Anda di halaman 1dari 40

KAJIAN ATAS TEKNIK PENAFSIRAN

AMTSAL AL-QUR’AN DALAM TAFSIR AL-


MANAR KARYA MUHAMMAD ‘ABDUH
DAN MUHAMMAD RASYID RIDHA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Dsiusun Oleh :

NUNUNG LASMANA

NIM. 213410541

JURUSAN ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADIS


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2015 M / 1436 H
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Kajian Atas Teknik Penafsiran Amtsâl al-Qur’ân


dalam Tafsîr al-Manâr Karya Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd
Ridhâ” yang disusun oleh Nunung Lasmana dengan Nomor Induk
Mahasiswa 213410541 telah melalui proses bimbingan dan telah memenuhi
syarat ilmiah untuk diajukan di sidang munaqasyah.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Ahmad Fathoni, MA Dr. Phil. H. Asep Saepudin


Jahar, MA
Tanggal: Tanggal:

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan judul “Kajian Atas Teknik Penafsiran Amtsâl al-Qur’ân


dalam Tafsîr al-Manâr Karya Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd
Ridhâ” oleh Nunung Lasmana dengan NIM 213410541 telah diujikan di
sidang Munaqasyah Program Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ)
Jakarta pada 21 Agustus 2015. Tesis tersebut telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Megister Agama (MA) dalam bidang Ilmu
Agama Islam.

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA. (………………………)


Ketua Sidang

Prof. Dr. H. Chotibul Umam, MA. (………………………)


Penguji I

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA. (………………………)


Penguji II

Dr. KH. Ahmad Fathoni, M.Ag. (………………………..)


Pembimbing I

Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA. (………………………)


Pembimbing II

Dr. KH. Ahmad Fudhaili, MA. (………………………)


Sekertaris

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nunung Lasmana
NIM : 213410541
Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 19 November, 1990
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kajian Atas Teknik Penafsiran
Amtsâl al-Qur’ân dalam Tafsîr al-Manâr Karya Muhammad „Abduh dan
Muhammad Rasyîd Ridhâ” adalah benar-benar asli karya saya kecuali
kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam
karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 10 Agustus 2015

Nunung Lasmana

iv
MOTTO

INNALLÂHA MA’ANÂ

MAN JADDA WAJADA

v
Ku persembahkan Tesis ini untuk:

Ibu & Bapak


Cintamu yang tak pernah usai,
Kasih sayangmu yang tak pernah habis,
Do’amu yang tak pernah putus,
Usahamu yang tak pernah letih.
Aku hanturkan penghargaanku untuk namamu Muhali & Retno.

vi
Kata Pengantar

‫بِسِمِِللاِِ ِالرحِنِِ ِالرحِيِ ِم‬


ِ‫صلي‬
‫ حكن ح‬.ِِ‫لحـِِ حِكِفحضِِلحنِاحِبِالِعِلِمِِحِكالِ حِع حِمل‬
ِ ِ‫الحمِدِِللِِالِذِيِِِاحنػِ حِع حِمِنحاِبِنِعِ حِمةِِالِ ِيحافِِحِكالِس‬
ِ
.‫ي‬ ِ‫صحبهِأحْجحع ح‬ ٍ
‫ِسيدنحاُِمحمد حِك حعلحىِاحله حِك ح‬ ‫ىِخْيِاألحنحاـ ح‬ ‫حكن حسلمِ حعلح ح‬
Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan ke hadirat illahi Rabbi,
dengan petunjuk-Nya-lah saya bisa sampai ke tahap ini. Dia-lah yang
menggerakkan hati saya dan keinginan saya untuk menyelesaikan upaya
penelitian tesis dengan judul “Kajian Atas Teknik Penafsiran Amtsâl al-
Qur’ân dalam Tafsîr al-Manâr Karya Muhammad „Abduh dan Muhammad
Rasyîd Ridhâ”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada suri
tauladan kita Nabi besar Muhammad saw.
Selesainya tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa
bantuan materiil maupun non materiil, baik secara lansung maupun secara
tidak langsung. Oleh karena itu, perlu kiranya saya hanturkan ucapan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA. selaku Rektor Institut Ilmu
al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
2. Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA. selaku Direktur Program
Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
3. Dr. H. Ahmad Fudhaili, MA. selaku wakil Direktur Program
Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
4. Dr. H. Ahmad Fatoni, MA selaku pembimbing I dan Dr. Phil. H. Asep
Saepudin Jahar, MA selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan inspirasi hingga
sampai bisa ke tahap penyelesaian ini.
5. Seluruh dosen jurusan „ulum al-Qur‟an dan „ulum al-Hadits Institut
Ilmu al-Qur‟an Jakarta yang telah memberi banyak ilmu dan wawasan
selama masa studi beserta staf karyawan yang telah membantu
kelancaran proses studi.
6. Seluruh pimpinan perpustakaan Institut Ilmu al-Qur‟an dan
perpustakaan umum maupun perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah. Karena dengan penyediaan buku-buku di sanalah, penulis
termudahkan dalam proses penelitian ini.
7. Bapak dan Ibu di rumah yang selalu memberikan bantuan yang
sungguh tak terhingga baik secara materiil maupun non materiil.
8. Terkhusus untuk kakak ku Fu‟ad Hasan al-Falahiyyah, S.Pdi. yang
senantiasa membantuku terutama dalam memahami teks-teks Arab.

vii
9. Untuk seniorku Ahmad Suhendra, M. Hum. dan Mas Khoirul Hadi,
MHi. yang telah memotivasi, menyalurkan ilmunya dalam diskusi
akademik, dan membantuku selama tahap penyempurnaan tesis ini.
10. Kepada seluruh teman-teman seangkatan seperjuangan pascasarjana
IIQ dan terkhusus untuk teh Khodijah yang selalu jadi teman semangat
dan teman sharing dalam proses penyusunan tesis ini.

viii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad


yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan di IIQ (Institut Ilmu al-
Qur’an), transliterasi Arab-Latin mengacu pada pedoman berikut ini:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
‫ض‬ dh
‫أ‬ a
‫ط‬ th
‫ب‬ b
‫ظ‬ zh
‫ت‬ t
‫ع‬ ‘
‫ث‬ tsa
‫غ‬ gh
‫ج‬ j
‫ؼ‬ f
‫ح‬ h}
‫ؽ‬ q
‫خ‬ kh
‫ؾ‬ k
‫د‬ d
‫ؿ‬ l
‫ذ‬ dz
‫ـ‬ m
‫ر‬ r
‫ف‬ n
‫ز‬ z
‫ك‬ w
‫س‬ s
‫ق‬ h
‫ش‬ sy
‫ء‬ ’
‫ص‬ sh
‫ي‬ y

ix
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah :a ‫ا‬ :â ....‫ي‬ْ : ai
Kasrah :i ‫ي‬ :î ....‫ْو‬ : au
Dhammah : u ‫و‬ :û

3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
‫البقرة‬ : al-Baqarah

‫املدينة‬ : al-Madînah
b. Kata sandang yang diikuti as-Syamsiyyah
Kata sandang yang diikuti oleh as-syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh:
‫الرجل‬ : ar-rajul ‫السيدة‬ : as-Sayyidah

‫الشمس‬ : asy-syamsu ‫الدارمي‬ :ad-Dârimî


c. Syaddah (Tasydid)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan
lambang (ّ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.
Aturan ini berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah
kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang
diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Contoh:
ِ‫اَمنَّا بِالل‬
َ : Âmanna billâhi

‫إن الَّ ِذيْ َن‬


َّ : Inna al-Ladzîna

‫الس َف َهاء‬ّ ‫َام َن‬ : Âmana as-Sufahâ’a

x
‫الرّك ِع‬
ّ‫و‬ : Wa ar-Rukka’i
d. Ta Marbuthah (‫)ة‬
Ta Marbuthah (‫ )ة‬apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh
kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf
‚h‛. Contoh:
‫الَفْئِ َدة‬ : al-Af’idah

‫ الَ ِام َعة ا ِل ْسلَِميَّة‬: al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah


Sedangkan ta marbuthah (‫ )ة‬yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi huruf
‚t‛. Contoh:
ِ َ‫ع ِاملَة ن‬
‫اصبَة‬ : ‘Âmilatun Nâshibah
َ
‫اليَة الْك ْبى‬ : al-Ayatul Kubrâ
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf Arab tidak
mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan
maka berlaku ketentuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa
Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat,
nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada
EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri
yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital
adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: al-‘Âridh, al-
‘Asqalânî, al-Farmawi, dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata
Al-Qur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital.
Contoh: Al-Qur’an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah, dan seterusnya.

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING…….............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………… iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI.................................. iv
MOTTO ............................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR........................................................................ vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................ ix
DAFTAR ISI ..................................................................................... xii
ABSTRAKSI ..................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 9
C. Pembatasan Masalah .............................................................. 10
D. Rumusan Masalah .................................................................. 10
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 10
F. Metode Penelitian .................................................................. 11
G. Kajian Pustaka ....................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan ............................................................ 14
BAB II. KONSEP AMTSÂL DALAM KAJIAN TAFSIR AL-
QUR’AN
A. Definisi Amtsâl Al-Qur’ân ..................................................... 17
B. Maksud Dharb al-Matsal 22
C. Macam-macam Amtsâl Al-Qur'ân .......................................... 25
D. Karakter dan Unsur-unsur Amtsâl Al-Qur'ân ......................... 32
E. Pemetaan Ayat-ayat Amtsâl dalam Al-Qur‟an ....................... 37
1. Kategori Ayat-ayat al-Qur‟an Yang Termasuk al-Amtsâl
al-Musharahah.................................................................. 38
2. Kategori Ayat-ayat al-Qur‟an Yang Termasuk al-Amtsâl
al-Kâminah……………………………………………… 46
3. Kategori Ayat-ayat al-Qur‟an Yang Termasuk Amtsâl
Mursalah………………………………………………… 46
F. Nilai-nilai Dalam Ayat-ayat Perumpamaan………................ 51
G. Urgensi Amtsâl Al-Qur'ân………………………………...... 55
BAB III. PROFIL TAFSIR AL-MANẤR
A. Sejarah Penulisan Kitab Tafsîr al-Manâr dan Pengarangnya 61
xii
B. Metode Penafsiran Dalam Kitab Tafsîr al-Manâr ................. 77
C. Corak Penafsiran Dalam Kitab Tafsîr al-Manâr ...................
88
D. Perbedaan „Abduh dan Rasyîd Ridhâ Dalam Penafsiran Al-
Qur‟an……………………………………………………….
91
BAB IV. PENAFSIRAN AYAT-AYAT AMTSÂL
MUSHARRAHAH DALAM KITAB TAFSÎR AL-MANÂR
A. Ayat-ayat Amtsâl Musharrahah dalam Kitab Tafsîr al-
Manâr ..................................................................................... 95
B. Penafsiran Muhammad „AbduhTerhadap Ayat-ayat Amtsal
Musharrahah .......................................................................... 97
C. Penafsiran Muhammad Rasyid Ridha Terhadap Ayat-ayat
Amtsal Musharrahah .............................................................. 128
D. Teknik Penafsiran Ayat-ayat Amtsal Musharrahah Dalam
Tafsir al-Manar .......................................................... 138
E. Relevansi Penafsiran Ayat-ayat Amtsâl Musharrahah Dalam
al-Manâr Dengan Konteks Kekinian...……………………... 149
BAB V. Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................ 153
B. Saran ....................................................................................... 156
BIBLIOGRAFI………........................................................................ 157
CURRICULUM VITAE .................................................................... 164

xiii
Abstrak
Amtsâl merupakan salah satu dari bentuk keragaman redaksi dan uslûb
al-Qur’ân yang sangat menarik karena merupakan media transformasi pesan-
pesan illahi agar lebih cepat sampai ke jiwa. Dengan makna-makna Al-
Qur‟an menjadi lebih hidup dengan cara menganalogikan yang abstrak
dengan yang konkret. Urgensi amtsâl al-Qur’ân ini juga telah diungkapkan
oleh banyak ulama‟. Matsal Qur’âni diciptakan tanpa meniru, dan ia belum
pernah ada sebelumnya. Ayat-ayat perumpamaan tersebut memberikan
peluang yang cukup luas untuk ditafsirkan. Namun, dalam menafsirkan Al-
Qur‟an perlu melakukan kontekstualisasi dan aktualisasi agar Al-Qur‟an
terasa lebih hidup. Salah satu kitab tafsir dengan model “kontekstual” adalah
kitab Tafsîr al-Manâr. Apabila dibandingkan dengan karya tafsir lainnya,
karya Muhammad „Abduh dan M. Rasyîd Ridhâ ini memberikan apresiasi
tinggi terhadap kajian ayat-ayat yang tergolong amtsâl sehingga dalam
penelitian ini diarahkan untuk mengkaji teknik penafsiran ayat-ayat amtsâl
musharrahah dalam Tafsîr al-Manâr dan relevansinya dengan konteks
kekinian.
Jenis penelitian yang penulis gunakan termasuk jenis penelitian
kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-
analitis. Metode “deskripsi” digunakan untuk menguraikan penafsiran ayat-
ayat amtsâl musharrahah dalam kitab Tafsîr al-Manâr secara apa adanya.
Sedangkan, metode “analisis” digunakan untuk memberikan komentar
terhadap penafsiran ayat-ayat amtsâl musharrahah dalam kitab Tafsîr al-
Manâr. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis,
pendekatan balaghah, dan pendekatan komparatif.
Berdasarkan hasil penelitian, ada sembilan teknik yang digunakan
dalam al-Manâr dalam menafsirkan ayat-ayat amtsâl musharrahah, yaitu: (1)
penggunaan ra’yu atau akal, (2) kental dengan aspek-aspek sosial-kultural,
(3) penekanan aspek bahasa, (4) aspek munâsabah,(5) menjelaskan aspek
asbabun nuzul, (6) mengutip pendapat para ulama, (7) mengutip riwayat dari
sahabat, (8) menjelaskan aspek qirâ’ât, (9) menjelaskan konsep amtsâl.
Nilai-nilai yang terkandung dalam kitab Tafsîr al-Manâr dalam
menguraikan penjelasan mengenai ayat-ayat amtsâl musharrahah lebih
berorientasi pada dua hal, manusia dan ideologi. Pertama, nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap ayat diarahkan untuk membangun manusia dalam
aspek spiritual dan karakter (akhlaq). Kedua, terkait ideologi. Kedua karakter
yang terkandung dalam al-Manâr ini sangat berkaitan dengan konteks
kekinian.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur‟an diyakini oleh semua umat Islam sebagai mu‟jizat Nabi
Muhammad saw yang terbesar. Dengan mu‟jizat ini nabi Muhammad dapat
membuktikan dirinya sebagai seorang rasul bagi umat manusia. Mu‟jizatnya
itu tidak dalam bentuk fisik yang dapat dipertontonkan kehebatannya di
depan mata orang banyak, tetapi dalam bentuk spiritual. Kemu‟jizatan Al-
Qur‟an tidak hanya terdapat pada aspek kandungan isinya, tetapi juga pada
aspek bahasanya yang sangat indah yang tidak mungkin siapapun dapat
menandinginya. Bahkan, imam al-Khattabi berkata bahwa kebanyakan para
ulama memilih sisi kemukjizatan Al-Qur‟an adalah dari aspek balaghahnya,
akan tetapi mereka sulit merincinya.1
Ayat demi ayat dalam Al-Qur‟an memiliki karakter yang beragam.
Keindahan sastra dalam setiap ayat menimbulkan keragaman penafsiran dari
ayat yang sama. Banyak tokoh Muslim yang mengakui keindahan sastra al-
Qur‟an. Tidak hanya keindahannya tetapi kedalaman makna yang terkandung
di dalamnya juga menjadi banyak lirikan para ulama dan sarjana muslim. Al-
Qur‟an mempunyai gaya bahasa yang khas yang tidak dapat ditiru oleh siapa
pun. Jalinan huruf-hurufnya serasi, ungkapannya sangat indah, uslûb-nya
manis, ayat-ayatnya teratur dan sangat memperhatikan situasi dan kondisi
dalam berbagai macam gayanya.2 Menurut al-Jurjâni uslûb mengandung
makna cara menyampaikan pemikiran melalui bahasa, kemudian teknik
pemilihan dan pemakaian kata-kata yang tergambar dalam pola-pola kalimat.
3
Menurut Muhammad „Abdullâh Darrâz4, jika diperhatikan secara seksama,
dalam Al-Qur‟an banyak terdapat rahasia kemukjizatannya dari segi bahasa.
Hal itu terlihat dari keteraturan bunyinya yang indah melalui nada huruf-
hurufnya, sewaktu berharakat maupun sukun, mâd maupun ghunnah, fâshilah

1
Abî Bakr Muhammad Ibn Thayyib al-Bâqilânî, I‟jâz al-Qur‟ân (Beirut: Dâr al-Jail,
1991 M), h. 22.
2
Manna‟ al-Qaththân, Mabâhits Fî „Ulûm al-Qur‟ân (Riyâdh: Manshûrât al-„Asr al-
Hadîts, T.th.), h. 266.
3
Baca: „Abdul Qâdir al-Jurjâni, Asrâr al-Balâghah (Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1998), h. 338-339. Dalam kajian linguistik, ilmu al-uslub disebut sebagai ilmu
stilistika. Baca: Muhammad Taunji, al-Mu‟jam al-Mufahras Fi al-Adab (Beirut: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 1993), h. 93-94. Hubungannya dengan stilistika (ilmu uslub), Hafni
Bustami telah menulis sebuah artikel yang berjudul “Ayat-ayat Tamtsil al-Qur‟an; Analisis
Stilistika” dalam jurnal al-Ta‟lim, Jilid I, Nomor 4 Februari 2013, h. 285-298.
4
Syeikh „Abdullâh Darrâz adalah ulama besar lulusan Ushuluddin al-Azhar. Lihat:
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an; Fungsi dan Peran Waktu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), Cet. XXXI, h. 138

1
2

maupun maqtha‟, sehingga sangat merdu didengar. Pemilihan kata dan


penempatannya yang sangat tepat, tidak kekurangan dan tidak kelebihan.
Khitab yang digunakan juga mampu mencakup berbagai golongan manusia
yang berbeda tingkat intelektualitasnya, mereka dapat memahami kitab itu
sesuai dengan tingkat akalnya, sehingga masing-masingnya merasa cocok
dengan tingkat akal dan sesuai dengan keperluannya, baik mereka orang
awam maupun orang khawas. Bahasa Al-Qur‟an dapat memenuhi kebutuhan
jiwa manusia, pemikiran maupun perasaan secara seimbang.5
Dalam mengekspresikan dirinya dalam bentuk petunjuk dan aturan
illahi, Al-Qur‟an menggunakan redaksi yang beragam, yakni ada yang jelas
dan rinci, tapi ada juga yang samar dan bersifat global. Oleh karenanya, yang
dianggap sudah jelas sekalipun masih memerlukan penafsiran, apalagi yang
masih samar.6 Oleh sebab itu, sebagaimana pendapat „Abdullâh Darrâz dalam
an-Naba‟ al-„Azhîm, menyatakan bahwa:
“Apabila Kamu membaca Al-Qur‟an, maknanya akan jelas di
hadapan Kamu. Tetapi, bila kamu membacanya sekali lagi, kamu
akan temukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna
sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai kamu dapat menemukan
kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam, semuanya
benar atau mungkin benar. (Ayat-ayat Al-Qur‟an) bagaikan intan;
setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang
terpancar dari sudut lain. Dan tidak mustahil, jika kamu
mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat
lebih banyak ketimbang apa yang kamu lihat.”7

Pendapat di atas juga diperkokoh oleh Muhammad Arkoun8 dengan


pernyataannya sebagai berikut:

5
Muhammad „Abdullâh Darrâz, “al-Naba‟ al-„Azhîm” sebagaimana dikutip oleh
Manna‟ al-Qaththân, Mabâhits Fî „Ulûm al-Qur‟ân (Riyâdh: Manshûrât al-„Asr al-Hadîts,
T.th.), h. 266.
6
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1999), Cet XIX, h.
16.
7
M. „Abdullâh Darrâz, al-Naba‟ al-„Azhîm (Quwait: Dârul Qalam, 1974), Cet. III, h.
117.
8
Mohammad Arkoun lahir pada 1 Februari 1928 di Tourirt Mimoun, Kabilia, al-
Jazair. Baca: Aulia A. Muhammad, Bayang Baur Sejarah; Sketsa Hidup Penulis-penulis
Besar (Surakarta: Tiga Serangkai, 2003), h 149. Hubungannya dengan kajian al-Qur‟an,
Arkoun juga telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap kajian Qur‟aniyah. Ia
hendak melampaui kajian yang dilakukan oleh para ulama klasik-tradisional yang
menurutnya cenderung dogmatis, a historis, dan ideologis, dan sekaligus melampaui kajian
kaum orientalis yang cenderung dingin, kaku, dan tidak empatis. Lihat: Baidhawi,
Antropologi al-Qur‟an (Yogyakarta: LKiS, 2009), Cet. 1, h. vi.
3

“Al-Qur‟an memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas. Kesan


yang diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada
tingkat wujud mutlak. Dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka
(untuk interpretasi baru), tidak pernah pasti dan tertutup dalam
interpretasi tunggal.”

Redaksi-redaksi Al-Qur‟an yang sangat indah mempesona sangat


sarat dengan berbagai makna. Selain itu, ia pun selaras dengan tingkat
kecerdasan dan pengetahuan para pembacanya. Karenanya, penafsiran
atasnya tidak pernah kering. Dari saat ke saat terdengar atau terbaca sesuatu
yang baru, sesuai dengan perkembangan zaman dan pengetahuan. Nabi
Muhammad saw. menggambarkan kitab suci Al-Qur‟an sebagai “Kitab yang
mengandung berita masa lampau, keadaan masa datang; tidak lekang oleh
panas, dan tidak pula lapuk oleh hujan”.9
Memahami kandungan Al-Qur‟an secara keseluruhan bukanlah
perkara yang sangat mudah, walaupun telah banyak beredar tafsir-tafsir Al-
Qur‟an. Karenanya diperlukan waktu yang relatif cukup lama, konsentrasi,
kesungguhan serta penuh dengan kesabaran dan kehati-hatian. Dengan
relatifnya kesulitan dalam memahami kandungan Al-Qur‟an secara
keseluruhan, maka diperlukan upaya untuk membuka makna di balik teks
suci Al-Qur‟an dengan menghadirkan ayat-ayat tertentu.10
Karena Al-Qur‟an memiliki susunan redaksi yang cukup beragam,
maka implikasinya tentu pada kedalaman makna yang dikandungnya. 11 Dan
amtsâl merupakan salah satu dari bentuk keragaman redaksi Al-Qur‟an.
Amtsâl juga merupakan uslûb al-Qur‟ân.12 Amtsâl adalah salah satu media
transformasi pesan-pesan illahi kepada manusia di samping qashash Al-
Qur‟an yang membahas tentang pemberitaan Qur‟an tentang hal ihwal umat
yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi, masa kini, dan masa yang akan datang13, qasam Al-Qur‟an
yang membahas tentang “ikatan (hati) agar tidak melakukan atau melakukan
sesuatu, dengan „suatu makna‟ yang dipandang besar, agung baik secara

9
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1999), Cet XIX, h.
16-17.
10
Ilham Thahir, Penafsiran Ayat-ayat Perumpamaan Dalam Tafsir al-Misbah
(Jakarta: Sedaun, 2011), Cet. I, h. 2.
11
Fuad Kauma, Tamtsîl Al-Qur‟an Memahami Pesan-pesan Moral Dalam Ayat-ayat
Tamtsîl (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), Cet. II, h. 10.
12
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. I, h. 59.
13
Baca: Manna‟ Khalîl al-Qaththân, Mabahits Fi „Ulum al-Qur‟an, (Surabaya: al-
Hidayah, 1973), Cet. II, h. 306. Abdul Djalal H.A., Ulumul Qur‟an (Surabaya: Dunia Ilmu,
2008), h. 294.
4

hakiki maupun secara i‟tiqadi oleh orang yang bersumpah itu.”14, dan jadal
yang membahas tentang bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba
untuk mengalahkan lawan.15 Amtsâl seringkali dijelaskan sebagai uslûb Al-
Qur‟ân yang dapat mengungkapkan makna-makna Al-Qur‟an menjadi lebih
hidup dengan cara menganalogikan yang abstrak dengan yang konkret16,
seperti perumpamaan surga dengan cara menganalogikannya sebagai sesuatu
yang abstrak dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi yang konkret bagi
manusia sehingga manusia dapat memahami bahwa surga adalah tempat yang
menyenangkan bagi orang-orang yang mendapatkannya.17
Urgensi amtsâl al-Qur‟ân ini juga diungkapkan oleh beberapa ulama,
seperti al-Mawardî18 yang berkata, “Di antara ilmu Al-Qur‟an yang terbesar
adalah ilmu amtsâl-nya. Sayangnya, banyak manusia yang lalai dengan Al-
Qur‟an karena sibuk dengan al-amtsâl dan lupa dengan al-matsûlât (objek
perumpamaan). Padahal, perumpamaan tanpa pelaku bagaikan kuda tanpa
kendali, atau seperti unta tanpa tali kekang.” Lebih dari itu, ulama lainnya
mengungkapkan bahwa Imam as-Syâfi‟i19 menganggap amtsâl sebagai salah
satu ilmu Al-Qur‟an yang wajib diketahui oleh seorang mujtahid. Dia
mengatakan bahwa seorang mujtahid harus memahami amtsâl dalam Al-
Qur‟an. Sebab, hal itu akan semakin mempertegas keharusan untuk mentaati-
Nya dan menjauhi maksiat kepada-Nya.20
Pada hakikatnya, amtsâl atau perumpamaan tidak hanya terdapat
dalam tradisi bangsa Arab, tetapi ada dalam tradisi manapun. Terkadang
pula, perumpamaan digunakan dalam bahasa sehari-hari guna memberikan
pengertian yang mudah dipahami oleh lawan bicara.21 Namun, yang

14
Manna‟ Khalîl al-Qaththân, Mabahits Fi „Ulum al-Qur‟an, h. 291.
15
Manna‟ Khalîl al-Qaththân, Mabahits Fi „Ulum al-Qur‟an, h. 298.
16
Manna‟ Khalîl al-Qaththân, Mabahits Fi „Ulum al-Qur‟an, h. 283.
17
Baca: Q.S. Muhammad [74]: 15.
18
Nama lengkap al-Mawardi adalah „Alî Muhammad Ibn Habîb al-Mâwardî al-
Bashrî, as-Syâfi‟î. Para ahli sejarah dan tabaqat memberi gelar kepada beliau dengan sebutan
al-Mâwardî, Qâdhî al-Qudhât, al-Bashrî dan as-Syâfi‟î. Al-Mâwardî dikenal sebagai salah
seorang ahli Fiqh terkemuka dari madzhab Syâfi‟î. Lihat: al-Mâwardî, Âdâb ad-Dunyâ wa
ad-Dîn (Libânon: Dâr al-Fikr, 1994), h. 4 dan 21. Dalam bidang tafsir al-Qur‟an, ia memiliki
beberapa karya, yaitu Tafsir al-Qur‟anil Karim, an-Nukat wa „Uyûnuhu, dan al-Amtsâl wal
Hikam.
19
Kemampuan Imam Syafi‟i dalam bidang bahasa, sastra, dan sya‟ir benar-benar
diakui oleh para pakar bahasa dan sastrawan ulung sebagaimana kehebatan Syafi‟i di bidang
fiqih, hadis, dan ushul fiqh. Ahmad Nahrawi „Abdus Salâm al-Indûnîsî, al-Imâm as-Syâfi‟î
Fî Madzhabihi al-Qadîm wa al-Jadîd (Mesir: T.Tp., 1988 M), h. 19.
20
Jalâl ad-Dîn as-Suyûthî, al-Itqân Fî „Ulûm al-Qur‟ân (Beirut: Dâr al-Kutub
al‟Ilmiyyah, 1421 H/2000 M), Jilid II, Cet. I, h. 254.
21
Ilham Thahir, Penafsiran Ayat-ayat Perumpamaan Dalam Tafsir al-Misbah
(Jakarta: Sedaun, 2011), Cet. I, h. 4.
5

membedakannya dengan amtsâl Al-Qur‟ân adalah bentuk dan isinya tidak


menukil dari peristiwa atau kejadian fiktif yang diulang-ulang. Matsal
Qur‟âni diciptakan tanpa meniru, dan ia belum pernah ada sebelumnya. Ia
(perumpamaan Al-Qur‟an) bersifat artistik, unik, dan kontemporer sehingga
ia memiliki bentuk tersendiri dalam pengungkapan, penyusunan, dan
pengisyaratan.22
Pesan-pesan moral dan keagamaan yang dikandung oleh amtsâl Al-
Qur‟ân dapat dikatakan telah mencakup berbagai aspek kehidupan yang
meliputi akidah, syari‟ah, akhlak dan mu‟amalah, serta masalah-masalah
kehidupan dunia dan akhirat, hubungan manusia dengan sesama
lingkungannya dan hubungan manusia dengan penciptanya.23
Maka, wajar manakala amtsâl Qur‟ânî banyak mengundang
perhatian para intelektual muslim sehingga di antara mereka ada yang
membahasnya secara khusus dalam satu kitab.24 Hal ini dikarenakan kajian
ini memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti dan dicermati. Konsep amtsâl
ini memiliki cara yang unik dalam menyampaikan pesan-pesan illahi, yaitu
dengan menggunakan metode „analogi‟. Metode analogi adalah proses
penyimpulan secara induktif dengan memperbandingkan dua realitas,
peristiwa, benda sehingga mampu menyimpulkan sesuatu yang baru dengan
melihat persamaan dan perbedaannya. Kita dapat membandingkan sesuatu
dengan lainnya berdasarkan sifat-sifat yang sama. Dengan terjadilah proses
bernalar untuk menyimpulkan sesuatu yang khusus dengan sesuatu yang
khusus lainnya karena memiliki persamaan yang substansial. 25
Hubungannya dengan kemukjizatan bahasa menjadikan kajian ini
sangat menarik. Begitu juga dampaknya yang mempermudah proses
transformasi pesan-pesan illahi untuk lebih cepat sampai ke jiwa manusia
menambah daya tarik tersendiri bagi kajian amtsâl al-Qur‟ân ini.
Ayat-ayat perumpamaan tersebut memberikan peluang yang cukup
luas untuk ditafsirkan. Namun, dalam memahami kandungan ayat-ayat Al-

22
Ja‟far Subhânî, Wisata Al-Qur‟an: Tafsir Ayat-ayat Metafora, penterj. Muhammad
Ilyas (T.P: al-Huda, 2007), Cet. I, h. 19.
23
Muhammad Jâbir al-Fayâd, “al-Amtsâl Fî al-Qur‟ân” (USA: al-Ma‟had al-„Âlami
Li al-Fikr al-Islâmî,1993), h. 438 dalam Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah M. Quraish
Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 4.
24
Muhammad Jâbir al-Fayâdh menulis al-Amtsâl Fî al-Qur‟ân (1993),‟Abdurrahmân
Jambakah al-Maidânî menulis Amtsâl al-Qur‟ân (1992), Sâmih „Âthif az-Zain menulis
Mu‟jam al-Amtsâl Fî al-Qur‟ân al-Karîm (2000). Baca: Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah
M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal Al-Qur‟an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 1.
Selain itu juga ada Mawsû‟ah al-Amtsâl al-Qur‟âniyah (1993) karya Muhammad „Abdul
Wahhâb „Abd al-Lathîf, Amtsâl Fî al-Qur‟ân karya Ibn Qayyim al-Jauziyyah, dan Amtsâl Fî
al-Qur‟ânil Karîm karya Syamsuddîn Muhammad Ibn Abî Bakr,
25
Baca: JS. Kamdhi, Terampil Berargumentasi; Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia (Jakarta: Grasindo), h. 23.
6

Qur‟an tidak cukup dengan secara normatif saja, tetapi juga harus dilakukan
dengan mengaktualisasikan dan mengkontekstualisasikan sehingga Al-
Qur‟an terasa lebih hidup. Begitu pula dengan ayat-ayat perumpamaan yang
makna dan kandungannya masih sangat jauh didapatkan (apabila dimaknai
secara tekstual).26
Salah satu kitab tafsir dengan model “kontekstual” adalah kitab Tafsîr
al-Manâr karya Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ. Telah
banyak dilakukan penelitian terhadap kitab tafsir ini dari berbagai aspek.
Salah satunya adalah sebagaimana yang ditulis oleh M. Quraish Shihab
dengan judul “Rasionalitas Al-Qur‟an; Studi Kritis Atas Tafsîr al-Manâr”.
Dalam bukunya tersebut, Quraish Shihab menyebutkan bahwa kitab tafsir al-
Manâr adalah kitab tafsir yang berorientasi sosial, budaya, dan
kemasyarakatan.27 Dengan demikian sangat tidak menutup kemungkinan
kalau penafsiran terhadap ayat-ayat amtsâl pun sangat serat dengan aspek-
aspek tersebut.
Kitab tafsir al-Manâr adalah sebuah kitab tafsir yang menggabungkan
antara metode penafsiran klasik dan kontemporer. Hal ini dapat dibuktikan
dengan pandangan „Abduh mengenai tafsir. Dalam pandangan Muhammad
„Abduh, tafsir itu bertingkat-tingkat. Paling rendahnya, harus menjelaskan
secara global apa yang dirasakan hati tentang keagungan Allah dan kesucian-
Nya, memalingkan nafsur dari kejahatan, dan mendorongnya pada kebajikan.
Ini adalah mudah bagi setiap orang, Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami
telah mudahkan Al-Qur‟an untuk dihafal, adakah kamu termasuk di antara
orang yang memelihara.” (Q.S. Al-Qamar [54: 17])
Adapun tingkat yang tinggi tidak sempurna kecuali dengan beberapa
perkara, yaitu:
1. Memahami kebenaran lafal mufrad yang diletakkan Al-Qur‟an,
yang mana ahli tafsir harus pandai mempergunakan ahli bahasa.
Tidak cukup dengan ucapan si fulan dan pemahaman si fulan.
2. Susunan, maka sepatutnya mufassir memiliki pengetahuan yang
dapat memahami uslub yang tinggi ini. Hal itu bisa berhasil
dengan mengkaji ungkapan yang tinggi dan biasa saja, serta
pandai dalam memahami kalimat yang tersembunyi dan
keindahannya. Selain itu juga berbijak pada apa yang dikehendaki
orang yang bicara.
3. Mengetahui hal-ihwal manusia. Karena banyak dalam Al-Qur‟an
disebutkan cerita, tingkah laku makhluk dan kisah-kisah umat dan

26
Ilham Thahir, Penafsiran Ayat-ayat Perumpamaan Dalam Tafsir al-Misbah
(Jakarta: Sedaun, 2011), Cet. I, h. 2.
27
Muhammad Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Qur‟an; Studi Kritis Atas Tafsir al-
Manâr (Jakarta: Lentera Hati, 2006) h. 5.
7

sunnah Tuhan dalam kehidupan manusia. Ia jadi ilmu tentang


perkembangan manusia dan perputarannya, serta timbulnya
perbedaan dari tingkah laku manusia yang merupakan
keniscayaan.
4. Mengetahui sisi petunjuk bagi manusia semuanya dalam Al-
Qur‟an, dengan mengetahui apa yang dialami manusia pada masa
kenabian dari bangsa Arab dan yang lainnya dan apa yang
menimpa mereka dari bencana.
5. Mengetahui perikehidupan Nabi saw. serta para sahabatnya, dan
apa yang ada padanya, baik itu dari ilmu, perbuatan dan
pengaturan mereka dalam urusan dunia dan akhiratnya.

Tujuan pertama dari apa yang diserukan Muhammad „Abduh dalam


membaca tafsir, adalah berkumpulnya syarat-syarat itu agar ia dipakai untuk
tujuannya, yaitu mengupayakan memahami maksud dan tujuan dari firman,
hikmah tasyri‟, baik dalam akidah dan hukum, ke jalan yang mendorong
rohani, kemudian menggiringnya kepada perbuatan dan hidayah yang
dijanjikan dalam firman. Dengan demikian, maksud sebenarnya di balik
semua persyaratan dan bidang-bidang itu ialah mengambil hidayah dari Al-
Qur‟an.28
Di samping itu, „Abduh dan Rasyid Ridha dalam menafsirkan Al-
Qur‟an lebih dahulu melihat redaksi suatu surat sebagai satu keseluruhan. Di
samping itu, mereka sangat selektif atau hati-hati menerima hadits ataupun
pendapat sahabat yang belum diyakini pasti kebenarannya, apalagi cerita-
cerita Isra‟iliyyat yang diketahui berasal dari unsur-unsur di luar Islam.
Mereka lebih mengutamakan pendekatan rasional daripada pendekatan
tekstual rujukan hadits maupun pendapat sahabat, jika pendekatan rasional
tersebut lebih mendekati kepada kebenaran. Adapun masalah yang tidak
dijelaskan oleh Al-Qur‟an, mereka lebih baik diam dan tidak memperpanjang
pembicaraan. Itulah sikap hati-hati dan kritis yang dimiliki oleh Muhammad
„Abduh dan Rasyid Ridha. Kemampuan mereka semacam itu karena
didukung oleh lingkungan akademisnya yang rasional dan terasa semenjak
dini, lebih-lebih selama mereka kontak dengan budaya Barat.29 Aspek-aspek
inilah yang menjadikan kitab tafsir al-Manâr merupakan salah satu kitab
tafsir kontemporer yang menarik dan sangat layak untuk dijadikan bahan
penelitian.

28
Mani‟ „Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode
Para Ahli Tafsir (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 256-257.
29
„Abdul Majid „Abdussalam al-Muhtasib, Visi dan Paradigma Tafsir Al-Qur‟an
Kontemporer, Much. Maghfur Wachid (penterj.), (Bangil: al-Izzah, 1998), h. 196.
8

Adapun kaitannya dengan konsep amtsal, salah satu pengarang al-


Manâr, Rasyîd Ridhâ menyatakan bahwa dalam tafsirnya al-Manâr
digunakan uslûb matsal karena mampu memberikan bekas dan mengaktifkan
kemauan berbuat, seolah-olah membisikkan dengan sangat mantap ke telinga
si penerima sehingga lebih menembus ke hati, bahkan sampai menyentuh
bagian jiwa yang paling dalam.30 Terlebih lagi dalam menyuguhkan
penafsiran ayat-ayat yang mengandung amtsâl dalam Al-Qur‟an, Muhammad
„Abduh maupun Rasyîd Ridhâ memberikan penjelasan tentang konsep amtsâl
terlebih dahulu secara umum. Hal ini dapat dilihat dari beberapa penafsiran
Ridhâ dalam kitab al-Manar, yaitu di antaranya penafsiran Q.S. al-Baqarah
[2]: 17-1831, penafsiran Q.S. al-Baqarah [2]: 2632, penafsiran Q.S. Ali „Imrân
[3]: 11733. Hal ini berbeda apabila kita menengok kitab tafsir lain seumpama
Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azhîm karya Ibn Katsîr (w. 774H)34, Jamî‟ul Bayân Fî
Ta‟wîl al-Qur‟ân karya at-Thabarî (w. 310 H)35, dan Tafsîr al-Marâghî karya
al-Marâghî (w. 1371 H).36 Dalam kitab-kitab ini tidak dijelaskan mengenai
konsep amtsâl terlebih dahulu sebelum menjelaskan ayat-ayat yang
mengandung amtsâl. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa
Muhammad „Abduh maupun M. Rasyîd Ridhâ memberikan apresiasi yang
tinggi terhadap terhadap kajian ayat-ayat yang tergolong amtsâl .
Pada realitanya, tidak hanya mufassir Rasyîd Ridhâ yang memberikan
apresiasi terhadap uslub amtsâl. Tetapi juga, beberapa mufassir lainnya
seperti Zamakhsyarî dan yang lebih kontemporer lagi adalah Quraish Shihab.
Namun, terkait relasi Zamakhsyarî maupun Quraish Shihab dengan teori
amtsâl telah dijadikan penelitian oleh senior kami, yaitu yang pertama oleh
Hafni Bustami dalam karyanya yang berjudul “Penafsiran Ayat-ayat Tamtsîl
Dalam Tafsîr al-Kasysyâf”. Dan yang kedua oleh Mahfudz Masduki dalam
karyanya yang berjudul “Tafsîr al-Misbâh M.Quraish Shihab; Kajian Atas
Amtsâl al-Qur‟ân” dan Ilham Thahir dengan judul “Penafsiran Ayat-ayat

30
Muhammad „Abduh dan Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr (Beirut: Dâr al-Fikr, T.t.),
h. 236.
31
Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr , (Kairo:
Dârul Manâr, 1947), Cet. ke II, Jilid I, h. 167.
32
Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr , Jilid I, h.
236.
33
Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr , Jilid IV, h.
75.
34
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur‟ân al-„Azhîm, Jilid I (T.tp: Dâr at-Thayyibah, 1999), h.
186.
35
Abû Ja‟far At-Thabarî, Jamî‟ul Bayân Fî Ta‟wîl al-Qur‟ân, Jilid I (T.tp: Mu‟assasah
ar-Risâlah,2000), h. 318
36
Mushthafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Jilid I (Mesir: Mushthafâ al-Bâbi al-
Halbî, 1946), h. 57.
9

Perumpamaan Dalam Tafsîr al-Misbâh”. Hal ini juga menjadi pertimbangan


penulis untuk memilih kitab Tafsîr al-Manâr.
Inilah latar belakang akademis yang memotivasi penulis untuk
mengadakan penelusuran lebih lanjut terhadap penafsiran ayat-ayat
perumpamaan (amtsâl) dalam kitab Tafsîr al-Manâr, teknik yang digunakan
oleh pengarang kitab dalam mengungkap makna-makna yang terkandung
dalam ayat-ayat perumpumaan (amtsâl), dan juga nilai-nilai yang
dimunculkan dalam kitab Tafsîr al-Manâr dalam menyuguhkan penafsiran
ayat-ayat perumpamaan.

B. Identifikasi Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, penelitian penulis
mencakup dua variabel, yaitu: kajian tentang kitab al-Manâr dan kajian
amtsâl al-Qur‟ân. Dalam melakukan penelitian terhadap sebuah kitab tafsir,
ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, di antaranya yaitu: pertama,
aspek kepengarangan. Pada aspek ini, peneliti harus mengungkapkan segala
hal yang terkait dengan kepengarangan baik itu dari sejarah penulisan, sistem
penulisan, maupun biografi dan pemikiran pengarangnya. Kedua, aspek
kandungan kitab tafsir. Aspek ini dapat dikatakan sebagai aspek yang paling
luas cakupannya dalam penelitian pustaka karena ayat-ayat Al-Qur‟an yang
dimuat dalam sebuah kitab tafsir sangat banyak ragam temanya dan
bervariasi pula redaksi penyampaiaannya. Ketiga, aspek metodologi. Aspek
ketiga ini mewajibkan peneliti untuk mengungkapkan metode penafsiran
yang digunakan dalam sebuah kitab tafsir. Namun, seorang peneliti baru
dapat mengetahui metode penafsiran yang digunakan dalam kitab tersebut
setelah mengetahui poin kedua yaitu aspek kandungan kitab tafsir. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa penelitian tentang kitab al-Manâr dapat
disoroti dari berbagai aspek sesuai dengan ketertarikan peneliti.
Adapun variabel kedua, yakni kajian amtsâl al-Qur‟ân memiliki
beberapa bagian, yaitu: amtsâl musharrahah, amtsâl kâminah, dan amtsâl
mursalah. Untuk memperjelas identifikasi masalah, maka di sini penulis
jelaskan secara singkat mengenai bagian-bagian amtsal al-Qur‟an, yaitu:
pertama, Amtsâl Musharrahah, yaitu sebuah perumpamaan sesuatu dengan
sesuatu yang lain dengan menggunakan lafal matsal atau sesuatu yang
menunjukkan kepada tasybîh. Kedua, Amtsâl Kâminah, yaitu suatu matsal
yang menyimpan makna peribahasa yang biasa terdapat di kalangan
masyarakat Arab dan diungkapkan dengan bahasa yang indah. Ia tidak
menggunakan lafal tasybîh atau matsal, tetapi ia menunjukkan makna-makna
yang indah, menarik, dan mempunyai pengaruh tersendiri. Ayat-ayat yang
mengandung matsal kâminah ini mempunyai makna yang mirip dengan
peribahasa yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga ia
mudah diterima dan dapat menyentuh jiwa. Ketiga, Amtsâl Mursalah, yaitu
10

ungkapan-ungkapan bebas yang tidak menggunakan lafal tasybîh dan tidak


pula dimaksud sebagai matsal (peribahasa), tetapi digunakan sebagai
peribahasa oleh seseorang atau masyarakat. 37
Jadi penelitian tentang amtsâl tidak terlepas dari tiga bagian ini.
Ayat-ayat yang mengandung amtsâl pun memiliki tema yang beragam. Hal
ini memungkinkan seorang peneliti untuk melakukan penelitian mengenai
ayat-ayat amtsâl secara tematik. Dengan demikian, kedua variabel yang
penulis angkat memiliki cakupan yang sangat luas yang dapat disoroti dari
berbagai sudut penelitian.

C. Pembatasan Masalah
Uraian identifikasi masalah di atas menunjukkan betapa luasnya
cakupan materi kajian tentang kitab Tafsîr al-Manâr dan amtsâl al-Qur‟ân.
Dalam sebuah penelitian, ada banyak faktor yang menyebabkan seorang
peneliti melakukan perhitungan terlebih dahulu sebelum melangkah lebih
lanjut ke proses pelaksanaan penelitian yang akan dilakukannya yang di
antara lain adalah faktor keterbatasan. Karena faktor keterbatasan inilah,
pembatasan objek kajian perlu dilakukan, karena banyaknya aspek yang
dapat diangkat dari kitab Tafsîr al-Manâr dan banyaknya ayat yang masuk ke
dalam kategori amtsâl al-Qur‟ân yang apabila dibahas seluruhnya maka akan
menyebabkan penelitian ini menjadi kurang mendalam. Maka dari itu, objek
kajian penelitian ini hanya dibatasi pada penafsiran ayat-ayat amtsâl
musharrahah dalam kitab Tafsîr al-Manâr. Sedangkan ayat-ayat yang
termasuk ke dalam kategori al-amtsâl al-mursalah maupun al-amtsâl al-
kâminah yang terdapat dalam kitab tafsir al-Manâr tidak akan dibahas dalam
penelitian ini.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas,
maka rumusan masalah penelitian ini terkait tentang metode dan substansi
penafsiran, yaitu: Bagaimana teknik penafsiran ayat-ayat amtsâl
musharrahah dan relevansi penafsirannya dalam kitab Tafsir al-Manâr
dengan konteks kekinian?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara garis besar,
penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: tujuan khusus dan tujuan umum.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah mendeskripsikan dan memahami

37
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. I, h. 62-63. Untuk
penguraian yang lebih lengkap mengenai bagian-bagian amtsâl akan diuraikan pada bab
selanjutnya.
11

secara mendalam penafsiran Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd


Ridhâ tentang ayat-ayat yang ber-uslûb matsal dalam kitab Tafsîr al-Manâr.
Adapun secara umum, penelitian ini bertujuan; 1) Dapat mengungkapkan
metode penafsiran Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ dari
sisi yang berbeda dari penelitian sebelumnya. 2) Memberikan sumbangan
keilmuan ke-Islaman, terutama dalam kajian amtsâl al-Qur‟ân sebagai salah
satu gaya penyampaian Al-Qur‟an yang sangat menarik.

F. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian yang meliputi aspek penggalian data
harus disusun langkah-langkah yang tersistematis dan terorganisir sehingga
dapat diperoleh penelitian yang terarah. Adapun metodologi penelitian pada
tesis ini meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian lapangan dan penelitian
kepustakaan (library research). Dalam riset pustaka, aktivitas penelitian
dibatasi dengan bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan
riset lapangan.38 Adapun penelitian ini, adalah penelitian kepustakaan karena
fokus penelitian adalah kitab Tafsîr al-Manâr.
Metode yang penulis gunakan berupa deskriptif-analitis. Metode
deskriptif adalah sebuah metode dalam penelitian untuk menggambarkan
situasi atau kejadian atau juga penelitian untuk melukiskan keadaan subjek
(seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain sebagainya). Sedangkan metode
analitis digunakan untuk melacak lebih jauh hal-hal yang melatarbelakangi
dan mengitari fenomena tersebut.39
Metode “deskripsi” di sini digunakan untuk menguraikan penafsiran
ayat-ayat amtsâl musharrahah dalam kitab Tafsîr al-Manâr secara apa
adanya. Sedangkan, metode “analisis” digunakan untuk memberikan
komentar terhadap penafsiran ayat-ayat amtsâl musharrahah dalam kitab
Tafsîr al-Manâr.
Dari data yang diperoleh, peneliti berusaha mengungkap hal-hal yang
berkaitan dengan tujuan penelitian untuk memperoleh pemahaman yang
komprehensif mengenai penafsiran ayat-ayat amtsal musharrahah dalam
kitab Tafsîr al-Manâr. Di samping itu, di dalam menganalisis kita Tafsîr al-
Manâr juga digunakan tiga pendekatan, yaitu pertama „pendekatan historis‟
untuk mengungkapkan sejarah kepengarangan al-Manar dan pengaruh-
38
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), h. 2.
39
Baca: Gunawan Surnodiningrat, Pemberdayaan Sosial Kajian Ringkas Untuk
Pembangunan Manusia Indonesia (Jakarta: Buku Kompas, 2007),h. 3 dan Sokhi Huda,
Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah (PT LKIS Pelangi Aksara, 2008), h.13.
12

pengaruh yang membentuk pemikiran kedua pengarangnya. Kedua,


„pendekatan balaghoh‟ digunakan untuk mengalisis aspek amtsal atau
perumpamaan dalam ayat-ayat al-Qur‟an. Ketiga, „pendekatan komparatif‟,
yaitu dengan cara membandingkan penafsiran ayat-ayat amtsâl dalam kitab
Tafsîr al-Manâr dengan kitab-kitab tafsir lainnya.
2. Sumber Data
Dalam tahap ini, penulis menggunakan dua jenis data yang menjadi
referensi penulis dalam mendeskripsikan dan menganalisa data, yaitu:
a. Data Primer, yaitu kitab Tafsîr Al-Qur‟ân al-Hâkim yang lebih dikenal
dengan kitab Tafsîr al-Manâr karya Muhammad „Abduh dan Muhammad
Rasyîd Ridhâ. Kitab ini terdiri dari 12 jilid dan mencakup penafsiran
surat al-Baqarah hingga surat Yûsuf [12]: 56.
b. Data Sekunder, yaitu buku-buku atau kepustakaan yang secara langsung
berkaitan dengan objek material maupun objek formal.
3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang akan penulis lakukan
dalam mengolah data, yaitu: pertama, mengumpulkan seluruh ayat-ayat Al-
Qur‟an yang mengandung amtsâl musharrahah dalam kitab Tafsîr al-Manâr.
Kedua, memetakan tema-tema ayat-ayat amtsâl musharrahah dalam kitab
Tafsîr al-Manâr. Ketiga, memetakan ayat-ayat amtsâl musharrahah yang
termasuk kategori penafsiran Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd
Ridhâ. Keempat, menafsirkan ayat-ayat amtsâl sesuai pemetaan tersebut.
Metode tematik ini dilakukan agar tidak hanya diperoleh metodologi
penafsiran ayat-ayat yang mengandung amtsâl saja dalam kitab Tafsîr al-
Manâr, tetapi juga dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang penafsiran
Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ sesuai tema-tema ayat
yang mengandung amtsâl musharrahah. Kelima, melakukan analisis secara
komprehensif, yakni dengan melakukan analisis terhadap penafsiran seluruh
ayat-ayat amtsâl musharrahah dalam kitab al-Manâr baik dari segi
penyampaiaannya, teknik penafsirannya, kecenderungan penafsirannya, dan
lain sebagainya. Keenam, menguraikan hasil analisis.

G. Kajian Pustaka
Pada bagian ini, penulis membuat dua kelompok kajian pustaka, yaitu
kajian pustaka yang ditinjau berdasarkan objek material dan formal. Jan
Hendrik Rapar menyebutkan bahwa yang dimaksud objek material suatu
ilmu adalah materi atau bidang atau lapangan penyelidikan ilmu
bersangkutan, sedangkan objek formal adalah bagaimana objek material itu
dipandang. Perlu dicatat disini bahwa yang layak untuk menjadi objek
material di sini adalah suatu ilmu yang benar-benar konkret dan dapat
13

diamati. 40 Dengan demikian, objek material dalam penelitian ini adalah al-
amtsal Al-Qur‟aniyah, sedangkan objek formalnya adalah kitab tafsir al-
Mannar.
Pertama, berdasarkan aspek objek material, di antaranya adalah:
Muhammad „Abdul Wahhâb „Abdul Lathîf dengan karyanya Mawsû‟ah al-
Amtsâl al-Qur‟âniyyah. Karya ini berusaha menampilkan pembahasan amtsâl
Al-Qur‟ân secara lengkap dengan memaparkan penjelasan seluruh ayat-ayat
amtsâl yang terdapat dalam Al-Qur‟an berdasarkan berbagai perspektif para
mufassir. Adapun sistematika pembahasan yang dilakukan oleh Muhammad
„Abdul Wahhâb adalah berdasarkan tartîb as-suwar.41 Kemudian karya Abî
„Abdillâh Muhammad Ibn „Alî al-Hâkim at-Tirmidzî yang berjudul al-Amtsâl
Min al-Kitâb wa as-Sunnah berusaha menampilkan perumpamaan-
perumpaan Al-Qur‟an maupun hadits berdasarkan tema-tema pokoknya.42
Kemudian karya-karya lainnya di antaranya adalah Mahmûd Ibn
Syarîf dengan karyanya al-Amtsâl Fî al-Qur‟ân, Muhammad Jâbir al-Fayâdh
menulis al-Amtsâl Fî al-Qur‟ân „Abdurrahmân Jambakah al-Maidânî
menulis Amtsâl al-Qur‟ân, Sâmih „Âthif az-Zain menulis Mu‟jam al-Amtsâl
Fî al-Qur‟ân al-Karîm. Meskipun terdapat perbedaan, namun dapat dilihat
secara umum bahwa karya-karya mereka berusaha menampilkan keindahan
dan keunikan amtsâl al-Qur‟ân sebagai salah satu model penyampaian
pesan-pesan illahi.
Selain karya-karya di atas, ada juga beberapa penelitian (skripsi, tesis,
dan disertasi) terkait amtsâl al-Qur‟ân di antaranya adalah: karya Nurhidayat
dengan judul “Matsal Dalam Al-Qur‟an” (Tesis Th. 2000). Karya ini
memaparkan segala aspek yang berkaitan dengan amtsâl al-Qur‟ân tanpa
menghubungkannya dengan salah satu kitab tafsir.43 Kemudian, karya
Lamingi Lam Tamdid dengan judul “Amtsâl Menurut Para Adib dan Para
Mufassir”. Karya ini berupaya menemukan sisi persamaan dan perbedaan
konsep amtsâl di kalangan ahli bahasa dan ahli tafsir.44
Ada juga karya yang selangkah lebih jauh dari hanya sekadar
memaparkan konsep amtsâl secara umum, yaitu di antaranya: karya Hafni
Bustami yang berjudul “Penafsiran Ayat-ayat Tamtsîl Dalam Tafsîr al-

40
Lihat: Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika; Asas-asas Penalaran Sistematis
(Yogyakarta: Kanisius, 1996), h. 10.
41
Lihat: Muhammad „Abdul Wahhâb, Mawsû‟ah al-Amtsâl al-Qur‟âniyah (Mesir:
Maktabah al-Adab, 1993), Cet. I, h. 603-607.
42
Lihat: Abû „Abdillah Muhammad, al-Amtsâl Min al-Kitâb was Sunnah (Kairo: Dâr
al-Mahdhah, T.T), h. 354-358.
43
Lihat: Nurhidayat , Matsal Dalam Al-Qur‟an, Tesis Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Dalam Prodi Bahasa dan Sastra Arab Th. 2010, h. vi-vii.
44
Lamingi Lam Tamdid, Amtsâl Menurut Para Adib dan Para Mufassir, Tesis
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Th. 1988, h. iii-iv.
14

Kasysyâf “ (2002) dan karya Mahfudz Masduki yang berjudul “Tafsîr al-
Mishbâh M.Quraish Shihab; Kajian Atas Amtsâl al-Qur‟ân” (2012). Model
kedua penelitian ini hampir mirip dengan penelitian penulis, hanya saja yang
membedakannya adalah objek formalnya. Ada juga tesis yang senada dengan
disertasinya Mahfudz Masduki, yaitu tulisan Ilham Thahir dengan judul
“Penafsiran Ayat-ayat Perumpamaan Dalam Tafsir al-Misbâh”. Selain itu,
ada tesis yang berjudul “Kehidupan Dunia Dalam Al-Qur‟an; Studi Ayat-
ayat Al-Qur‟an Yang Mengandung Amtsâl” (2005) karya Khairullah. Tesis
ini mengkaji tentang amtsâl al-Qur‟ân tentang kehidupan dunia dengan
kehidupan manusia, di antaranya adalah kehidupan akhirat versus kehidupan
dunia, peran dan tanggung jawab manusia, serta manusia sebagai pembentuk
budaya dan peradaban.45
Kedua, berdasarkan objek formal terdapat beberapa penelitian yang
telah membahas kitab tafsir al-Manâr dari berbagai sudut pandang yang
berbeda, yaitu di antaranya adalah: disertasi yang berjudul Pemikiran
Dakwah Muhammad Abduh Dalam Tafsir al-Manâr (2009) karya Sukriadi
Sambas. Kemudian terdapat pula disertasi lainnya yang berjudul Pemikiran
Rasyîd Ridhâ Tentang Pendidikan Formal Sebagai Terkandung Dalam al-
Manâr Dan Buku-bukunya (1989) karya Mappanganro, Penafsiran Ayat-Ayat
Ahkâm Dalam Tafsir al-Manâr: Studi Perbandingan Antara Muhammad
„Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ (2002) karya Sonafist. Diserta-
disertasi ini memiliki objek formal yang sama dengan penelitian ini, hanya
saja objek materialnya berbeda.
Mengenai kajian al-Manâr, Quraish Shihab juga mengarang sebuah
buku yang berjudul Rasionalitas Al-Qur‟an: Studi Kritis Atas Tafsir al-
Manâr. Karyanya ini lebih bernuansa metodogis. Artinya, dalam mengkaji
kitab Tafsîr al-Manâr, Quraish Shihab tidak mengangkat sebuah kasus
sebagai objek material yang dipandang dalam kitab Tafsîr al-Manâr, tetapi
lebih kepada menampilkan bentuk kerasionalitasan penafsiran ayat-ayat Al-
Qur‟an dalam kitab Tafsîr al-Manâr dengan melakukan studi kritis.

H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ditulis berdasarkan sistem deduksi, yakni
diurutkan dari kajian yang paling umum sampai ke yang paling khusus. Bab
pertama berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, dan sistematika
pembahasan.

45
Khairullah, Kehidupan Dunia Dalam Al-Qur‟an; Studi Ayat-ayat Al-Qur‟an Yang
Mengandung Amtsâl, Tesis Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Th. 2005, h. xi.
15

Bab kedua berisi tentang konsep amtsal dalam kajian tafsir al-
Qur‟an. Bab ini memuat definisi amtsâl al-Qur‟ân; macam-macam amtsâl al-
Qur‟ân; karakter dan unsur-unsur amtsâl al-Qur‟ân; pemetaan ayat-ayat
amtsâl dalam Al-Qur‟an baik amtsâl musharrahah, kâminah maupun amtsâl
mursalah; nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat perumpamaan;
urgensi amtsâl al-Qur‟ân.
Bab ketiga berisi tentang biografi kitab Tafsîr al-Manâr. Penjelasan
pada bab ini dimulai dengan sejarah penulisan kitab al-Manâr dan
pengarangnya. Jadi, pada bagian ini juga dijelaskan tentang biografi singkat
Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ. Kemudian dilanjutkan
dengan menjelaskan metode penafsiran dalam kitab Tafsîr al-Manâr.
Dilanjutkan dengan penjelasan tentang corak penafsiran dalam kitab Tafsîr
al-Manâr. Dan diakhiri dengan penjelasan tentang perbedaan Muhammad
„Abduh dan Muhammad Rasyîd Ridhâ dalam menafsirkan al-Qur‟an.
Bab keempat berisi tentang penafsiran ayat-ayat amtsâl
musharrahah dalam kitab Tafsîr al-Manâr. Bab ini adalah inti dari
pemabahasan tesis ini. Bagian pertama dari bab ini akan dimulai dengan
menjelaskan ayat-ayat amtsâl musharrahah dalam kitab Tafsîr Al-Manâr.
Pada bagian pertama ini akan diketahui ayat-ayat amtsâl musharrahah yang
termasuk kategori penafsiran Muhammad „Abduh dan Muhammad Rasyîd
Ridhâ. Penjelasan ini dilanjutkan dengan mendeskripsikan penafsiran
Muhammad „Abduh maupun Rasyîd Ridhâ terhadap ayat-ayat amtsâl
musharrahah. Dan diakhiri dengan menjelaskan hasil analisis terkait teknik
penafsiran „Abduh maupun Rasyîd Ridhâ dalam menafsirkan ayat-ayat
amtsâl musharrahah dan relevansinya dengan konteks kekinian.
Bab kelima berisi penutup yang memuat kesimpulan dari jawaban
permasalahan yang diteliti beserta saran untuk penelitian atau peneliti
selanjutnya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistematika penulisan karya Muhammad „Abduh dan Rasyîd Ridhâ ini
tidak jauh berbeda dengan kitab-kitab tafsir Al-Qur‟an yang lain (tafsir Al-
Qur‟an dengan metode tahlîlî) dan menerapkan sistematika tertib mushafî.
Kitab tafsir ini menggunakan metode tahlîlî (analisis) dengan mengambil
bentuk bir ra’yi (pemikiran), karena mufassir menafsirkan ayat dengan
urutannya dalam mushaf dengan memaparkan segala aspek yang terkandung
dalam ayat-ayat tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir. Landasan
yang digunakan Abduh dan Ridha dalam menafsirkan terdapat beberapa hal,
yaitu 1) Memandang setiap surat sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi;
2) Kandungan Al-Qur‟an bersifat universal; 3) Al-Qur‟an adalah sumber
akidah dan hukum; 4) Menentang dan Memberantas Taqlid; 5) Penggunaan
akal secara luas dalam memahami ayat-ayat Al-Qur‟an; 6) Mengaitkan
Penafsiran Al-Qur‟an dengan Kehidupan Sosial; 7) Sangat Kritis Dalam
Menerima Hadits-hadits Nabi saw; 8) Sangat Kritis Terhadap Pendapat-
pendapat para sahabat dan menolak Isra’iliyyât; 9) Menghindari pembicaraan
panjang lebar.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa al-Manâr menggunakan
corak adâbi ijtimâ’î. Karakteristik corak adâbi ijtimâ’î ini dalam tafsir al-
Manâr terlihat jelas ketika menampilkan penafsiran yang menitikberatkan
penjelasan ayat-ayat Al-Qur‟an pada segi redaksionalnya, kemudian
menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi yang indah, dengan
penonjolan tujuan utama turunnya Al-Qur‟an, yakni membawa petunjuk
dalam kehidupan, kemudian merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan
hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan
dunia. Dalam menyuguhkan penafsiran terkait ayat-ayat amtsâl
musharrahah, al-Manâr tidak terlepas dari sembilan prinsip penafsiran yang
dipegang oleh kedua pengarangnya. Penafsiran mengenai ayat-ayat
perumpamaan tersebut juga sangat serat dengan aspek sosial-kultural. Inilah
karakteristik khusus yang membedakan antara kitab Tafsîr al-Manâr dengan
kitab tafsir lainnya.
Adapun amtsâl musharrahah yang dijadikan objek materi penelitian
adalah perumpamaan yang jelas tertera ada kata matsal-nya. Amtsâl
musharrahah mengandung empat unsur, yaitu: al-musyabbah (yang
diserupakan), al-musyabbah bih (asal cerita/tempat menyamakan), wajh al-
syibh (segi/arah persamaan), dan adât at-tasybîh. Secara keseluruhan, jumlah
ayat amtsâl musharrahah dalam Al-Qur‟an ada 20 ayat. Adapun dalam kitab
Tafsîr al-Manâr, ayat-ayat yang termasuk kategori amtsâl musharrahah

153
154

tersebar di beberapa surat Al-Qur‟an yang berbeda yaitu: Q.S. al-Baqarah


[2]: 17-18, 19-20, 26, 171, 214, 261, 264, dan 265; Q.S. Âli „Imrân [3]: 59
dan 117; Q.S. al-A‟râf [7]: 176-177; Q.S. Yûnus [10]: 24, dan Q.S. Hûd
[11]: 24.
Ayat-ayat amtsâl musharrahah ini mengandung beberapa tema
perumpamaan, yaitu mengenai golongan munafik, orang-orang kafir,
penciptaan nabi „Isa a.s., infak, ‘alim yang tidak mengamalkan ilmunya,
kehidupan dunia, serta orang kafir dan orang mu‟min. Apabila dikerucutkan
lebih ringkas, maka tema-tema tersebut berpusat kepada tiga tema besar,
yaitu akidah, syari‟at, ibadah, dan kisah.
Berdasarkan hasil penelitian, maka problematika penelitian dalam
rumusan masalah tentang bagaimana teknik penafsiran ayat-ayat amtsâl
musharrahah dan relevansi penafsirannya dalam kitab Tafsir al-Manâr
dengan konteks kekinian. Dalam rumusan masalah tersebut terdapat dua
problem akademik, yaitu: pertama, teknik penafsiran ayat-ayat amtsâl
musharrahah dalam kitab Tafsir al-Manâr. Dalam hal ini, penulis
menemukan ada sembilan teknik yang digunakan dalam al-Manâr dalam
menafsirkan ayat-ayat amtsâl musharrahah, yaitu:
1. Penggunaan ra’yu atau akal yang terlihat pada setiap penafsiran ayat-
ayat amtsal. Misalnya tentang penjelasan bahwa golongan munafik
yang dimaksud dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 17-18 adalah taqlid.
2. Kental dengan aspek-aspek sosial-kultural. Hal ini karena Tafsir al-
Manar dibangun atas dasar tujuan untuk membangun masyarakat yang
cerdas dan mandiri. Misalnya juga tentang penjelasan taqlid tersebut.
Penjelasan ini didasari karena kondisi sosial masyarakat pada masa
„Abduh dan Ridha sedang mengalami kejumudan dalam berfikir dan
memilih untuk bersikap taqlid.
3. Penekanan aspek bahasa baik dari segi makna kosakata, kalimat,
maupun aspek nahwiyyah-nya. Penjelasan ini ada di setiap penafsiran
ayat-ayat amtsâl musharrahah. Hal ini wajar karena corak penafsiran
al-Manâr adalah adâbi ijtimâ’i yang salah satu karakteristiknya adalah
menitik beratkan pada aspek bahasa.
4. Aspek munâsabah. Bagian ini merupakan prinsip penafsiran „Abduh
maupun Rasyid Ridha dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an
termasuk ayat-ayat amtsâl. Contoh penafsiran penjelasan „Abduh
mengenai hubungan keharmonisasian Al-Qur‟an atau munâsabah di
antaranya adalah penjelasannya tentang hubungan antara Q.S. al-
Baqarah [2]: 26 dengan ayat-ayat sebelumnya; hubungan Q.S. Âli
„Imrân [3]: 117 dengan ayat sebelumnya, yakni Q.S. Âli „Imrân [3]:
116; hubungan Q.S. al-Baqarah [2]: 214 dengan ayat sebelumnya; dan
hubungan Q.S. al-Baqarah [2]: 264 dengan Q.S. al-Baqarah [2]: 261-
262.
155

5. Menjelaskan aspek asbâbun nuzul. Penulis menemukan sababun nuzul


yang disebutkan oleh „Abduh ketika menafsirkan Q.S. al-Baqarah [2]:
214. Rasyid Ridha juga menyebutkan riwayat asbabun nuzul ketika
menafsirkan Q.S. al-A‟râf [7] 176-177.
6. Mengutip pendapat para ulama. Pendapat ulama yang sering dikutip
dalam al-Manâr terkait tentang penafsiran ayat-ayat amtsal
musharrahah adalah Zamakhsyari dan ar-Râzi, dan Imam Sibawaih.
7. Mengutip riwayat dari sahabat. Contoh riwayat Ibn „Abbâs dalam
menafsirkan khitab yang dimaksud pada firman Allah Ta‟ala “ ‫الذين‬
‫ ”كفروا‬dalam Q.S. Âli Imrân [3]: 116. Dan kutipan Rasyîd Ridhâ yang
bersumber dari riwayat Jabir Ibn „Abdullah dalam melengkapi
penjelasan gurunya „Abduh ketika menafsirkan Q.S. al-Baqarah [3]: 20.
8. Menjelaskan aspek qirâ’ât. Misalnya kata rabwah ( ‫)ربوة‬ yang
terkandung dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 264. Ibn „Âmir (w. 118 H) dan
„Âshim (w. 127 H) membacanya dengan mem-fathah-kan huruf ra’-
nya. Sedangkan, ulama qurrâ’ yang lainnya membaca kata tersebut
dengan men-dhummah-kannya.
9. Menjelaskan konsep amtsâl. Teknik„Abduh ini serupa dengan teknik
yang dilakukan oleh mufasir lainnya seperti ar-Râzî, az-Zamakhsyarî,
al-Marâghi dan Quraish Shihab. Mereka menjelaskan konsep amtsâl
terlebih dahulu sebelum menjelaskan pokok-pokok permasalahan yang
terkandung dalam ayat-ayat amtsâl. Dalam menjelaskan ayat amtsâl
dalam al-Manâr, „Abduh menjelaskan amsal yang terdapat dalam suatu
ayat. Selanjutnya, „Abduh menjelaskan aspek kebahasaannya, yakni
jika terdapat suatu kalimat yang dianggap perlu penjelasan lebih lanjut,
maka „Abduh menguraikan kalimat tersebut dengan analisis
kebahasaan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa penafsiran yang disuguhkan
dalam kitab Tafsîr al-Manâr merupakan hasil usaha „Abduh dan Rasyid
Ridha dalam mengkombinasikan antara metode klasik dan metode
kontemporer. Dari sembilan teknik penafsiran yang digunakan dalam kitab
Tafsir al-Manâr, teknik penggunaan ijtihad ra’yu dan analisis sosial-kultural
lah yang mendominasi penafsiran ayat-ayat amtsâl. Sedangkan, tujuh teknik
yang lainnya banyak juga dilakukan oleh para mufassir lain dalam mengupas
ayat-ayat amtsâl.
Kedua, relevansi penafsirannya dalam kitab Tafsir al-Manâr dengan
konteks kekinian. Penafsiran yang diuraikan oleh „Abduh maupun Rasyid
Ridha mengenai ayat-ayat amtsâl musharrahah sangat erat kaitannya dengan
konteks kekinian. Di antaranya penjelasan „Abduh tentang penyimpangan
156

orang munafik yang dijelaskan dengan sikap taklid. Maka, relevansinya


dengan konteks kekinian adalah orang-orang yang hidup di masa sekarang
termasuk golongan munafik yang diumpakan dengan „seseorang yang
menyalanakan api‟ dan „hujan lebat yang disertai dengan gelap gulita‟. Hal
ini karena disebabkan sikap mereka yang lebih memilih taklid daripada
menggali potensinya untuk memahami agama.

B. Saran
Perlu disadari, bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari harapan untuk
bisa memberikan kontribusi langsung dan maksimal terhadap ilmu Al-Qur‟an
dan tafsir. Di samping itu, masih banyak celah yang dapat dilakukan oleh
peneliti selanjutnya mengingat penelitian ini hanya dibatasi dengan kajian
amtsâl musharrahah, sedangkan macam-macam amtsâl lainnya belum
tersentuh dalam penelitian ini. Tema-tema perumpamaan yang diangkat
dalam penelitian ini juga bisa jadi penelitian tersendiri yang menarik
manakala dibandingkan dengan kitab tafsir lainnya. Oleh sebab itu, kajian-
kajian berikutnya diharapkan dapat menambah kekurangan-kekurangan ini.
BIBLIOGRAFI

Âbâdî, al-Fairûz, al-Qâmûs al-Muhîth dalam CD ROM al-Maktabah as-


Syâmilah.
„Abduh, Muhammad dan Ridhâ, Rasyîd, Tafsîr al-Manâr, Beirut: Dâr al-
Manâr, 1947.
, Juz ‘Amma, Kairo: Dâr wa Mathba‟ as-Sya‟b, T.Th.
, Risâlah at-Tauhîd, Kairo: Dâr al-Hilâl, 1963.
, Fâtihah al-Kitâb, Kairo: Kitâb at-Tahrîr, 1382 H.
„Abdul Lathîf, Muhammad „Abdul Wahhâb, Mawsû’ah al-Amtsâl al-
Qur’âniyyah, T.Tp.: Maktabah al-Âdab, 1993.
Abdullah, Dudung ,“Pemikiran Muhammad Abduh Dalam Tafsir al-Manar”
dalam al-Risalah, Vol. XI, 2 November 2011.
„Abdus Salâm al-Indûnîsî, Ahmad Nahrawi, al-Imâm as-Syâfi’î Fî
Madzhabihi al-Qadîm wa al-Jadîd (Mesir: T.Tp., 1988 M.
„Abied Shah, M. „Aunul, Amîn al Khullî dan Kodifikasi Metode Tafsir :
Sebuah Biografi Intelektual, Bandung : Mizan, 2001.
Abu Zayd, Nashr Hamid, Tekstualitas al-Qur’an; Kritik Terhadap ‘Ulumul
Qur’an, Yogyakarta: LKiS, 2002.
, Mafhûm an-Nashsh: Dirâsât Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Kairo: al-
Hay‟ah al-Mishriyyah al-„Ammah Li al-Kitâb, 1993.
‟Abû Rayyah, Mahmûd, Adhwâ ‘alâ as-Sunnah al-Muhammadiyah, Kairo:
Dâr al-Ma‟ârif, T. Th.
ad-Dahlawî, Ibrâhîm Ahmad, Rasyîd Ridhâ: al-Imâm al-Mujâhid, Kairo:
Mathba‟ah Mishr, 1964.
adz-Dzahabî, Muhammad Husein, Tafsîr wal Mufassirûn, Kairo: Dâr al-
Hadîts, 2005.
al-‟Afghânî, Jamâluddîn dan „Abduh, Muhammad, al-‘Urwah al-Wutsqâ,
Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1983.
al-Asfahânî, ar-Râghib, Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-
Fikr, T.Th.
al-Baidhâwî, Tafsîr al-Baidhâwî, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003

157
158

al-Bâqilânî, Abî Bakr Muhammad Ibn Thayyib, I’jâz al-Qur’ân. Beirut: Dâr
al-Jail. 1991 M.
al-Bugha, Musthafa Dib, Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in Imam an-Nawawi,
terj. Muzayin, Jakarta: Hikmah, 2007.
al-Fayâd, Muhammad Jâbir al-Amtsâl Fî ‘Ulûm al-Qur’ân al-Karîm.
Firginia: al-Ma‟had al-„Alamî Li al-Fikr al-Islâmî, 1993.
al-Farmawy, Abdul Hayy, al-Bidayah Fi at-Tafsir al-Mawdhu’i, Kairo: T.tp,
1997.
al-Ghazali, Muhammad, Kayfa Nata’ammal Ma’al Qur’an. Mesir: al-Ma‟had
al-„Alami Lil Fikr al-Islami. 1991.
„Alî, Abdullâh Yûsuf, The Holy Qur’an, Maryland: Amana Corp, 1983.
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, Jakarta:
Djambatan, 1995.
al-Iskandariy, Ahmad dan al-Amîn, Mushthafâ, al-Wasîth Fî al-Âdab al-
‘Arâbiy wa Târikuhu, Mesir: al-Ma‟ârif, 1930.
al-Jâwî, Muhammad Nawâwî, Marâh Labîd Tafsîr an-Nawâwî, Surabaya:
Dâr al-„Ilmi, T.Th.
al-Jurjâni, „Abdul Qâdir, Asrâr al-Balâghah. Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1998.
al-Jundî, Anwâr, Tarâjim al-A’lam al-Mu’ashshirîn Fî al-A’lam al-Islâmi,
Kairo: Maktabah al-Ango, 1977.
al-Mahallî, Jalâluddîn dan as-Suyûthî, Jalâluddîn, Tafsîr al-Qur’ân al-
‘Azhîm, Indonesia: Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, T.Th.
al-Marâghî, Mushthafâ, Tafsîr al-Marâghî, Mesir: Mushthafâ al-Bâbi al-
Halbî, 1946.
al-Mâwardî, Âdâb ad-Dunyâ wa ad-Dîn, Libânon: Dâr al-Fikr, 1994.
al-Muhtasib, „Abdul Majîd A.S., Ittijâhât at-Tafsîr Fî al-‘Ashr al-Hadîts,
Beirut: Dâr al-Fikr, 1973.
Amin, Ahmad, Zu’amâ’ al-Ishlâh Fî al-‘Ashr al-Hadîts, Kairo: Maktab al-
Nahdhah al-Mishriyyah, 1979.
al-Qardhawî, Yûsuf, Kayfa Nata’âmal ma’al Qur’ân, Kairo: Dâr as-Syurûq,
1999 M.
al-Qâsimi, Jamal ad-Dîn, Mahâsin at-Ta’wîl, Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1997
159

al-Qaththân, Manna‟. Mabâhits Fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Riyâdh: Manshûrât al-


„Asr al-Hadîts. T.th.
ar-Râzî, Fakhruddîn, Mafâtih al-Ghaib, T.Tp.: Dâr al-Fikr, 198.
as-Sijistani, ‟Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud, Beirut: Dâr al-Fikr, 1414
H/1994 M.
as-Shâbûnî, Muhammad „Alî, Kamus al-Qur’an; Qur’anic Explorer.
as-Shâbûnî, Muhammad „Alî, Shafwah at-Tafâsir: Tafsîr li al-Qur’âni al-
karîm Mekkah: Dâr ash-Shâbûnî, T.Th.
as-Suyûthî, Jalâluddîn, Lubâbun Nuqûl Fî Asbâbin Nuzûl, Beirut: Dâr Ihyâ‟
al-„Ulûm, T.Th.
as-Suyûthî, Jalaluddîn, al-Itqân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutub
al-„Ilmiyyah, 2000.
as-Syâthibî,‟Abû Ishâq, al-Muwâfaqât, Beirut: Dâru al-Ma‟rifah, 1975.
at-Tanahî, Thâhir (ed.), Mudzakkirât al-Imâm Muhammad ‘Abduh, Kairo:
Dârul-Hilâl, T.Th.
At-Thabarî, Abû Ja‟far. Jamî’ul Bayân Fî Ta’wîl al-Qur’ân, T.Tp:
Mu‟assasah ar-Risâlah, 2000.
at-Thayr, M.M. al-Hadidiy, Ittijâh at-Tafsîr Fî al-‘Ashr al-Hadîts, Kairo:
Majma‟ al-Buhûts al-Islâmiyyah, 1974.
Athoillah, Ahmad, Rasyid Ridha; Konsep Teologi Rasional Dalam Tafsir al-
Manar, T.Tp: Erlangga, 2006
Az-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Riyâdh: Maktabah al-„Abîkân, 1998.
az-Zarqânî, Muhammad „Abdul „Azhîm. Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-
Qur’ân, Mesir: Dâr al-Ihya‟, T.Th.
az-Zarkasyî, Badruddin, al-Burhân Fî ‘Ulûm al-Qur’âûn, Beirut: Dâr al-
Ma‟rifah, 1391.
Baidan, Nasruddin, Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia, T.Tp: Tiga
Serangkai, 2003.
Baidan, Nashruddin, Tafsîr Maudhû’i, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Baidhawi, Ahmad. Antropologi al-Qur’an, Yogyakarta: LKiS, 2009.
Bukhori, Didin Saefuddin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an
(Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005.
Bustami, Hafni. “Ayat-ayat Tamtsîl; Analisis Stilistika”. Jurnal al-Ta’lîm.
Jilid I. Nomor 4 Februari 2013.
160

Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw., Jakarta:


Gema Insani, 2001.
Darrâz, M. „Abdullâh. an-Naba’ al-‘Azhîm. Quwait: Dârul Qalam. 1974.
Djalal H.A., Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah al-Qur‟an, 1982.
Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2008.
Gus Arifin dan Abu Faqih, Suhendri, al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya,
Jakarta: Gramedia, 2010.
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia; Dari Hermeneutika Hingga
Ideologi, Yogyakarta: LKiS, 2013.
Harb, „Alî, Naqd an-Nashsh. Beirut: al-Markaz ats-Tsaqâfî, 1995.
Hidayatullah, Kholid, Kontekstualisasi Jender Dalam Tafsir al-Mannar
(Jakarta: El-Kahfi, 2012.
Huda, Sokhi, Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, T.Tp: PT
LKIS Pelangi Aksara, 2008.
Ibn „Asyûr, Thahir, at-Tafsîr wa Rijâluh, Kairo: Majma‟ al-Buhûts al-
Islâmiyyah, 1970.
Ibn „Asyûr, Muhammad al-Fadhîl, at-Tafsîr wa Rijâluhu, Kairo: Majma‟ al-
Buhûts al-Islâmiyyah, 1970. .
Ibn al-Hajjâj, Muslim, Shahîh Muslim, Beirut: Dâr Ihyâ‟at-Turâts al-„Arabî,
T.Th.
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, T.Tp: Dâr at-Thayyibah, 1999.
Ibn Manzhûr, Muhammad Ibn Mukarram, Lisânul ‘Arab, Beirut: Dâr Shadr,
T.Th.,
Ibn Zakariyyâ, Ahmad Ibn Fâris, Mu’jam Maqâyis al-Lughah, T.Tp: Dâr al-
Fikr, 1979.
Ibrâhîm at-Tazi, Musthafâ Amîn, Mudharât Fî ‘Ulûm al-al-Hadîts, Mesir:
Jâmi‟ât al-Azhar, 1971.
„Imarah, Muhammad, al-A’mal al-Kamilah Li al-Imam Muhammad ‘Abduh,
Beirut: al-Mu‟assasat al-„Arabiyyah, 1972.
Ismâ‟îl, Muhammad Bakr, Dirâsât Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-
Manâr, 1991.
161

Isma‟il, Nur Jannah, Perempuan Dalam Pasungan; Bias Laki-laki dalam


Penafsiran, Yogyakarta: LKiS, 2003
„Izzan, Ahmad, ‘Ulum Al-Qur’an, Bandung: Tafakkur, 2009.
Jarim, „Alî dan Utsman, Mushthafâ, al-Balâghah al-Wadhîhah, Mesir: Dâr
al-Ma‟rifah, 1957.
JS. Kamdhi, Terampil Berargumentasi; Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia Jakarta: Grasindo, T.Th.
Kauma, Fuad, Tamtsîl Al-Qur’an Memahami Pesan-pesan Moral Dalam
Ayat-ayat Tamtsîl, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.
Khairullah, Kehidupan Dunia Dalam Al-Qur’an; Studi Ayat-ayat Al-Qur’an
Yang Mengandung Amtsâl, Tesis Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Th. 2005.
Lam Tamdid, Lamingi, Amtsâl Menurut Para Adib dan Para Mufassir, Tesis
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Th. 1988.
Madaniy, Malik, “Tafsir al-Manar; Antara Syeikh Muhammad Abduh dan al-
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha” dalam Jurnal al-Jami’ah, No.
46, Th. 1991.
Mahmûd, „Abdul Halîm, Manâhij al-Mufassirîn, Kairo: Dâr al-Kutub al-
Mishr, T.Th.
Masduki, Mahfudz, Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab: Kajian Atas Amtsal
Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Masyah, Syarîf Hade, dkk, Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadis;
Kemukjizatan Sastra dan Bahasa Al-Qur’an, Bekasi: Sapta
Sentosa, 2008.
Muhammad, Abû „Abdillah, al-Amtsâl Min al-Kitâb was Sunnah, Kairo: Dâr
al-Mahdhah, T.Th.
Muhammad „Ahmad, Abd al-„Ati, al-Fikr al-Siyâsî Lî Imâm Muhammad
‘Abduh, Kairo: al-Hai‟at al-Mishriyyah al-„Amah Li al-Kitâb,
1978.
Muhammad, Aulia A. Bayang Baur Sejarah; Sketsa Hidup Penulis-penulis
Besar. Surakarta: Tiga Serangkai. 2003. hlm 149.
Adonis (Ali Ahmad Sa‟id Ashbar), ats-Tsabit wa al-Mutahawwil: Bahts Fil
Ibdâ’ ‘Inda al-‘Arab, terj. Khoirun Nahdiyyin, Yogyakarta:
LKiS, 2012.
162

Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: LKiS,


2010.
Muhammad Shâlih, Abdul Qâdir, at-Tafsîr wal Mufassirûn Fi ‘Ashr al-
Hadîts, Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 2003.
Nasution, Harun. Muhammad ‘Abduh, Jakarta: UI Press, 1987.
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2001.
Nawawi, Rif‟at Syauki, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh; Kajian
Masalah Akidah dan Ibadat, Jakarta: Paramadina, 2002.
Nurhidayat, Matsal Dalam Al-Qur’an, Tesis Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Dalam Prodi Bahasa dan Sastra Arab Th.
2010.
Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika; Asas-asas Penalaran Sistematis
(Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Rasyîd Ridhâ, Muhammad, Târîkh Ustâdz al-Imâm al-Syaikh Muhammad
‘Abduh, Mesir: Dâr al-Imâm, 1367 H.
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika dalam Orientasi Studi al-Qur’an.
Yogyakarta: Belukar, 2007.
Saifullah, Pluralisme Agama Perspektif Tafsir al-Manar, Disertasi Masiswa
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Th. 2009.
Samiun Jazuli, Ahzami, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur’an, penterj.
Sari Narullita, (dkk), Jakara: Gema Insani Press, 2006
Shâlih, Subhis, Mabâhits Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutub al-
Malâyîn, 1988.
Shihab, Muhammad Quraish. Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran
Waktu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT. Mizan
Pustaka. 2007. Cet. XXXI.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan. 1998.
Shihab, Muhammad Quraish, Rasionalitas Al-Qur’an; Studi Kritis Atas
Tafsir al-Manâr, Jakarta: Lentera Hati, 2006.
Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang: Lentera Hati, 2013.
Shihab, M.Quraish, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Subhânî, Ja‟far. Wisata Al-Qur’an: Tafsir Ayat-ayat Metafora, penterj.
Muhammad Ilyas, T.P: al-Huda, 2007.
163

Surnodiningrat, Gunawan, Pemberdayaan Sosial Kajian Ringkas Untuk


Pembangunan Manusia Indonesia, Jakarta: Buku Kompas, 2007.
Suparta, M. dan Zainuddin, Djedjen Fiqih, Semarang: PT. Karya Toha Putra,
1994.
Syadali, Ahmad dan Rafi‟i, Ahmad, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV Pustaka
Setia, 2000.
Syamsuddin Noor, Muhammad, “Majâz Mursal Dalam Surat al-Baqarah”
dalam Jurnal al-Maqayis, Vol I, No. II, 2013.
Syamsuri, Hasani Ahmad, Studi Ulum Al-Qur’an, Jakarta: Zikra Press, 2009.
Taunji, Muhammad. al-Mu’jam al-Mufahras Fi al-Adab. Beirut: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 1993.
Thahir, Ilham. Penafsiran Ayat-ayat Perumpamaan Dalam Tafsir al-Misbah.
Jakarta: Sedaun. 2011.
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta:
Bumi Aksara, 2009.
Tricahyo, Agus, Metafora Dalam Al-Qur’an; Melacak Ayat-ayat Metaforis
dalam Al-Qur’an, Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 1090.
Wahhâb, Muhammad „Abdul, Mawsû’ah al-Amtsâl al-Qur’âniyah, Mesir:
Maktabah al-Adab, 1993.
Woly, Nicolas J. Perjumpaan di Serambi Iman. Jakarta: Gunung Mulia.
2008. Cet.
Yusuf, Kadar M., Studi Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2009.
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004.

Anda mungkin juga menyukai