Yang Maha Membalas َو َم ْن َتَطَّوَع َخ ْيًرا َفِإَّن َهَّللا َش اِكٌر َع ِليٌم
Asy-Syakur ( – )الَّشُك ْو ُرAsy-Syakir ( َم ا َيْفَع ُل ُهَّللا ِبَع َذ اِبُك ْم ِإْن َشَك ْر ُتْم َو آَم ْنُتْم َو َك اَن ُهَّللا َش اِكًرا
)الَّش اِك ُر َع ِليًم ا
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. “Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan
beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha
Nama Allah Subhanahu wa ta’ala Asy-Syakur ( )الَّشُك ْو ُر Mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 147)
atau Asy-Syakir ( )الَّش اِكُرartinya adalah Yang Maha
Membalas kebaikan, atau dengan kalimat yang lebih kita Adapun lafal nama Allah Subhanahu wa ta’ala Asy-
pahami adalah Yang Maha Berterima kasih. Asy-Syakur Syakur ( )الَّشُك ْو ُرdisebutkan dalam beberapa ayat, di
dan Asy-Syakir maknanya sama, akan tetapi bentuk antaranya seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
lafal Asy-Syakur ( )الَّشُك ْو ُرmerupakan bentuk sighat
mubalaghah, yaitu maknanya Allah Subhanahu wa ta’ala
sering dan sangat membalas kebaikan dengan balasan َو َم ْن َيْقَتِر ْف َحَس َنًة َنِزْد َلُه ِفيَها ُحْس ًنا ِإَّن َهَّللا َغ ُفوٌر َش ُك وٌر
yang banyak.
“Dan barang siapa mengerjakan kebaikan akan Kami Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam
tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha ayat yang lain,
Pengampun, Maha Mensyukuri.” (QS. Asy-Syura: 23)
َو َقاُلوا اْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ي َأْذ َهَب َع َّنا اْلَح َز َن ِإَّن َر َّبَنا َلَغ ُفوٌر
َش ُك وٌر
“Dan mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan
kami benar-benar Maha Pengampun, Maha
Mensyukuri’.” (QS. Fathir: 34)
Makna Asy-Syakur ( – )الَّشُك ْو ُرAsy-Syakir ( )الَّش اِك ُر
Kata َخ ْيًر اdalam ayat ini nakirah yang datang dalam “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat
bentuk syarat, sehingga memberikan faedah umum, zarah, niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS. Al-
yaitu barang siapa yang berbuat kebaikan apa pun, Zalzalah: 7)
sekecil apa pun, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan
balas perbuatan baiknya tersebut. Oleh karenanya kita Jangankan kita berbicara tentang amalan zahir yang
juga dapati Nabi Muhammad ﷺtelah bersabda, paling kecil seperti senyum, niat yang merupakan
amalan yang tidak tampak secara kasat mata, jika
seseorang berniat kebaikan maka Allah Subhanahu wa
َو َلو أْن َتلَقى أَخ اَك بوجٍه،ال َتحِقَر َّن ِم َن الَم ْعُروف َش ْيًئا ta’ala akan membalasnya. Oleh karenanya dalam
sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺbersabda,
طليٍق
“Janganlah kamu menganggap remeh kebaikan sedikit َفَم ْن َهَّم ِبَح َس َنٍة َفَلْم َيْع َم ْلَها َكَتَبَها ُهَّللا َلُه ِع ْنَد ُه َحَس َنًة َك اِم َلًة
pun, meskipun kamu hanya bermanis muka
(tersenyum) kepada saudaramu (sesama muslim) ketika “Barang siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia
bertemu.”[1] kerjakan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya
secara sempurna.”[2]
Kita tentu sudah terlalu sering mengumbar senyum
kepada orang lain, tapi apakah semua orang yang kita Hadits ini sangat luar biasa. Seseorang yang mungkin
tersenyum kepada mereka mengingat senyum kita? berniat ingin menelepon orang tua sebagai bentuk
Tentu tidak. Tapi Allah Subhanahu wa ta’ala, ketika kita
baktinya, kemudian tidak jadi karena dia lebih dahulu Lihatlah, pelipatan ganda pahala yang Allah Subhanahu
ditelepon oleh kawan atau yang lainnya, sehingga wa ta’ala berikan atas kebaikan yang dilakukan oleh
akhirnya dia lupa untuk menelepon orang tuanya. seorang ada tiga model, yaitu dibalas sepuluh kali lipat,
Ternyata niatnya menelepon orang tuanya yang tidak dibalas tujuh ratus kali lipat, atau terserah Allah.
jadi dia kerjakan tersebut dicatat oleh Allah Subhanahu
wa ta’ala sebagai satu kebaikan yang sempurna. Maka Praktik akan hal ini banyak sekali kita jumpai, di
ini jelas menunjukkan bahwasanya di antara Maha antaranya adalah di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan
Bersyukurnya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Dia adalah bulan yang asalnya pahala dilipat gandakan,
membalas kebaikan seseorang meskipun kebaikan akan tetapi juga kualitas pahala diperbesar pada bulan
tersebut sangatlah kecil. itu. Oleh karenanya ketika seseorang bertanya tentang
berapa banyak pahala yang didapatkan oleh seseorang
2. Allah Subhanahu wa ta’ala membalas tatkala berpuasa pada bulan Ramadhan, maka
pahala seorang hamba dengan berlipat- jawabannya adalah tidak ada dalil yang tegas
lipat ganda menyebutkan hal tersebut. Akan tetapi kita katakan
Hal ini sebagaimana yang Nabi Muhammad ﷺtelah bahwa aturan pahala itu tetap berlaku, yaitu satu
sabdakan, kebaikan dilipatgandakan minimal sepuluh kali lipat,
namun bisa tujuh ratus kali lipat, atau bisa juga lebih
daripada itu. Kemudian pada bulan Ramadhan, kualitas
،َفَم ْن َهَّم ِبَح َس َنٍة َفَلْم َيْع َم ْلَها َكَتَبَها ُهَّللا َلُه ِع ْنَد ُه َحَس َنًة َك اِم َلًة pahala dilipatgandakan. Selain puasa juga ada ibadah
َفِإْن ُهَو َهَّم ِبَها َفَعِم َلَها َكَتَبَها ُهَّللا َلُه ِع ْنَد ُه َع ْش َر َح َس َناٍت ِإَلى umrah yang mendapatkan kualitas yang lebih besar
pada bulan Ramadhan. Kata Nabi Muhammad ﷺ,
َس ْبِع ِم اَئِة ِض ْع ٍف ِإَلى َأْض َع اٍف َك ِثيَر ٍة
ُع ْمَر ٌة ِفي َر َم َض اَن َك َح َّج ٍة َم ِع ي
“Barang siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia
amalkan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya
secara sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, “Umrah di bulan Ramadhan seperti haji bersamaku.”[4]
Allah mencatatnya sepuluh kebaikan, bahkan hingga
dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat, bahkan berlipat Ini menunjukkan bahwa kualitas pahala pada bulan
ganda yang tidak terbatas.”[3] Ramadhan sangat luar biasa. Lebih daripada itu adalah
pada malam Lailatul Qadar, dimana Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman,
َلْيَلُة اْلَقْد ِر َخ ْيٌر ِم ْن َأْلِف َش ْهٍر
kemaksiatan yang dia lakukan hanya dicatat baginya
satu keburukan. Dari sini kita bisa bayangkan
perbedaannya, pahala yang berlipat-lipat menanti
“Malam lailatul qadr itu lebih baik daripada seribu seseorang yang berbuat kebaikan. Inilah mengapa Allah
bulan.” (QS. Al-Qadr: 3) Subhanahu wa ta’ala dikatakan Asy-Syakur, Dia Maha
Berterima kasih kepada hamba-hamba-Nya.
Pahala orang yang beribadah di malam Lailatul Qadar itu
setara dengan seribu bulan beribadah. 3. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak butuh
dengan kebaikan hamba-Nya
Intinya, berbicara pahala atas kebaikan yang dilakukan Di antara hal yang menunjukkan bahwasanya Allah
maka pahalanya minimal sepuluh kali lipat. Hal ini juga Subhanahu wa ta’ala Maha Bersyukur atas kebaikan
sebagaimana yang Nabi Muhammad ﷺsabdakan yang dilakukan hamba-hamba-Nya adalah ternyata Allah
tentang pahala baca Al-Quran, Subhanahu wa ta’ala tidak butuh dengan kebaikan-
kebaikan hamba-Nya. Inilah yang membedakan antara
manusia terhadap manusia lain dan Allah Subhanahu wa
َو الَح َس َنُة ِبَع ْش ِر،َم ْن َقَر َأ َح ْر ًفا ِم ْن ِكَتاِب ِهَّللا َفَلُه ِبِه َح َس َنٌة ta’ala terhadap manusia. Misalnya kita dengan orang
lain, kita akan berterima kasih ketika dia berbuat baik
َو َلِكْن َأِلٌف َح ْر ٌف َو اَل ٌم َح ْر ٌف، اَل َأُقوُل الم َح ْر ٌف،َأْم َثاِلَها kepada kita. Sebab adanya jasa yang dia lakukan
sehingga kita berterima kasih kepadanya. Sehingga
َو ِم يٌم َح ْر ٌف aneh jika kita berterima kasih sementara dia tidak
melakukan apa-apa terhadap kita. Akan tetapi di antara
“Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Quran, maka Maha Baik-Nya, Maha Membalas kebaikan, Allah
baginya satu pahala kebaikan, dan satu pahala kebaikan Subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan yang kita
akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali. Aku tidak lakukan, padahal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak butuh
mengatakan ‘Alif lam mim’ itu satu huruf, akan tetapi dengan kebaikan kita. Oleh karenanya Allah Subhanahu
‘Alif’ satu huruf, ‘Lam’ satu huruf dan ‘Mim’ satu wa ta’ala berfirman,
huruf.”[5]
Inilah kaidah Allah Subhanahu wa ta’ala dalam َو َم ْن َيْشُك ْر َفِإَّنَم ا َيْشُك ُر ِلَنْفِسِه
membalas kebaikan seorang hamba. Berbeda halnya
jika seorang hamba melakukan maksiat, satu
“Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka Ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri.” (QS. ta’ala Maha Membalas kebaikan, sementara Dia tidak
Luqman: 12) butuh dengan kebaikan kita. Terlebih lagi jika kita mau
katakan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala-lah
Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala, yang memberi taufik serta hidayah kepada kita untuk
beramal saleh. Maka bagaimana mungkin Allah
Subhanahu wa ta’ala tidak dikatakan sebagai Asy-
ِإْن َأْح َس ْنُتْم َأْح َس ْنُتْم َأِلْنُفِس ُك ْم Syakur, sedangkan Dia yang memberi taufik dan
hidayah kepada seseorang untuk beramal, kemudian
seseorang itu beramal untuk dirinya sendiri, namun
“Jika kalian berbuat baik (berarti) kalian berbuat baik Allah Subhanahu wa ta’ala memberi balasan atas amal
untuk diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra’: 7) saleh yang dikerjakan.
Ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa 4. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak hanya
ta’ala membalas kebaikan kita, namun Allah Subhanahu membalas kebaikan di akhirat, bahkan
wa ta’ala tidak butuh dengan kebaikan kita. Oleh Allah Subhanahu wa ta’ala membalas
karenanya dalam hadits qudsi Allah Subhanahu wa kebaikan seseorang di dunia terlebih
ta’ala mengatakan, dahulu
Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata,
َيا ِعَباِد ي َلْو َأَّن َأَّو َلُك ْم َو آِخَر ُك ْم َو ِإْنَس ُك ْم َو ِج َّنُك ْم َك اُنوا َع َلى
َم ا َز اَد َذ ِلَك ِفي ُم ْلِكي َش ْيًئا، َأْتَقى َقْلِب َر ُج ٍل َو اِحٍد ِم ْنُك ْم ِإَّنُه َم ْن َيَّتِق َو َيْص ِبْر َفِإَّن َهَّللا اَل ُيِض يُع َأْج َر اْلُم ْح ِسِنيَن
“Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang “Sesungguhnya barang siapa bertakwa dan bersabar,
yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta maka sungguh Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang
manusia dan jin, semuanya berada pada tingkat yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90)
ketakwaannya orang yang paling saleh di antara kalian,
maka hal itu sedikit pun tidak akan menambahkan Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan perkataan tersebut
kekuasaan-Ku.”[6] ketika beliau telah menjadi pembesar Mesir tatkala itu.
Perkataan beliau ini menunjukkan bahwasanya Allah
Subhanahu wa ta’ala membalas ketakwaan dan
kesabarannya di dunia, yaitu dengan dijadikannya beliau Subhanahu wa ta’ala dengan ganti yang
sebagai bendaharawan Mesir. lebih baik
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
Kita tentu sudah begitu banyak mendengar cerita yang
masuk kepada kaidah ( الجزاء من جنس العملbalasan sesuai
dengan perbuatan). Pernah ada seseorang bercerita
ِإَّنَك َلْن َتَدَع َش ْيًئا ِهَّلِل ِإاَّل َبَّد َلَك ُهَّللا ِبِه َم ا ُهَو َخ ْيٌر َلَك ِم ْنُه
kepada saya bahwa suatu hari dia pergi ke masjid.
Singkat cerita dia kemudian hendak pulang. Ketika dia “Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah
hendak pulang, dia bertemu dengan seorang yang sudah melainkan Allah akan mengganti dengan sesuatu yang
tua kehilangan sendalnya. Maka seketika dia lebih baik dari-Nya untukmu.”[7]
memberikan sendal yang dia pakai kepada orang tua
tersebut. Setelah kejadian itu, tidak lama dia diberi oleh Lihatlah Nabi Yusuf ‘alaihissalam, beliau meninggalkan
orang lain sendal yang lebih bagus daripada sendal yang kemaksiatan ketika diajak berzina, beliau bersabar
dia pakai sebelumnya. Kisah lain juga yang saya pernah dalam penjara, bahkan sebelum itu juga beliau bersabar
dengar, ada seseorang yang meminta bantuan kepada si dengan sempitnya sumur, maka kemudian akhirnya
A untuk membelikan sebuah alat kesehatan. Maka si A Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kepada beliau
kemudian membelikan alat tersebut yang mungkin kekuasaan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
harganya berkisar satu juta rupiah. Tidak lama setelah
kejadian itu, ada orang yang memberinya hadiah uang
sepuluh juta rupiah. Masya Allah, cerita seperti ini tentu
sangat banyak, dimana Allah Subhanahu wa ta’ala
َو َك َذ ِلَك َم َّكَّنا ِلُيوُسَف ِفي اَأْلْر ِض َيَتَبَّو ُأ ِم ْنَها َح ْيُث َيَش اُء
memberikan balasan di dunia terlebih dahulu sebelum di ُنِص يُب ِبَر ْح َم ِتَنا َم ْن َنَش اُء َو اَل ُنِض يُع َأْج َر اْلُم ْح ِسِنيَن
akhirat bagi orang yang berbuat kebaikan. Oleh
karenanya ini di antara hal yang menunjukkan “Dan demikianlah Kami memberi kekuasaan kepada
bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Membalas Yusuf di negeri ini (Mesir) untuk tinggal di mana saja
kebaikan, tidak ada satu kebaikan pun yang terluput yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat kepada
dari-Nya. siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-
nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf:
5. Allah Subhanahu wa ta’ala memberi 56)
balasan kepada orang-orang yang
meninggalkan sesuatu karena Allah
Kemudian juga lihatlah kisah Nabi Sulaiman kuda dengan angin yang bisa berjalan ke mana-mana
‘alaihissalam, ketika beliau dihadirkan pameran kuda- dengan sangat cepat.
kuda, ternyata hal itu membuat beliau lupa untuk
berzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka Selain itu, para ulama juga menyebutkan contoh yaitu
kemudian yang beliau lakukan adalah meminta kuda- para syuhada. Mereka telah menyerahkan jiwa mereka
kuda tersebut untuk dihadirkan, lalu disembelihnya karena Allah Subhanahu wa ta’ala, maka ruh mereka di
seluruh kuda-kuda tersebut, tidak lain beliau melakukan alam barzakh beterbangan seperti burung-burung di
itu karena itulah yang melalaikan beliau dari mengingat surga. Seperti Ja’far bin Abi Thalib, ketika dalam
Allah Subhanahu wa ta’ala. Lalu apa ganti yang Allah peperangan dia membawa bendera dengan tangan
Subhanahu wa ta’ala berikan kepada Nabi Sulaiman kanannya, kemudian tangan kanannya terputus, maka
‘alaihissalam? Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, dia memegang bendera dengan tangan kirinya. Namun
kemudian tangan kirinya pun ikut terputus, maka jadilah
َو ِلُس َلْيَم اَن الِّريَح ُغ ُد ُّو َها َش ْهٌر َو َر َو اُح َها َش ْهٌر َو َأَس ْلَنا َلُه kedua tangannya terputus dalam medan pertempuran.
Akan tetapi apa ganti dari Allah Subhanahu wa ta’ala
َع ْيَن اْلِقْط ِر َو ِم َن اْلِج ِّن َم ْن َيْع َم ُل َبْيَن َيَد ْيِه ِبِإْذ ِن َر ِّبِه َو َم ْن bagi Ja’far bin Abi Thalib? Yaitu Allah Subhanahu wa
ta’ala memberi ganti tangannya yang putus dengan
َيِز ْغ ِم ْنُهْم َع ْن َأْم ِرَنا ُنِذ ْقُه ِم ْن َع َذ اِب الَّس ِع يِر sayap,[8] oleh karenanya dia diberi gelar dengan Ja’far
Ath-Thayyar.
“Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang
perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan Intinya, banyak sekali kisah yang lain, bahwasanya
sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah
dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan Subhanahu wa ta’ala, maka Allah Subhanahu wa ta’ala
cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang gantikan baginya di dunia sebelum di akhirat.
bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya)
dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di
antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan
kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.”
(QS. Saba’: 12)
Ternyata, laki-laki tersebut sedang melakukan cabang “Barang siapa yang diuji sesuatu karena anak-anak
keimanan yang paling rendah, yaitu menghilangkan perempuannya lalu ia berlaku baik terhadap mereka
gangguan dari jalan. Akan tetapi karena dia ikhlas, maka mereka akan melindunginya dari api neraka.”[12]
perbuatan yang sangat sepele tersebut membuat dia
diampuni dosa-dosanya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Tentu kita melihat bahwa amalan yang dilakukan
seorang ibu tersebut kepada anaknya adalah amalan
Contoh lain juga seperti kisah seorang ibu yang yang sederhana, yaitu hanya membagi sepenggal kurma
membelah sebutir kurma untuk anaknya. Dikisahkan kepada anak, akan tetapi jika itu dilakukan karena Allah
bahwa ada ibu bersama kedua orang putrinya meminta
Subhanahu wa ta’ala maka Allah Subhanahu wa ta’ala Bentuk syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yaitu
akan balas dengan balasan yang terbaik. seseorang banyak beribadah kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
Dari sini kita mengingat bahwasanya benarlah perkataan
para salaf,
اْع َم ُلوا آَل َد اُو وَد ُشْك ًرا َو َقِليٌل ِم ْن ِعَباِدَي الَّشُك وُر
َو ُرَّب َع َم ٍل َك ِبيٍر ُتَص ِّغ ُر ُه،ُرَّب َع َم ٍل َص ِغ يٍر ُتَع ِّظٌم ٌه الِّنَّيُة “Beramallah wahai keluarga Daud untuk bersyukur
الِّنَّيُة (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku
yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)
“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena Demikian juga Rasulullah ﷺberkata ketika beliau
niat, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi shalat hingga kaki beliau bengkak,
kecil karena niat pula.”
Oleh karenanya jika kita ingin diberikan balasan oleh َأَفَال َأُك وُن َع ْبًد ا َش ُك وًرا
Asy-Syakur (Yang Maha Bersyukur) dengan balasan
yang terbaik, maka hendaknya kita berusaha untuk “Apakah tidak sepatutnya aku menjadi hamba yang
seikhlas mungkin dalam beribadah. bersyukur?”[13]
2. Allah Subhanahu wa ta’ala itu Asy-Syakur Jadi, bukti nyata seseorang yang bersyukur kepada
dan mencintai hamba-Nya yang suka Allah Subhanahu wa ta’ala dan dia juga dicintai oleh
bersyukur Allah Subhanahu wa ta’ala adalah dia bersyukur kepada
Sikap syukur seorang hamba itu ada dua, yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala dengan cara banyak
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan beribadah kepada-Nya.
bersyukur kepada sesama manusia.
“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan Kemudian juga dalam lafal yang lain,
beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha
Mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 147)
اَل َيْشُك ُر ُهَّللا َم ْن اَل َيْشُك ُر الَّناَس
Bersyukur kepada sesama manusia
Di antara hal yang banyak dilupakan oleh kita adalah di “Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak
antara bentuk kita bersyukur kepada Allah Subhanahu bersyukur kepada manusia.”[16]
wa ta’ala adalah dengan cara kita bersyukur (berterima
kasih) kepada sesama manusia. Dalam sebuah riwayat Hadits-hadits semacam ini sangat banyak. Oleh
Nabi Muhammad ﷺbersabda, karenanya seseorang jika ingin dikatakan sebagai orang
yang bersyukur, maka dia harus pandai berterima kasih
kepada sesama manusia, dan Nabi Muhammad ﷺ
َم ْن اَل َيْشُك ُر الَّناَس اَل َيْشُك ُر َهَّللا yang memerintahkan demikian. Nabi Muhammad ﷺ
bersabda,
“Barang siapa yang tidak pandai bersyukur (berterima
kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur
kepada Allah.”[14] َفِإْن َلْم َتِج ُد وا َم ا،َو َم ْن َص َنَع ِإَلْيُك ْم َم ْعُروًفا َفَك اِفُئوُه
َفاْدُع وا َلُه َح َّتى َتَر ْو ا َأَّنُك ْم َقْد َك اَفْأُتُم وُه،ُتَك اِفُئوَنُه
Dalam riwayat yang lain Nabi Muhammad ﷺjuga
bersabda, “Dan barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian
maka balaslah, kemudian apabila kalian tidak mendapat