Abstract
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi unggulan yang
dimiliki oleh Indonesia karena sebagai penyumbang devisa negara terbesar dan mampu
meningkatkan sektor tenaga kerja. Salah satu kendala yang dihadapi dalam meningkatkan
produksi kelapa sawit adalah kejadian penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan
oleh G. boninense yang merupakan jamur patogen tular tanah. Pengendalian G.
boninense dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan agen hayati yang bersifat antagonis.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan daya hambat T. harzianum terhadap
perkembangan G. boninense dan untuk mengetahui kerapatan spora T. harzianum yang
terbaik dalam menghambat perkembangan G. boninense. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa T. harzianum terbukti mampu dalam menghambat laju pertumbuhan koloni G.
boninense pada cawan petri secara in-vitro dan T. harzianum dengan kerapatan spora 106
merupakan daya hambat terbaik yang mampu menghambat perkembangan patogen G.
boninense yaitu sebesar 78.02%.
Kabupaten Muaro Jambi, (2) isolasi dan kerapatan spora 105 , P2 : Trichoderma
uji antagonisme di Laboratorium Penyakit dengan kerapatan spora 106 , P3 :
Tanaman, Unit Pelaksanaan Teknis Trichoderma dengan kerapatan spora
Daerah Balai Perlindungan Tanaman 107 , P4 : Trichoderma dengan kerapatan
Perkebunan (UPTD BPTP) Jambi. spora 108 , P5 : Trichoderma dengan
Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei kerapatan spora 109 .
sampai dengan Agustus 2022.
2.4. Prosedur Penelitian
2.2. Alat dan Bahan Penelitian ini dilakukan melalui
Alat yang digunakan antara lain
tahapan pengambilan sampel, isolasi,
gelas ukur, petridish, gelas objek, ember,
identifikasi, dan uji antagonisme T.
gelas beker, batang pengaduk, pinset,
harzianum terhadap G. boninense. Isolat
jarum inokulasi, kantong plastik, oven,
T. harzianum didapat dari koleksi
laminar air flow, hot plat, timbangan,
Laboratorium UPTD BPTP Jambi yang
mikrokoskop, kalkulator, buku data,
berasal dari perkebunan karet rakyat di
kamera, meteran, cangkul serta alat-alat
Kabupaten Batanghari, sedangkan
yang mendukung lainnya. Bahan-bahan
inokulum G. boninense didapat dari
yang digunakan antara lain isolat G. perkebunan kelapa sawit rakyat di
boninense, isolat T.harzianum, aquadesh,
Kelurahan Pijoan. Inokulum G. boninense
alkohol, media Potato Dextrose Agar
yang diambil di lapangan berupa tubuh
(PDA), tissu, kertas label, aluminuim foil,
buah dan tanah di perakaran tanaman sakit.
spritus, dan cling wrap. Tahap Isolasi G. boninense meliputi
pembuatan media dan isolasi G. boninense
2.3. Rancangan Penelitian
dari tanah sampel. Tahap identifikasi
Penelitian ini dilakukan secara
meliputi pemurnian dan karakterisasi,
eksperimen dengan menggunakan
pembuatan stok, dan identifikasi jamur G.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
boninense secara makroskopis dan digunakan untuk isolasi G. boninense dan
mikroskopis. Uji antagonisme dilakukan T. harzianum.
dengan menguji daya hambat T. Isolasi G. boninense. dapat
harzianum terhadap G. boninense. dilakukan Setelah tanah dan inokulum
2.4.1. Pengambilan Sampel G. kering, lalu tumbuk sampai halus. Setelah
boninense itu, ambil inokulum G. boninense
Pengambilan sampel tubuh buah sebanyak 10 g dan masukkan ke dalam
G. boninense dan tanah dilakukan di gelas beker, lalu tambahkan aquades
sekitar perakaran tanaman kelapa sawit sebanyak 100 ml dan shaker selama 15
yang terserang G. boninense. Sampel menit. Setelah semuanya sudah homogen,
tanah diambil pada kedalaman 5-10 cm ambil sebanyak 0,1 ml pada tabung
dari permukaan tanah dan dimasukkan ke pengenceran dan flating pada media PDA,
dalam plastik yang berukuran 1 kg lalu di dan amati pertumbuhan mikroorganisme
kering anginkan, sedangkan tubuh buah (Lampiran 14).
jamur G. boninense diambil untuk Isolasi T. harzianum.
diidentifikasi secara makroskopis. Pengenceran T. harzianum dilakukan
Selanjutnya, sampel dibawa ke dengan cara menambahkan aquades
laboratorium untuk proses isolasi. sebanyak 10 ml kedalam cawan petri yang
2.4.2. Tahap isolasi G. boninense dan T. berisi penuh isolat T. harzianum, lalu kita
harzianum aduk sampai warnanya berubah menjadi
Penyiapan dan Pembuatan hijau. Lakukan pengenceran dengan cara
media. Media yang digunakan adalah mengambil 1 ml dari larutan awal dan
media Potato Dektrose Agar (PDA). Cara masukkan ke dalam tabung reaksi dan
pembuatan media tersebut yaitu : tambahkan aquades sebanyak 9 ml.
campurkan bubuk PDA sebanyak 39 g Lakukan proses yang sama dari tabung
dengan aquades sebanyak 1 L, lalu pertama sampai kepada tabung berikutnya
panaskan di kompor listrik mini dan aduk sesuai dengan kebutahan. Ambil sebanyak
kearah jarum jam sampai larut. Setelah 0,1 ml pada tiap tabung pengenceran dan
semuanya tercampur rata, lalu tuangkan ke flating pada media PDA, dan amati
dalam cawan petri dan diamkan sampai pertumbuhan mikroorganismenya
sejuk. Media PDA ini yang nantinya akan (Lampiran 13).
2.4.3. Tahap Identifikasi G. boninense mengamati morfologi fungi berdasarkan
dan T. harzianum hifa, miselium, bentuk konidia, bentuk
Pemurnian dan Karakterisasi. spora dan warna spora. Identifikasi
Jamur G. boninense yang telah tumbuh jamur mengacu pada buku dan jurnal
dikarakterisasi ciri morfologinya. Masing- Barnet dan Hunter (2000), Watanabe
masing koloni jamur G. boninense (2002), dan jurnal-jurnal terkait
kemudian dimurnikan dalam keadaan identifikasi.
aseptis. Pemurnian dilakukan dengan Identifikasi T. harzianum.
cara memotong media yang ditumbuhi Identifikasi Jamur T. harzianum dilakukan
jamur G. boninense dan tanah dari secara makroskopis dan mikroskopis.
perakaran tanaman kelapa sawit yang Identifikasi secara makroskopis
terserang penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan mengamati bentuk
kemudian ditumbuhkan kembali pada koloni, warna koloni, warna permukaan
media PDA baru. atas dan permukaan bawah. Identifikasi
Pembuatan Stok. Jamur G. jamur secara mikroskopis sudah dilakukan
boninense hasil pemurnian selanjutnya sebelumnya oleh UPTD BPTP Jambi,
dibuat stok cadangan dengan karena isolat T. harzianum yang
menginokulasi koloni jamur hasil digunakan dari koleksi BPTP Jambi.
pemurnian pada media PDA baru. Jamur 2.4.4. Tahap Uji Antagonisme T.
G. boninense diinkubasi pada suhu ±29ºC harzianum terhadap G. boninense
sampai terbentuk hifa atau jamur Tahap ini dilakukan untuk menguji
memenuhi media tumbuh. kemampuan T. harzianum dalam
Identifikasi G. boninense. menghambat pertumbuhan G. boninense.
Identifikasi Jamur G. boninense dilakukan Media yang telah berisi isolat
secara makroskopis dan mikroskopis. T.harzianum dan G. boninense diinkubasi
Identifikasi secara makroskopis pada suhu ±29ºC dan diulang sebanyak 3
dilakukan dengan mengamati bentuk kali. Pengamatan uji antagonisme T.
koloni, warna koloni, warna permukaan harzianum terhadap G. boninense ini
atas dan permukaan bawah. Identifikasi dilakukan selama 7 hari dan diamati pada
jamur secara mikroskopis menggunakan hari terakhir atau hari ke-7.
mikroskop compound. Pengamatan
Cawan petri yang telah berisi
dilakukan pada Block Square dengan
media PDA + (T.harzianum + G.
boninense) diberi batas tengah untuk secara in-vitro menggunakan metode uji
memudahkan saat inokulasi T.harzianum berganda dengan tiga ulangan.
dan G. boninense. T. harzianum pada stok
kerja dicetak menggunakan cork borer
berdiameter 1 cm, lalu T. harzianum hasil
cetak diinokulasikan pada media,
Kontrol Perlakuan T. harzianum
sedangkan G. boninense diinokulasikan
bersebelahan dengan T. harzianum. Media Gambar 1. Desain Uji Dual Kultur T. harzianum Terhadap
G. boninense
yang telah berisi inokulum diinkubasi
selama 7 hari, lalu diamati dan diukur Persantase penghambatan pertumbuhan
A B
4.2.5. Pertumbuhan G. boninense dan harzianum. Sedangkan perkembangan
T. harzianum G.boninense yang terlihat pada
Kecepatan pertumbuhan koloni (gambar 5) adalah koloni G. boninense
T. harzianum lebih tinggi berkembang terus secara signifikan
dibandingkan dengan jamur sejalan dengan waktu. Perkembangan
G.boninense, hal ini dapat dilihat pada koloni G. boninense tertinggi terlihat
gambar 6. pada hari ke-7. Pada hari ke-5 diameter
Pada gambar 6 tampak bahwa koloninya hanya 5,5 cm dan pada hari
Pertumbuhan T. harzianum dan ke-6 diameternya hanya 7,4 cm . Hal
G.boninense dimulai pada 24 jam ini sesuai pendapat Raka (2006) dan
pertama setelah inokulasi dan diamati Wijaya (2002), miselium jamur
setiap jam 08.00 pagi, hal ini berarti Trichoderma sp. tumbuh dengan cepat
kedua jamur sudah melewati fase mencapai diameter 9 cm dalam waktu
adaptasi. Pertumbuhan diameter G. lima hari pada media PDA. Menurut
boninense dan T. harzianum meningkat Aeny (2010) juga melaporkan bahwa
seiring dengan berjalannya waktu. Trichoderma sp. mempunyai
Pada hari ke-5 merupakan puncak kecepatan pertumbuhan koloni paling
tercapainya diameter koloni terbesar cepat, hanya membutuhkan waktu 7-9
yaitu 9 cm. Selanjunya pada hari ke-6 hari dibandingkan pertumbuhan
dan ke-7 tidak terjadi lagi pertumbuhan G.boninense yang membutuhkan
dan perkembangan diameter T. waktu 15-40 hari pada medium PDA.
10
9
Diameter Koloni ( cm )
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
T.harzianum G. boninense
a b c
d e f
Keterangan : a.) Tanpa perlakuan (control), b.) Trichoderma dengan kerapatan spora 5
c.) Trichoderma dengan kerapatan spora 6, d.) Trichoderma dengan kerapatan
spora 7, e.) Trichoderma dengan kerapatan spora 8, f.) Trichoderma dengan
kerapatan spora 9.
DAFTAR PUSTAKA
Alviodinasyari, R., Martina, A., & Lestari, Hubbard & Rehder. United States
W. (2015) Pengendalian Department of
Ganoderma boninense oleh Agriculture.http://plants.usda.gov/
Trichoderma sp. SBJ8 pada java/profile?symbol=CAPU39&fo
kecambahan dan bibit kelapa sawit rmat=Print&phot oID ={diakses
(Elaeis guineensis Jack.) di tanah 21 Oktober 2010}
gambut. JOM FMIPA,2(1),99-107 Aeny TN. 2010. Pengaruh beberpa isolat
Arya A, Parello AE, 2010, Management of Trichoderma spp. pada
Fungal Plant Pathogen. Publised by pertumbuhan In vitro Ganoderma
CAB International. London. boninense, penyebab penyakit
Anonim.2008. Plant Profile For (A.DC.) busuk pangkal batang pada kelapa
Solms-Laub Colocasia esculenta sawit (Elaeis guineensis). Di
(L.) Schottvar. antiquorum (Schott) dalam: Pengelolaan keragaman
hayati tanah menunjang Sawit Berkelanjutan di Provinsi
keberlanjutan produksi pertanian Jambi.
tropika. Prosiding Seminar Elfina, Y.F., Ali, M., dan Saputra, R. 2016.
Nasional Keragaman Hayati Penggunaan Bahan Organik dan
Tanah-I; Bandar Lampung, 29-30 Kombinasinya Dalam
Juni 2010. Universitas Lampung. FormulasinBiofungisida Berbahan
hlm.300-316. Aktif Jamur Trichoderma
Anggri, 2001. Biological of Trichoderma pseudokoningi Rifai Untuk
sp.p. CRC. Pressinc. Boca Raton, Menghambat Jamur Ganoderma
Florida. boninense Pat Secara In Vitro. J.
Badan Pusat Statistika. (2021). Luas Natur Indonesia 16(2) : 79-90.
Kelapa Sawit Indonesia. Fauzi, Y. ,. (2008). kelapa Sawit. Penebar
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Swadaya, halaman 68-93.
Geifisika. (2022). Analisi Curah Fauzi, et al., 2007. Kelapa Sawit :
Hujan Provinsi Jambi Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan
Badan Pusat Statistik. (2020). Luasan Limbah, Analisis Usaha dan
Lahan Kelapa Sawit Provinsi Jambi Pemasaran. Jakarta (ID) : Penebar
yang Terserang Ganoderma swadaya.
boninense. Unit Pelaksana Teknis Harjono & Widyastuti SM. 2001.
Daerah, Balai PerlinDungan Pemurnian dan karakteristik enzim
Tanaman Perkebunan. endokitinase dari agen pengendali
Barnet, H.L and B. B Hunter. 2000 hayati Trichoderma reesei.
Illustrated Genera of Imperfect J.perlind. Tan. Indones.7(1): 114-
Fungi. New York: Burgress 120.
Publishing Company. Harmidi, S dan A. Susanto. 2000. Menuju
Cook, R., & K.F, B. (1989). The Nature on sukses pengendalian Ganoderma
Practice of Biologi Control of Plant dengan biofungisida Marfu.
Pathogen. Minesota : ABS Press, Prosiding Pertemuan Teknis
The American Phytopathological Kelapa Sawit III Tahun 2000.
Society,St.Paul,539 p. Medan. 3-4 Oktober 2000.
Direktorat Jendral Perkebunan. (2014). Harman GE, Bjorkman T, Ondik K,
Pelaksanaan Pengembangan Kelapa Shoresh M. 2008. Trichoderma
spp. for Biocontrol. Changing Nadiah,A.2013. Jamur Ganoderma sp.
paradigms on the mode of action Peran ganda yang
and uses of Trichoderma spp. for bertentangan.BBPPTP Surabaya.
Biocontrol. Research Information. Pahan, I. (2008). Panduan Lengkap kelapa
Cornell University, USA. DOI: Sawit : Manajemen Agribisnis dari
10.1564/19feb00. Hulu hingga Hilir. Penebar
Gandjar I, W Sjamsudrizal & A Oetari. Swadaya.
2006. Mikologi Dasar dan Prabowo, A.K.E., N. Prihatiningsih, & L.
Terapan. Jakarta. Yayasan Obor Soesanto.2006. Potensi
Indonesia. Trichoderma harzianum dalam
Julyanda, M. (2011). Keragaman dan mengendalikan sembilan isolat
Kelimpahan cendawan pada Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp.
Rizosfer Kelapa Sawit Sehat dan zingiberi Trujillo pada kencur.
Terserang G.boninense. Jurnal Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
penelitian Departemen Proteksi Indonesia 8(2):76-84.
Tanaman Fakultas Pertanian Pilotti Ca. 2005. Stem rots of oil palm
Institut Pertanian Bogor,Bogor. caused by Ganoderma boninense:
Kurniawan, et.al. (2017). Pengaruh Pathogen biology and
Pemberian Cendawan Endofit Asal epidemiology. Mycopathologi.
Tanaman Kelapa Sawit Terhadap 159:129-137.
Pertumbuhan Kelapa Pada Tanah Raka, IG, 2006, Ekplorasi dan Cara
Terinfeksi Ganoderma spp. Jurnal Aplikasi Agensia Hayati
Online Agroekoteknologi, (56): Trichoderma sp. Sebagai
462-468. Pengendali Organisme Penggangu
Kasprzyk I, Worek M. 2006. Airbone Tumbuhan (OPT). Dinas Pertanian
fungal Spores in urban and rural Tanaman Pangan UPTD Balai
environments in poland. Proteksi Tanaman Pangan Dan
Aerobiologi. 22:169-176 Holtikultura, Bali.
Lubis, A. U. (1992). Kelapa Sawit ( Elaeis Sanderson FR. 2005. An insight into spore
guinensis Jacq ) Di Indonesia. PPP dispersal of Ganoderma boninense
Marihat Bandar Kuala, Sumatra on oil palm. Mycopathologi. 159:
Utara. 139-141
Susanto, A. (2002). Kajian Pengendalian Cetakan Keempat, Yogyakarta:
Hayati Ganoderma boninense Pat, Gadjah Mada University Press.
Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Skidmore AM, Dickinson CH, 1976,
Batang Kelapa Sawit (Disertasi). Colony interactions and hyphal
Bogor : Fakultas Pasca Serjana, interference between Septoria
Institut Pertanian Bogor. nodorum and phylloplane fungi,
Susanto, A., Prasetyo, A., & Wening, S. Trans, Brit, Mycol, Soc,66:57-64
(2013). Laju infeksi Ganoderma Tim Pengembangan Materi LPP, 2013. Seri
pada empat kelas tekstur tanah. J Budidaya Tanaman Kelapa sawit.
Fitopatol Indones, 9(2) : 39-46. Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Suwarto, & Octavianty, Y. (2010). Medan.
Budidaya Tanaman Perkebunan Vey A, Hoagland RE, Butt TM. 2001.
Unggulan. Jakarta: Penebar Fungi as Biocontrol Agents:
Swadaya. Progres problem and potential. In
Subagyo et al.,(2000).Tanah-tanah Butt, T. M., C. Jackson and N.
pertanian Di Indonesia. Hlm 21-66 Magan (Ed). Toxic metabolite of
dalam buku Sumber daya Lahan fungal biocontrol agents.
Indonesia dan Pengelolaannya. Publishing CAB International.
Pusat Penelitian Tanah dan London.
Agroklimat,Bogor. Watanabe, T. 2002. Pictorial Atlas of Soil
Suwahyono.U.2010. Biopestisida. Jakarta. and Seed Fungi Morphologies of
Penebar Swadana. Cultured Fungi and Key to Spesies.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Second Edition. New York : CRC
Prinsip dan Prosedur Statistika ( Press.
Pendekatan Biometrik ). Waghunde, R.R., Shelake, R. M., &
Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Sabalpara, A, N, (2016) Tricoderma
Pustaka. Utama, Jakarta. : A significant fungus for
Semangun, H. 1990. Penyakit Tanaman agriculture and environment.
Kebun di Indonesia. Gajah Mada African Journal Of Agriculture
University Press Jogyakarta. Reseaech, 11(22), 1952-1965.
Semangun, H. 2000 Penyakit-penyakit https://doi.org/10.5897/AJAR2015.
Tanaman Perkebunan di Indonesia. 10584.
Wijaya, S, 2002, Isolasi Kitinase dari Yanti,F., dan A. Susanto. (2004).Cara
Scleroderma columnare dan Praktis isolasi tubuh buah
Trichoderma harzianum Ilmu G.boninense pada medium potato
Dasar, vol. 3, no. 1, hal. 30-35 dextrose agar (PDA).Jurnal PPKS
12(2-3):1-11.