Anda di halaman 1dari 30

Kelompok 6 Pengantar Studi Hadis

Akuntansi Manajemen (Universitas Pancasila)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)
MAKALAH
“PENGANTAR STUDI HADIST”
Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Studi Qur’an Hadist

Oleh :

Kelompok 6

1. Alfian Nurdiansyah (1860405222139)


2. Muhammad Arifuddin A (1860405222095)
3. Nilna Monna (1860405222103)
4. Rindi Aula Zakaani (1860405222123)

KELAS MBS 1B

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

TAHUN 2022

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang telah kami susun
dengan judul “PENGANTAR STUDI HADIST”. Dan tak lupa sholawat serta salam
kita haturkan kepada sang baginda Nabi Agung Muhammad saw yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyyah menuju zaman islamiyah, dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang hingga saat ini. Beberapa pihak
telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,
kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyusun makalah ini. Rasa terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak berikut
ini :

1. Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah


2. Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah
3. Refki Rusyadi, M.Pd.I selaku Koordinator Prodi Manajemen Bisnis Syariah
UIN Sayyid Ali Rahmatullah
4. Ibu Siti Ulin Ni’mah, M.Pd.I, M.H. selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Studi Qur’an Hadist
5. Rekan-rekan sekalian, khususnya bagi pihak yang ikut serta dalam proses
penyusunan makalah ini.

Makalah ini akan menjelaskan tentang Pengantar Studi Hadist yang telah kami
rangkum baik dari sumber buku penunjang atau dari sumber-sumber lainnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini belum ke titik sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar menyempurnakan makalah
ini.

Tulungagung, 05 Oktober 2022

Penulis

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------------i

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------1
1.2 Rumusan Masalah --------------------------------------------------------------------1
1.3 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hadist dan Ilmu Hadist ---------------------------------------------------2
2.2 Kedudukan Hadist Dalam Islam ---------------------------------------------------7
2.3 Sejarah Hadist dan Ilmu Hadist ---------------------------------------------------- 12
2.4 Pembagian Hadist dan Ilmu Hadist ------------------------------------------------19

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN -----------------------------------------------------------------------25

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------26

ii

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai umat islam tentu tidak asing dengan kata hadits. Dalam
pengambilankeputusan suatu perkara, seorang muslim berpedoman dengan
ayat-ayat Al-Qur’an dan tambahan dalil-dalil dari hadits. Hadits melengkapi
penjelasan-penjelasan di dalam Al-Quran agar lebih jelas.
Pada zaman yang semakin tua ini, banyak umat muslim yang mempercayai
suatuhal tanpa dalil, hadits-hadits palsu. Oleh karena itu, pentingnya
pemahaman lebih umatmuslim tentang hadits dan ilmu hadits. Sehingga
seorang muslim dapat mengamalkansuatu hal sesuai hadits yang benar dan
dapat menghindari bid’ah dan suatu perkara yang sia-sia.
Menurut bahasa Hadits berarti Al Jadid, yaitu sesuatu yang baru,
menunjukansesuatu yang dekat dan waktu yang singkat (Dzafar, 1972), seperti
perkataan hadist “laqad a’itanaq al islam liltawi” yang artinya dia baru
masuk/memeluk Islam. Lawan kata al Jadid adalah al Qadim,yang berarti
sesuatu yang lama. Hadits juga berarti al Khobir , “berita”, yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada
oranglain. Disamping itu, Hadits juga berarti al korib, ”dekat”, tidak lama lagi
terjadi, sedangkan lawannya adalah al bu’id, artinya “jauh” (Ajaj, 1971)
1.2 Rumusan masalah
1. Jelaskan Definisi Hadist dan Ilmu Hadist!
2. Bagaimanakah Kedudukan Hadist Dalam Islam?
3. Jelaskan Sejarah Hadist dan Ilmu Hadist!
4. Jelaskan Pembagian Hadist dan Ilmu Hadist!
1.3 Tujuan
1. Memahami dan mengerti tentang definisi dan ilmu hadist.
2. Mengerti bagaimana kedudukan hadist dalam islam.
3. Mengerti tentang sejarah hadist dan ilmu hadist.
4. Mengerti tentang pembagian hadist dan ilmu hadist.

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hadist dan Ilmu Hadist


a. Pengertian Hadist

Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang
berarti pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti; yaitu

1. “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal


ini yang dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang
dimaksud jadid adalah hadis Nabi saw.1 Namun dalam rumusan lain
mengatakan bahwa Al-Qur’an disebut wahyu yang matluw karena
dibacakan oleh Malaikat Jibril, sedangkan hadis adalah wahyu yang
ghair matluw sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril. Nah, kalau
keduanya sama-sama wahyu, maka dikotomi, yang satu qadim dan
lainnya jadid tidak perlu ada.2
2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,
3. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu
menggunakan ungkapan  ,‫ن‬‫د‬ ,‫ن‬‫ر‬ ‫بأ‬ (megabarkan kepada kami,
memberitahu kepada kami dan menceritakan kepada kami. Dari makna
terakhir inilah diambil perkataan “hadits Rasulullah” yang jamaknya
“aha>di>ts.3

Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya:


Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang
sepertinya jika mereka orang benar”.(QS.52:34).

Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi


perbedaan antara pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli

1
Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1995), 22
2
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003), 2
3
Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuh, (Beirut, Dar al-‘Ilm li al- Malayin, 1969), 4

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


hadits ada yang memberikan pengertian hadis secara terbatas (sempit) dan
ada yang memberikan pengertian secara luas. Pengertian hadis secara
terbatas diantaranya sebagaimana yang diberikan oleh Mahmud Tahhan
adalah “sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa perkataan
atau perbuatan atau persetujuan atau sifat”.

Ulama yang lain memberikan pengertian hadis sebagai berikut:


“segala ucapan dari Nabi SAW, segala perbuatan dan segala keadaan”.
Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang diberikan oleh
sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu tidak
hanya meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’), juga
meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadis mauquf), serta dari
tabi’in (hadis maqthu’).4
Sedang menurut ahli ushul, hadits adalah: “segala perkataan, segala
perbuatan dan segala tarqir nabi SAW yang bersangkut paut dengan
hukum” Dari pengertian yang diberikan oleh ahli ushul fiqih di atas, berarti
informasi tentang kehidupan Nabi ketika masih kecil, kebiasaan, kesukaan
makan dan pakaian yang tidak ada relevansinya dengan hukum, maka tidak
disebut sebagai hadis.
b. Sinonim Hadis
Ada beberapa istilah lain yang merupakan sinonim dari kata hadis, yaitu
sunnah, khabar dan atsar.
1. Sunnah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw,
baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
2. Khabar adalah sesuatu yang datang dari selain nabi
3. Atsar adalah sesuatu yang berasal dari sahabat nabi
c. Pengertian Ilmu Hadis
Secara terminologi ilmu Hadis dirumuskan dalam defenisi yang dikemukan
oleh Ulama Mutaqaddimin sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis kepada Rasulullah
SAW dari segi hal, ihwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan

4
M. Hasby As Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Thoha Putra, 1994), 4

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


keadilanya, dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”5
Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama Mutaakhirin, Ilmu hadis ini
dibagi menjadi dua yaitu :
1. Ilmu Hadis Riwayah
Ilmu riwayah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis
yang berdasarkan kepada Nabi SAW,baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya6”
Objek ilmu hadis Riwayah adalah bagaimana cara menerima dan
menyampaikan kepada orang lain. Dan memindahkan atau
mendewankan. Demikian menurut pendapat al-Syuyuti. Dalam
menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebut apa adanya, baik
yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak
membicarakan tentang Syaz ( kejanggalan) dan `illa (kecacatan) matan
hadis . demikian pula ilmu ini tidak membahas kualitas para perawi, baik
keadilan , kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu hadis riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang
pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.
2. Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadis Dirayah biasanya juga disebut ilmu Mustalah Hadis,ilmu
Ushul al-Hadis, Ulum al-Hadis dan Qawa`id al-Tahdis. Al-Tirmizi
mendefinisikan ilmu hadis dirayah sebagai berikut “Ilmu Pengetahuan
untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam
dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi,
baik persyaratan, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala
yang berkaitan denganya.”7
• Hakikat periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandaran
kepada sumber hadis hadis atau sumber berita.

5
Jalal al-Din al Suyuthi, Tadrib al-Rawi fiy Syarh Taqrib al-Nawawi. Jilid I Dar al-Fikrr, Beirut, 1998,
hlm. 5-6.
6
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, Ulumuh wa Mushtholahuh, Dar al-Fikr, Beirut, 1990,
hlm. 7.
7
Al-Suyuthi, op. cit., hlm. 40

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


• Syarat-syarat periwayatan adalah penerimaan perawi terhadap
hadis yang akan diriwayatkannya dengan berbagai cara
penerimaan, seperti melalui al-sama` (pendengaran), al-Ijazah
(pemberian izin dari perawi).8
• Macam-macam periwayatan adalah membicarakan sekitar
diterima atau ditolaknya suatu hadis.
• Keadaan adalah , pembicraan sekitar keadilan, kecacatan para
perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan
meriwayatkan hadis.
• Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis –hadis
yang dapat dihimpun pada kitab-kitab Tasnif, kitab Tasnid dan
kitab Mu`jam.9
Yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang menyampaikan atau
meriwayatkan hadis, sedangkan yang dimaksud dengan marwi adalah
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada sahabat, atau
kepada Tabi`in. “Keadaan rawi dari sudut maqbul dan mardud nya”
ialah keadaan perawi dari sudut kecacatan, keadilan, peristiwa sekitar
penerimaan dan periwayatannya serta segala sesuatu yang berkaitan
dengan itu.10
d. cabang-cabang Ilmu Hadis
Dari ilmu hadis Riwayah dan Dirayah di atas, pada perkembangan
berikutnya, muncullah cabang-cabang ilmu hadis lainnya seperti ilmu Rijal
al-Hadis, ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil, ilmu Tarikh al-Ruwah, ilmu `Ilal al-
Hadis, ilmu aal-Nasikh wa al-Mansukh, ilmu Asbab Wurud al-Hadis,ilmu
Mukhtalif al- Hadis sebagaimana akan diuraikan berikut ini:
1. ilmu Rijal al Hadis adalah Ilmu untuk mengetahui para perawi Hadis
dan kapasitas mereka sebagai perawi hadis.11

8
Ibid., hlm. 40-41.
9
Ibid.
10
Al-Nu`man al-Qadli, al-Hadis al Syarif Riwayah wa Dirayah, Jumhuriyah al-Arabiyah, Mesir, tt,
hlm. 77
11
Nur al-Din `Atar op.cit., hlm. 92.

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


2. Ilmu al jarh wa al ta’dil adalah lmu yang membahas tentang para perawi
hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, dengan
ungkapan atau lafaz tertentu12
3. Ilmu Tarikh al ruwah adalah lmu untuk mengetahui para perawi hadis
yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis13
4. Ilmu ‘ilal al hadis adalah Ilmu yang membahas sebab-sebab yang
tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, seperti
mengatakan Muttasil terhadap hadis yang Muntaqi` menyebut marfu`
dengan hadis yang mauquf, memasukan hadis ke dalam hadis lain dan
hal-hal seperti itu.14
5. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh adalah ilmu yang membahas hadis-hadis
yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan
bahwa yang dating erdahulu disebut mansukh dan yang datang
kemudian disebut Nasikh.15
6. Ilmu asbab wurud al-hadis adalah suatu ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya
dan waktu beliau menuturkan itu.
7. Ilmu Gharib al-Hadis adalah lmu untuk mengetahui dan menerangkan
makna yang terdapat pada lafaz-lafaz hadis yang jauh dan sulit
dipahami, karena lafaz tersebut jarang digunakan.16
8. Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif adalah ilmu Pengetahuan yang berusaha
menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya
(mushhaf) dan bentuknya (Muharraf).17
9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis adalah ilmu yang membahas hadis-hadis, yang
menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, agar
pertentangan itu dapat dihilangkan atau dikompromikan keduanya,
sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahamiisi atau

12
Subhi al-Shaleh op. cit., hlm. 109.
13
jjaj al-Khatib, op.cit.. hlm. 253, dan Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustholah al-Hadis Dar al-Quran
al-Karim, Beirut, 1979, hlm. 224
14
Subhi al-Shaheh op. cit., hlm. 112.
15
Abu Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi al-Ihkam fi al-
Ahkam, Muhammad ali Sabih wa Auladuhu, Mesir, 1968, hlm. 257-258.
16
Al-Tirmizi, op. cit., hlm. 202
17
Ibid., hlm. 204.

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


kandunganya, dengan menghilangkan kemusyikilannya atau kesulitan
serta menjelaskan hakikatnya.18
2.2 Kedudukan Hadis Dalam Islam
a. Kedudukan Hadis

Dalam Islam kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam berada di posisi
kedua, yaitu setelah Al-Qur'an. Dalam kalangan Islam ada kelompok di
Mesir dan Irak yang mengingkari eksistensi hadis yang disebut dengan inkar
as-sunah. Mereka tidak menjadikan hadis sebagai sumber ajaran Islam.
Bahkan mereka membuat metodologi ilmu hadis sendiri untuk
mempertahankan pendapatnya secara ilmiah, seperti rijal al-hadis, takhrij al-
hadis, mushtalah hadis dan sebagainya.

Hal senada juga dilakukan oleh kaum Orientalis, di antaranya Ignaz


Goldziher yang menyatakan bahwa hampir tidak mungkin ada keyakinan
sedikitpun untuk memfilternya sekian banyak materi hadis, sehingga
diperolehnya agak sulit secara orisinil. Dengan demikian, hadis hanyalah
sebagian catatan atau pandangan generasi muslim awal. Morgoliouth
berpendapat bahwa Nabi saw. tidak memiliki ekstra Qur'ani sebagaimana
dalam kitab-kitab hadis. la hanya sebagai perantara wahyu saja (Ghufran,
1998: 128). Joseph Schacht (1902 M-1969 M) menyatakan bahwa tidak
satupun hadis yang otentik dari Nabi saw, khususnya hadis-hadis mengenai
hukum Islam (fikih).

Dalam hukum Islam sebenarnya hadis menjadi sumber hukum kedua


(masadir as-saniyah) setelah Al-Qur'an. Penetapan hadis sebagai sumber
kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al-Qur'an sendiri, kesepakatan (ijma)
ulama, dan penalaran rasio (ma'qu Kehujjahan hadis dapat diketahui
berdasarkan Al-Qur'an, di antaranya QS. an-Nisa': 80.

‫ ا‬ ‫قد‬ ‫و‬‫ر‬ ‫ط‬ 

18
Ajjaj al-Khatib, op. cit., hlm. 283.

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


Artinya: "Barangsiapa yang mentaati Rasul, maka sesungguhnya dia telah
mentaati Allah".

Dalam ayat lain, Allah berfirman dalam QS.al-Hasyr: 7.

‫تهو‬ ‫ن‬ ‫ه‬  ‫خذ‬ ‫و‬‫ر‬  

Artinya: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah".

Dalam QS. an-Nisa': 59, Allah Swt. Berfirman,

‫ت‬‫ن‬ ‫إ‬ ‫نك‬ ‫ر‬  ‫و‬‫ر‬ ‫يعو‬ ‫ ا‬‫يعو‬ ‫نو‬ ‫ذ‬ ‫ه‬ 

‫و‬‫ر‬ ‫ ا‬ ‫ر‬ ‫ء‬ 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunah)."19

b. Hubungan Hadis dengan Al-Qur'an

Hadis dan Al-Qur'an memiliki hubungan fungsional, yaitu sebagai penjelas


(bayan), sebagaimana pejelasan di bawah ini (al-Maliki, 1982: 13-14, Abu
Zahrah, 1954, 112; Khallaf, 1978, 39-40).

1. Menguatkan (taʼkid) hukum yang telah ditetapkan Al-Qur'an, seperti


firman Allah Swt. dalam surat Hud: 102.

‫د‬‫د‬ ‫ي‬ ‫ذ‬  ‫مة‬  ‫قر‬ ‫ذ‬   ‫ذ‬ ‫ذ‬

Artinya: "Begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia menyiksa penduduk


negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya siksa-Nya itu adalah
sangat pedih dan keras."

Ayat ini diperkuat dengan hadis riwayat Abu Musa yang maknanya
hampir sama, bahwa Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah akan

19
Dr. KH. Nawawi, M. Ag. Pengantar studi hadis (Batu: Literasi Nusantara, 2020), hal.31-32

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


menangguhkan siksaannya bagi orang yang berbuat zalim, jika Allah
telah menghukumnya maka dia tidak akan pernah melepaskannya".
Kemudian Nabi saw. membaca ayat surah Hud: 102 (H.R Muslim).

2. Menjelaskan (bayan) maksud Al-Qur'an yang terdiri dari empat bentuk,


yaitu:
a. ‫مخم‬ ‫فعي‬ (Merinci yang minimal)
Seperti halnya kewajiban salat dalam surah an-Nisa':103 berikut.

‫و‬‫ؤ‬ ‫ت‬ ‫ني‬‫مؤ‬   ‫صل‬  ‫صل‬ ‫يمو‬‫أ‬

Artinya: "Maka dirikanlah salat sesungguhnya salat adalah fardhu


yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman."

Ayat tersebut hanya berisi tentang perintah salat tapi tidak


menjelaskan bagaimana pelaksanaannya, jumlah rakaatnya, syarat
dan rukun, serta sebagainya sampai ada penjelasan terperinci dari
sabda Nabi saw. "Salatlah kalian sebagaimana kalian melihataku
salat." (H.R Bukhari).

b. ‫مط‬ ‫فيد‬ (Membatasi yang mutlak)


Seperti halnya ayat mengenai potong tangan yangdijelaskan dalam
surah al-Maidah: 38 berikut.

‫هم‬‫د‬ ‫طعو‬ ‫ة‬‫ش‬ ‫ش‬

Artinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,


maka potonglah kedua tangannya."
Ayat ini dibatasi oleh hadis yang menyatakan bahwa ukuran tangan
yang dipotong yaitu hingga pergelangan tangan.

c. ‫ع‬ ‫خصي‬ (Mengkhususkan yang umum)


Seperti halnya ayat yang berkaitan tentang waris dalam surat an-
Nisa': 11.

‫نيي‬  ‫ث‬ ‫ر‬‫ذ‬   ‫ ا‬‫يك‬‫و‬

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka)
bagi anak-anakmu, yaitu: bagian anak laki-laki sama dengan dua
bagian anak perempuan."

Ayat tersebut masih bersifat umum, ditujukan pada orang tua untuk
mewariskan hartanya kepada anak-anak mereka. Tetapi Nabi saw.
mengkhususkan bahwa warisan itu hanya berlaku pada sesama
muslim.

d. ‫تشكي‬ ‫ي‬‫و‬ (Menjelaskan lafaz yang misykil)


Sebagian sahabat nabi memahami benang hitam ada lah igal (ikatan
yang dipakai di kepala untuk laki-laki Arab) putih dan hitam. Nabi
saw. menerangkan bahwa yang dimaksud dalam firman Allah
tersebut adalah putihnya siang dan hitamnya malam.

 ‫و‬ ‫ق‬  ‫مد‬ )‫و‬ ‫خي‬  ‫ي‬ ‫خي‬ ‫ك‬ ‫تبي‬ ‫ت‬( ‫ز‬ ‫م‬
 ُ‫غد‬  ‫ستبي‬ ‫ل‬ ‫ي‬  ‫ظر‬ ‫جع‬  ‫ح‬ ‫تهم‬‫جع‬ ‫ي‬ ‫ق‬
‫ ا ﷺ‬‫و‬

)‫نه‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫و‬  ‫م‬ ( ‫ق‬   ‫ر‬‫ذ‬

Menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur'an,


seperti memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu,
haramnya memakan burung yang berkuku tajam, haramnya
memakai cincin emas dan kain sutra bagi haramnya riba' fadlal, dan
sebagainya.20

c. Perbuatan Rasulullah: Antara Tasyri' dan Non-Tasyri'

Dalam mengikuti Nabi saw., umat Islam terbagi menjadi beberapa


kelompok. Ada umat Islam yang mengikuti perbuatan beliau secara tekstual.
Artinya, apa pun perbuatan beliau diikuti dan diamalkan, sesuai pemahaman
mereka, misalnya, kaum laki-laki jubah dan serban, dan perempuan
mengenakan cadar. Ada pula mengenakan kelompok moderat yang

20
Dr. KH. Nawawi, M. Ag. Pengantar studi hadis (Batu: Literasi Nusantara, 2020), hal.32-34

10

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


memahami perbuatan Nabi secara kon tekstual. Kelompok ini membagi
perbuatan Nabi saw, menjadi beberapa kategori.

1. Perbuatan Nabi saw. dapat dikategorikan sebagai hadis. Namun, tidak


semua perbuatan Nabi saw. Dikategorikan sebagai tasyri'. Menurut
Tarmizi M. Jakfar (2014: 216-235), perbuatan Nabi saw. yang tidak
termasuk kategori syariat (tasyri), yaitu: perbuatan jibilliyah Nabi saw.
Perbuatan jibilliyal adalah perbuatan Nabi yang timbul dari sifat
kemanusian tanpa disengaja, seperti gembira, benci ketika melihat
Hamzah terbunuh, serta gerakan-gerakan ketika bangun tidur. Selain itu,
termasuk juga perbuatan yang disengaja oleh Nabi saw. karena sifat
kemanusiannya, seperti makan, minum, pakaian, tidur, berobat, duduk,
dan sebagainya.
2. Perbuatan murni Nabi saw. dalam hal ini, perbuatan Nabi ada dua
macam, yaitu perbuatan yang murni tujuan ibadah yang jelas termasuk
kategori syariah dan perbuatan yang tidak bertujuan ibadah yang
menunjukkan ibahah saja, sebab hanya merupakan perbuatan murni Nabi
saw.
3. Perbuatan Nabi saw. dalam masalah dunia, hal ini meliputi resep obat-
obatan, pertanian, pertukangan, bisnis, menggembala atau dapat upah,
peperangan, pemerintahan, dan sebagainya. Perbuatan tersebut
menunjukkan ibahalı saja. Tidak ada perselisihan dalam kalangan ulama
bahwa status perbuatan tersebut adalah mubah, baik bagi Rasulullah saw.
maupun bagi umatnya. Karena itu, perbuatan-perbuatan tersebut tidak
termasuk dalam kategori mandub. Termasuk dalam kategori ini,
perbuatan Nabi saw. yang berdasarkan pengalaman pribadi dan
eksperimen urusan keduniaan berupa perdagangan, pertanian, strategi
perang, resep obat suatu penyakit. Perbuatan dan ini bukan merupakan
syariat, karenanya tidak wajib diikuti. Misalnya, Nabi saw. pernah
melarang penduduk Madinah untuk tidak mengawinkan pohon kurma.
Akibatnya, pohon kurma itu mengalami gagal panen, kemudian Rasul
bersabda: “Kalian lebih tahu akan urusan-urusan duniamu.”

11

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


4. Nabi sebagai orang Arab, hal ini berkaitan dengan budaya Arab sebab
Nabi termasuk orang Arab, seperti baju gamis, sorban, sepatu, dan alat-
alat perlengkapan yang biasa digu nakan untuk berperang. Sebagian
ulama menegaskan bahwa memanjangkan jenggot merupakan sunah
Rasul yang perlu diikuti. Mereka berpedoman pada sabda Rasul:
“Potonglah kumis dan panjangkan jenggot". Sebagian ulama yang lain
menyatakan bahwa memanjangkan jenggot merupakan kebiasaan Rasul
dan orang Arab pada umumnya, sehingga tidak harus diikuti oleh
umatnya. Mereka berargumentasi bahwa alasan perintah memanjangkan
jenggot adalah berbeda dengan kebiasaan orang Yahudi dan bangsa non-
Arab yang suka memanjangkan kumis dan mencukur jenggot. Abu
Zahrah memilih pendapat bahwa memelihara jenggot hanyalah tradisi
semata, bukan bagian serangkaian syariat Islam (Abu Zahrah, t. th: 114-
115).21
2.3 Sejarah Hadis dan Ilmu Hadis
A. Hadis pada masa Rasulullah SAW
1. Proses Terjadinya Hadis dan Cara Nabi Menyampaikan Hadis
Rasul sebagai nara sumber syariat Islam tidak sekedar sambil lalu
menyampaikan ajarannya kepada para sahabat, tetapi beliau merupakan
salah seorang guru yang baik. Konsep religius yang ia kemukan selalu
disesuaikan dengan taraf kemampuan intelegensi para sahabat, serta
kasus-kasus yang tertentu ia sengaja mengulangi pernyatan sampai tiga
kali bahkan untuk mengulangi pernyataannya sampai tiga kali bahkan
untuk memantapkan pemahaman dan penguasaan sahabat terhadap
materi pembicraan, ia mau bertanya pada dan mendengarkan apa saja
yang telah diketahui sahabat darinya. Lebih jauh lagi, Nabi sering
menganjurkan kepada sahabat yang mempertanyakan sesuatu untuk
tinggal bersamanya dan belajar mengamati perilaku beliau. Cara-cara
tersebut memiliki keyakinan bahwa hadis yang dikomunikasikan benar-
benar mampu memahami dan diamalkan para sahabat sesuai dengan

21
Dr. KH. Nawawi, M. Ag. Pengantar studi hadis (Batu: Literasi Nusantara, 2020), hal.34-36

12

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


maksud Nabi sebenarnya. Untuk hal-hal yang sensitive seperti yang
berkaitan dengan mandi bagi wanita dan kebutuhan biologis (terutama
yang menyangkut hubungan suami istri ) beliau biasanya
menyampaikan melalui istri-istrinya begitu juga halnya sebagian
sahabat Nabi ada yang bertanya melalui istri-istri Nabi. Pengetahuan
istri-istri Nabi dalam hal-hal yang bersifat sensitive melebihi dari
sahabat Nabi yang lain, kerena mereka langsung bergaul dengan Nabi.
Sementara cara-cara menyampaikan hadis melalui lisan juga merupakan
media lain yang cukup penting diperhatikan sebab dalam sejarah dapat
ditemukan banyak mengirim surat kepada para raja, penguasa,
komandan, tentara dan gubernurnya untuk menyampaikan suatu hal
yang cukup penting, seperti mengajak masuk Islam, masalahhukum,
pajak, dan zakat serta hal lainnya.22
Ada satu keistimewaan pada masa Nabi Saw yang membedakan
dengan masa lainnya. Umat islam pada masa itu dapat secara langsung
memperoleh hadis dari Rasul SAW sebagai sumber hadis. Antara Rasul
SAW dengan mereka (sahabat) tidak ada jarak atau hijab yang dapat
mengahambat atau mempersulit persoalannya. Tempat-tempat
pertemuan di antara kedua belah pihak sangatlah terbuka dalam banyak
kesempatan. Tempat yang biasa digunakan rasul Saw,cukup bervariasi,
seperi di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan
(safar) dan ketika mukim (berada di rumah). Melalui tempat-tempat
tersebut Rasulullah Saw menyampaikan hadis yang terkadang
disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat.
Terkadang melalui perbuatan serta ketatapan yang disaksikan oleh
mereka.
Ada beberapa cara Rasul Saw, mentrasmisikan hadis kepada para
sahabat yaitu :

22
Muhamam Musthaha Azami, Metodologi Penelitian Hadis, Terjemahan, Lentera, Jakarta, 1999,
hlm. 28.

13

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


a. Pertama yaitu melalui para jamaah melalui pusat pembinaannya
yang disebut majelis ilmu. Melalui majelis ini para sahabat
memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga
mereka selalu berusaha untuk mengkonsentrasikan diri, guna
mengikuti kegiatannya. Para sahabat begitu antusias untuk selalu
bisa mengikuti kegiatan di majelis ini. Hal ini ditunjukkannya
dengan banyaknya upaya-upaya. Terkadang di antara mereka
bergantian hadir, seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khatab. Ia
sewaktu-waktu selalu bergantian dengan Ibnu Zaid dari Bani
Umayyah untuk menghadiri majelis ini, ketika ia berhalangan
hadir.23
b. Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul SAW, juga menyampaikan
hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian
disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terkadang apabila
beliau menyampaikan hadis para sahabat beberapa orang saja, baik
karena disengaja oleh Rasulullah sendiri atau secara kebetulan para
sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu
orang saja seperti hadis–hadis yang ditulis oleh Abdullah bain Amru
binAsh. Untuk hal-hal yang sensitif seperti yang berkaitan dengan
soal keluarga dan kebutuhan biologis ( terutama yang menyangkut
hubungan suami isteri ), beliau sampaiukan melalui isteri-isteri
beliau. Begitu juga sikap para sahabat, jika hal-hal yang berkaitan
dengan soal di atas, karena segan bertanya kepada rasul, seringkali
di tanyakan melalui isteri-isteri beliau .24

23
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Musthalahuh, dar al-Fikr, Beirut,
1991, hlm. 67

24
Mustafa al-Siba’iy, al-Sunnah Wa Makanatuha Fiy al-Tasyri alIslamiy, Dar al-Qolam, Beirut,
1991, hlm. 62.

14

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


c. Ketiga, Cara lain yang dilakukan Rasulullah Saw adalah melalui
ceramah atau pidato di tempat-tempat terbuka, seperti ketika haji
Wada’ dan Futuh al-Makah (penaklukan kota mekah).25

Demikian beberapa cara Rasul dalam menyampaikan hadisnya.


Bebarapa cara yang disebutkan diatas merupakan garis besar, masih
banyak cara yang lain yang lain ditentukan situasi dan kondisi Rasul saat
beliau menyampaikan hadis. Cara-cara tersebut erat kaitannya dengan
bentuk-bentuk hadis yang beliau sampaikan, yaitu berupa perkataan,
perbuatan dan ketetapan.Bukti yang paling autentik dalam hal ini adalah
dokumen alWasyitah yang ditulis Rasul (atas bantuan para sahabat)
naskah tersebut berisi ketentuan-ketentuan hubungan antara makhluk
Madinahyang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-
orang Yahudi dalam perjanjian dengan mereka.26

Cara lain yang ditempuh Nabi adalah dengan keteladanan dan


mendemontrasikan suatu kegiatan ibadah Nabi memberikan pelajaran
praktis dengan teknik dan tata cara yang jelas tentang cara berwudhu`,
shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Dengan mempraktekkan ini di depan
sahabat. Dalam catatan ini Nabi mengucapkan kata-kata yang
mengindikasikan bahwa Nabi telah memafatkan dalam berbagai sarana
waktu dan tempat untuk menyampaikan persoalan-persoalan agama
yang seharusnya dikemukakan.

Dalam proses menyampaikan hadis, M. Syuhadi Ismail menjelaskan


bahwa untuk hadis-hadis dalam kategori sabda (qauli), adakalanya Nabi
menyertakan perintah kepada para sahabat tertentuuntuk menulisnya.
Pada umumnya Nabi tidak menyertakan perintah tersebut di samping
itu, ada hadis dalam bentuk sabda itu dikemukakan Nabi dengan sebab

25
Ibid.

26
Yusuf Qardhawi, khalmadkal li Dirasat al-Sunnah al-Nabawiyyah, Terj. Oleh Najibullah Islamuna
Press, Jakarta, 1994, hlm. 90

15

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


tertentu, ada yang disampaikan dihadapan orang banyak atau orang-
orang tertentu saja.27

Sedangkan hadis dalam bentuk taqriri terbatas penyampaiannya,


sebab pada dasarnya kemunculan taqrir Nabi berkaitan erat dengan
peristiwa tertentu yang dilakukan sahabat. Di lain pihak, para sahabat
yang memiliki rasa cinta dan kekaguman kepada Nabi sangat antusias
menyahuti pengajaran pengajarannya. Respon positif yang mereka
tujukan diaplikasikan dalam tiga bentuk kegiatan, menghafal dan
mencatat dan mempraktekkan hadis–hadis Nabi selesai menyampaikan
suatu pengajaran dalam suatu pertemuan, segera para sahabat
melakukan kegiatan menghafal bersama di tempat itu juga seperti Anas
bin Malik: “Kami duduk bersama Rasulullah, jumlah kami mungkin
mencapai enam puluh orang, dan Nabi mengajar hadis. Kemudian ketika
ia memohon diri keluar untuk sesuatu keperluan, kami biasanya
menghafal apa yang kami dapatkan secara bergantian, dan di saat kami
meninggalkan mesjid, sunnah yang kami dapat telah melekat di benak
kami masing masing”.28

B. Sejarah perkembangan ilmu hadis

Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu


mengiringinya sejak masa Rasulullah S.A.W, sekalipun belum dinyatakan
sebagai ilmu secara eksplisit. Ilmu hadis muncul bersamaan dengan
mulainya periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian dan
selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka.
Dengan cara yang sangat sederhana, ilmu hadis berkembang sedemikian
rupa seiring dengan berkembangnya masalah yang dihadapi. Pada masa
Nabi SAW masih hidup di tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan
karena jika menghadapi suatu masalah atau skeptis dalam suatu masalah

27
Abu Husayn Muslim bin Hajjaj al- Qusairiy (Muslim), al-Jami` alShaheh ( Shaheh Muslim), Juz IV.
Isa al-Baby al-Halaby wa Syurakah, ttp. 1955, hlm. 130
28
Muhammad Syuyuti Ismail, Kaedah Kesahehan Sanad Hadis; Tela`ah Kritis dan Tinjaun
Pendekatan Sejarah, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 32.

16

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


mereka langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya
atau menemui sahabat lain yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya.
Setelah itu, barulah mereka menerima dan mengamalkan hadis tersebut
Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para
peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis
Rasulullah S.A.W. Misalnya firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-
Hujurat/49: 6

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Demikian juga dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 282

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di


antara. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.”

Ayat-ayat di atas berarti perintah memeriksa, meneliti, dan mengkaji berita


yang datang dibawa seorang fasik yang tidak adil. Tidak semua berita yang
dibawa seseorang dapat diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan
apa isi berita tersebut. Jika pembawanya orang yang jujur, adil, dan dapat
dipercaya maka diterima.

Akan tetapi sebaliknya, jika pembawa berita itu orang fasik, tidak
objektif, pembohong dan lain lain, maka tidak diterima karena akan
menimpakan musibah terhadap orang lain yang menyebabkan penyesalan
dan merugikan. Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat sangat berhati-
hati dalam meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran
yang baru dikodifikasi pada masa Abu Bakar

Tahap awal, khalifah Abu Bakar tidak mau menerima suatu hadis
yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang tersebut mampu

17

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang
disampaikannya. Dan masa Utsman tahap

kedua, masa ini terkenal dengan masa taqlîl ar-riwayâh (pembatasan


periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadis kecuali disertai
dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-benar
dari Rasulullah SAW. Para sahabat merupakan rujukan yang utama bagi
dasar ilmu riwayah hadis. Yakni, karena hadis pada masa Rasulullah SAW
merupakan suatu ilmu yang didengar dan didapatkan langsung dari beliau,
maka setelah beliau wafat hadis di sampaikan oleh para sahabat kepada
generasi

Berikutnya dengan penuh semangat dan perhatian sesuai dengan


daya hafal mereka masing-masing. Para sahabat juga telah meletakkan
pedoman periwayatan hadis untuk memastikan keabsahan suatu hadis.
Mereka juga berbicara tentang para rijal-nya, hal ini mereka tempuh supaya
dapat diketahui hadis makbul untuk diamalkan dan hadis yang mardud
untuk ditinggalkan. Dan dari sini muncullah mushthalah al-hadits.Pada
masa awal Islam belum diperlukan sanad dalam periwayatan hadis karena
orangnya masih jujur-jujur dan saling mempercayai satu dengan yang lain.

Akan tetapi, setelah terjadinya konflik fisik (fitnah) antar elite


politik, yaitu antara pendukung Ali dan Mu’awiyah dan umat berpecah
menjadi beberapa sekte; Syi’ah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin. Setelah
itu mulailah terjadi pemalsuan hadis (hadis mawdhû’) dari masingmasing
sekte dalam rangka mencari dukungan politik dari masa yang lebih luas.
Melihat kondisi seperti hal di atas para ulama bangkit membendung hadis
dari pemalsuan dengan berbagai cara, di antaranya rihlah checking
kebenaran hadis dan mempersyaratkan kepada siapa saja yang mengaku
mendapat hadis harus disertai dengan sanad.

18

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


2.4 Pembagian Hadis dan Ilmu Hadis
A. Pembagian hadis berdasarkan kuantitas sanad
Kuantitas hadis disini yaitu dari segi jumlah orang yang meriwayatkan suatu
hadis atau dari segi jumlah sanadnya. Jumhur ulama membagi hadis secara
garis besar menjadi dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad, di
samping pembagian lain yang diikuti oleh sebagian para ulama yaitu
pembagian menjadi tiga macam yaitu: hadis mutawatir, hadis masyhur dan
hadis ahad.29
a. Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir secara bahasa merupakan isim fa’il dari kata al-tawatur
yang bermakna al-tatabu (berturut-turut) atau datangnya sesuatu secara
berturutturut dan bergantian tanpa ada yang menyela. Secara istilah,
dikalangan ulama hadis, hadis mutawatir didefinisikan dengan redaksi
yang beragam meskipun esensinya sama, yaitu hadis yang diriwayatkan
oleh banyak periwayat pada tiaptiap tingkatan sanadnya sehingga dapat
dipercaya kebenarannya mustahil mereka sepakat berdusta tentang hadis
yang mereka riwayatkan.30 Syarat Syarat Hadis Mutawatir Hadis
mutawatir dinyatakan valid ke mutawatirannya apabila memenuhi
persyaratan berikut:
1. Diriwaayatkan Oleh Perawi Yang Banyak
2. Keseimbangan Antar Perawi Thabaqat ( Lapisan ) Pertama dan
Thabaqat
3. Berdasarkan Penglihatan Langsung ( Indrawi ) Atau Empiris

Pembagian Hadis Mutawatir

• Hadis Mutawatir Lafdzi hadis mutawatir dengan susuna redaksi yang


sama persis. 7Contoh hadis mutawatir lafdzi yaitu:

 ‫قعد‬ ‫يتبو‬ ‫تعمد‬  ‫ذ‬ 

‫نا‬

29
Rozali, Ilmu Hadis, (Medan: Azhar Centre, 2019) hal. 60
30
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Batavia dvertisin, 2001 )hal.200

19

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


Artinya : “… Barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas
namaku, niscaya ia menempati tempat duduknya dari api neraka”
Hadis tersebut menurut keterangan Abu Bakar al-Bazzar,
diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat, bahkan menurut
keterangan ulama lain, ada 60 orang sahabat, rasul yang meriwayatkan
hadis itu dengan redaksi yang sama.31

• Hadis Mutawatir Ma’nawi


Hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis yang hanya mutawatir
maknanya, lafazhnya tidak mutawatir. Contoh mutawatir ma’nawi
sangat banyak di antaranya tentang ar-ruy’at, bilangan rakat dalam
shalat dan lainnya. Contoh lainnya yaitu Hadis yang menetapkan
jumlah rakaat bagi shalat magrib 3 rakaat, karena seluruh periwayatan
dalam hal ini menetapkan bahwa shalat magrib 3 rakaat, baik yang
diriwayatkan saat Nabi saw shalat magrib di Madinah atau di Makkah.
• Hadis Mutawatir amali
Mutawatir amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa
dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam
bahwa Nabi SAW mengerjakannya, menyuruhnya dan selain dari itu.
Macam jumlah hadits mutawatir amali ini banyak jumlahnya, seperti
shalat janazah, shalat ied, pelaksanaan haji, kadar zakat dan lain-lain.
b. Hadis Ahad
Dalam hadits ahad terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1.Hadis Masyhur Hadits masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-
zuyu artinya sesuatu yang tersebar dan populer.32 Sedangkan menurut
istilah :

‫د‬ ‫ب‬  ‫ا‬ ‫ثر‬‫أ‬ ‫ثة‬‫ا‬  ‫ا‬ k

‫ر‬‫تو‬

31
Ibid. hal. 62
32
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajagrafido,2010) hal. 110

20

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


“Hadis yang diriwayatkan dua orang atau lebih tetapi tidak sampai
batasan mutawatir”

2.Hadits Aziz
Aziz menurut bahasa berarti mulia, kuat, atau sedikit. Secara
terminologis, aziz didefinisikan sebagai Hadis yang diriwayatkan oleh
sedikitnya dua orang diperawi diterima dari dua orang pula.
3.Hadits Gharib
Gharib menurut bahasa berarti al-Munfarid artinya menyendiri atau al
Ba’id an Aqaribihi artinya jauh dari kerabatnya. Sedangkan Secara
terminologis, gharib didefinisikan :
“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri
dalam meriwayatkannya”
B. Pembagian hadis berdasarkan kualitas sanad
1. Hadist Shahih
Dari segi bahasa Shahih berarti dhiddus saqim, yaitu lawan kata dari
sakit. Sedangkan dari segi istilahnya, hadis shahih adalah hadis yang
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit
dari sejak awalhingga akhir sanad, tanpa adanya syadz dan illat.

 ‫غذ‬   ‫ضا‬ ‫عضد‬ ‫تقب‬ ‫نا‬‫تمل‬ ‫ذ‬ ‫مسند‬ ‫خبي‬ ‫هو‬ ‫صحي‬ ‫حد‬ ‫ا‬
‫ل‬‫ع‬  ‫ شا‬‫كو‬    ‫نتحا‬ ‫ إ‬ ‫ضا‬

Artinya : “Adapun hadist shahih ialah hadist yang sanadnya bersambung


(sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit
sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan berillat”.

2. Hadist Hasan

‫ع‬  ‫ير شأ‬ ‫بط‬  ‫ذ‬ ‫نق‬ ‫ند‬ ‫ص‬‫ إ‬‫ذ‬ ‫حد‬ ‫و‬ ‫حس‬  ‫ح‬

Artinya "Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya,


diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya
hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat".

21

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadist
hasan hampir sama dengan hadist shahih, hanya saja terdapat perbedaan
dalam soal ingatan perawi. Pada hadist shahih, ingatan atau daya
hafalannya harus sempurna, sedangkan pada hadist hasan, ingatan atau
daya hafalannya kurang sempurna.

Dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadist hasan dapat dirinci sebagai
berikut :

Sanadnya bersambung

Perawinya adil

Perawinya dhabit, tetapi ke dhabit-tanyaa di bawah ke dhabitan perawi


ingatan perawi. Pada hadist shahih, ingatan atau daya hafalannya harus
sempurna, sedangkan pada hadist hasan, ingatan atau daya hafalannya
kurang sempurna.

Dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadist hasan dapat dirinci sebagai
berikut :

Sanadnya bersambung

Perawinya adil

Perawinya dhabit, tetapi ke dhabit-tanyaa di bawah ke dhabitan perawi


hadist hasan

tidak terdapat kejanggalan (syadz)

tidak ada illat (cacat) tidak ada illat (cacat)

3. Hadist Dhaif

Dhaif, kata dhaif menurut bahasa bararti lemah, sebagai lawan dari kata
dhaif adalah kuat. Maka sebutan hadist dhaif dari segi bahasa berarti
hadist yang lemah atau hadist yang tidak kuat. Secara istilah, diantara
para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadist

22

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


dhaif ini. Akan tetapi, pada dasarnya, ini isi dan maksudnya adalah
sama.

 ‫حس‬ ‫ شر‬ ‫صحة‬ ‫ شر‬‫ي‬ ‫مبو جد‬

Artinya: "hadist yang didalamya tidak terdapat syarat-syarat hadist


shahih dan syarat-syarat hadist hasan". Contoh hadist dhaif:

‫فس‬ ‫ إ‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ‫اج‬ ‫عصر‬ ‫عد‬ ‫ا‬ 

Artinya: "Barangsiapa tidur sesudah ashar kemudian akalnya terganngu


maka jamgan menyalakan siapa-siapa kecuali dirinya sendiri".

Hadis ini merupakan hadis dha'if. Karena perawinya tidak adil, tidak
dhabit, dan ada kejanggalan dalam matan.

C. Pembagian Ilmu Hadis


1. Ilmu Hadis Riwayah

Yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah, ialah:

ّ  ‫ض‬
ٓ ‫ق‬ ّ  ‫ع‬ ّ  ْ ً ّ  ٙ   ‫ى‬ 
ٔ   ٙ ‫و‬ْ ٓ 
  ‫يق‬  ٚ ‫ع‬

‫عن‬‫ت‬ّ ‫صح‬
٘ ‫ى‬  ً 
  ّ 
٘

“ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang berdasarkan


kepada Nabi SAW,baik berupa perkataan,perbuatan, taqrir, tabi’at
maupun tingkah lakunya”

Ibnu al-Akhfani mengatakan bahwa yang dimaksud ilmu Hadis riwayah


adalah

َ ‫ف‬ ‫ض‬
 َ ‫ب‬ّ َ ٓ
ٓ ‫ت‬ّ ‫ط‬ ّ ّ ُ ‫ع‬ّ ّ  ٙ   ْ ‫ ىق‬
ٔ   ٙ ‫ ٓؾتن‬

“Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan Nabi SAW, baik


periwayatan, pemeliharan, maupun penulisannya atau pembukuan lafaz-
lafaznya”

Objek ilmu hadis Riwayah adalah bagaimana cara menerima dan


menyampaikan kepada orang lain. Dan memindahkan atau

23

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


mendewankan. Demikian menurut pendapat al-Syuyuti. Dalam
menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebut apa adanya, baik
yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak ini
membicarakan tentang Syaz ( kejanggalan) dan `illa (kecacatan) matan
hadis . demikian pula ilmu ini tidak membahas kualitas para perawi, baik
keadilan , kedabitan, atau kefasikannya.Adapun faedah mempelajari
ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang
salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.

2. Ilmu Hadis Dirayah


Ilmu hadis Dirayah. Biasanya juga disebut ilmu Mustalah Hadis, ilmu
Ushul al-Hadis, Ulum al-Hadis dan Qawa'id al-Tahdis. Al-Tirmizi
menta`rifkan ilmu ini dengan :

‫ند‬ ‫ت‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ر‬ ‫د‬ ‫ي‬‫و‬

Undang-undang atau kaedah-kaedah untuk mengetahui keadaan sanad


dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan
lain-lain.

Al-Tirmisi mendefenisikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut:

‫ه‬‫ر‬ ‫ر‬  ‫ه‬‫ك‬ ‫ه‬‫و‬ ‫ه‬‫ر‬ ‫ة‬‫ر‬ ‫قيقة‬ ‫ن‬ ‫عر‬ 

‫ه‬ ‫تع‬  ‫مر‬ ‫ن‬

"Ilmu Pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-


syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui
keadaan para perawi, baik persyaratan, macam macam hadis yang
diriwayatkan dan segala yang berkaitan denganya. "

24

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadis atau al-hadist menurut al-jadid yang artinya sesuatu yang baru,
menurut Qarib yang berarti dekat, hadis sering disebut dengan al-Khabar yang
berarti berita, yaitu sesuatu yang di percakapkan dan di pindahkan dari
seseorang kepada orang lain. Dalam istilah ilmu hadis, yang dimaksud dengan
riwayah al-hadis atau alriawayah adalah kegiatan penerimaan dan penyampaian
hadis, serta penyandaran hadis itu kepada mata-rantai para periwayatnya
dengan bentuk bentuk tertentu. Ada tiga unsur yang harus di penuhi dalam
periwayatan hadis yaitu: kegiatan menerima hadis dari periwayat hadis,
kegiatan menyampaikan hadis itu kepada orang lain, dan Ketika hadis itu
disampaikan maka susunan mata rantai periwayatan disebutkan. Dalam Islam
kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam berada di posisi kedua, yaitu
setelah Al-Qur'an. Penetapan hadis sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga
hal, yaitu Al-Qur'an sendiri, kesepakatan (ijma) ulama, dan penalaran rasio
(ma'qu Kehujjahan hadis dapat diketahui berdasarkan Al-Qur'an, Hadis dan Al-
Qur'an memiliki hubungan fungsional, yaitu sebagai penjelas (bayan). Hadis
dapat dibagi berdasarkan kualitas dan kuantitas sanadnya. Pembagian hadis
berdasarkan kuantitas sandanya yaitu secara garis besar menjadi dua macam,
yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad, di samping pembagian lain yang diikuti
oleh sebagian para ulama yaitu pembagian menjadi tiga macam yaitu: hadis
mutawatir, hadis masyhur dan hadis ahad. Sedangkan berdasarkan kualitas
sanadnya, hadis dibagi menjadi tiga yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis
dhaif.

25

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)


DAFTAR PUSTAKA

Rofiah, Khusniati. 2018. Studi Ilmu Hadis. Ponorogo: IAIN PO Press.

Alfiah, Fitriadi, Suja’i. 2016. Studi Ilmu Hadis. Jl. Swadaya Kom. Rindu Serumpun
4 Blok B-06: Kreasi Edukasi Publishing and Consulting Company

Nawawi, 2020. Pengantar Studi Hadis. Batu: Literasi Nusantara

Paramita, Sintia. Pembagian Hadis. Medan: Academia Accelerating the world’s


research

26

Downloaded by Yoza Andi putra (yozaandiputra65@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai