Anda di halaman 1dari 19

Uji Antagonisme Trichoderma harzianum Terhadap Ganoderma boninense

Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman


Kelapa Sawit Secara In-Vitro

Ardiansyah*, Enita, Reno Armando


Jurusan Agroteknologi Universitas Muara Bulian
E-mail: ardiansya.0582@gmail.com

Abstract

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi unggulan yang
dimiliki oleh Indonesia karena sebagai penyumbang devisa negara terbesar dan mampu
meningkatkan sektor tenaga kerja. Salah satu kendala yang dihadapi dalam meningkatkan
produksi kelapa sawit adalah kejadian penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan
oleh G. boninense yang merupakan jamur patogen tular tanah. Pengendalian G.
boninense dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan agen hayati yang bersifat antagonis.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan daya hambat T. harzianum terhadap
perkembangan G. boninense dan untuk mengetahui kerapatan spora T. harzianum yang
terbaik dalam menghambat perkembangan G. boninense. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa T. harzianum terbukti mampu dalam menghambat laju pertumbuhan koloni G.
boninense pada cawan petri secara in-vitro dan T. harzianum dengan kerapatan spora 106
merupakan daya hambat terbaik yang mampu menghambat perkembangan patogen G.
boninense yaitu sebesar 78.02%.

Keyword: Antagonis, Trichoderma harzianum, Ganoderma boninense, In-vitro

1. PENDAHULUAN karena sebagai penyumbang devisa


negara terbesar dan mampu
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
meningkatkan sektor tenaga kerja.
merupakan salah satu komoditas
Tanaman asal Afrika Barat ini sangat
unggulan yang dimiliki oleh Indonesia
diminati di Indonesia khususnya di Salah satu kendala yang dihadapi
Provinsi Riau dengan luas 2.895.083 Ha, dalam meningkatkan produksi kelapa
Kalimantan Barat dengan luas 2.070.272 sawit adalah kejadian penyakit busuk
Ha, Kalimantan Tengah dengan luas pangkal batang yang disebabkan oleh
2.049.790 Ha, Sumatera Utara dengan Ganoderma boninense yang merupakan
luas 1.345.783 Ha, Kalimantan Timur jamur patogen tular tanah (Kurniawan, et
dengan luas 1.333.905 Ha, Sumatera al., 2017., Erni Angraini, 2017). Patogen
Selatan dengan luas 1.215.476 Ha, dan ini tidak hanya menyerang tanaman tua,
Jambi dengan luas 1.090.072 Ha (BPS, tetapi juga menyerang tanaman muda.
2021). Hal ini menunjukkan bahwa Laju infeksi busuk pangkal batang
pengembangan perkebunan kelapa sawit berjalan dengan cepat, terutama pada
masih mempunyai prospek bagus di tanaman dengan tekstur tanah berpasir
Provinsi Jambi. (Susanto, et al., 2013). Penyakit ini telah
Perkebunan kelapa sawit di mengakibatkan kematian kelapa sawit di
Provinsi Jambi sudah dikembangan sejak beberapa perkebunan kelapa sawit di
tahun 1980 silam. Perusahaan perkebunan Indonesia hingga 80%. Berdasarkan data
milik negara (PTPN VI) dan PT Indo dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai
Sawit Subur (Grup Asian Agri) Perlindungan Tanaman Perkebunan
merupakan perusahaan pionir perkebunan (UPTD BPTP Jambi, 2020), luas
kelapa sawit yang telah mendorong serangan busuk pangkal batang pada
perkembangan perkebunan kelapa sawit tanaman kelapa sawit di Jambi pada tahun
di Jambi (Direktorat Jendral Perkebunan, 2019 mencapai 70 Ha atau meningkat
2014). Perkembangan perkebunan kelapa 52,14% dari tahun 2018 yakni 33,50 Ha.
sawit di Jambi melonjak selama 5 tahun Hal tersebut menyebabkan penurunan
terakhir baik itu luas lahannya maupun produksi kelapa sawit per satuan luas
produksinya. Pada tahun 2017 luas (Susanto, 2002).
perkebunan kelapa sawit di Provinsi Saat ini upaya pengendalian busuk
Jambi mencapai 887.795 Ha dengan total pangkal batang masih mengandalkan
produksi 1.849.969 ton/ha, dan pada penggunaan pestisida sebagai
tahun 2021 luasnya mencapai 1.090.072 pengendalian utama. Pestisida dilaporkan
Ha atau meningkat 18,56% dengan total dapat menurunkan keseimbangan
produksi 3.109.205 ton/ha (BPS, 2021). ekosistem tanah, sehingga mengakibatkan
menurunnya produksi tanaman. ada di sekitar perakaran tanaman
Pengendalian patogen tanaman (Prabowo et al, 2006).
perkebunan dianjurkan untuk melakukan Harmidi dan Susanto (2000)
pengendalian yang ramah lingkungan. menyatakan bahwa biofungisida Marfu-P
Salah satu teknik pengendalian yang bisa dengan dosis 10 g/polybag yang
dilakukan adalah dengan memanfaatkan mengandung 5 x 106 spora konidia dan
mikroorganisme yang bersifat antagonis klamidospora T. koningii dapat
(Julyanda, 2011). mengendalikan serangan G. boninense di
Pengendalian G. boninense dapat pembibitan awal. Hal ini seiring dengan
dilakukan dengan cara pemanfaatan agen hasil penelitian Aeny (2010) menyatakan
hayati yang bersifat antagonis. bahwa secara in-vitro T. harzianum
Pengendalian hayati menggunakan agen mempunyai persentase penghambatan
antagonis dengan satu kali pemakaian yang lebih baik dalam menghambat
dapat menekan pertumbuhan dan pertumbuhan fungi G. boninense. Sejauh
perkembangan patogen untuk jangka ini, penelitian tentang kerapatan spora T.
waktu yang relatif panjang tanpa harzianum dalam menghambat
menimbulkan pencemaran lingkungan perkembangan G. boninense secara in-
(Cook dan Baker, 1989). Trichoderma vitro belum banyak dilaporkan.
harzianum merupakan jamur non- Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
mikoriza yang ditemukan hampir di melakukan penelitian dengan judul “Uji
semua macam tanah dan di berbagai Antagonisme Trichoderma harzianum
habitat. Jamur T. harzianum sangat terhadap Ganoderma boninense
berlimpah di dalam tanah pada sekitaran Penyebab Penyakit Busuk Pangkal
tanaman yang sehat dan dapat memberi Batang Pada Tanaman Kelapa Sawit
manfaat dengan menyerang patogen yang (Elaeis guineensis Jacq.) secara In-Vitro”.
2. METODE terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan,
2.1. Tempat dan Waktu sehingga diperoleh 18 unit percobaan.

Penelitian ini dilaksanakan di dua Perlakuan yang diberikan adalah beberapa

tempat: (1) Pengambilan inokulum kerapatan spora T.harzianum, yaitu:

G.boninense dilakukan di Kelurahan P0 : Kontrol (tanpa pemberian

Pijoan, Kecamatan Jambi Luar Kota, Trichoderma), P1 : Trichoderma dengan

Kabupaten Muaro Jambi, (2) isolasi dan kerapatan spora 105 , P2 : Trichoderma
uji antagonisme di Laboratorium Penyakit dengan kerapatan spora 106 , P3 :
Tanaman, Unit Pelaksanaan Teknis Trichoderma dengan kerapatan spora
Daerah Balai Perlindungan Tanaman 107 , P4 : Trichoderma dengan kerapatan
Perkebunan (UPTD BPTP) Jambi. spora 108 , P5 : Trichoderma dengan
Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei kerapatan spora 109 .
sampai dengan Agustus 2022.
2.4. Prosedur Penelitian
2.2. Alat dan Bahan Penelitian ini dilakukan melalui
Alat yang digunakan antara lain
tahapan pengambilan sampel, isolasi,
gelas ukur, petridish, gelas objek, ember,
identifikasi, dan uji antagonisme T.
gelas beker, batang pengaduk, pinset,
harzianum terhadap G. boninense. Isolat
jarum inokulasi, kantong plastik, oven,
T. harzianum didapat dari koleksi
laminar air flow, hot plat, timbangan,
Laboratorium UPTD BPTP Jambi yang
mikrokoskop, kalkulator, buku data,
berasal dari perkebunan karet rakyat di
kamera, meteran, cangkul serta alat-alat
Kabupaten Batanghari, sedangkan
yang mendukung lainnya. Bahan-bahan
inokulum G. boninense didapat dari
yang digunakan antara lain isolat G. perkebunan kelapa sawit rakyat di
boninense, isolat T.harzianum, aquadesh,
Kelurahan Pijoan. Inokulum G. boninense
alkohol, media Potato Dextrose Agar
yang diambil di lapangan berupa tubuh
(PDA), tissu, kertas label, aluminuim foil,
buah dan tanah di perakaran tanaman sakit.
spritus, dan cling wrap. Tahap Isolasi G. boninense meliputi
pembuatan media dan isolasi G. boninense
2.3. Rancangan Penelitian
dari tanah sampel. Tahap identifikasi
Penelitian ini dilakukan secara
meliputi pemurnian dan karakterisasi,
eksperimen dengan menggunakan
pembuatan stok, dan identifikasi jamur G.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
boninense secara makroskopis dan digunakan untuk isolasi G. boninense dan
mikroskopis. Uji antagonisme dilakukan T. harzianum.
dengan menguji daya hambat T. Isolasi G. boninense. dapat
harzianum terhadap G. boninense. dilakukan Setelah tanah dan inokulum
2.4.1. Pengambilan Sampel G. kering, lalu tumbuk sampai halus. Setelah
boninense itu, ambil inokulum G. boninense
Pengambilan sampel tubuh buah sebanyak 10 g dan masukkan ke dalam
G. boninense dan tanah dilakukan di gelas beker, lalu tambahkan aquades
sekitar perakaran tanaman kelapa sawit sebanyak 100 ml dan shaker selama 15
yang terserang G. boninense. Sampel menit. Setelah semuanya sudah homogen,
tanah diambil pada kedalaman 5-10 cm ambil sebanyak 0,1 ml pada tabung
dari permukaan tanah dan dimasukkan ke pengenceran dan flating pada media PDA,
dalam plastik yang berukuran 1 kg lalu di dan amati pertumbuhan mikroorganisme
kering anginkan, sedangkan tubuh buah (Lampiran 14).
jamur G. boninense diambil untuk Isolasi T. harzianum.
diidentifikasi secara makroskopis. Pengenceran T. harzianum dilakukan
Selanjutnya, sampel dibawa ke dengan cara menambahkan aquades
laboratorium untuk proses isolasi. sebanyak 10 ml kedalam cawan petri yang
2.4.2. Tahap isolasi G. boninense dan T. berisi penuh isolat T. harzianum, lalu kita
harzianum aduk sampai warnanya berubah menjadi
Penyiapan dan Pembuatan hijau. Lakukan pengenceran dengan cara
media. Media yang digunakan adalah mengambil 1 ml dari larutan awal dan
media Potato Dektrose Agar (PDA). Cara masukkan ke dalam tabung reaksi dan
pembuatan media tersebut yaitu : tambahkan aquades sebanyak 9 ml.
campurkan bubuk PDA sebanyak 39 g Lakukan proses yang sama dari tabung
dengan aquades sebanyak 1 L, lalu pertama sampai kepada tabung berikutnya
panaskan di kompor listrik mini dan aduk sesuai dengan kebutahan. Ambil sebanyak
kearah jarum jam sampai larut. Setelah 0,1 ml pada tiap tabung pengenceran dan
semuanya tercampur rata, lalu tuangkan ke flating pada media PDA, dan amati
dalam cawan petri dan diamkan sampai pertumbuhan mikroorganismenya
sejuk. Media PDA ini yang nantinya akan (Lampiran 13).
2.4.3. Tahap Identifikasi G. boninense mengamati morfologi fungi berdasarkan
dan T. harzianum hifa, miselium, bentuk konidia, bentuk
Pemurnian dan Karakterisasi. spora dan warna spora. Identifikasi
Jamur G. boninense yang telah tumbuh jamur mengacu pada buku dan jurnal
dikarakterisasi ciri morfologinya. Masing- Barnet dan Hunter (2000), Watanabe
masing koloni jamur G. boninense (2002), dan jurnal-jurnal terkait
kemudian dimurnikan dalam keadaan identifikasi.
aseptis. Pemurnian dilakukan dengan Identifikasi T. harzianum.
cara memotong media yang ditumbuhi Identifikasi Jamur T. harzianum dilakukan
jamur G. boninense dan tanah dari secara makroskopis dan mikroskopis.
perakaran tanaman kelapa sawit yang Identifikasi secara makroskopis
terserang penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan mengamati bentuk
kemudian ditumbuhkan kembali pada koloni, warna koloni, warna permukaan
media PDA baru. atas dan permukaan bawah. Identifikasi
Pembuatan Stok. Jamur G. jamur secara mikroskopis sudah dilakukan
boninense hasil pemurnian selanjutnya sebelumnya oleh UPTD BPTP Jambi,
dibuat stok cadangan dengan karena isolat T. harzianum yang
menginokulasi koloni jamur hasil digunakan dari koleksi BPTP Jambi.
pemurnian pada media PDA baru. Jamur 2.4.4. Tahap Uji Antagonisme T.
G. boninense diinkubasi pada suhu ±29ºC harzianum terhadap G. boninense
sampai terbentuk hifa atau jamur Tahap ini dilakukan untuk menguji
memenuhi media tumbuh. kemampuan T. harzianum dalam
Identifikasi G. boninense. menghambat pertumbuhan G. boninense.
Identifikasi Jamur G. boninense dilakukan Media yang telah berisi isolat
secara makroskopis dan mikroskopis. T.harzianum dan G. boninense diinkubasi
Identifikasi secara makroskopis pada suhu ±29ºC dan diulang sebanyak 3
dilakukan dengan mengamati bentuk kali. Pengamatan uji antagonisme T.
koloni, warna koloni, warna permukaan harzianum terhadap G. boninense ini
atas dan permukaan bawah. Identifikasi dilakukan selama 7 hari dan diamati pada
jamur secara mikroskopis menggunakan hari terakhir atau hari ke-7.
mikroskop compound. Pengamatan
Cawan petri yang telah berisi
dilakukan pada Block Square dengan
media PDA + (T.harzianum + G.
boninense) diberi batas tengah untuk secara in-vitro menggunakan metode uji
memudahkan saat inokulasi T.harzianum berganda dengan tiga ulangan.
dan G. boninense. T. harzianum pada stok
kerja dicetak menggunakan cork borer
berdiameter 1 cm, lalu T. harzianum hasil
cetak diinokulasikan pada media,
Kontrol Perlakuan T. harzianum
sedangkan G. boninense diinokulasikan
bersebelahan dengan T. harzianum. Media Gambar 1. Desain Uji Dual Kultur T. harzianum Terhadap
G. boninense
yang telah berisi inokulum diinkubasi
selama 7 hari, lalu diamati dan diukur Persantase penghambatan pertumbuhan

diameter T. harzianum dan G. boninense patogen (PIRG) diukur dengan

pada cawan uji pada hari terakhir. membandingkan jari-jari patogen

2.5. Parameter Pengamatan perlakuan (R1) dan jari-jari patogen control

2.5.1. Identifikasi G. boninense (R2) menggunakan rumus yang

Identifikasi G. boninense dikembangkan oleh Skidmore & Dickinson

dilakukan dengan dua cara yaitu (1976) sebagai berikut :


identifikasi tubuh buah secara R2−R1
PIRG : X 100%
𝑅2
makroskopis dengan mengamati bentuk
koloni, warna koloni, warna permukaan Ket : PIRG: Persantase penghambatan pertumbuhan
patogen R1 : Jari-jari koloni patogen (G.
atas dan permukaan bawah. Identifikasi G.
boninense) pada perlakuan. R2 : Jari-jari koloni
boninense secara mikroskopis dilakukan
patogen (G. boninense) kontrol.
dengan pengamatan isolat G. boninense
menggunakan mikroskop compound. 2.6. Analisis Data
Pengamatan dilakukan pada Block Square Analisis data persentase penghambatan T.
dengan mengamati morfologi fungi harzianum terhadap G. boninense
berdasarkan hifa, miselium, bentuk dilakukan menggunakan analisis sidik
konidia, bentuk spora dan warna spora. ragam. Apabila perlakuan berpengaruh
2.5.2. Uji Daya Hambat T. harzianum nyata maka akan dilanjutkan dengan Uji
terhadap G. boninense Jarak Berganda Duncan (UJGD) dengan
Uji daya hambat T. harzianum taraf 5%.
terhadap G. boninense yang dilakukan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN warna coklat gelap pada saat tubuh buah
sudah tua, dan pada bagian tepi warna
4.1. Karakteristik Lokasi Penelitian
putih kekuningan dan memiliki pori-pori
Pengambilan sampel dilakukan
(Gambar 2). Lapisan bawah tubuh buah
pada kebun kelapa sawit rakyat di
terdiri dari lapisan pori, tempat
Kelurahan Pijoan, Kabupaten Muaro
terbentuknya basidium dan basiodiospora
Jambi yang merupakan daerah dataran
(Semangun, 2000).
rendah dengan ketinggian 25 m dpl, Pijoan
Peran basidiospora sebagai agens
memiliki topografi yang berbukit-bukit
penyebaran pada tanaman kelapa sawit
dan dialiri oleh sungai yaitu sebelah Utara
juga dilaporkan sebelumnya (Pilotti 2005;
dialiri sungai Batanghari, sebelah Selatan
Sanderson, 2005). Dalam kasus yang lain
dialiri sungai suak kayu aro, sebalah Timur
basiodiospora dari Ganoderma jumlahnya
dialiri sungai Pijoan, dan sebalah Barat
diudara selalu melimpah dibandingkan
dialiri sungai Raman. Suhu rata-rata
dengan cendawan yang lain (Kasprzyk dan
wilayah ini pada minggu pertama Mei
worek, 2006). Selain angin sebagai agen
2022 sebesar 32,71 ℃. Curah hujan yang
penyebaran penyakit, serangga juga
terjadi pada Mei 2022 di wilayah ini
diketahui berperan dalam mempercepat
termasuk dalam kategori menengah
penyebaran penyakit yang disebabkan oleh
(BMKG, 2022).
cendawan Ganoderma.

4.2. Identifikasi G. boninense dan T.


harzianum
4.2.1. Karakteristik Tubuh Buah G.
boninense
Hasil identifikasi yang di lakukan
menunjukkan bahwa pengamatan tubuh
buah G. boninense yang menyerang
tanaman kelapa sawit berdasarkan
fenotipnya mempunyai morfologi
basidiokarp berbentuk seperti kipas,
bergelombang, terdapat lingkaran tahunan,
permukaannya memiliki warna coklat
Gambar 2 : Tubuh buah G. boninense.
kekuningan pada saat masih muda dan
4.2.2. Karakteristik Makroskopis G. putih, arah pertumbuhan keatas dan
boninense kesamping, serta memiliki bentuk
Hasil penelitian menunjukkan miselium halus dan bulat seperti (Tabel
pengamatan secara makroskopis 1 dan gambar Gambar 3).
G.boninense memiliki warna miselium
Tabel 1. Pengamatan Makroskopis G. boninense
No Karakteristik Makroskopis Hasil Pengamatan Makroskopis
1. Warna Miselium Putih
2. Arah Pertumbuhan Keatas dan kesamping
3. Bentuk Miselium Halus dan Bulat

Gambar 3.Makroskopis Isolat G. boninense

4.2.3. Karakteristik Mikroskopis G.


boninense Hal ini sejalan dengan
Hasil pengamatan pengamatan Alviodinasyari et al,
mikroskopis jamur G. boninense (2015) hifa mirip benang halus dan
mempunyai konidiofor bercabang bersekat, sistem hifa dimitik,
seperti pada (tabel 2 dan gambar 4). konidiofor bercabang.

Tabel 2. Pengamatan mikroskopis G. boninense.


No Karakteristik Mikroskopis Hasil Pengamatan Mikroskopis
1. Konidiofor Bercabang
Gambar 4. Mikroskopis G. boninense dengan perbesaran 40 kali.

4.2.4. Karakteristik Makroskopis T. UPTD BPTP Jambi yang dimurnikan


harzianum kembali memiliki warna permukaan
Hasil pengamatan atas Hijau pekat dan permukaan bawah
menunjukkan bahwa secara hijau kekuningan (Tabel 3 dan gambar
makroskopis T. harzianum koleksi Gambar 5).

Tabel 3. Pengamatan Makroskopis T. harzianum


No Karakteristik Makroskopis Hasil Pengamatan Makroskopis
1. Warna Permukaan Atas Hijau pekat
2. Warna Permukaan Bawah Hijau kekuningan

Gambar 5. Isolat T. harzianum tanpak depan (A) dan belakang (B).

A B
4.2.5. Pertumbuhan G. boninense dan harzianum. Sedangkan perkembangan
T. harzianum G.boninense yang terlihat pada
Kecepatan pertumbuhan koloni (gambar 5) adalah koloni G. boninense
T. harzianum lebih tinggi berkembang terus secara signifikan
dibandingkan dengan jamur sejalan dengan waktu. Perkembangan
G.boninense, hal ini dapat dilihat pada koloni G. boninense tertinggi terlihat
gambar 6. pada hari ke-7. Pada hari ke-5 diameter
Pada gambar 6 tampak bahwa koloninya hanya 5,5 cm dan pada hari
Pertumbuhan T. harzianum dan ke-6 diameternya hanya 7,4 cm . Hal
G.boninense dimulai pada 24 jam ini sesuai pendapat Raka (2006) dan
pertama setelah inokulasi dan diamati Wijaya (2002), miselium jamur
setiap jam 08.00 pagi, hal ini berarti Trichoderma sp. tumbuh dengan cepat
kedua jamur sudah melewati fase mencapai diameter 9 cm dalam waktu
adaptasi. Pertumbuhan diameter G. lima hari pada media PDA. Menurut
boninense dan T. harzianum meningkat Aeny (2010) juga melaporkan bahwa
seiring dengan berjalannya waktu. Trichoderma sp. mempunyai
Pada hari ke-5 merupakan puncak kecepatan pertumbuhan koloni paling
tercapainya diameter koloni terbesar cepat, hanya membutuhkan waktu 7-9
yaitu 9 cm. Selanjunya pada hari ke-6 hari dibandingkan pertumbuhan
dan ke-7 tidak terjadi lagi pertumbuhan G.boninense yang membutuhkan
dan perkembangan diameter T. waktu 15-40 hari pada medium PDA.
10
9
Diameter Koloni ( cm )

8
7
6
5
4
3
2
1
0
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

T.harzianum G. boninense

Gambar 6. Diagram pertumbuhan koloni T.harzianum & G. boninense


3.5. Uji Daya Hambat Trichoderma persentase penghambatan
harzianum terhadap Ganoderma pertumbuhan dan perkembangan G.
boninense boninense oleh kerapatan spora T.
Hasil pengamatan uji antagonis harzianum dapat dilihat pada tabel 4.
yang diukur dengan mengamati
Tabel 4. Persantase penghambatan (dual culture) Jamur T. harzianum Dengan
G.boninense Pada Hari Ke-7

Persentase Hambatan (%)


Ulangan Rata-
Perlakuan Total
Ulangan Ulangan Ulangan rata
I II III
Kontrol 00.00 00.00 00.00 00.00 00.00
105 67.03 67.03 70.69 204.75 68.25
106 81.68 78.02 74.35 234.05 78.02
107 56.04 67.03 67.03 190.1 63.37
108 74.35 70.69 70.69 215.73 71.91
109 74.35 67.03 59.7 201.08 67.03
Grand Total 1045.71
Rerata 58.10

Dari tabel 4 tersebut dapat dilihat boninense. Perlakuan yang memiliki


bahwa T. harzianum sangat efektif dalam tingkat daya hambat terbaik yaitu pada
menghambat pertumbuhan G. boninense. perlakuan P2 (T. harzianum dengan
Persentase penghambatan masing-masing kerapatan spora 106 ) yaitu 78.02%,
kerapatan spora T. harzianum terhadap G. nampak dominasi T.harzianum telah
boninense memberikan pengaruh yang hampir memenuhi cawan yang berisi media
berbeda, hal ini disebabkan oleh pengaruh tumbuh seperti gambar di bawah ini.
dari viabilitas atau kemampuan G.
Gambar 7. Hasil Pengamatan Uji Antagonis Jamur T. harzianum Terhadap Jamur
G.boninense

a b c

d e f

Keterangan : a.) Tanpa perlakuan (control), b.) Trichoderma dengan kerapatan spora 5
c.) Trichoderma dengan kerapatan spora 6, d.) Trichoderma dengan kerapatan
spora 7, e.) Trichoderma dengan kerapatan spora 8, f.) Trichoderma dengan
kerapatan spora 9.

Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa menghasilkan enzim dan senyawa


T. harzianum dapat menghambat antibiosis yang mampu menghambat
pertumbuhan G. boninense, sehingga bahkan membunuh patogen. Arya dan
jamur G. boninense tidak dapat tumbuh Parello (2010), menyatakan Trichoderma
lebih luas. Pada gambar 7 (a) pertumbuhan sp. mampu mengeluarkan senyawa
G. boninense begitu luas antibiotik seperti gliotoksin dan
perkembangannya, karena tanpa glioviridin. Pernyataan ini dipertegas oleh
pemberian T. harzianum, Sedangkan pada Vey et al., (2001), yang menyatakan
gambar (b, c, d, e, dan f) pertumbuhan G. bahwa senyawa antiobitik tersebut
boninense terhambat oleh jamur T. mempengaruhi dan menghambat banyak
harzianum yang diakibatkan oleh sistem fungsional dan membuat patogen
terjadinya mekanisme antibiosis dimana rentan. Oleh karena itu, untuk mengetahui
terdapat warna kekuningan diantara jamur perlakuan mana yang berpengaruh maka
antagonis dengan patogen, dimana warna dilakukan perhitungan analisa keragaman .
kuning tersebut merupakan senyawa Berdasarkan Tabel Analisa varian
antibiosis yang dihasilkan oleh jamur uji antagonis (Lampiran 12) dapat
antagonis yang berfungsi menghambat diketahui hasil perhitungan sidik ragam
pertumbuhan patogen. Trichoderma sp, yang menunjukkan bahwa nilai F hitung
lebih besar dari nilai F tabel pada taraf 5% penghambatan G. boninense yang di
dan 1%, sehingga dapat diasumsikan isolasi dari tanaman kelapa sawit secara in
bahwa isolat T. harzianum koleksi dari vitro, oleh karena itu pengujian ini perlu
Laboratorium UPTD BPTP Jambi sangat dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda
berpengaruh terhadap besarnya Duncan (UJGD).
Tabel 5. Uji Lanjut Duncan penghambatan T. harzianum terhadap pertumbuhan koloni
G. boninense.
Rata-rata Persentase
Perlakuan Penghambatan
(%)
106 78.02a
108 71.91ab
105 68.25 bc
109 67.03 bcd
107 63.37 cd
Kontrol 00.00 e
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil uji lanjut harzionalide yang dihasilkan oleh T.
Duncan pada tabel 5 terlihat bahwa pada harzianum. Mekanisme antagonis meliputi
perlakuan 106 memiliki daya hambat hiperparasitisme (mikoparasit), antibiosis
tertinggi dan tidak berbeda nyata dari dan kompetisi, Menurut Harman et al.
masing-masing perlakuan, namun berbeda (2008), Trichoderma spp, mempunyai
nyata dengan kontrol (tanpa pemberian T. mekanisme pengendalian utama sebagai
harzianum). Terhambatnya pertumbuhan mikoparasit atau memarasit miselium
patogen G. boninense disebabkan oleh cendawan lain dengan menembus dinding
peristiwa lisis dan rusaknya dinding sel sel dan masuk ke dalam sel untuk
hifa inang serta adanya aktifitas enzimatis mengambil zat makanan dari dalam sel
terutama kitinase, glukanase dan protease sehingga cendawan akan mati.
serta senyawa metabolit sekunder berupa
4. PENUTUP
5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
1. T. harzianum terbukti mampu 1. Isolat T. harzianum yang terbaik
dalam menghambat laju dapat dicoba efektivitas skala
pertumbuhan koloni G.boninense lapangan dengan sekaligus
pada cawan petri secara in-vitro. melakukan uji formulasi.
2. T. harzianum dapat
2. T. harzianum dengan kerapatan dipertimbangkan sebagai agen
spora 106 merupakan daya hayati dalam pengendalian G.
hambat terbaik yang mampu boninense pada tanaman kelapa
menghambat perkembangan sawit untuk memprioritaskan
patogen G. boninense yaitu cara-cara perlindungan tanaman
sebesar 78.02%. non-kimiawi agar tidak
mengganggu kesehatan, merusak
sumber daya alam dan membunuh
agen hayati.

DAFTAR PUSTAKA

Alviodinasyari, R., Martina, A., & Lestari, Hubbard & Rehder. United States
W. (2015) Pengendalian Department of
Ganoderma boninense oleh Agriculture.http://plants.usda.gov/
Trichoderma sp. SBJ8 pada java/profile?symbol=CAPU39&fo
kecambahan dan bibit kelapa sawit rmat=Print&phot oID ={diakses
(Elaeis guineensis Jack.) di tanah 21 Oktober 2010}
gambut. JOM FMIPA,2(1),99-107 Aeny TN. 2010. Pengaruh beberpa isolat
Arya A, Parello AE, 2010, Management of Trichoderma spp. pada
Fungal Plant Pathogen. Publised by pertumbuhan In vitro Ganoderma
CAB International. London. boninense, penyebab penyakit
Anonim.2008. Plant Profile For (A.DC.) busuk pangkal batang pada kelapa
Solms-Laub Colocasia esculenta sawit (Elaeis guineensis). Di
(L.) Schottvar. antiquorum (Schott) dalam: Pengelolaan keragaman
hayati tanah menunjang Sawit Berkelanjutan di Provinsi
keberlanjutan produksi pertanian Jambi.
tropika. Prosiding Seminar Elfina, Y.F., Ali, M., dan Saputra, R. 2016.
Nasional Keragaman Hayati Penggunaan Bahan Organik dan
Tanah-I; Bandar Lampung, 29-30 Kombinasinya Dalam
Juni 2010. Universitas Lampung. FormulasinBiofungisida Berbahan
hlm.300-316. Aktif Jamur Trichoderma
Anggri, 2001. Biological of Trichoderma pseudokoningi Rifai Untuk
sp.p. CRC. Pressinc. Boca Raton, Menghambat Jamur Ganoderma
Florida. boninense Pat Secara In Vitro. J.
Badan Pusat Statistika. (2021). Luas Natur Indonesia 16(2) : 79-90.
Kelapa Sawit Indonesia. Fauzi, Y. ,. (2008). kelapa Sawit. Penebar
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Swadaya, halaman 68-93.
Geifisika. (2022). Analisi Curah Fauzi, et al., 2007. Kelapa Sawit :
Hujan Provinsi Jambi Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan
Badan Pusat Statistik. (2020). Luasan Limbah, Analisis Usaha dan
Lahan Kelapa Sawit Provinsi Jambi Pemasaran. Jakarta (ID) : Penebar
yang Terserang Ganoderma swadaya.
boninense. Unit Pelaksana Teknis Harjono & Widyastuti SM. 2001.
Daerah, Balai PerlinDungan Pemurnian dan karakteristik enzim
Tanaman Perkebunan. endokitinase dari agen pengendali
Barnet, H.L and B. B Hunter. 2000 hayati Trichoderma reesei.
Illustrated Genera of Imperfect J.perlind. Tan. Indones.7(1): 114-
Fungi. New York: Burgress 120.
Publishing Company. Harmidi, S dan A. Susanto. 2000. Menuju
Cook, R., & K.F, B. (1989). The Nature on sukses pengendalian Ganoderma
Practice of Biologi Control of Plant dengan biofungisida Marfu.
Pathogen. Minesota : ABS Press, Prosiding Pertemuan Teknis
The American Phytopathological Kelapa Sawit III Tahun 2000.
Society,St.Paul,539 p. Medan. 3-4 Oktober 2000.
Direktorat Jendral Perkebunan. (2014). Harman GE, Bjorkman T, Ondik K,
Pelaksanaan Pengembangan Kelapa Shoresh M. 2008. Trichoderma
spp. for Biocontrol. Changing Nadiah,A.2013. Jamur Ganoderma sp.
paradigms on the mode of action Peran ganda yang
and uses of Trichoderma spp. for bertentangan.BBPPTP Surabaya.
Biocontrol. Research Information. Pahan, I. (2008). Panduan Lengkap kelapa
Cornell University, USA. DOI: Sawit : Manajemen Agribisnis dari
10.1564/19feb00. Hulu hingga Hilir. Penebar
Gandjar I, W Sjamsudrizal & A Oetari. Swadaya.
2006. Mikologi Dasar dan Prabowo, A.K.E., N. Prihatiningsih, & L.
Terapan. Jakarta. Yayasan Obor Soesanto.2006. Potensi
Indonesia. Trichoderma harzianum dalam
Julyanda, M. (2011). Keragaman dan mengendalikan sembilan isolat
Kelimpahan cendawan pada Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp.
Rizosfer Kelapa Sawit Sehat dan zingiberi Trujillo pada kencur.
Terserang G.boninense. Jurnal Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
penelitian Departemen Proteksi Indonesia 8(2):76-84.
Tanaman Fakultas Pertanian Pilotti Ca. 2005. Stem rots of oil palm
Institut Pertanian Bogor,Bogor. caused by Ganoderma boninense:
Kurniawan, et.al. (2017). Pengaruh Pathogen biology and
Pemberian Cendawan Endofit Asal epidemiology. Mycopathologi.
Tanaman Kelapa Sawit Terhadap 159:129-137.
Pertumbuhan Kelapa Pada Tanah Raka, IG, 2006, Ekplorasi dan Cara
Terinfeksi Ganoderma spp. Jurnal Aplikasi Agensia Hayati
Online Agroekoteknologi, (56): Trichoderma sp. Sebagai
462-468. Pengendali Organisme Penggangu
Kasprzyk I, Worek M. 2006. Airbone Tumbuhan (OPT). Dinas Pertanian
fungal Spores in urban and rural Tanaman Pangan UPTD Balai
environments in poland. Proteksi Tanaman Pangan Dan
Aerobiologi. 22:169-176 Holtikultura, Bali.
Lubis, A. U. (1992). Kelapa Sawit ( Elaeis Sanderson FR. 2005. An insight into spore
guinensis Jacq ) Di Indonesia. PPP dispersal of Ganoderma boninense
Marihat Bandar Kuala, Sumatra on oil palm. Mycopathologi. 159:
Utara. 139-141
Susanto, A. (2002). Kajian Pengendalian Cetakan Keempat, Yogyakarta:
Hayati Ganoderma boninense Pat, Gadjah Mada University Press.
Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Skidmore AM, Dickinson CH, 1976,
Batang Kelapa Sawit (Disertasi). Colony interactions and hyphal
Bogor : Fakultas Pasca Serjana, interference between Septoria
Institut Pertanian Bogor. nodorum and phylloplane fungi,
Susanto, A., Prasetyo, A., & Wening, S. Trans, Brit, Mycol, Soc,66:57-64
(2013). Laju infeksi Ganoderma Tim Pengembangan Materi LPP, 2013. Seri
pada empat kelas tekstur tanah. J Budidaya Tanaman Kelapa sawit.
Fitopatol Indones, 9(2) : 39-46. Lembaga Pendidikan Perkebunan.
Suwarto, & Octavianty, Y. (2010). Medan.
Budidaya Tanaman Perkebunan Vey A, Hoagland RE, Butt TM. 2001.
Unggulan. Jakarta: Penebar Fungi as Biocontrol Agents:
Swadaya. Progres problem and potential. In
Subagyo et al.,(2000).Tanah-tanah Butt, T. M., C. Jackson and N.
pertanian Di Indonesia. Hlm 21-66 Magan (Ed). Toxic metabolite of
dalam buku Sumber daya Lahan fungal biocontrol agents.
Indonesia dan Pengelolaannya. Publishing CAB International.
Pusat Penelitian Tanah dan London.
Agroklimat,Bogor. Watanabe, T. 2002. Pictorial Atlas of Soil
Suwahyono.U.2010. Biopestisida. Jakarta. and Seed Fungi Morphologies of
Penebar Swadana. Cultured Fungi and Key to Spesies.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Second Edition. New York : CRC
Prinsip dan Prosedur Statistika ( Press.
Pendekatan Biometrik ). Waghunde, R.R., Shelake, R. M., &
Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Sabalpara, A, N, (2016) Tricoderma
Pustaka. Utama, Jakarta. : A significant fungus for
Semangun, H. 1990. Penyakit Tanaman agriculture and environment.
Kebun di Indonesia. Gajah Mada African Journal Of Agriculture
University Press Jogyakarta. Reseaech, 11(22), 1952-1965.
Semangun, H. 2000 Penyakit-penyakit https://doi.org/10.5897/AJAR2015.
Tanaman Perkebunan di Indonesia. 10584.
Wijaya, S, 2002, Isolasi Kitinase dari Yanti,F., dan A. Susanto. (2004).Cara
Scleroderma columnare dan Praktis isolasi tubuh buah
Trichoderma harzianum Ilmu G.boninense pada medium potato
Dasar, vol. 3, no. 1, hal. 30-35 dextrose agar (PDA).Jurnal PPKS
12(2-3):1-11.

Anda mungkin juga menyukai