalah nyeri akut belum
teratasi
(P) Planning:
Intervensi dilanjutkan
5

Hari Rawat 2
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 31 Mei 2022 I (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan kandung
kemih terasa penuh berkurang
(O) Objektif:
- Aliran urine tampak belum
mengalir lancar, tampak urine
bercampur darah berwarna
merah muda ± 900 cc dalam 8
jam
- Residu urine + 810 cc/jam
- Distensi kandung kemih
berkurang
(A) Analisa:
- Eliminasi urine belum
membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine teratasi sebagian
(P) Planning:
Intervensi
dilanjutkan
2. 31 Mei 2022 II (S) Subjektif:
- Pasien mengatakan nyeri
P: nyeri Pascabedah dan
abdomen bawah
Q: seperti ditekan serta terasa
panas
R: nyeri pada kandung kemih
S: skala nyeri 3
T: hilang timbul
- Pasien mengatakan semalam
dapat tertidur lebih nyenyak,
- Pasien mengatakan hanya
memakan ½ dari porsi yang
diberikan rumah sakit
(O) Objektif:
- Pasien tampak lebih tenang
dan sesekali memegang
abdomen bawah karena nyeri
hilang timbul.
- Terlihat ada sisa makanan
dari rumah sakit di meja
pasien TD: 140/90 mmHg
RR: 19 x/menit
N: 90 x/menit
S: 36. 6ºC
(A) Analisa:
Masalah nyeri akut teratasi sebagian
(P) Planning:
5

Intervensi dilanjutkan
Hari Rawat 3
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 1 Juni 2022 I (S) Subjektif:
-
(O) Objektif:
- Tidak ada distensi kandung
kemih
- Urine lancar tanpa ada kloth
- Residu urine +200 cc/4 jam

(A) Analisa:
- Eliminasi urine membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine teratasi sebagian

(P) Planning:
Intervensi dilanjutkan

2. 1 Juni 2022 II (S) Subjektif:


- Pasien mengatakan sudah
tidak merasakan nyeri
P: -
Q: -
R: -
S: skala nyeri 1
T: -
O) Objektif:
- Pasien tampak nyaman
dan tenang
- Pasien tampak sudah dapat
duduk dan melakukan ADL
di tempat tidur secara
menadiri
- Pasien tampak menghabiskan 1
porsi makanan dari rumah
sakit TD: 140/80 mmHg
RR: 20 x/menit
N: 78 x/menit
S: 36. 6ºC
(A) Analisa:
- Tingkat nyeri menurun
- Kontrol nyeri meningkat
- Masalah nyeri akut teratasi
penuh
(P) Planning:
Intervensi dihentikan
5

Hari Rawat 4
No.
No. Tanggal Diagnosis Evaluasi Paraf
1. 2 Juni 2022 I (S) Subjektif:
-

(O) Objektif:
- Tidak ada distensi kandung
kemih
- Urine lancar tanpa ada kloth
- Residu urine +200 cc/8 jam

(A) Analisa:
- Eliminasi urine membaik
- Masalah keperawatan retensi
urine teratasi penuh

(P) Planning:
Intervensi dihentikan, pasien pulang
dengan discharge planning
- Minum cukup, 8 gelas sehari
- Makan buah-buahan, sayuran
dan makanan lainnya yang
mengandung serat
- Hindari minum kopi, teh dan
minuman bersoda
- Lanjutkan meminum obat-
obatan yang diresepkan
- Hindari melakukan pekerjaan
berat selama 4 sampai 6
minggu
- Hindari membawa beban berat
selama 6 minggu setelah
operasi
- Lakukan kontrol kesehatan
pada tanggal 9 Juni 2022
6

B. Pembahasan
Pada bagian ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan data
yang ditemukan dalam proses keperawatan pada kasus Tn. S dengan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien pascabedah Transurethral
Resection of the Prostat (TURP) yang dilakukan di RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Kesenjangan antara teori dan kasus akan dibahas mulai dari
pengkajian hingga evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada kasus Tn. S ditemukan bahwa pasien berjenis
kelamin laki-laki dan berumur 77 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Samidah (2015) 90% laki-laki yang berusia 40 tahun keatas mengalami
gangguan berupa pembesaran kelenjar prostat. Hal tersebut dikarenakan
pada laki laki yang berusia lebih dari 40 tahun terjadi perubahan hormon
tesrosteron dan estrogen yang menyebabkan hiperplasia prostat.
Pada studi kasus didapatkan riwayat kesehatan keluhan BAK masih
memakai selang kateter, pasien merasa ingin BAK namun tertahan, pasien
terpasang DC ukuran 20 threeway dan irigasi kandung kemih dengan NaCl
0,9% 60 tpm, urine tampak bercampur dengan darah merah terang dan
urine tidak lancar. Pasien juga mengeluh nyeri pascabedah TURP, nyeri
bagian genetalia dan kandung kemih, nyeri dirasakan seperti ditekan serta
terasa panas, dengan skala nyeri 5 dan dirasakan hilang timbul ± 5 menit.
Hasil pemeriksaan TD: 150/80 mmHg, frekuensi nadi 99x/menit, frekuensi
nafas 22x/menit dan suhu 36.9ºC. Tn. S sudah mengalami susah BAK
sejak 2 bulan yang lalu dan tanggal 29 Mei datang ke RSUD M. Yunus
untuk dioperasi.
Pada data pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum
klien baik dan kesadaran composmentis pada pemeriksaan abdomen
terdapat distensi kandung kemih dan pemeriksaan genetalia terpasang
kateter threeway, urine yang mengalir bercampur darah dan aliran tidak
lancar serta terpasang selang irigasi NaCl 60 tpm, cairan berwarna
6

kemerahan dan terdapat kloth dan nyeri karena kateter tersumbat oleh
kloth.
Menurut Maryudianto (2014) kateter yang digunakan pada pasien
setelah operasi prostat adalah kateter threeway yang mempunyai 3 cabang
antara lain cabang untuk mengunci, cabang untuk menyambungkan
dengan kateter urine dan satu percabangan lagi untuk mengalirkan air
pembilas (irigasi) yang diisi dengan infus NaCl 0,9% berfungsi untuk
mencegah timbulnya kloth dari hasil reseksi (operasi) yang dilakukan.
Irigasi kateter merupakan suatu cara untukmencegah timbulnya nyeri yang
lebih buruk, dengan mecegah terjadinya pembentukan kloth di kandung
kemih. Pada seseorang yang mengalami nyeri karena adanya kloth akan
merasa sangat kesakitan karena perutnyta terasa keras dan sakit. Menurut
Afrainin (2010) warna urine kemerahan yang ditimbulkan pada seseorang
dengan Pascabedah TURP disebabkan karena hasil pembilasan yang
dilakukan untuk menghilangkan ata membilas kandung kemih dari sisa-
sisa perdarahan setelah operasi TURP.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan mengurangi respon aktual
atau potensial pasien terhadap masalah kesehatanyang perawat
mempunyai izin untuk menguasainya. Berdasarkan SDKI, SIKI, SLKI,
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dalam kasus ini memiliki 2
diagnosis, yaitu retensi urine berhubungan dengan blok spingter dan nyeri
akut berhubungan dnegan agen pencedera fisik (prosedur pembedahan).
Retensi urine adalah pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Penyebab retensi urine adalah peningkatan tekanan uretra, kerusakan arkus
refleks, blok spingter, disfungsi neurologis (misalnya trauma, penyakit
saraf), dan efek agen farmakologis (misalnya atropine, belladonna,
psikotropik, antihistamin, oplate. Gejala dan tanda mayor minor retensi
urine adalah sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, distensi
kandung kemih, dribbling, inkontinensia berlebih dan residu urine 150 ml
atau lebih (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
6

Dalam kasus ini diagnosa retensi urine b.d blok spingter didukung oleh
data subjektif yaitu pasien mengeluh merasa ingin BAK dan kandung
kemih terasa penuh. Data objektif didapatkan urin berwarna merah terang
dalam 4 jam pada hari pertama pascabedah, terdapat distensi kandung
kemih dan nyeri tekan pada abdomen bawah, intake > output. Pada kasus
pascabedah TURP BPH penyebab terjadinya retensi urine karena adanya
blok spingter. Blok spingter terjadi karena adanya penyebab kateter buntu
oleh bekuan darah (Juliartini, 2018).
Sedangkan untuk diagnosa kedua penulis mengangkat diagnosa nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dengan data pendukung
klien mengeluh nyeri, tampak meringis, berkeringat, gelisah, membatasi
gerakan dan tekanan darah meningkat.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang ada pada tinjauan teori sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang diangkat pada pasien Pascabedah TURP,
disesuaikan dengan kondisi klien dan sumber daya yang tersedia. Dalam
pembuatan rencana penulis bekerja sama dengan keluarga klien dan
perawat ruangan sehingga ada kesempatan ada kesempatan dalam
memecahkan masalah yang dialami klien sehingga kebutuhan klien dapat
terpenuhi sesuai teori perencanaan keperawatan yang dituliskan dengan
rencana dan kriteria hasil berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SDKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Perencanaan atau intervensi yang dirancang oleh penulis untuk
mengatasi masalah pada kasus, yaitu tersusun dari atas tindakan observasi,
tindakan terapeutik, edukasi dan kolaborasi yang disesuaikan dengan
kondisi klien. Target waktu pencapaian kriteria hasil pada semua diagnosis
ditentukan dengan rentang waktu yang sama yaitu 3 x 24 jam. Penulis
berencana mengatasi masalah retensi urine pada Tn. S dengan tujuan yang
diharapkan yaitu eliminasi urine membaik dengan kriteria hasil desakan
berkemih menurun, distensi kandung kemih menurun, volume residu urine
6

menurun, disuria menurun, frekuensi BAK membaik serta karakteristik


membaik.
Fokus intervensi pada kasus ini sedikit berbeda dengan intervensi pada
teoritis. Pada teoritis penulis merancang intervensi irigasi bladder dengan
fokus tindakan terapeutik melakukan irigasi kandung kemih secara
mandiri. Pada kasus ini data yang didapatkan berbeda dikarenakan pasien
telah menggunakan cairan irigasi terlebih dahulu. Oleh karena itu fokus
intervensi penulis berubah pada tindakan observasional dengan memonitor
keseimbangan cairan menggunakan instrumen fluid balance chart yang
akan dihitung balance cairan setiap 24 jam untuk menilai seberapa banyak
Tn. S membutuhkan cairan agar kondisinya tetap seimbang.
Untuk diagnosa kedua penulis menyusun intervensi manajemen nyeri
dengan ekspektasi tingkat nyeri menurun dan kontrol nyeri meningkat
dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap
protektif menurun, gelisah menurun, dan kesulitan tidur menurun.
4. Implementasi Keperawatan
Tahapan ini dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan. Penulis melakukan implementasi keperawatan pada
tanggal 30 Mei 2022 sampai tanggal 02 Juni 2022 sesuai dengan diagnosa
yang telah ditegakkan.
Implementasi yang dilakukan Tn. S yaitu memberikan irigasi baldder
dan manajemen eliminasi urine dengan fokus tindakan monitor
keseimbangan cairan dengan cairan irigasi yang terpasang NaCl 0.9%
dengan 60 tpm pada hari pertama, 40 tpm pada hari kedua, 20 tpm pada
hari ketiga dan irigasi dihentikan pada hari keempat. Berdasarkan teori
kecepatan aliran irigasi yang diberikan 40 sampai dengan 60 tetes/menit,
dan selanjutnya disesuaikan dengan kejernihan urin (Potter & Perry,
2006).
Pada Tn. S balance cairan pada hari pertama +1300 cc/24 jam, hari
kedua +430 cc/24 jam, hari ketiga +140 cc/24 jam. Hal tersebut dihitung
berdasarkan kecepatan aliran irigasi yang terdapat pada fluid balance
6

chart, waktu dihabiskan untuk melakukan irigasi dan faktor tetes infus
yang digunakan.
Implementasi yang dilakukan selanjutnya yaitu hanya mengganti
cairan NaCl dan memantau jumlah, warna serta kejernihan drainase setiap
cairan itu habis. Hal tersebut sesuai dengan teori Juliartini (2018) tindakan
yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang
dibuat pada perencanaan sesuai dengan kondisi pasien. Kateter pada
pasien dilepas dikarenakan setelah dipantau urin yang keluar jernih dan
tidak terdapat bekuan darah atau lendir pada urine tersebut.
Pada diagnosa kedua penulis melakukan implementasi dengan fokus
tindakan terapeutik relaksasi nafas dalam untuk meringan nyeri yang
dialami pasien. Setelah dilakukan intervensi selama 3 hari skala nyeri
berkurang dimana pada hari pengkajian terdapat nyeri dengan skala 5
sudah berkurang menjadi skala 1.
Selama melakukan implementasi, penulis menemukan faktor
pendukung keberhasilan tindakan pada Tn. S yaitu pasien dan keluarga
sangat kooperatif selama tindakan serta kerjasama terjalin baik dengan
perawat ruangan, data medis dari dokter dan catatan keperawatan
didapatkan dengan baik sehingga pelaksanaan keperawatan dapat berjalan
lancar.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan keperawatan yang mengukur sejauh mana
keberhasilan tindakan keperawatan berdasarkan respon yang ditunjukkan
oleh pasien. Pada kasus ini, penulis menggunakan dua jenis evaluasi yaitu
evaluasi formatif atau respon hasil yang dilakukan segera setelah
melakukan tindakan dan evaluasi sumatif atau perkembangan yang
dilakukan dalam 5-8 jam setelah tindakan dengan membandingkan respon
klien dengan tujuan yang telah ditentukan menggunakan metode SOAP,
yaitu S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisis), P (Planning).
Pada Tn. S setelah dilakukan implementasi dan evaluasi selama 4
hari. Semua indikator keberhasilan pada diagnosa retensi urine
6

berhubungan dengan blok spingter dengan kriteria keberhasilan desakan


berkemih menurun, distensi kandung kemih menurun, berkemih tidak
tuntas menurun, volume residu urine menurun, menurun, disuria menurun
serta frekuensi BAK membaik dapat tercapai dengan melaksanakan
implementasi sesuai intervensi yang disusun. Sama halnya dengan
diagnosa kedua yaitu nyeri akut b.d agen pencedera fisik tercapai semua
indikator keberhasilan, antara lain keluhan nyeri menurun, meringis
menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun, dan kesulitan tidur
menurun.
Pada evaluasi perkembangan atau sumatif hari keempat perawatan
diagnosa retensi urine b.d blok spingter didapatkan hasil (S) Subjektif: -
(O) Objektif: aliran urine tampak lancar, urine 350 cc dalam 8 jam, dan
balance cairan +200cc serta Irigasi kandung kemih dihentikan, keadaan
umum membaik, (A) Analisa: masalah keperawatan retensi teratasi penuh,
(P) Planning: intervensi dihentikan, pasien pualng. Pada diagnosa kedua
nyeri akut b.d agen pencedera fisik telah teratasi pada hari ketiga
didapatkan hasil (S) Subjektif: Pasien mengatakan sudah tidak merasakan
nyeri, P: -, Q: -, R: -, S: skala nyeri 1, T: Pasien mengatakan malam dapat
tertidur nyenyak, pasien mengatakan menghabiskan 1 porsi yang diberikan
rumah (O) Objektif: Pasien tampak nyaman dan tenang pasien tampak
sudah dapat duduk dan melakukan ADL di tempat tidur secara menadiri
pasien tampak menghabiskan 1 porsi makanan dari rumah sakit TD:
140/80 mmHg RR: 20 x/menit N: 78 x/menit S: 36. 6ºC (A) Analisa:
masalah keperawatan nyeri akut teratasi penuh, (P) Planning: intervensi
dihentikan dan dilakukan discharge planning yaitu memotivasi serta
menjelaskan agar meningkatkan asupan cairan oral yang adekuat,
memakan buah dan sayuran yang mengandung banyak serat, hindari
minum teh, kopi dan minuman bersoda, menjaga kebersihan area
genetalia, dan menjelaskan agar tetap melakukan kontrol kesehatan dan
obat-obatan yang harus diminum di rumah.
6
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pasien didapatkan distensi kandung kemih, urine tidak
lancar saat memakai kateter, urine bercampur darah dan nyeri abdomen
bawah. Tekanan darah 150/80 mmHg, pernapasan 22 x/menit nadi
99x/menit dan suhu 36.9º C. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar ureum pasien 31 mg/dl, kreatinin 1. 2 mg/dl dan haemoglobin 12. 6
g/dl. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien juga mengeluh
nyeri, nyeri pascabedah TURP, nyeri dirasakan panas dan seperti ditekan,
nyeri dirasakan pada daerah genetalia dan abdomen bawah, skala 5, durasi
±5 menit (hilang timbul).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dirumuskan adalah retensi urine berhubungan
dengan blok spingter dan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (prosedur invasif).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang direncakan pada diagnosa pertama adalah irigasi bladder
dan manajemen eliminasi dengan fokus tindakan observasi yaitu monitor
keseimbangan cairan serta untuk diagnosa kedua intervensi yang
direncanakan adalah manajemen nyeri dengan fokus tindakan terapeutik
memberikan terapi nonfarmakologis relaksasi nafas dalam.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan observasional memonitor keseimbangan cairan menggunakan
fluid balance chart, memonitor cairan irigasi yang keluar adanya kloth
atau tidak. Tindakan terapeutik dengan memastikan cairan irigasi mengalir
ke kateter, kandung kemih dan ke luar ke urine bag, mengatur tetesan
cairan irigasi sesuai kebutuhan yaitu 60 tpm di hari pertama, 40 tpm di hari

67
kedua dan 20 tpm di hari ketiga. Tindakan edukasi menganjurkan melapor
jika

68
6

mengalami keluhan saat ketika BAK. Selain itu, perlu dilaksanakan


tindakan kolaborasi bersama tenaga kesehatan lain.
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi pada hari ketiga semua indikator telah berhasil dicapai
sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan melaksanakan standar
intervensi yang telah disusun tersebut dengan pendokumentasian evaluasi
keperawatan menggunakan format SOAP. penulis berhasil melaksanakan
asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine pada pasien
pascabedah TURP.

B. Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Intervensi yang disusun penulis dalam karya tulis ilmiah ini bisa menjadi
suatu pedoman yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga
sehingga dapat meningkatkan asupan cairan oral yang adekuat serta
mampu mengidentifikasi nyeri dan melakukan terapi napas dalam secara
mandiri.
2. Bagi Perawat
Karya tulis ilmiah ini sebaiknya dapat digunakan perawat sebagai
wawasan tambahan dan acuan intervensi yang dapat diberikan pada pasien
Pascabedah TURP dengan gangguan eliminasi urine. Perawat hendaknya
dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan
menyeluruh serta mempelajari penggunaan instrumen fluid balance chart
untuk menilai keseimbangan cairan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi urine pada pasien pascabedah TURP.
3. Bagi Institusi Pendidikan
a. Dosen
Diharapkan bisa sebagai referensi bagi tenaga pendidik untuk
menambah wawasan dan bahan masukan dalam kegiatan belajar
mengajar yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
pada pasien pascabedah TURP.
7

b. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menerapkan konsep pembelajaran teoritis ranah
aplikatif dalam melakukan proses pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine pada pasien pascabedah TURP
DAFTAR PUSTAKA

Amadea, Alysaa, R., Alfreth, & Wahyuni, R. D. (2019). Jurnal Medical


Profession Benign prostatic hyperplasia (BPH). Encyclopedia of
Reproduction, 1(2), 172–176.
Aprina, A., Yowanda, N. I., & Sunarsih, S. (2017). Relaksasi Progresif terhadap
Intensitas Nyeri Post Operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia). Jurnal
Kesehatan, 8(2), 289. https://doi.org/10.26630/jk.v8i2.505
Azizah, L. (2018). Asuhan Keperawatan Klien Post Operasi Bph (Benign
Prostatic Hyperplasia) Dengan Masalah Nyeri Akut Di Rumah Sakit Panti
Waluya Malang. Jurnal Keperawatan, 2.
Berman, A., Snyder, S. J., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s fundamentals
of nursing : concepts, practice, and process / Audrey Berman, Shirlee
Snyder,. United States of America: Julie Levin Alexander.
Duarsa, G. W. (2020). LUTS, Prostatitis, BPH dan Kanker Prostat. Surabaya:
Airlangga University Press.
Haryanto, H., & Rihiantoro, T. (2016). Disfungsi Ereksi Pada Penderita Benign
Prostate Hyperplasia. Jurnal Keperawatan, 7(2), 286–294.
Juliartini, N. K. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Prosedur
Irigasi Bladder Untuk Mengatasi Retensi Urin Pada Pasien Post
Transurethral Resection Of The Prostate. Denpasar: Poltekkes Kemenkes
Denpasar.
Lestari, A. V., Nabhani, & Sulastri. (2019). Manfaat Bladder Training Terhadap
Fungsi Pekemihan Pada Pasien Post Turp (Trans Urethral Resection of
the Prostat). Repositori ITS PKU Muhammadiyah Surakarta.
http://repository.itspku.ac.id/id/eprint/97
N. I. Saputra, R., Sindhu Wibisono, D., & Wahyudi, F. (2016). Kejadian Batu
Saluran Kemih Pada Pasien Benign Prostate Hyperplasia (Bph) Periode
Januari 2013-Desember 2015 Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Firdaus
Wahyudi JKD, 5(4), 1650–1661. http://eprints.undip.ac.id/50788/
Novelty, R., Rofinda, Z. D., & Myh, E. (2019). Korelasi Lama Operasi Dengan
Perubahan Kadar Natrium Pasca Operasi Transurethral Resection of the
Prostate Di Rsup Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1),
37. https://doi.org/10.25077/jka.v8.i1.p37-42.2019
Potter & Perry. (2006). Buku Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik (4th ed). Jakarta: EGC.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Purnomo, B. B. (2016). Dasar-dasar Urologi Edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto.
Suardani, F., Nasokha, I., & Majidah, P. (2021). Study Literatur Teknik
Pemeriksaan Cystografi Pada Kasus Retensi Urine. Jurnal Kesehatan, 61.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tjahjodjati, Soebadi, D. M., Umbas, R., Purnomo, B. B., Widjanarko, S.,
Mochtar, C. A., Tarmono, Rasyid, N., Noegroho, B. S., Prasetyawan, W.,
Danarto, H. R., Warli, S. M., Hamid, A. R. A. H., Syahri, S., & Hakim, L.
(2017). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak
(Benign Prostatic Hyperplasia / BPH). Ikatan Ahli Urologi Indonesia
(IAUI), 1–38. http://iaui.or.id/gdl/Guideline BPH 2017 (1).pdf
L
A
M
P
I
R
A
N
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Widya Sari


Tempat/Tanggal Lahir : Lubuk Linggau/03 Agustus 2001
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Email : ayuwis38@gmail.com
No. Telpon : +62 823 7742 0189
Sosial Media : Instagram @ayuwidyas38
Riwayat Pendidikan : SD Negeri 7 Sindang
Dataran
: SMP Negeri 1 Sindang Dataran
: SMA Negeri 2 Rejang Lebong
Judul Studi Kasus : Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Eliminasi Urine Pada Pasien Pascabedah
Transurethral Resection of the Prostate (TURP) di
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2022
Nama Orang Tua
Ayah : Herman Manayudin
Ibu : Dasmi
Alamat : Desa Bengko Kecamatan Sindang Dataran Kab.
Rejang Lebong
Lampiran 2
Fluid Balance Chart
Lampiran
Foto Dokumentasi
Lampiran

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
No. Dok : KMB II Tgl. Diterbitkan: Oktober 2013 Paraf:
Jur.Kep/X/2013 Hal : Ketua
No. Revisi: 02 Jurusan
SATUAN OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN

No. BUTIR EVALUASI


A. INPUT
□ Hand scoon bersih dalam tempatnya
□ Stetoskop
□ Tempat tidur dan 3 buah bantal, serta Selimut
B. PROSES
1. FASE ORIENTASI
□ Salam terapeutik
□ Evaluasi validasi
□ Informed consent
FASE KERJA
2. Persiapan Pasien:
Atur posisi telentang dengan tangan di kedua sisi dan sedikit menekuk, Berikan
bantal pada kepala dan di bawah lutut kiri-kanan pasien.
Persiapan Lingkungan:
Atur lingkungan nyaman dan aman, Cukup cahaya dan udara, Privacy pasien

Persiapan Alat:
Dekatkan alat-alat dekat pasien dan perawat
Persiapan Petugas:
Perawat mencuci tangan dan pasang handscoon
Pelaksanaan Prosedur Tindakan *
3. Ukur tanda-tanda vital
Inspeksi
4. Inspeksi tingkat Kesadaran
5. Inspeksi Bentuk wajah
6. Inspeksi konjungtiva
7. Inspeksi bau mulut.
8. Inspeksi adanya pernafasan kusmauull
9. Inspeksi kondisi kulit: eskoriasi, memar, kering dan kasar,
10. Inspeksi turgor kulit
11. Inspeksi adanya edema di daerah muka, dari mata hingga ke ekstremitas bawah.
12. Minta pasien membuka bagian perut
Inspeksi adanya pembesaran abdomen
13. Amati area kandung kemih: posisi mata perawat sejajar abdomen bawah pasien,
lihat adanya pembesaran pada daerah antara simpisis pubis dan umbilicus
Auskultasi
14. Auskultasi adanya bunyi nafas ronchi dan tamponade jantung
15. Auskultasi di atas umbilicus, kira-kira 2 cm dari sisi kiri atau
kanan garis tengah. Dengarkan adanya bunyi bruit renal
16. Minta pasien duduk atau berdiri. Perkusi sudut kostovertebra di garis skapular
(Costo Vertebra Angulus=CVA) untuk menentukan adanya nyeri atau tidak
17. Lakukan perkusi kandung kemih dengan posisi telapak tangan kira-kira 5 cm di
atas simpisis pubis. Bila terdapat urine akan terdengar dulness (pekak), bila
Palpasi
18. Lakukan palpasi ginjal:

 Letakkan telapak tangan kiri (tidak dominan) di bawah pinggang dengan jari-
jari tangan tidak mengenai iga bawah dan elevasikan ginjal ke arah anterior.
 Letakkan tangan kanan pada dinding perut anterior pada garis midklavikula
di tepi bawah batas kosta
 Letakkan tangan kanan secara langsung ke atas sambil pasien menarik nafas
panjang. Pada dewasa normal ginjal tidak teraba, tetapi pada orang yang
sangat kurus, bagian bawah ginjal kanan dapat teraba.
 Jika ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran dan adanya nyeri tekan.
 Lakukan palpasi ginjal kiri dengan posisi pemeriksa berada di sisi
seberang,tubuh pasien, dan letakkan telapak tangan kiri di bawah pinggang
kemudian lakukan tinfdakan seperti pada palpasi ginjal kanan
19. Palpasi kandung kemih untuk mendeteksi adanya nyeri tekan
20. PEMERIKSAAN GENITALIA
Genetalia wanita:
 Inspeksi genetalia bagian luar: Simetris/tidak, kebersihan, edema, lesi.
 Tangan kiri (non dominan) membuka labia mayora dan minora sambil
perawat meninspeksi lubang uretra: apakah ada keluaran cairan (nanah, dll),
bau, lesi, kemerahan, bengkak, dll

Genetalia pria:
 Inspeksi genetalia bagian luar: Simetris/tidak, kebersihan, edema, lesi
 Tangan kiri (non dominan) mengangkat penis dan mendorong ke bawah
sambil perawat menginspeksi lubang uretra: apakah ada keluaran cairan
(nanah, dll ), bau, lesi, kemerahan, bengkak, dll
 Palpasi scrotum: apakah scrotum berisi 2 buah kelenjar testis dan apakah ada
21. Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman.

22. Bersihkan peralatan dan kembalikan pada tempatnya

23. Lepaskan handscoon dan cuci tangan

24. Catat semua hasil tindakan

FASE TERMINASI
25. □ Evaluasi subjektif dan Objektif
□ Rencana tindak lanjut
□ Kontrak yang akan dating
26. OUTPUT
27. Hasil pemeriksaan fisik teridentifikasi
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran
LEMBAR PERENCANAAN PULANG PASIEN
(DISCHARGE PLANNING)

No. Reg: 849288 Alamat : Manna, Bengkulu Selatan


Nama/Umur: Tn. S/77 Ruang Rawat: Seruni
Tahun Jenis Kelami: Laki-
Laki
Tanggal MRS : 29 Mei 2022 Tanggal KRS : 2 Juni 2022
Diagnosis MRS : BPH Diagnosis KRS: Post TURP
A. Aturan Diet/Nutrisi
- Minum cukup, 8 gelas sehari
- Makan buah-buahan, sayuran serta makanan lainnya yang mengandung
banyak serat untuk mencegah mengedan saat BAB
- Hindari minum teh, kopi dan minuman bersoda
B. Aktivitas dan istirahat
- Hanya melakukan pekerjaan ringan selama 2 sampai 3 minggu
- Jangan melakukan pekerjaan berat 4 sampai 6 minggu
- Tidak boleh mengendarai apapun selama seminggu setelah operasi
- Tidak melakukan hubungan seksual selama 2 sampai 3 bulan setelah
operasi
C. Obat-obatan
- Asam Tranexamat 500 mg 10 Tablet 2x1 setelah makan
- Amoxicillin 500 mg 10 Tablet 3x1 setelah makan
- Paracetamol 500 mg 10 Tablet 3x1 setelah makan
D. Jadwal Kontrol
Waktu: 9 Juni 2022
Tempat: Poli Urologi, RSUD dr. M. yunus Bengkulu
E. Pemeriksaan penunjang yang dibawa pulang
- Obat
- Hasil USG Ginjal
F. Lain-lain
Bengkulu, 2 Juni 2022
Pasien/Keluarga Perawat

(Tn. S) (Ayu)
Lampiran 11

Anda mungkin juga menyukai