Anda di halaman 1dari 15

Lafal nama Allah Subhanahu wa ta’ala Asy-Syakir ( ‫)الَّش اِكُر‬

datang dalam dua ayat di dalam Al-Quran, yaitu firman

Asy-Syakur (‫– )الَّشُك ْو ُر‬ Allah Subhanahu wa ta’ala,

Yang Maha Membalas ‫َو َم ْن َتَطَّوَع َخ ْيًرا َفِإَّن َهَّللا َش اِكٌر َع ِليٌم‬

Kebaikan “Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan


kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 158)

Asmaul Husna Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

Asy-Syakur ( ‫ – )الَّشُك ْو ُر‬Asy-Syakir ( ‫َم ا َيْفَع ُل ُهَّللا ِبَع َذ اِبُك ْم ِإْن َشَك ْر ُتْم َو آَم ْنُتْم َو َك اَن ُهَّللا َش اِكًرا‬
‫)الَّش اِك ُر‬ ‫َع ِليًم ا‬
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. “Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan
beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha
Nama Allah Subhanahu wa ta’ala Asy-Syakur ( ‫)الَّشُك ْو ُر‬ Mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 147)
atau Asy-Syakir ( ‫ )الَّش اِكُر‬artinya adalah Yang Maha
Membalas kebaikan, atau dengan kalimat yang lebih kita Adapun lafal nama Allah Subhanahu wa ta’ala Asy-
pahami adalah Yang Maha Berterima kasih. Asy-Syakur Syakur ( ‫ )الَّشُك ْو ُر‬disebutkan dalam beberapa ayat, di
dan Asy-Syakir maknanya sama, akan tetapi bentuk antaranya seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
lafal Asy-Syakur ( ‫ )الَّشُك ْو ُر‬merupakan bentuk sighat
mubalaghah, yaitu maknanya Allah Subhanahu wa ta’ala
sering dan sangat membalas kebaikan dengan balasan ‫َو َم ْن َيْقَتِر ْف َحَس َنًة َنِزْد َلُه ِفيَها ُحْس ًنا ِإَّن َهَّللا َغ ُفوٌر َش ُك وٌر‬
yang banyak.
“Dan barang siapa mengerjakan kebaikan akan Kami Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam
tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha ayat yang lain,
Pengampun, Maha Mensyukuri.” (QS. Asy-Syura: 23)

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala,


‫ِلُيَو ِّفَيُهْم ُأُجوَر ُهْم َو َيِزيَد ُهْم ِم ْن َفْض ِلِه ِإَّنُه َغ ُفوٌر َش ُك وٌر‬
“Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka
‫ِإْن ُتْقِر ُضوا َهَّللا َقْر ًضا َح َس ًنا ُيَض اِع ْفُه َلُك ْم َو َيْغ ِفْر َلُك ْم َو ُهَّللا‬ dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha
‫َش ُك وٌر َحِليٌم‬ Pengampun, Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 30)

Inilah beberapa ayat-ayat yang menyebutkan tentang


“Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan Allah Subhanahu wa ta’ala memiliki nama Asy-Syakur
pinjaman yang baik, niscaya Dia melipatgandakan dan Asy-Syakir
(balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah
Maha Mensyukuri, Maha Penyantun.” (QS. At-Taghabun:
17)

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala tentang


perkataan penghuni surga,

‫َو َقاُلوا اْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ي َأْذ َهَب َع َّنا اْلَح َز َن ِإَّن َر َّبَنا َلَغ ُفوٌر‬
‫َش ُك وٌر‬
“Dan mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan
kami benar-benar Maha Pengampun, Maha
Mensyukuri’.” (QS. Fathir: 34)
Makna Asy-Syakur ( ‫ – )الَّشُك ْو ُر‬Asy-Syakir ( ‫)الَّش اِك ُر‬

Kita tahu bahwa yang namanya bersyukur itu antara


seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Seorang hamba dikatakan bersyukur apabila dia rajin
beribadah, rajin bersedekah, rajin beramal saleh, ini
dikatakan bahwa hamba tersebut bersyukur kepada
Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi yang kita bahas
ini adalah tentang Allah Subhanahu wa ta’ala yang
bersyukur kepada hamba-hamba-Nya. Maka ini
dikatakan bahwa inilah bentuk bersyukur yang agung,
Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Bersyukur. Bentuk
Maha Bersyukurnya Allah Subhanahu wa ta’ala bisa kita
lihat dari beberapa makna-makna dari nama Allah
Subhanahu wa ta’ala ini. Untuk menjelaskan makna
nama Allah Subhanahu wa ta’ala ini, kita bisa
mengklasifikasikan ke dalam beberapa makna.

1. Allah Subhanahu wa ta’ala membalas


kebaikan seseorang sekecil apa pun
kebaikan tersebut
Kita melihat perilaku manusia, betapa sering mungkin
kita melakukan kebaikan yang mungkin kecil kepada
seseorang, dan kita dapati orang tersebut tidak
bersyukur, dia tidak berterima kasih. Kenapa demikian?
Karena menurut orang tersebut, kebaikan yang kita
lakukan itu biasa, kecil, hampir-hampir tidak ada
nilainya, sehingga menurutnya tidak perlu dia berterima
kasih. Adapun Allah Subhanahu wa ta’ala tidak
demikian, sekecil apa pun kebaikan yang seorang
hamba lakukan, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan
berterima kasih. Sebagaimana firman Allah Subhanahu tersenyum kepada seseorang, meskipun orang tersebut
wa ta’ala yang telah kita sebutkan, tidak membalas senyuman kita, namun senyuman kita
tersebut akan dicatat oleh Allah Subhanahu wa ta’ala,
Allah tidak akan lupa, dan Allah Subhanahu wa ta’ala
‫َو َم ْن َتَطَّوَع َخ ْيًرا َفِإَّن َهَّللا َش اِكٌر َع ِليٌم‬ akan balas. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,
“Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 158) ‫َفَم ْن َيْع َم ْل ِم ْثَقاَل َذ َّر ٍة َخ ْيًرا َيَر ُه‬

Kata ‫ َخ ْيًر ا‬dalam ayat ini nakirah yang datang dalam “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat
bentuk syarat, sehingga memberikan faedah umum, zarah, niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS. Al-
yaitu barang siapa yang berbuat kebaikan apa pun, Zalzalah: 7)
sekecil apa pun, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan
balas perbuatan baiknya tersebut. Oleh karenanya kita Jangankan kita berbicara tentang amalan zahir yang
juga dapati Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah bersabda, paling kecil seperti senyum, niat yang merupakan
amalan yang tidak tampak secara kasat mata, jika
seseorang berniat kebaikan maka Allah Subhanahu wa
‫ َو َلو أْن َتلَقى أَخ اَك بوجٍه‬،‫ال َتحِقَر َّن ِم َن الَم ْعُروف َش ْيًئا‬ ta’ala akan membalasnya. Oleh karenanya dalam
sebuah hadits Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,
‫طليٍق‬
“Janganlah kamu menganggap remeh kebaikan sedikit ‫َفَم ْن َهَّم ِبَح َس َنٍة َفَلْم َيْع َم ْلَها َكَتَبَها ُهَّللا َلُه ِع ْنَد ُه َحَس َنًة َك اِم َلًة‬
pun, meskipun kamu hanya bermanis muka
(tersenyum) kepada saudaramu (sesama muslim) ketika “Barang siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia
bertemu.”[1] kerjakan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya
secara sempurna.”[2]
Kita tentu sudah terlalu sering mengumbar senyum
kepada orang lain, tapi apakah semua orang yang kita Hadits ini sangat luar biasa. Seseorang yang mungkin
tersenyum kepada mereka mengingat senyum kita? berniat ingin menelepon orang tua sebagai bentuk
Tentu tidak. Tapi Allah Subhanahu wa ta’ala, ketika kita
baktinya, kemudian tidak jadi karena dia lebih dahulu Lihatlah, pelipatan ganda pahala yang Allah Subhanahu
ditelepon oleh kawan atau yang lainnya, sehingga wa ta’ala berikan atas kebaikan yang dilakukan oleh
akhirnya dia lupa untuk menelepon orang tuanya. seorang ada tiga model, yaitu dibalas sepuluh kali lipat,
Ternyata niatnya menelepon orang tuanya yang tidak dibalas tujuh ratus kali lipat, atau terserah Allah.
jadi dia kerjakan tersebut dicatat oleh Allah Subhanahu
wa ta’ala sebagai satu kebaikan yang sempurna. Maka Praktik akan hal ini banyak sekali kita jumpai, di
ini jelas menunjukkan bahwasanya di antara Maha antaranya adalah di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan
Bersyukurnya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Dia adalah bulan yang asalnya pahala dilipat gandakan,
membalas kebaikan seseorang meskipun kebaikan akan tetapi juga kualitas pahala diperbesar pada bulan
tersebut sangatlah kecil. itu. Oleh karenanya ketika seseorang bertanya tentang
berapa banyak pahala yang didapatkan oleh seseorang
2. Allah Subhanahu wa ta’ala membalas tatkala berpuasa pada bulan Ramadhan, maka
pahala seorang hamba dengan berlipat- jawabannya adalah tidak ada dalil yang tegas
lipat ganda menyebutkan hal tersebut. Akan tetapi kita katakan
Hal ini sebagaimana yang Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah bahwa aturan pahala itu tetap berlaku, yaitu satu
sabdakan, kebaikan dilipatgandakan minimal sepuluh kali lipat,
namun bisa tujuh ratus kali lipat, atau bisa juga lebih
daripada itu. Kemudian pada bulan Ramadhan, kualitas
،‫َفَم ْن َهَّم ِبَح َس َنٍة َفَلْم َيْع َم ْلَها َكَتَبَها ُهَّللا َلُه ِع ْنَد ُه َحَس َنًة َك اِم َلًة‬ pahala dilipatgandakan. Selain puasa juga ada ibadah
‫َفِإْن ُهَو َهَّم ِبَها َفَعِم َلَها َكَتَبَها ُهَّللا َلُه ِع ْنَد ُه َع ْش َر َح َس َناٍت ِإَلى‬ umrah yang mendapatkan kualitas yang lebih besar
pada bulan Ramadhan. Kata Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,
‫َس ْبِع ِم اَئِة ِض ْع ٍف ِإَلى َأْض َع اٍف َك ِثيَر ٍة‬
‫ُع ْمَر ٌة ِفي َر َم َض اَن َك َح َّج ٍة َم ِع ي‬
“Barang siapa yang berniat kebaikan lantas tidak jadi ia
amalkan, Allah mencatat satu kebaikan disisi-Nya
secara sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, “Umrah di bulan Ramadhan seperti haji bersamaku.”[4]
Allah mencatatnya sepuluh kebaikan, bahkan hingga
dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat, bahkan berlipat Ini menunjukkan bahwa kualitas pahala pada bulan
ganda yang tidak terbatas.”[3] Ramadhan sangat luar biasa. Lebih daripada itu adalah
pada malam Lailatul Qadar, dimana Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman,
‫َلْيَلُة اْلَقْد ِر َخ ْيٌر ِم ْن َأْلِف َش ْهٍر‬
kemaksiatan yang dia lakukan hanya dicatat baginya
satu keburukan. Dari sini kita bisa bayangkan
perbedaannya, pahala yang berlipat-lipat menanti
“Malam lailatul qadr itu lebih baik daripada seribu seseorang yang berbuat kebaikan. Inilah mengapa Allah
bulan.” (QS. Al-Qadr: 3) Subhanahu wa ta’ala dikatakan Asy-Syakur, Dia Maha
Berterima kasih kepada hamba-hamba-Nya.
Pahala orang yang beribadah di malam Lailatul Qadar itu
setara dengan seribu bulan beribadah. 3. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak butuh
dengan kebaikan hamba-Nya
Intinya, berbicara pahala atas kebaikan yang dilakukan Di antara hal yang menunjukkan bahwasanya Allah
maka pahalanya minimal sepuluh kali lipat. Hal ini juga Subhanahu wa ta’ala Maha Bersyukur atas kebaikan
sebagaimana yang Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sabdakan yang dilakukan hamba-hamba-Nya adalah ternyata Allah
tentang pahala baca Al-Quran, Subhanahu wa ta’ala tidak butuh dengan kebaikan-
kebaikan hamba-Nya. Inilah yang membedakan antara
manusia terhadap manusia lain dan Allah Subhanahu wa
‫ َو الَح َس َنُة ِبَع ْش ِر‬،‫َم ْن َقَر َأ َح ْر ًفا ِم ْن ِكَتاِب ِهَّللا َفَلُه ِبِه َح َس َنٌة‬ ta’ala terhadap manusia. Misalnya kita dengan orang
lain, kita akan berterima kasih ketika dia berbuat baik
‫ َو َلِكْن َأِلٌف َح ْر ٌف َو اَل ٌم َح ْر ٌف‬، ‫ اَل َأُقوُل الم َح ْر ٌف‬،‫َأْم َثاِلَها‬ kepada kita. Sebab adanya jasa yang dia lakukan
sehingga kita berterima kasih kepadanya. Sehingga
‫َو ِم يٌم َح ْر ٌف‬ aneh jika kita berterima kasih sementara dia tidak
melakukan apa-apa terhadap kita. Akan tetapi di antara
“Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Quran, maka Maha Baik-Nya, Maha Membalas kebaikan, Allah
baginya satu pahala kebaikan, dan satu pahala kebaikan Subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan yang kita
akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali. Aku tidak lakukan, padahal Allah Subhanahu wa ta’ala tidak butuh
mengatakan ‘Alif lam mim’ itu satu huruf, akan tetapi dengan kebaikan kita. Oleh karenanya Allah Subhanahu
‘Alif’ satu huruf, ‘Lam’ satu huruf dan ‘Mim’ satu wa ta’ala berfirman,
huruf.”[5]

Inilah kaidah Allah Subhanahu wa ta’ala dalam ‫َو َم ْن َيْشُك ْر َفِإَّنَم ا َيْشُك ُر ِلَنْفِسِه‬
membalas kebaikan seorang hamba. Berbeda halnya
jika seorang hamba melakukan maksiat, satu
“Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka Ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri.” (QS. ta’ala Maha Membalas kebaikan, sementara Dia tidak
Luqman: 12) butuh dengan kebaikan kita. Terlebih lagi jika kita mau
katakan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala-lah
Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala, yang memberi taufik serta hidayah kepada kita untuk
beramal saleh. Maka bagaimana mungkin Allah
Subhanahu wa ta’ala tidak dikatakan sebagai Asy-
‫ِإْن َأْح َس ْنُتْم َأْح َس ْنُتْم َأِلْنُفِس ُك ْم‬ Syakur, sedangkan Dia yang memberi taufik dan
hidayah kepada seseorang untuk beramal, kemudian
seseorang itu beramal untuk dirinya sendiri, namun
“Jika kalian berbuat baik (berarti) kalian berbuat baik Allah Subhanahu wa ta’ala memberi balasan atas amal
untuk diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra’: 7) saleh yang dikerjakan.

Ini menunjukkan bahwasanya Allah Subhanahu wa 4. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak hanya
ta’ala membalas kebaikan kita, namun Allah Subhanahu membalas kebaikan di akhirat, bahkan
wa ta’ala tidak butuh dengan kebaikan kita. Oleh Allah Subhanahu wa ta’ala membalas
karenanya dalam hadits qudsi Allah Subhanahu wa kebaikan seseorang di dunia terlebih
ta’ala mengatakan, dahulu
Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata,

‫َيا ِعَباِد ي َلْو َأَّن َأَّو َلُك ْم َو آِخَر ُك ْم َو ِإْنَس ُك ْم َو ِج َّنُك ْم َك اُنوا َع َلى‬
‫ َم ا َز اَد َذ ِلَك ِفي ُم ْلِكي َش ْيًئا‬، ‫َأْتَقى َقْلِب َر ُج ٍل َو اِحٍد ِم ْنُك ْم‬ ‫ِإَّنُه َم ْن َيَّتِق َو َيْص ِبْر َفِإَّن َهَّللا اَل ُيِض يُع َأْج َر اْلُم ْح ِسِنيَن‬

“Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya orang-orang “Sesungguhnya barang siapa bertakwa dan bersabar,
yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta maka sungguh Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang
manusia dan jin, semuanya berada pada tingkat yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90)
ketakwaannya orang yang paling saleh di antara kalian,
maka hal itu sedikit pun tidak akan menambahkan Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan perkataan tersebut
kekuasaan-Ku.”[6] ketika beliau telah menjadi pembesar Mesir tatkala itu.
Perkataan beliau ini menunjukkan bahwasanya Allah
Subhanahu wa ta’ala membalas ketakwaan dan
kesabarannya di dunia, yaitu dengan dijadikannya beliau Subhanahu wa ta’ala dengan ganti yang
sebagai bendaharawan Mesir. lebih baik
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,
Kita tentu sudah begitu banyak mendengar cerita yang
masuk kepada kaidah ‫( الجزاء من جنس العمل‬balasan sesuai
dengan perbuatan). Pernah ada seseorang bercerita
‫ِإَّنَك َلْن َتَدَع َش ْيًئا ِهَّلِل ِإاَّل َبَّد َلَك ُهَّللا ِبِه َم ا ُهَو َخ ْيٌر َلَك ِم ْنُه‬
kepada saya bahwa suatu hari dia pergi ke masjid.
Singkat cerita dia kemudian hendak pulang. Ketika dia “Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah
hendak pulang, dia bertemu dengan seorang yang sudah melainkan Allah akan mengganti dengan sesuatu yang
tua kehilangan sendalnya. Maka seketika dia lebih baik dari-Nya untukmu.”[7]
memberikan sendal yang dia pakai kepada orang tua
tersebut. Setelah kejadian itu, tidak lama dia diberi oleh Lihatlah Nabi Yusuf ‘alaihissalam, beliau meninggalkan
orang lain sendal yang lebih bagus daripada sendal yang kemaksiatan ketika diajak berzina, beliau bersabar
dia pakai sebelumnya. Kisah lain juga yang saya pernah dalam penjara, bahkan sebelum itu juga beliau bersabar
dengar, ada seseorang yang meminta bantuan kepada si dengan sempitnya sumur, maka kemudian akhirnya
A untuk membelikan sebuah alat kesehatan. Maka si A Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kepada beliau
kemudian membelikan alat tersebut yang mungkin kekuasaan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
harganya berkisar satu juta rupiah. Tidak lama setelah
kejadian itu, ada orang yang memberinya hadiah uang
sepuluh juta rupiah. Masya Allah, cerita seperti ini tentu
sangat banyak, dimana Allah Subhanahu wa ta’ala
‫َو َك َذ ِلَك َم َّكَّنا ِلُيوُسَف ِفي اَأْلْر ِض َيَتَبَّو ُأ ِم ْنَها َح ْيُث َيَش اُء‬
memberikan balasan di dunia terlebih dahulu sebelum di ‫ُنِص يُب ِبَر ْح َم ِتَنا َم ْن َنَش اُء َو اَل ُنِض يُع َأْج َر اْلُم ْح ِسِنيَن‬
akhirat bagi orang yang berbuat kebaikan. Oleh
karenanya ini di antara hal yang menunjukkan “Dan demikianlah Kami memberi kekuasaan kepada
bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Membalas Yusuf di negeri ini (Mesir) untuk tinggal di mana saja
kebaikan, tidak ada satu kebaikan pun yang terluput yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat kepada
dari-Nya. siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-
nyiakan pahala orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf:
5. Allah Subhanahu wa ta’ala memberi 56)
balasan kepada orang-orang yang
meninggalkan sesuatu karena Allah
Kemudian juga lihatlah kisah Nabi Sulaiman kuda dengan angin yang bisa berjalan ke mana-mana
‘alaihissalam, ketika beliau dihadirkan pameran kuda- dengan sangat cepat.
kuda, ternyata hal itu membuat beliau lupa untuk
berzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka Selain itu, para ulama juga menyebutkan contoh yaitu
kemudian yang beliau lakukan adalah meminta kuda- para syuhada. Mereka telah menyerahkan jiwa mereka
kuda tersebut untuk dihadirkan, lalu disembelihnya karena Allah Subhanahu wa ta’ala, maka ruh mereka di
seluruh kuda-kuda tersebut, tidak lain beliau melakukan alam barzakh beterbangan seperti burung-burung di
itu karena itulah yang melalaikan beliau dari mengingat surga. Seperti Ja’far bin Abi Thalib, ketika dalam
Allah Subhanahu wa ta’ala. Lalu apa ganti yang Allah peperangan dia membawa bendera dengan tangan
Subhanahu wa ta’ala berikan kepada Nabi Sulaiman kanannya, kemudian tangan kanannya terputus, maka
‘alaihissalam? Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, dia memegang bendera dengan tangan kirinya. Namun
kemudian tangan kirinya pun ikut terputus, maka jadilah
‫َو ِلُس َلْيَم اَن الِّريَح ُغ ُد ُّو َها َش ْهٌر َو َر َو اُح َها َش ْهٌر َو َأَس ْلَنا َلُه‬ kedua tangannya terputus dalam medan pertempuran.
Akan tetapi apa ganti dari Allah Subhanahu wa ta’ala
‫َع ْيَن اْلِقْط ِر َو ِم َن اْلِج ِّن َم ْن َيْع َم ُل َبْيَن َيَد ْيِه ِبِإْذ ِن َر ِّبِه َو َم ْن‬ bagi Ja’far bin Abi Thalib? Yaitu Allah Subhanahu wa
ta’ala memberi ganti tangannya yang putus dengan
‫َيِز ْغ ِم ْنُهْم َع ْن َأْم ِرَنا ُنِذ ْقُه ِم ْن َع َذ اِب الَّس ِع يِر‬ sayap,[8] oleh karenanya dia diberi gelar dengan Ja’far
Ath-Thayyar.
“Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang
perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan Intinya, banyak sekali kisah yang lain, bahwasanya
sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah
dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan Subhanahu wa ta’ala, maka Allah Subhanahu wa ta’ala
cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang gantikan baginya di dunia sebelum di akhirat.
bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya)
dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di
antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan
kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.”
(QS. Saba’: 12)

Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala memberi


ganti kepada Nabi Sulaiman ‘alaihissalam atas kuda-
ta’ala juga suka jika hamba-Nya pandai untuk berterima
kasih.

Maka dari itu, ada beberapa perkara yang perlu untuk


kita perhatikan dalam bersyukur kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala, di antaranya:

1. Hendaknya ikhlas dalam beribadah agar


Allah Subhanahu wa ta’ala membalas
dengan balasan terbaik
Contoh kisah dalam hal ini adalah kisah yang masyhur
tentang wanita pezina yang masuk surga karena
memberi minum kepada seekor anjing. Allah Subhanahu
wa ta’ala mengampuni dosa-dosanya karena dia ikhlas
karena Allah ketika memberi minum kepada anjing
tersebut.[9] Mengapa dia diampuni? Ibnul Qayyim
Perkara-perkara yang hendak diperhatikan menyebutkan bahwasanya dia diampuni oleh Allah
berkaitan dengan syukur Subhanahu wa ta’ala karena dia ikhlas, dia menolong
anjing tersebut sementara tidak ada yang melihatnya,
Kita tahu bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Asy- kemudian dia tidak bisa mengharapkan terima kasih dari
Syakur, dan Dia mencintai hamba-Nya yang bersyukur anjing tersebut sehingga dia memberi minum kepada
kepada-Nya. Sebagaimana telah disebutkan pada anjing tulus karena Allah Subhanahu wa ta’ala.
pembahasan urgensi mempelajari fikih Al-Asma’ Al-
Husna, kita ketahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Contoh juga seperti dalam sebuah hadits, tentang
ta’ala suka jika hamba-hamba-Nya memiliki sifat-sifat seorang laki-laki yang memindahkan gangguan dari
yang merupakan atsar (dampak) dari sifat Allah jalan. Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,
Subhanahu wa ta’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala
memiliki nama Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun),
maka Allah Subhanahu wa ta’ala suka jika hambanya
suka untuk memaafkan manusia. Allah Subhanahu wa
‫َبْيَنَم ا َر ُجٌل َيْمِش ي ِبَطِريٍق َو َج َد ُغ ْص َن َش ْو ٍك َع َلى الَّطِريِق‬
ta’ala adalah Asy-Syakur, maka Allah Subhanahu wa ‫ َفَشَك َر ُهَّللا َلُه َفَغ َفَر َلُه‬،‫َفَأَّخ َر ُه‬
“Ketika seorang laki-laki berjalan pada suatu jalan dan makan ke rumah ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, maka
menemukan dahan berduri lalu ia membuangnya maka ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mencari-cari makanan di
Allah menyanjungnya dan mengampuni dosanya.”[10] rumahnya namun tidak menemukan apa-apa kecuali
sebutir kurma. Maka kurma tersebut diberikan kepada
Menghilangkan gangguan dari jalan ternyata bisa wanita tersebut, dan yang menakjubkan adalah wanita
membuat seseorang diampuni dosanya oleh Allah tersebut membelah dua sebutir kurma tersebut,
Subhanahu wa ta’ala. Padahal dalam hadits yang lain kemudian diberikannya kepada kedua anaknya. Tentu
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda, yang juga tidak kalah menakjubkan adalah ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha yang memberikan sebutir kurma
kepada wanita tersebut, sementara dia sendiri tidak
،‫– َأْو ِبْض ٌع َو ِس ُّتوَن – ُش ْع َبًة‬ ‫اِإْل يَم اُن ِبْض ٌع َو َس ْبُعوَن‬ memiliki makanan yang bisa dia makan di rumahnya.
Kemudian, setelah seorang ibu bersama kedua anaknya
‫ َو َأْد َناَها ِإَم اَطُة اَأْلَذ ى َع ِن‬،‫ُهللا‬ ‫َفَأْفَض ُلَها َقْو ُل اَل ِإَلَه ِإاَّل‬ itu pergi, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha kemudian
menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah ‫ﷺ‬.
‫الَّطِريِق‬ Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬setelah mendengar cerita dari
‘Aisyah radhiallahu ‘anha beliau berkata,
“Iman itu ada tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih
cabang. Yang paling utama adalah perkataan, ‘LAA
ILAAHA ILLALLAHU (Tidak ada tuhan yang berhak ‫ ُك َّن َلُه ِس ْتًرا‬، ‫ َفَأْح َس َن ِإَلْيِهَّن‬،‫َم ْن َيِلي ِم ْن َهِذِه الَبَناِت َش ْيًئا‬
disembah selain Allah)’, dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.”[11]
‫ِم َن الَّنار‬

Ternyata, laki-laki tersebut sedang melakukan cabang “Barang siapa yang diuji sesuatu karena anak-anak
keimanan yang paling rendah, yaitu menghilangkan perempuannya lalu ia berlaku baik terhadap mereka
gangguan dari jalan. Akan tetapi karena dia ikhlas, maka mereka akan melindunginya dari api neraka.”[12]
perbuatan yang sangat sepele tersebut membuat dia
diampuni dosa-dosanya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Tentu kita melihat bahwa amalan yang dilakukan
seorang ibu tersebut kepada anaknya adalah amalan
Contoh lain juga seperti kisah seorang ibu yang yang sederhana, yaitu hanya membagi sepenggal kurma
membelah sebutir kurma untuk anaknya. Dikisahkan kepada anak, akan tetapi jika itu dilakukan karena Allah
bahwa ada ibu bersama kedua orang putrinya meminta
Subhanahu wa ta’ala maka Allah Subhanahu wa ta’ala Bentuk syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yaitu
akan balas dengan balasan yang terbaik. seseorang banyak beribadah kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
Dari sini kita mengingat bahwasanya benarlah perkataan
para salaf,
‫اْع َم ُلوا آَل َد اُو وَد ُشْك ًرا َو َقِليٌل ِم ْن ِعَباِدَي الَّشُك وُر‬
‫ َو ُرَّب َع َم ٍل َك ِبيٍر ُتَص ِّغ ُر ُه‬،‫ُرَّب َع َم ٍل َص ِغ يٍر ُتَع ِّظٌم ٌه الِّنَّيُة‬ “Beramallah wahai keluarga Daud untuk bersyukur
‫الِّنَّيُة‬ (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku
yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)

“Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena Demikian juga Rasulullah ‫ ﷺ‬berkata ketika beliau
niat, dan betapa banyak amalan yang besar menjadi shalat hingga kaki beliau bengkak,
kecil karena niat pula.”

Oleh karenanya jika kita ingin diberikan balasan oleh ‫َأَفَال َأُك وُن َع ْبًد ا َش ُك وًرا‬
Asy-Syakur (Yang Maha Bersyukur) dengan balasan
yang terbaik, maka hendaknya kita berusaha untuk “Apakah tidak sepatutnya aku menjadi hamba yang
seikhlas mungkin dalam beribadah. bersyukur?”[13]

2. Allah Subhanahu wa ta’ala itu Asy-Syakur Jadi, bukti nyata seseorang yang bersyukur kepada
dan mencintai hamba-Nya yang suka Allah Subhanahu wa ta’ala dan dia juga dicintai oleh
bersyukur Allah Subhanahu wa ta’ala adalah dia bersyukur kepada
Sikap syukur seorang hamba itu ada dua, yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala dengan cara banyak
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan beribadah kepada-Nya.
bersyukur kepada sesama manusia.

Seseorang jika sudah pandai bersyukur kepada Allah


 Syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, maka Allah Subhanahu wa ta’ala
tidak akan mengazab dirinya. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,
‫َم ا َيْفَع ُل ُهَّللا ِبَع َذ اِبُك ْم ِإْن َشَك ْر ُتْم َو آَم ْنُتْم َو َك اَن ُهَّللا َش اِكًرا‬ “Sesungguhnya orang yang paling bersyukur kepada
Allah adalah orang yang paling berterima kasih kepada
‫َع ِليًم ا‬ manusia.”[15]

“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan Kemudian juga dalam lafal yang lain,
beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha
Mengetahui.” (QS. An-Nisa’: 147)
‫اَل َيْشُك ُر ُهَّللا َم ْن اَل َيْشُك ُر الَّناَس‬
 Bersyukur kepada sesama manusia
Di antara hal yang banyak dilupakan oleh kita adalah di “Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak
antara bentuk kita bersyukur kepada Allah Subhanahu bersyukur kepada manusia.”[16]
wa ta’ala adalah dengan cara kita bersyukur (berterima
kasih) kepada sesama manusia. Dalam sebuah riwayat Hadits-hadits semacam ini sangat banyak. Oleh
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda, karenanya seseorang jika ingin dikatakan sebagai orang
yang bersyukur, maka dia harus pandai berterima kasih
kepada sesama manusia, dan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
‫َم ْن اَل َيْشُك ُر الَّناَس اَل َيْشُك ُر َهَّللا‬ yang memerintahkan demikian. Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
bersabda,
“Barang siapa yang tidak pandai bersyukur (berterima
kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur
kepada Allah.”[14] ‫ َفِإْن َلْم َتِج ُد وا َم ا‬،‫َو َم ْن َص َنَع ِإَلْيُك ْم َم ْعُروًفا َفَك اِفُئوُه‬
‫ َفاْدُع وا َلُه َح َّتى َتَر ْو ا َأَّنُك ْم َقْد َك اَفْأُتُم وُه‬،‫ُتَك اِفُئوَنُه‬
Dalam riwayat yang lain Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬juga
bersabda, “Dan barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian
maka balaslah, kemudian apabila kalian tidak mendapat

‫ِإَّن َأْش َك َر الَّناِس ِهَّلِل َأْش َك ُر ُهْم ِللَّناِس‬


sesuatu untuk membalasnya maka doakanlah dia hingga
kalian melihat bahwa kalian telah membalasnya.”[17]
Ada orang-orang yang kebaikannya perlu untuk kita Maka dari itu, ketika seseorang telah diberi kebaikan
balas seperti tetangga kita, dia memberi kue atau dari orang lain, jangan kemudian dia bersikap tidak
makanan, maka kita pun juga memberi kue atau peduli, sehingga tidak ada bentuk terima kasih
makanan pula. Namun ada pula orang-orang yang kaya meskipun hanya dengan ucapan “Terima kasih” atau
raya, atau raja, mereka tidak butuh balasan seperti apa “Jazakallahu khairan”. Ketahuilah bahwa orang yang
yang mereka berikan kepada kita, akan tetapi dia hanya tidak mau membalas kebaikan seseorang meskipun
butuh terima kasih dari kita. Maka di antara bentuk hanya dengan ucapan “Terima kasih”, maka itu pertanda
terima kasih kita kepada orang seperti mereka adalah bahwa dia adalah orang yang sombong. Sebagian orang
kita mendoakan mereka sampai kita merasa doa kita ada yang tidak mau berterima kasih karena merasa
tersebut sudah cukup untuk membalas kebaikannya, tidak ingin punya balas budi. Ingatlah wahai saudaraku
jika kita merasa belum cukup maka kita terus sekalian, jika orang memberi lantas Anda tidak ingin
mendoakan mereka. merasa berhutang budi, tolak pemberiannya. Tapi kalau
Anda mau menerima kebaikan tersebut, maka balaslah
Dari sini kita kemudian sadar bahwasanya orang yang dengan balasan yang sesuai dengan kebaikan tersebut,
paling utama kita mendapatkan rasa syukur kita adalah dan jika tidak mampu maka paling tidak ucapkanlah
orang tua kita. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Jazakallahu khairan”. Benar bahwasanya yang berbuat
kebaikan agar tidak mengharapkan balasan, akan tetapi
orang yang diberi kebaikan harus memberi balasan,
‫َأِن اْشُك ْر ِلي َو ِلَو اِلَد ْيَك ِإَلَّي اْلَم ِص يُر‬ karena Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang menyuruh hal
tersebut.

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang


tuamu. Hanya kepada Aku tempat kembalimu.” (QS.
Luqman: 14)

Orang yang bertauhid, orang yang mengagungkan Allah


Subhanahu wa ta’ala, harusnya dia berterima kasih
kepada orang tuanya sebelum dia berterima kasih
kepada orang lain. Hendaknya dia tidak bersikap pelit
kepada orang tuanya, tidak merendahkannya, tidak
menyakiti hatinya, bahkan hendaknya dia memenuhi
seluruh permintaannya jika dia mampu.

Anda mungkin juga menyukai