Makalah Hadist Ahkam s3
Makalah Hadist Ahkam s3
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ayat dan Hadist Ahkam
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji & syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT,
karenaNya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini membahas tentang
“Karya Ilmiah”. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr.Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor UIN SATU Tulungagung
2. Dr.H.Nur Effendi, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
3. Bapak Ahmad Gelora Mahardika S.I.P., M.H. Selaku Kepala Jurusan Hukum Tata
Negara UIN SATU Tulungagung
4. Bapak Bagus Ahmadi, S.Pd.I., M.Sy. Selaku Dosen Mata Kuliah Ayat Dan Hadits
Ahkam yang memberikan arahan dan bimbingannya dalam pembuatan makalah
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kurang atau kesalahan yang belum
kami ketahui. Oleh karena itu, kami mohon saran & kritik dari semua teman- teman
maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah.....................................................................................................2
II. PEMBAHASAN
III. PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi sebuah negara tidak lepas dari keberadaan unsur-unsur yang harus
ada di dalamnya. Tanpa unsur-unsur tersebut, sebuah wilayah tidak bisa serta merta
dikatakan sebagai sebuah negara berdaulat di mana hak-haknya perpelihara dan
terjamin secara hukum internasional. Konvensi Montevideo tentang Hak dan
Kewajiban Negara tahun 1933 (The 1933 Montevideo Convention on Rights and
Duties of States), Pasal 1 menyatakan bahwa “Negara sebagai subjek hukum
internasional harus memiliki kriteria sebagai berikut: (a) penduduk yang tetap, (b)
wilayah tertentu, (c) pemerintahan, dan (d) kemampuan untuk melakukan hubungan
dengan negara lain.”. Tiga kriteria pertama yaitu penduduk yang tetap, wilayah
tertentu, dan pemerintahan, sesuai dengan kenyataan masyarakat internasional dan
sejalan dengan doktrin “tiga unsur” negara (‘Drei-Elementen-Lehre’) yang
dikemukakan oleh penulis Jerman, George Jellinek (1851–1911) pada akhir abad
ke-19, bahwa eksistensi suatu negara bergantung pada penduduk yang hidup pada
suatu wilayah tertentu di bawah pengaturan suatu pemerintahan.
C. Tujuan
BAB II
1 Rapung, Andi Alauddin, dan Zainal Abidin, “Unsur-Unsur Negara Perspektif Al-Siyasah Al-
Syar’iyyah”, Al-Ahkam Jurnal Hukum Pidana Islam, Volume 4, No. 1, 2022, hal.32-33
PEMBAHASAN
Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur, 55)2
Di dalam sebuah hadits dengan sanad dari Abi Nadlrah radliyallahu ‘anhu,
Rasulullah ﷺbersabda:
اس أَ َل إِ ّن َربّ ُك ْمُ ّ ) يَا أَيُ َها الن: ال ِ ّام التّ ْش ِر
َ َيق فَق َ ّ َ ُّ ّ َ ِال
ِ صلى ال َعل ْي ِه َو َسل َم فِي َو َس ِط أي
ّ ول ِ ِع ُخ ْطبَ َة َر ُس
َ َح ّدثَنِي َم ْن َسم
ل ْح َم َر َعلَى أَ ْس َو َد َو َل أَ ْس َو َدَ ِ ِي َعلَى َع َربِ ٍي َو َل ٍ ض َل لِ َع َربِ ٍي َعلَى أَ ْع َجم
ٍ ِي َو َل لِ َع َجم ْ َ أَ َل َل ف، اح ٌد
ِ اح ٌد َوإِ ّن أَبَا ُك ْم َو
ِ َو
صلّى الُّ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم ُ بَلّ َغ َر ُس: أَبَلّ ْغ ُت ؟ ( قَالُوا، " َعلَى أَ ْح َم َر إِ ّل بِالتّ ْق َوى
ّ ول
َ ِال
3 Kitab Asbabun Nuzul, K.HQ Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk, “(Latar Belakang Historis
Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’an)”, https://www.syahida.com/2015/02/20/2054/asbabun-nuzul-sebab-
turunnya-ayat-ayat-al-quran-surat-an-nuur-ayat-48-55/#axzz7k8rPj2Qi
1. Unsur pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah “al-tamkin” atau
peneguhan kedudukan, yang berarti adanya kekuasaan (pemerintah) yang
hukumnya mengikat. Al-Thabari (w. 310 H) berkata tentang ayat ini,
maknanya adalah: “Kami teguhkan mereka di dalam negeri serta menjadikan
mereka menang atas kaum musyrikin”.
2. Rukun kedua disebutkan melalui ibarat “al-ardhi” atau permukaan bumi. Kata
al-ardhi dalam ayat ini diarahkan pada makna negeri atau al-daar.
3. Rukun ketiga, yakni rakyat maka ia tercakup dalam kata sambung (isim
maushul) dan kata ganti (dhomir) pada firman Allah “alladzina” yakni orang-
orang dan “makkan nahum”, “hum” merupakan kata ganti orang ketiga
jamak. yang artinya mereka, yakni para sahabat Rasulullah SAW dan setiap
orang yang mengikuti jalan mereka.6
4. Sedangkan rukun keempat, yakni kesanggupan mewujudkan hubungan
dengan negara (orang) lain, tercakup dalam penggalan akhir dari ayat,
“menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar”,
atau biasa diistilahkan sebagai amar ma’ruf nahi mungkar, yang merupakan
konsekuensi logis dari sebuah kehidupan sosial yang melibatkan banyak
6 Muh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, “Ilmu Negara”., Cet. IV, Jakarta: Penerbit Gaya Media
Pratama, 2000.
pihak. Hakikat dari amar ma’ruf nahi mungkar tersebut adalah upaya
mewujudkan mashlahat bagi umat serta mencegah mereka dari kerusakan.
Di samping itu, kajian tentang mashlahat dan mafsadat, khususnya
dalamlingkup sebuah sistem kenegaraan sifatnya sangat luas, termasuk di
dalamnya upaya-upaya menjalin hubungan dengan dunia luar, baik dalam
situasi damai maupun perang. Adapun praktek dari Rasulullah SAW, yang
bertindak sebagai “Kepala Negara Madinah” saat itu, sangat jelas dalam
banyak riwayat melalui korespondensi, utusan-utusan diplomatik dan lain
sebagainya. Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang memberi isyarat
akan unsur-unsur negara tersebut. Demikianlah yang telah diwujudkan oleh
Rasulullah SAW khususnya setelah peristiwa hijrah ke Madinah. 7Seluruh
semua unsur-unsur yang menentukan wujud sebuah negara terpenuhi
padanya. Wilayah kaum muslimin adalah kota Madinah, rakyatnya adalah
kaum muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar (serta kaum Yahudi),
pemimpinnya adalah Rasulullah SAW serta tegaknya hukum berupa ajaran-
ajaran Islam dimana kaum muslimin tunduk padanya. Di samping itu, adanya
kesanggupan dari Rasulullah SAW untuk menjalin hubungan dengan negeri,
kabilah, suku dan agama yang berada di sekitar negara Madinah, baik dalam
kondisi damai maupun perang. Muhammad Fathi Utsman menyatakan, unsur-
unsur negara Islam telah mencapai kesempurnaan berupa wilayah, rakyat dan
pemerintah melaluihijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Namun perlu
diketahui, bahwa negara yang terbentuk di Madinah tersebut merupakan
realisasi dari segala persiapan yang telah beliau lakukan di Mekkah sebelum
hijrah. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa ba’iat aqabah pertama; dimana Nabi
SAW mengambil sumpah dan janji setia kaum muslimin yang datang dari
kota Madinah untuk senantiasa mendengar dan ta’at serta membela beliau
sebagaimana mereka membela diri, keluarga dan anak-anakmereka.
Peristiwainilah yang merupakan cikal bakal bagian dari tujuan dakwah beliau
SAW yakni lahirnya sebuah negera Islam di Madinah setelah beliau hijrah.8
7 Ibid…
8 Ibid…
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam makalah ini terdapat contoh ayat dari Al-Qur’an tentang sebuuah negara
dirikan, yakni terdapat dalam, Ayat Q.S : An-Nur (55).
2. Menurut A. Hasjmy, ada tiga dalil yang dapat dijadikan landasan terkait
perlunya negara, yaitu dalil aqli, dalil syar’i, dan dalil tarikhi. Pertama, yang
menjadi dalil aqlinya karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak
mungkin hidup terasing sendirian; tidak memerlukan kepada manusia lain.
Kalau memang manusia memerlukan kepada manusia yang lain, maka dengan
sendirinya akan lahir masyarakat manusia. Kemudian setelah terbentuknya
masyarakat manusia, maka menjadi keharusan pula adanya seorang pemimpin
dalam kalangan mereka untuk menghindari dan meredam percekcokan yang
ditimbulkan oleh mereka yang saling bermusuhan. Pemimpin yang dimaksud
itu haruslah salah seorang di antara mereka yang berwibawa dan berpengaruh,
sehingga sanggup mencegah timbulnya permusuhan.
3. Hukum Islam dalam hal ini al-Siyasah al-Syari’ah terkait unsur-unsur bagi
tegaknya sebuah negara berdaulat. Keduanya menetapkan, bahwa unsur-unsur
negara itu adalah wilayah, rahyat, pemerintahan, serta kesanggupan menjalin
hubungan dengan pihak lain. Khusus dalam kajian al-Siyasah al-Syar’iyyah
diakui tidak ada pembahasan hal tersebut secara khusus, namun dari dalil dan
isyarat Alqur’an para ulama kemudian menetapkannya.
DAFTAR PUSTAKA