Anda di halaman 1dari 95

PERANAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM PENCEGAHAN

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI KECAMATAN WAWO


KABUPATEN BIMA.

Oleh
Hidayat
NIM. 152142031

JURUSAN AHWAL SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2019
ii

PERANAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM PENCEGAHAN


PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DI KECAMATAN WAWO
KABUPATEN BIMA.

Skripsi
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram
Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh
Hidayat
NIM. 152142031

JURUSAN AHWAL SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2019
iii
iv
vi
vii

MOTTO

         


       

     

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(QS. Ar-Ruum: 21)
“Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh
karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk,
maka perbuatan itu buruk”

(Imam An Nawawi)

“Ada kemauan pasti ada jalan, tetap semangat, berusaha, berikhtiar, dan
berdo’a, Kesempatan kedua tak seindah kesempatan pertama, maka jangan sia-
siakan kesempatan pertama”.
(Penulis)
viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Kepada kedua Orang tuaku, Ibunda tercinta Ibu Maribo, yang tidak pernah
putus dan bosannya mendoakan Anak-anaknya, dan terutama sekali buat
penulis, Ayah tercinta “Yasin” yang sudah membiayai kuliah penulis selama
ini, dan memberikan kasih sayang serta dorongan untuk tetap semangat
dalam mencari ilmu, Tiada kata yang mampu terucap untuk mewakili betapa
besar perjuangan dan kasih sayangnya dalam membimbing penulis selama
berada di tanah rantauan ini demi meneruskan karir dan menambah wawasan
hidup penulis supaya menjadi orang yang bermanfaat bagi diri pribadi serta
bagi orang banyak, Trimakasih Ibu dan Ayah certinta.
 Kakak dan Adek tercinta, yang selalu memberikan semangat dalam
memotifasi penulis untuk tetap optimis dalam melakukan segala kebaikan dan
dukungannya baik secara moril maupun materil kepada penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
 Semua teman-teman, yang berada di Kampus UIN Tercinta khususnya teman
kelas Jurusan AS angkatan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
namanya. Terimakasih atas Pertemanan yang penuh warna canda tawa dan
kebersamannya selama ini.
 Untuk Bapak Drs. H. Muktamar, M.H. Dan Bapak Ma‟shum Ahmad, MH.
Selaku Dosen Pembimbing penulis, yang selama ini sudah sabar
membingbing penulis dalam menyusun skripsi ini semaksimal mungkin,
terimakasih atas semua bantuanya Bapak.
 Serta seluruh pihak yang sudah Membantu penulis dalam segala hal yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala bentuk
kontribusi yang diberikan kepada penulis. Semoga kita semua tetap dalam
lindungan Allah Swt. Aamiin Allahumma Amiin.
ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah swt.

karena atas rahmat dan hidayah-Nya tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan.

Selanjutnya shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad

saw. yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar dan sekaligus

menyempurnakan akhlak manusia melalui petunjuk ilahi. Skripsi ini penulis susun

merupakan syarat akhir studi untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) di

Fakultas Syari‟ah Jurusan Ahwal AL-Syakhsiyah Universitas Islam Negeri (UIN)

Mataram. Selama proses penulisan skripsi ini penulis sangat menyadari bahwa dalam

proses tersebut tidaklah lepas dari segala bantuan, bimbingan dan motivasi dari

beberapa pihak oleh karenanya, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Muktamar, M.H selaku pembimbing I dan Bapak Ma‟shum Ahmad,

MH. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya

untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Musawar, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan seluruh

jajaran karyawan Fakultas Syaria‟ah UIN Mataram yang telah membantu penulis

dalam kemudahan pembuatan surat ijin penelitian.

3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syari‟ah UIN Mataram yang telah membekali ilmu

kepada penulis selama menduduki bangku Perkuliahan.


x

Penulis sadar bahwa terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh

karena itu, penulis berharap akan saran dan kritiknya yang bersifat

konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini, semoga amal kebaikan dari berbagai

pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat-ganda dari Allah swt. Dan semoga

karya serta jerih payah penulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Mataram, 03 Desember, 2019

Penulis,

Hidayat
xi

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................... iii

NOTA DINAS PEMBIMBING .......................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................ v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ................................................................ vi

HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... viii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi

ABSTRAK ........................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................. 3

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian...................................................... 4

E. Telaah Pustaka ........................................................................................... 5

F. Kerangka Teori ......................................................................................... 7

G. Metode Penelitian ..................................................................................... 19

H. . Sistematika Penulisan ............................................................................. 29


xii

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Perkawinan Di Bawah Umur ........................................................ .. 30

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ .. 46

C. Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan Perkawinan

Di Bawah Umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima ............ .. 59

D. Faktor Terjadinya Perkawinan Dibawah Umur Di Kecamatan

Wawo Kabupaten Bima ................................................................ .. 68

BAB III PEMBAHASAN


A. Analisis Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan

Perkawinan Di Bawah Umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten

Bima...................................................................................................... 72

B. Analisis Faktor Terjadinya Perkawinan Di Bawah Umur Di

Kecamatan Wawo Kabupaten Bima ................................................ 77

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................... 81

B. Saran ................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii

Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan Perkawinan Di Bawah


Umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima
Oleh
HIDAYAT
NIM. 152142031

ABSTRAK
Skripsi ini yang berjudul Peranan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam
pencegahan perkawinan di bawah umur di Kecamatan Wawo. Ada dua permasalah
pokok disini yaitu: 1. Bagaimana peranan kantor urusan agama dalam pencegahan
perkawinan di bawah umur di Kecamatan wawo Kabupaten Bima. 2. Apa saja faktor
terjadinya perkawinan di bawah umur di kecamatan wawo KabupatenBima.
Penyelesaian masalah tersebut, menggunakan metode penelitian kualitatif yang
berusaha mendapatkan informasi tentang objek yang diteliti sesuai realita yang ada
dalam masyarakat. Dalam penulisan skripsi ini, penulis langsung meneliti di Kantor
Urusan Agama (KUA) yang berada di kecamatan wawo kabupaten Bima untuk
mendapatkan data yang diperlukan yang terkait dengan pembahasan skripsi ini
dengan menggunakan metode wawancara, yakni pengumpulan data dengan cara
melakukan wawancara langsung kepada pihak KUA terutama kepala Kantor Urusan
Agama (KUA) dan pegawainya. Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa latar
belakang terjadinya perkawinan di bawah umur di kecamatan wawo kabupaten
Bima di sebabkan oleh beberapa faktor yakni: Faktor kekeluargaan, yakni adanya
rasa kekeluargaan yang tidak ingin di putuskan yang mengakibatkan anak-anak
mereka masih di bawah umur sudah di kawinkan tampa memper timbangkan
kesiapan bagi anak-anak. Faktor ekonomi, yakni adanya dikalangan mereka di desak
oleh kebutuhan ekonomi, Usaha danupaya yang dilakukan oleh Kantaor Urusan
Agama (KUA) dalam dampak perkawinan di bawah umur di kecamatan wawo
kabupaten Bimaadalah, bimbingan dan penyuluhan dalam bentuk nasehat
perkawinan, pengajian dan khutbahjum‟at, penerapan undang-undang perkawinan,
yaitu menegaskan kepada anggota masyarakat agar mematuhi ketentuan yang
dilangsungkan perkawinan menurut Undang-undang perkawinan No. 16 Tahun 2019
tentang Perubahan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pada Pasal 7 yakni Perkawinan
hanya di izinkan apabila mencapai umur 19 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi
perempuan.
Kata kunci: Pejabat, Kantor Urusan Agama, Perkawinan Di Bawah Umur.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Kantor Urusan Agama adalah kantor yang melaksanakan sebagian tugas

kantor Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kota di bidang urusan

agama Islam dalam wilayah kecamatan. Tugas Kantor Urusan Agama (KUA),

yaitu melaksanakan pelayanan dan bimbingan di bidang urusan Agama Islam,

untuk melaksanakan tugas tersebut maka dibagi menjadi 5 bagian garapan:

Seksi kepenghuluan, Seksi pengembangan keluarga sakinah, Seksi produk

halal, Seksi bina ibadah sosial, dan Seksi pengembangan kemitraan Umat

Islam.1 Dalam 5 garapan tugas KUA tadi tidak ditemukan tugas KUA yang

berkaitan dengan perkawinan di bawah umur dan adanya dispensasi untuk

melakukan perkawinan, oleh karena itu penulis menyusun skripsi ini. Karena

dalam , Undang-Undang Perkawinan No. 16 tahun 2019 tentang perubahan

atas pasal 7 undang-undang No 1 tahun 1974, menjelaskan dalam Pasal 7

Perkawinan hanya di izinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19

tahun dan apabila dalam hal terjadinya penyimpangan ketentuan umur sebagai

mana yang di maksud pada ayat satu orang tua pihak pria dan/ atau orang tua

1
Saripudin, Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung: Pustaka bani Quraisy, 2004 ), cet. Ke-1,
hlm. 165.

1
2

pihak perempuan dapat meminta densepesai pada pengadilan dengan alasan

sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.2

Maksud dari pasal ini adalah untuk menjaga kesehatan suami-istri dan

keturunan, maka perlu ditetapkan batas-batas umur pernikahan. Dari hasil

observasi awal peneliti, maka terkumpullah jumlah seluruh pasangan yang telah

melakukan perkawinan di bawah umur dari tahun 2014 s/d 2018 sebanyak 6

pasangan, dan mayoritasnya adalah kaum wanita yang telah melangsungkan

pernikahan di bawah umur, dengan usia rata-rata 15 tahun, Dari hasil data

perkawinan yang sudah ada, dapat diketahui Peranan Kantor Urusan Agama

dalam Pencegahan perkawinan di bawah umur yang cenderung masih terjadi di

Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. Bapak Bunyamin, S.Ag. selaku kepala

KUA Kecamatan Wawo menyatakan bahwa dari pihak KUA sudah melakukan

upaya untuk Mensosialisasikan kemasyarakat agar tidak melakukan perkawinan

di bawah umur atau tidak melanggar undang-undang yang sudah ditetapkan.

Dalam upaya Mensosialisasikan kemasyarakat, KUA tidak berperan sendiri,

namun meminta bantuan dari pihak-pihak yang sangat berperan di antaranya

yaitu meminta bantuan dari pihak penghulu, lebe, dan meminta bantuan disaat

rapat-rapat pihak Kecamatan atau Desa.

2
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia Dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
(Surabaya: ARKOLA, t.t.), hlm. 6
3

Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis, di KUA Kecamatan

Wawo Kabupaten Bima, masih didapatkan masyarakat yang melakukan

pernikahan di bawah umur.3 Masyarakat Kecamatan Wawo Kabupaten Bima

yang penduduknya mayoritas beragama Islam, sering dijumpai pernikahan yang

di langsungkan di bawah umur berakhir dengan perceraian di pengadilan

Agama. Hal tersebut disebabkan karena salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya sebagai kepala rumah tangga atau tidak memahami apa arti dan

tujuan pernikahan yang mereka langsungkan itu. Masalah tersebut sangat

penting untuk di kaji lebih jauh mengingat peranan Kantor Urusan Agama

harus jelas mencermati dan mempertimbangkan baik dari kematangan

pesikologi, kesehatan, materi maupun pendidikan, agar perkawinan di bawah

umur seperti banyak di Desa-desa pada umumnya dan di Kecematan Wawo

Kabupaten Bima pada khususnya yang mempunyai dampak negatif dapat

teratasi. Berdasarkan permasalan tersebut di atas penulis melakukan penelitian

tentang “Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan Terjadinya

Perkawinan Di bawah umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks penelitian yang telah peneliti paparkan di atas, maka

dapat di rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan

Perkawinan Di bawah Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima ?

3
Observasi Awal Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, Tanggal 04 Maret 2019
4

2. Apa Saja Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Di Bawah

Umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk Mengetahui Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan

Perkawinan Di Bawah Umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

b. Untuk Mengetahui Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan

Di Bawah Umur Di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

2. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan wacana ilmu

pengetahuan yang diperlukan serta menambah khazanah

kepustakaan untuk kepentingan akademik.

b. Sebagai pertimbangan bagi KUA untuk menentukan langkah-

langkah yang diperlukan dalam rangka pencegakan perkawinan di

bawah umur.

2. Praktis

a. Memberikan pengetahuan tentang peranan Kantor Urusan Agama

dan kedudukan Undang-Undang yang ada di Indonesia.

b. Bagi penelitian, sebagai pijakan untuk melakukan penelitian

selanjutnya terkait dengan perkawinan di bawah umur dan

pencegahannya oleh pihak KUA.


5

D. Ruang Lingkup Dan Setting Penelitian

1. Ruang lingup penelitian

Untuk menghindari salah penafsiran terhadap penelitian ini, maka penulis

membatasi fokus penelitian ini pada aspek peranan Kantot Urusan Agama

dalam pencegahan kasus perkawinan di bawah umur di kecamatan wawo

kabupaten bima. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam laporan

penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan yang akan difokuskan oleh

peneliti.

2. Seting penelitian

Lokasi penelitiannya yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

Wawo Kabupaten Bima, alasan memilih tempat tersebut adalah karena

prasarana tempat penelitian sangat mendukung, kemudian tempat tinggal

penulispun tidak jauh dari tempat penelitian, sehingga hal ini akan membantu

penulis dalam hal menghemat biaya, tenaga dan waktu disamping untuk

mempermudah perolehan data.

E. Telaah Pustaka

Dari beberapa literatur skripsi yang berada di perpustakaan UIN

Mataram, penulis mengambil beberapa skripsi yang ada yang mengenai

pembahasan tentang masalah perkawinan usia di bawah umur atau disebut juga

nikah muda. Adapun skripsi yang membahas masalah tersebut antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan Husnawati dengan mengangkat sebuah judul

“Perkawinan menurut syariat Islam dan Upaya Permasyarakatan oleh KUA

Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat”. Peneliti ini


6

memfokuskan pada permasalahan pencatatan perkawinan menurut Syariat

Islam dan upaya pemasyarakatannya dengan menggunakan metode

pendekatan kualitatif. Inti dari skripsi ini adalah pencatatan Perkawinan

menurut Syariat Islam pada dasarnya merupakan penyempurna sahnya

suatu kewajiban dengan dasar hasil ijtihad yaitu kesepakatan para ulama

dan pemerintahan dalam merumuskan peraturan hukum yang sesuai

Syariah berupa kemaslahatan untuk umum.4

2. Sri Muliyani, Skripsi “Pola Kehidupan Perkawinan Usia Muda Dan

Dampaknya Terhadap Keutuhan Rumah Tangga Di Desa Ntobo

Kecamatan Rasa Nae Bima”. Sri muliyani mendapatkan temuan dalam

penelitiannya:

a. Perkawinan usia muda lebih banyak menimbulkan pengaruh positif dari

pada pengaruh negatifnya, sebagai bukti presentase keluarga yang

berhasil membina rumah tangga lebih dominan dari pada keluarga

yang tidak berhasil membina rumah tangga.

b. Kriteria rumah tangga yang utuh adalah adanya saling menghormati

dan saling menghargai hak dan kewajiban antara suami dan istri

dengan ikhlas. Fokus penelitian dari penelitian sri muliyani di atas

adalah berbicara mengenai keberhasilan dan keutuhan rumah tangga

yang dibina oleh masyarakat Ntobo kecamatan rasa nae bima.

4
Husnawi, Perkawinan menurut syariat Islam dan Upaya Permasyarakatan oleh KUA
Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat , (Skripsi: IAIN Mataram, 2002).
7

Sedangkan objek penelitiannya adalah desa ntobo kecamatan rasa nae

bima.5

3. Penelitian yang dilakukan oleh Zainul Hadi dengan mengangkat sebuah

judul “Pemberdayaan Pegawai Pencatat Nihah Dalam Membantu Program

Pemerintah di bidang Nikah di KUA Kecamatan Batu Layar Kabupaten

Lombok Barat ”. Peneliti ini memfokuskan pada peranan PPN dalam

membantu program pemerintah di bidang nikah dengan menggunakan

metode pendekatan kualitatif. Adapun inti yang dibahas disini adalah untuk

meminimalisir dan mengawasi pernikahan pernikahan yang dilakukan

secara liar tampa harus mengikuti aturan hukum yang berlaku baik aturan

Syariat Islam maupun Hukum Tatanegara.6

Dari beberapa literatur di atas secara umum hanya membahas dan

meneliti tentang dampak, faktor-faktor, yang akan dialami oleh para pelaku

nikah dini, dalam hal perkawinan dibawah umur ini penulis sedikit merasa ada

kesamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Akan tetapi, yang

menjadi titik perbedaan antara penulis diatas dengan judul yang akan penulis

teliti yaitu lebih fokus kepada “Peranan Kantor Urusan Agama dalam

pencegahan Perkawinan Dibawah umur di Kecamatan Wawo Kabupaten

Bima”.

Sri Muliyani, Skripsi “Pola Kehidupan Perkawinan Usia Muda dan Dampaknya Terhadap
5

Keutuhan Rumah Tangga Di Desa Ntobo Kecamatan Rasa Nae Bima” (Fakultas Syari‟ah dan
Ekonomi Islam IAIN Mataram, 2002).
6
Zainul Hadi, Pemberdayaan Pegawai Pencatat Nihah Dalam Membantu Program Pemerintah
di bidang Nikah di KUA Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat, (Skripsi: IAIN Mataram,
2002).
8

F. Kerangka Teoretik

1. Kantor Urusan Agama

Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit kerja terdepan Kementrian

Agama RI (Kemenag) yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang Agama

di wilayah kecamatan (KMA No.517/2001) dan PMA No.11/2007). Dikatakan

sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan

masyarakat. Aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri dengan

menyelenggarakan menejemen kearsipan, administrasi surat-menyurat dan

statistik serta dokumentasi yang mandiri. Selain itu, harus mampu menjalankan

pelayanan di bidang pencatatan nikah dan rujuk (NR) secara apik, oleh karena

pelayanan itu sangat besar pengaruhnya dalam membina kehidupan keluarga

warahmah. Lebih dari itu, aparat KUA bertugas mengurus dan membina tempat

ibadah umat islam (masjid, langgar/mushalla) membina pengamalan agama

Islam, zakat, wakaf, baitul mal dan ibadah sosial, kemitraan umat Islam,

kependudukan serta pengembangan keluarga sakinah, sesuai kebijakan

masyarakat Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

Dalam bidang konsultasi atau nasehat perkawinan, KUA melalui BP4

(Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) yang merupakan

bagian dari struktur keorganisasian KUA (di tingkat kecamatan) bertugas

melaksanakan kegiatan edukasi dan pelayanan masyarakat kepada pria dan

7
Rahmat Fauzi, Refleksi Peranan KUA Kecamatan, dalam
http://salimunnazam.blogspot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan.html
9

wanita sebelum menikah maupun sesudah menikah, yang juga bermanfaat bagi

upaya pencegahan perkawinan yang tidak sesuai dengan agama dan Negara.8

2. Peranan dan fungsi Kantor Urusan Agama

Berbicara mengenai peran, dapat diartikan suatu tindakan utama yang

harus dilaksanakan seseorang.9

Kantor Urusan Agama sebagai unit kerja paling depan pada Departemen

Agama (Dahulu), memiliki tugas dan fungsi yang terkait langsung dengan

pemberiaan pelayanan/pembinaan masyarakat di bidang urusan agama Islam

seperti yang diuraikan penulis sebelumnya. Berkaitan dengan upaya

pencegahan perkawinan dibawah umur, Kantor Urusan Agama dapat

menggunakan perannya sebagai berikut:10

a. Pelayanan di bidang administrasi termasuk pencatatan nikah, talak dan rujuk

serta pencatatan lainnya yang terkait dengan tugas dan peran KUA. Dalam

hal ini pihak KUA kecamatan dapat membuat kebijakan yang bersifat teknis

operasional mengenai prosedur pencatatan perkawinan dan administrasinya

yang tidak bertentangan dengan aturan dalam rangka pencegahan

perkawinan usia dini.

b. Penyuluhan melakukan Sosialisasi Undang-Undang Perkawinan dalam hal

ini, pihak KUA mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan

8
Ahmad Sutarmadi, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, dalam
http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian.
9
Amran Y S Chaniago, Kamus Besar Indonesia, Jakarta, 1995.hlm.449
10
Rahmat Fauzi, Refleksi Peran KUA Kecamatan, dalam
http://salimunazzam.blospot.com/p/refleksi-peran-kua-kecamatan, html, 49.
10

Undang-undang No 16 tahun 2019 tentang perubahan atas pasal 7 undang-

undang No 1 tahun 1974 perkawinan kepada masyarakat melalui berbagai

media, khususnya pasal 7 ayat 1 mengenai batas umur seseorang boleh

menikah, yakni umur 19 tahun untuk laki-laki dan 19 tahun untuk wanita.

Selain itu, pihak KUA mengadakan penyuluhan kepada masyarakat

mengenai dampak negatif pernikahan dini dari aspek hukum, psikologis,

biologis dan aspek lainnya, sehingga masyarakat menyadari pentingnya

menikah sesuai umur yang ditentukan oleh Undang-Undang.

c. Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah. Dalam hal

pencegahan perkawinan dibawah umur, KUA dapat mengoptimalkan peran

BP4 dan perangkat KUA lainnya dalam memberikan nasehat-nasehat

perkawinan dan pentingnya membangun keluarga sakinah, mawaddah wa

rahmah. Dalam hal ini, ditekankan pentingnya menikah sesuai batasan umur

dalam Undang-Undang sebagai faktor penting terbentuknya keluarga

sakinah. KUA juga dapat melakukan pembinaan keluarga sakinah kepada

masyarakat dan memperketat prosedur serta administrasi perkawinan agar

tidak terjadi manipulasi umur dalam rangka pencegahan perkawinan

dibawah umur.

d. Pelayanan di bidang kepenghuluan. Dalam hal ini, KUA dapat

mengoptimalkan para penghulu dan juga amil desa dalam mensosialisasikan

pentingnya menikah sesuai batasan umur yang telah ditentukan, baik melalui

khutbah nikah atau ketika diundang dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

Dalam hal pencegahan perkawinan dibawah umur, KUA dapat


11

menggunakan berbagai media, baik cetak maupun elektronik, melalui

seminar, pengajian-pengajian, khutbah jumat dan lainnya, sehingga

masyarakat mengetahui dan menyadari pentingnya menikah sesuai umur

yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Agar lebih efektif, sebaiknya

upaya pencegahan perkawinan dibawah umur tersebut terprogram dengan

baik dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Sebagai realisasi terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia,

No. 44 dan 45 tahun 1974 khususnya untuk Kementerian agama, maka

diterbitkan Keputusan Menteri Agama No. 18 tahun 1975, Jo. Instruksi

Menteri Agama nomor 1 tahun 1975 tentang Susunan Organisasi

Kementerian agama. Dalam Keputusan Menteri Agama tersebut, pada pasal

717 menyebutkan bahwa Kantor Urusan Agama di Kecamatan mempunyai

tugas untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian agama di

Kabupaten/kota yaitu melakukan sebagian tugas pembangunan di bidang

agama dalam wilayah Kecamatan di bidang Urusan Agama Islam.

3. Perkawinan Dibawah Umur

Perkawinan dibawah umur adalah akad nikah yang dilangsungkan pada

usia di bawah kesesuaian aturan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2019 dan Kompilasi Hukum Islam.11 Dimana dalam undang-undang

yang sudah diterapkan maupun dalam kompilasi hukum islam menyebutkan

bahwasanya asas yang dimaksud ialah tentang kematangan atau tingkat

11
Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 183.
12

kedewasaan seseorang. Perkawinan dibawah umur ini menjadikan masyarakat

buta mengenai dampak yang akan di terima sehingga sangat rawan apabila

masyarakat tetap melakukan perkawinan dibawah umur. Ada banyak dampak

yang akan diterima ketika seseorang melakukan perkawinan dibawah umur

yang sudah di tentukan. Selain belum siapnya mental dari orang tersebut, juga

akan berdampak kepada kehidupan selanjutnya, karena hal ini akan

menjadikan lingkungan juga ikut merasakan dampaknya, terutama lingkungan

eksternal seperti keluarga yang ikut berperan dan merasakan atas apa yang

sedang dirasakan oleh putra putrinya. Dalam hal ini, yang menjadi

pertimbangan sebelum melakukan perkawinan ialah umur yang harus

diperhatikan karena umur menjadi salah satu acuan dalam perundang-

undangan baik dalam undang-undang 1945, maupun dalam kompilasi hukum

Islam.

Ketetapan umur calon mempelai dalam perkawinan diatur dalam

Kompilasi Hukum Islam pasal 15 yang berbunyi:

a. Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh

dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan

yaitu 19 bagi perempuan dan pria 19 tahun

b. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus

mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4),

dan (5) Undang-undang No. 1 Tahun 1974.12

12
Dwi Hartanto, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008), hlm. 55.
13

Dalam hal ini kompilasi hukum Islam tidak memberikan aturan yang

berbeda dengan aturan yang ditetapkan pada Undan-Undang Nomor 16 Tahun

2019, akan tetapi dalam hal ini kompilasi hukum Islam lebih menjelaskan

kepada kemaslahatan yang ada. Perkawinan dibawah umur yang dimaksud

oleh undang-undang perkawinan yaitu usia perempuan kurang dari 19 tahun

dan laki-laki kurang dari l9 tahun. Perkawinan usia dibawah umur merupakan

bentuk kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat. Dipengaruhi oleh

banyak faktor dan melibatkan berbagai faktor perilaku. Perkawinan usia

dibawah umur sebagai bentuk perilaku yang sudah dapat dikatakan

membudaya dalam masyarakat. Maksudnya bahwa batasan individu dengan

meninjau kesiapan dan kematangan usia. individu bukan rnenjadi penghalang

bagi seseorang untuk tetap melangsungkan perkawinan.13

Perkawinan adalah perjanjian yang kuat dan akan diikrarkan pada saat

akad. Dalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan mitsaqan ghalizha

(perjanjian yang kuat). Setelah melakukan khitbah maka setengah ikatan telah

dilaksanakan atau terjalin, dan langkah selanjutnya ialah melakukan

perkawinan.14 Jelas dalam hal ini perkawinan menjadi hal yang sakral dan

menjadi syarat sahnya seseorang untuk membangun keluarga yang sakinah

mawadah dan warahmah, sehingga perkawinan dibawah umur dapat

dihindarkan. Perkawinan dibawah umur sangat disayangkan apabila terjadi

13
Jurnal Mkmi, Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat Kecamatan
Sanggali Kab.Tana Toraja, Vol 5 No 4, 2009, hlm. 89.
14
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hlm.
99.
14

pada masyarakat, bahkan dengan kondisi globalisasi yang semakin canggih

ini. Maka diharapkan setiap orang memiliki pemahaman tentang perkawinan

dibawah umur agar benar-benar siap menikah dan tidak menikah pada usia

dibawah umur sesuka hati. Akan tetapi, masyarakat perlu menunggu hingga

usia yg matang dan sudah siap melaksanakan amanah dan menjalankan sunah

Rasulullah untuk melakukan akad nikah. Namun, sebaliknya apabila

perkawinan dibawah umur terjadi, biasanya seringkali terjadi konflik dalam

rumah tangga dan kekerasan rumah tangga yang dampaknya dapat berakhir

pada perceraian.

Jika dalam pandangan psikologi usia terbaik untuk menikah adalah


antara umur 19 sampai dengan umur 25 tahun, Islam memiliki pandangan
yang berbeda. Dalam kajian ini Ibnu Mas‟ud Ra, sahabat nabi ini
menceritakan sebuah hadits yang berbunyi: „‟aku pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
‫ أحصن للفِـ ج‬، ‫ فإِ أغض للبصـ‬،‫ من استطاع منك البا ة فليت ج‬،‫يا معش الشباب‬
ِ ‫ فإ ل جا‬،‫من ل يستطع فعلي بالص م‬
Artinya: wahai generasi muda barang siapa di antara kalian telah

mencapai baah, kawinlah. Karena sesungguhnya, perkawinan itu lebih

mampu menahan pandangan kita dan menjaga kemaluan kita. Dan barang

siapa belum mampu melaksanakannya maka berpuasalah, karena

sesungguhnya berpuasa akan meredakan gejolak hasrat seksual kita. (HR.

Imam yang lima).15

15
HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-
Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah.
15

Dalam hadits yang disampaikan oleh Rasulullah di atas dapat dijelaskan

bahwasanya dalam hadits itu Rasulullah menyebut kata baah yang mana

makna dari kata baah ialah pemuda, pemuda yang dimaksud dalam hadits ini

ialah pemuda yang sudah masuk waktu baligh. Pada realita saat ini, banyak

masyarakat khususnya pemuda yang sudah baligh namun umur mereka belum

sampai pada waktu untuk melaksanakan akad, sehingga hal ini juga menjadi

pertentangan dalam hadits di atas apabila pemuda itu sudah siap secara mental

dan psikis sudah siap kenapa tidak disegerakan menikah daripada terjadi hal

yang tidak diinginkan, sementara hal tersebut akan bertentangan dengan

undang-undang.

Hal-hal yang telah disebutkan di atas menjadi pertimbangan saat ini,

sementara hukum yang ada belum ada hukum yang jelas terkait manusia yang

melanggar dari ketentuan dalam undang-undang maupun kompilasi hukum

Islam. Banyak masyarakat yang masih menggunakan alasan yang dulu,

bahwasanya Rasulullah pernah menikah muda dan Rasulullah juga pernah

bersabda bahwa dibolehkan pernikahan dilakukan di usia dini. Hal ini

memang pada senyatanya akan sangat disayangkan apabila hingga saat ini

masih diterapkan karena akan banyak hal negatif yang nantinya akan terjadi.

Apabila pernikahan ini tetap dilaksanakan, dari segi kesehatan hal ini tentu

perlu dipertimbangkan kembali.

1. Dampak perkawinan dibawah umur

Perkawinan yang dilakukan di sini memiliki beberapa hal yang akan

berdampak kurang baik dalam kelanjutan keluarganya kedepan, karena ada


16

beberapa faktor yang membuat keluarga tersebut tidak harmonis. Selain

karena faktor usia yang belum matang, mereka juga belum siap secara mental,

baik lahiriah maupun rohaniah. Sehingga akan mudah memunculkan hal-hal

yang tidak diinginkan. Dampak yang sering terjadi ialah:

a. Seringnya terjadi Pertengkaran

Pertengkaran biasanya banyak dialami oleh pasangan suami istri tidak

hanya yang masih muda melainkan bagi yang telah berpengalaman sekalipun.

Namun, dalam perjalanannya pertengkaran yang sering terjadi biasanya lebih

kepada hal-hal pribadi seperti kurang sepaham dalam pengambilan keputusan

dalam menentukan sesuatu.

Adapun penyebab terjadinya pertengkaran itu sendiri dilatar belakangi

beberapa hal diantranya: Tidak adanya pengalaman hidup berumah tangga,


berprasangka
Kedua belah pihak memiliki harapan yang terlampau tinggi, Saling

buruk, Hasrat untuk berkuasa dan mendominasi, Tidak adanya ketegaran,

Tidak adanya saling pengertian, Tujuan dan sebab-sebab material, Tutur kata

yang buruk dan Hilangnya kemesraan.16

Dari beberapa latar belakang terjadinya pertengkaran dalam rumah

tangga, dapat saya uraikan dengan lebih rinci yaitu mulai dari tidak adanya

pengalaman hidup berumah tangga. Hal ini dilatarbelakangi karena

ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya pernikahan dan kematangan dalam

merangkai keinginan untuk hidup berumah tangga secara harmonis, sakinah

16
Ali Qaimi, Pernikahan Masalah dan Solusinya, (Jakarta: Cahaya, 1994), hlm. 39.
17

mawadah dan warohmah. Agar terjadi kehidupan yang harmonis seperti yang

diinginkan dalam konsep keluarga hanya ada tiga sikap yang dapat kita

lakukan ketika menemukan masalah dalam keluarga diantaranya bercerai,

bersikap tegar dalam menghadapi penderitaan, atau melakukan perbaikan diri.

Selain itu, harapan-harapan yang melampaui batas juga dapat menjadi suatu

bencana dalam kehidupan rumah tangga apabila tidak tercapai sesuai dengan

apa yang diharapkan. Harapan yang melampaui batas merupakan suatu

gagasan yang muncul dari beberapa hal diantaranya, egois, janji palsu,

hasutan, ambisi dan ujian, masalah pekerjaan, tidak memiliki ketegaran dan

tidak saling mengerti.

Dalam Agama Islam juga sudah dijelaskan bahwa sesuatu yang

berlebihan itu tidak baik. Oleh sebab itu, dalam pengendalian diri agar tidak

memiliki keinginan yang melampaui batas sangat dibutuhkan karena

kenikmatan kehidupan berumah tangga tidak muncul dari pemenuhan

berbagai keinginan. Bahkan, keinginan yang melampaui batas adakalanya

meretakkan dan menghancurkan kehidupan bersama, sehingga dalam

keseharian berpikir positif dan berpikir realitas sangat perlu untuk diterapkan.

Hal ini dapat mewujudkan keindahan dan keselarasan dari pemikiran sebuah

keluarga yang tentram dan damai. Seseorang dalam hal ini dituntut untuk

senantiasa bersikap realistis dan berpikir positif dalam pemenuhan

keinginannya, bersabar dalam mewujudkan apa yang diinginkannya, dan

menuntut usaha secara terus menerus tanpa pernah merasa jenuh sedikitpun.

Selain itu, dalam rumah tangga seharusnya sebuah perselisian kecurigaan dan
18

prasangka buruk menjadi hal yang lumrah apabila kita menyikapinya dengan

baik sehingga tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Namun, pada

realitanya banyak masyarakat yang melakukan perkawinan diawal waktu

sehingga sangat berdampak kepada keberlangsungan hidupnya.

Dalam kesehariannya, kecurigaan akan sering muncul karena adanya

kelalaian dalam rumah tangga, kecemburuan yang membuat perselisihan

semakin memuncak karena kurangnya saling pengertian satu sama lain. Egois

yang tingi sering muncul karena kurang menata tingkat kegoisan yang

dimiliki, merahasiakan pekerjaan terhadap suami atau istri yang dapat

menimbulkan pertikaian satu sama lain. Penyakit kejiwaan juga menjadi salah

satu penyebab sering terjadinya perselisihan dan perasaan tertekan,

keterikatan terhadap salah satu pihak sehingga akan menjadi beban, dan

adanya faktor luar seperti adanya orang ketiga. Dalam perjalanannya, agar

tidak terjadi perselisihan yang tidak diinginkan, maka ada beberapa hal yang

harus dilakukan seperti berpegang pada prinsip kemanusiaan, memelihara

kesucian diri, keteguhan hati, mengkaji segenap hal, membangun kepribadian,

niat baik, mendiskusikan hakikat hidup secara bersama, dan menerima

pembatasan.

b. Terjadinya Perceraian

Melihat dari kesiapan mempelai sebuah perkawinan yang dilakukan

banyak mengandung unsur negatif karena tidak adanya kesiapan dari kedua

pihak, baik kesiapan mental, materi, dan biologis. Perceraian itu sendiri

merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah. Hal ini dapat dilihat
19

pada sabda Rasulullah SAW bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan

halal tetapi sangat dibenci oleh Allah.17

c. Dampak terhadap Anak-Anaknya

Sebagian besar masyarakat yang melakukan pernikahan muda atau

pernikahan dibawah umur akan membawa dampak terhadap buah hati

kedepannya. Bagi wanita yang melangsungkan perkawinan dibawah usia 20

tahun, akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya yang dapat

membahayakan kandungan dari mempelai putri.18

G. Metode penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah yang dilakukan

untuk mendapatkan sebuah data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode

adalah suatu cara yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan.

Suatu penelitian tidak mungkin dapat dilakukan tanpa metode, karena dari

metode tersebut penelitian akan menjadi terarah dan dilakukan secara

sistematis, dengan demikian sebuah penelitian akan dapat menghasilkan data

yang diinginkan.

Penelitian adalah merupakan proses ilmiah yang mencakup sifat formal dan

intensif. Karakter formal dan intensif karna mereka terikat dengan aturan,

urutan, maupun cara penyajiannya agar memperoleh hasil yang diakui dan

barmanfaat bagi kehidupan manusia. Intensif dengan menerapkan ketelitian dan

17
Jalal Al-Din Al-Sayuti, Al-Jami‟ Al-Saghir, Jurnal Bimas Islam Vol. 6 No. 1 Thn 2013,
(Bandung : Al-Ma‟arif Tt), Juz I, hlm. 5.
20

ketepatan dalam melakukan proses penelitian agar memperoleh hasil yang

dapat dipertanggungjawabkan, memecahkan problem melalui hubungan sebab

dan akibat, dapat diulang kembali dengan cara yang sama dan hasil sama.19

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif yang berdasrkan pada peristiwa dan fenomena yang terjadi di

lapangan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode naturalistik

karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Karena pada

awalnya penelitian ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang

antropologi budaya. Metode ini di sebut juga sebagai metode artistik,

karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan di sebut

sebagai metode interpretive karena data hail penelitiannya lebih berkenaan

dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.20

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di lapangan sedapat mungkin dilakukan dengan

efektif dan efisien guna untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

Untuk mendapatkan data yang akurat tentang hal-hal yang diteliti maka

peneliti menghubungi sumber data yang ada di lokasi penelitian. Dalam

pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap, yaitu:

18
Agus Mahfudin Dan Khoirotul Waqi‟ah, Pernikahan Dini dan Pengaruh Terhadap Keluarga
di Kabuten Sumenen Jawa Timur, Jurnal Hukum Keluarga Islam, Volume 1, Nomor 1, April 2016,
ISSN: 2541-1489.
19
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2014), hlm. 4.
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2017), hlm.
8.
21

a. Tahap Orientasi, yaitu mendapatkan gambaran-gambaran umum

tentang permasalahan yang diteliti.

b. Tahap eksplorasi, yaitu tahap penyusunan petunjuk dalam memperoleh

data seperti observasi, wawancara, dokumentasi, tahap pengumpulan

data dan pelaporan hasil penelitian.

c. Tahap pengecekan dan pengevaluasian data, tahap ini dimaksud untuk

menjamin dan meningkatkan derajat keabsahan data sehingga data

yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif.21 tentang

“Bagaimana Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan

Perkawinan di Bawah Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan di teliti yaitu di Kantor Urusan

Agama Wawo Kabupaten Bima, Adapun alasan penulis mengambil lokasi

penelitian di KUA Kecaman Wawo Kabupaten Bima. Penulis melihat

situasi atau keadaan di Bima Kecamatan Wawo banyak yang menika

dibawah umur sehingga penulis ingin mengetahui sejaumanakah Peranan

Kantor Urusan Agama dalam Pencegahan Terjadinya Perkawinan dibawah

umur dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Perkawinan

dibawah umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Bina Aksara,
1989), hlm. 65.
22

4. Sumber Dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang di

kumpulkan dapat berbentuk dokumen, jurnal, dan buku yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan di teliti. Teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan interview (wawancara), observasi (pengamatan) dari

orang yang diamati atau di wawancarai merupakan sumber data utama.

sumber data utama dicatat melalui catatan tulis. Pencatatan sumber Data

utama yang digunakan dalam penelitian ini melalui wawancara atau hasil

usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data, tanpa mengetahui teknik data maka peneliti tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data

dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai

cara. Adapun metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Metode observasi merupakan metode pengumpulan data dimana

peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian

untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Sutrisno Hadi,

mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang

kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis


23

dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan. Dari segi pengumpulan data, observasi

dapat dibedakan menjadi:

1) Observasi Berperan Serta (Participant Observation)

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-

hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai

sumber data penelitian.

Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh

akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat

makna dari setiap perilaku yang nampak. Metode observasi

berperan serta akan menjadi observasi yang digunakan oleh

peneliti dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data

yang terkait tentang Peranan Kantor Urusan Agama Dalam

Pencegahan Terjadinya Perkawinan Dibawah Umur di

Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. selain itu peneliti nantinya

akan benar-benar mengamati secara langsung serta ikut terlibat

atau melalukan apa yang kerjakan oleh sumber data :

a. Bagaimana Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan

Perkawinan Dibawah Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten

Bima ?

b. Apa Saja Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan

Dibawah Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima ?


24

2) Observasi Non Partisipan

Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung

dengan aktivitas orang-orang yang di amati, maka dalam

observasi non partisipan tidak terlibat dan hanya sebagai

pengamat independen. Pengumpulan data dengan menggunakan

observasi partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang

mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah

nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucap dan yang

tertulis. 22

b. Metode Wawancara

Metode wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang akan di teliti.23 Wawancara dapat dilakukan

secara terstuktur maupun tidak terstuktur, dan dapat melalui tatap

muka (face of face) maupun dengan menggunakan telepon.

Wawancara terstuktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data

bila peneliti atau pengumpulan data telah mengetahui dengan pasti

tentang informasi yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam

melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instumen

peneliti berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif

jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstuktur ini

22
Ibid., hlm. 145-146
23
Ibid., hlm. 137
25

pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara

sebagai pengumpul data.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang

bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-

garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam wawancara

tidak terstuktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang

akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa

yang diceritakan oleh responden.

Dari kedua bentuk Wawan cara di atas tersebut peneliti

menggunakan wawancara tidak struktur. Adapun yang peneliti

wawancarai yaiu Kepala KUA, Penghulu, Penyulu agama, tokoh

masyarakat maupun tokoh adat.

c. Metode Dokumentasi

Tehnik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah

pengembilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.

Metode dokumentasi digunakan oleh peneliti dengan tujuan

mengumpulkan data-data yang memiliki keterkaitan dengan

penelitian yang peneliti lakukan.24

24
Irwanto Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.
67.
26

Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk

mengumpulkan suatu data atau informasi terhadap suatu masalah

yang akan di teliti yaitu dengan mengumpulkan suatu referensi yang

tertulis dari buku, majalah, jurnal, surat kabar, rapat agenda, dan lain

sebagainya. Dalam penelitian adapun data yang dikumpulkan oleh

peneliti yaitu data dari buku, jurnal, data secara resmi maupun tidak

resmi dan catatan transkip yang ada di kantor Kantor Urusan Agama,

maupun di kantor-kantor di daerah Kabupaten Bima.

6. Teknik Analisis Data

Analisi data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-

bahan lain sehingga dapat mudah di pahami, dan temuannya dapat di

informasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan

mengorganisasikan data, menjabarnya kedalam unit-unit, melakukan

sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang

akan dipelajari. Analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses

penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan

konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi.

Spradley, menyatakan bahwa analisis dalam penelitian jenis apapun,

adalah merupakan cara berfikir. Hal itu berkaitan dengan pengujian secara

sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar


27

bagian, dan hubungan dengan keseluruhan. Analisis adalahn untuk

mencari pola.25

Maksudnya agar peneliti dapat menyempurnakan data tersebut untuk

kemudian menyajikan terhadap orang lain dengan lebih jelas tentang apa

yang telah ditemukan dari lapangan. Dalam penelitian ini peneliti

melakukan analisis yang berulang-ulang bersamaan dengan

mengumpulkan data, dan di lanjutkan setelah pengumpulan data selesai.

Mengingat pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka

digunakan analisis data, yaitu analisis data yang berangkat dari kasus dan

peristiwa yang bersifat khusus kemudian melakukan generalisasi dengan

mengambil kesimpulan yang bersifat umum (induktif), yaitu menganalisa

dan mengolah data yang ada kaitannya dengan Peranan Kantor Urusan

Agama Dalam Pencegahan Terjadinya Perkawinan Dibawah Umur di

Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

7. Validasi Data

Validasi data bertujuan untuk menguji atau membuktikan bahwa apa

yang diteliti sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam

kenyataanya. Untuk itu peneliti akan menggunakan beberapa teknik sesuai

dengan masalah yang diangkat:

25
Sugiyono, Metode Penelitian Kuntitaif, Kualitatifdan R&D, hlm. 243-244.
28

a. Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai

teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada, yaitu mengecek

kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan

berbagai sumber data.26

b. Kecukupan Referensi

Yang dimaksud dengan kecukupan referensi di sini adalah adanya

pendukung untuk membuktikan data yang telah di temukan oleh

peneliti. Sebagai contoh data hasil wawancara perlu didukung dengan

adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi manusia, atau

gambaran suatu keadaan perlu didukung dengan foto-foto.27

c. Pemeriksaan Teman Sejawat Melalui Diskusi

Pemeriksaan teman sejawat ini dilakukan dengan jalan berdiskusi

dengan teman atau rekan yang sedang melakukan kegiatan serupa,

yaitu sama-sama sedang melakukakn penyusunan skripsi untuk

menilai dan memberikakn komentar atau kritikan serta saran terhadap

kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini, sehingga peneliti bisa

memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdapat pada penelitian yang

dilakukan peneliti.

26
Ibid., hlm. 241
27
Ibid., hlm. 275
29

H. Sistematika Penulisan

Pada BAB I (pendahuluan) Peneliti Akan Menguraikan Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian, ruang lingkup

dan setting penelitian, Telaah Pustaka, kerangka teori, Metodologi Penelitian

Dan Sistematik pembahasaan.

Bab II, yaitu: berisi paparan data dari peneliti yang ditemukan di lapangan.

dalam hal ini peneliti mencoba menggambarkan secara singkat tentang

gambaran lokasi penelitian dan temuan-temuan dalam melakukan penelitian

serta tanggapan dari beberapa responden tentang pembahasan dari penelitian

ini.

Bab III, yaitu: berisi tentang mengenai hasil dari penelitian dan pembahasan

dari penelitian ini yang termaksuk di dalamnya adalah proses dari analisa

penelitian yang telah di paparkan pada bab II.

Bab IV, yaitu: penutup dari penulisan skripsi, berupa kesimpulan

menyeluruh dari hasil penelitian dan saran yang dapat diberikan sehubungan

dengan masalah yang akan di bahas.


BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Perkawinan di bawah umur

Perkawinan di bawah umur bukanlah sesuatu yang baru di

Indonesia. Praktek ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak

pelaku. Tidak di kota besar tidak di pedalaman. Faktor penyebabnya

pun bervariasi, karena masalah ekonomi, rendahnya pendidikan,

pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu, karena hamil

terlebih dahulu (kecelakaan atau populer disebut dengan istilah

married by accident), dan lain-lain.

Pengertian perkawinan sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-

undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 yaitu :

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Hal ini mengundang perhatian dan pemahaman masyarakat

luas, oleh karena undang-undang ini merupakan landasan pokok

perkawinan. Begitu juga dengan Kompilasi Hukum Islam. Dengan

perkataan ikatan lahir dan batin itu dimaksudkan bahwa suami istri

tidak boleh semata-mata hanya berupa ikatan lahiriah saja, dalam

makna seorang pria dan wanita hidup bersama sebagai suami dan istri

bukan sebagai ikatan formal saja, tetapi kedua-duanya harus membina

ikatan batin berupa cinta dan kasih sayang yang mendalam. Dengan

demikian, perkawinan dalam Undang-Undang ini tidak semata- mata


31

hubungan hukum saja antara seorang pria dengan seorang wanita,

tetapi juga mengandung aspek-aspek lainnya, yaitu agama, biologis,

sosial dan juga masyarakat.28

Sebelum mengemukakan pengertian perkawinan di bawah umur,

terlebih dahulu penulis mengemukakan tentang maksud dari anak di

bawah umur. Anak di bawah umur yaitu anak yang belum mumayyiz

atau anak yang belum bisa dibebani tanggung jawab, karena kurang

cakapnya dalam bertindak. Adapun patokan dalam bertindak yaitu

akal. Apabila akal seseorang masih kurang maka ia belum bisa

dibebani kewajiban. Sebaliknya jika akalnya telah sempurna ia wajib

menunaikan beban tugas yang dipikulkan kepadanya. Berdasarkan hal

ini, maka kecakapan bertindak ada yang bersifat terbatas dan adapula

yang sempurna.29

Berdasarkan pengertian di bawah umur di atas, maka yang

dimaksud perkawinan di bawah umur (pernikahan dini) adalah

perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu calon mempelai atau

keduanya belum memenuhui syarat umur yang ditentukan oleh

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan.

Sebagaimana ketentuan yang ditegaskan pada pasal 7 ayat 1 Undang-

Undang Perkawinan : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria

sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 19 tahun.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 25 ayat 2 : “untuk

28
M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : PT. Grapindo Persada,
2002). Cet. Ke-11, hlm. 27
29
Helmi Karim, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002), Cet. Ke-3, hlm. 82
32

kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh

dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur 19 tahub bagi

laki-laki dan perempuan 16 tahun. Apabila dihubungkan antara pasal 1

undang-undang nomor 1 tahun 1974 dengan pasal 7 ayat 1 dan 2

Undang-Uundang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas pasal

7 undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam

pasal 15 ayat 1 maka dapatlah diambil beberapa pemahaman yang

diuraikan sebagai berikut:

a. Perkawinan merupakan ikatan lahir dan bathin antara seorang laki-

laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Perkawinan adalah salah satu perbuatan mentaati perintah Allah

dan Rasul-Nya dan bernilai ibadah bagi yang melaksanakannya.

c. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang Sakinah,

Mawaddah dan Warahmah.

d. Perkawinan itu dapat dilangsungkan setelah umur 19 tahun bagi

calon perempuan dan 19 tahun bagi calon mempelai laki-laki.

e. Harus ada izin orang tua terhadap perkawinan yang belum sampai

pada batas maksimal usia perkawinan yaitu 21 tahun.

f. Apabila pernikahan yang dilakukan pada usia di bawah batas

minimal yang ditentukan undang-undang yaitu 19 tahun bagi calon

mempelai wanita dan 19 tahun bagi calon laki-laki, maka harus


33

dapat dispensasi dari pengadilan dengan alasan mendesak dan di

sertai dengan bukti-bukti yang kuat.

Dari uraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa perkawinan

di bawah umur (pernikahan dini) adalah perkawinan yang

dilangsungkan salah satu pihak atau kedua mempelai yang belum

berumur 19 tahun bagi calon mempelai perempuan dan 19 tahun

bagi calon mempelia pria, sehingga diperlukan izin orang tua

untuk melangsungkan perkawinan dan dispensasi nikah dari

pengadilan agama dengan keadaan mendesak dan disertai dengan

bukti. Dalam hal izin orang tua, K.wantjik Saleh menambahkan

bahwa hal tersebut sebagai bukti dari adanya restu mereka

terhadap perkawinan yang dilangsungkan. 30

Hukum Islam, dalam hal ini Al-Qur‟an dan hadist tidak

menyebutkan secara spesifik tentang usia minimum untuk

menikah. Persyaratan umum yang lazim dikenal adalah sudah

balig, berakal sehat, mampu membedakan yang baik dengan yang

buruk sehingga dapat memberikan persetujuannya untuk menikah.

Pasal 16 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa:

Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Bentuk

persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas

dan nyata dengan tulisan, lisan, atau isyarat, tapi dapat juga berupa

diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.

30
K. Wantjik Saleh , Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta : Graha Indonesia, 1987),
Cet.Ke-8, hlm. 26
34

Sama halnya dengan hukum Islam, hukum adat Indonesia yang

berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lain, hukum kebiasaan

tak tertulis, juga tidak mengenal pemberlakuan umur seseorang

dianggap layak untuk menikah. Biasanya seorang anak dinikahkan

ketika ia dianggap telah mencapai fase atau peristiwa tertentu

dalam kehidupannya, dan ini seringkali tidak terkait dengan umur

tertentu.

Masalah kematangan fisik dan jiwa seseorang dalam konsep

Islam, tampaknya lebih ditonjolkan pada aspek yang pertama yaitu

fisik. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam pembebanan hukum

taklif bagi seseorang, yang dalam term teknis disebut mukallaf

(dianggap mampu menanggung beban hukum). Dalam sebuah

hadist, Rasulullah saw bersabda :

Artinya: Ali ra meriwayatkan dari nabi saw, beliau bersabda :

terangkat pertanggungjawaban seseorang dari tiga hal yaitu anak

kecil sampai ia bermimpi, orang tidur samapai ia terbangun dan

orang gila hingga ia tersadar. (HR. Abu daud dan at-Tirmidzi)

Menurut isyarat hadits tersebut, kematangan seseorang dilihat

pada gejala kematangan seksualitasnya, yaitu air mania tau sperma

bagi laki-laki dan mentruasi (haid) bagi perempuan. Dari segi

umur, kematangan masing-masing orang berbeda saat datangnya.

Hal ini disebabkan oleh karena berbedanya dalam memahami nash

Al-Qur‟an dalam surat an-Nuur ayat 59 :


35

Artinya: Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh

maka hendklah mereka meminta izin seperti orang-orang yang

sebelum mereka meminta izin demikianlah Allah menjelaskan

ayat-ayatnya dan Allah maha mengtahui lagi maha bijaksana (An-

Nur : 59)

Memperhatikan kedua dalil di atas, dapat diambil pemahaman

bahwa batas usia 15 tahun sebagai awal masa kedewasaan bagi

anak laki-laki karena biasanya pada usia tersebut anak laki-laki

telah mengelurkan air maninya melalui mimpinya. Adapun bagi

perempuan 9 tahun untuk daerah seperti madinah telah dianggap

memiiki kedewasaan. Ini didasarkan kepada pengalaman aisyah

ketika dinikahi oleh Rasulullah saw:

Artinya: Rasullulah saw menikah dengan dia (aisyah) dalam usia

6 tahun, dan beliau memboyongnya ketika ia berusia 9 tahun, dan

beliau wafat pada waktu dia berusia 18 tahun (H.R Muslim).

Atas dasar hadist tersebut, dalam kitab kasyifat al-saja

dijelaskan ” tanda-tanda dewasanya atau baligh seseorang itu ada

tiga yaitu sempurnanya umur 15 tahun bagi laki-laki dan

perempuan pada usia 9 tahun, dan haid (menstruasi) bagi wanita

usia 9 tahun.

Adanya dispensasi bagi calon mempelai yang kurang dari 19

tahun, atau 19 tahun bagi wanita, boleh jadi didasarkan

kepada nash hadis di atas. Walaupun kebolehan tersebut harus

dilampiri izin dari pejabat untuk itu. Ini menunjukkan bahwa


36

pemahaman konsep pembaharuan hukum Islam yang memang

bersifat ijtihadi diperlukan waktu dan usaha terus menerus. Dalam

hal ini juga diperlukan pendekatan konsep maslahat mursalah dan

hukum Islam di Indonesia memerlukan waktu agar masyarakat

sebagai subyek hukum dapat menerimanya dan menjalankannya

dengan sukarela tanpa ada unsur pemaksaan.

Di samping itu pemahaman terhadap nash, utamanya yang

dilakukan oleh Rasullulah SAW pada saat menikah dengan aisyah,

menurut penulis juga perlu dipahami seiring dengan tuntutan

situasi dan kondisi waktu itu. Ini penting, karena tuntutan

kemaslahatan yang ada waktu itu dibanding dengan sekarang jelas

sudah berbeda. Berbeda dengan batas usia perkawinan menurut

hukum Islam, batas usia pernikahan dalam peraturan perundang-

undangan. Dalam pasal 7 Undang- Undang Nomor 16 tahun 2019

tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya

diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak

wanita 19 tahun.

Penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat terjadi ketika

ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat

lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun

pihak wanita (pasal 7 ayat 2), begitu pula ketika Undang-undang

yang sama menyebutkan bahwa perkawinan harus didasarkan atas

persetujuan kedua calon mempelai dan izin dari orang tua

diharuskan bagi mempelai yang belum berusia 21 tahun.


37

Pembatasan umur yang di lakukan oleh Undang-Undang di

atas, di samping oleh karena pertimbangan kematangan kedua

mempelai dalam menjalani bahtera rumah tangga, namun juga

oleh karena pertimbangan kependudukan, dimana hal tersebut

dimaksudkan untuk menekan lajut pertumbuhan penduduk yang

semakin tinggi. Masalah penentuan umur dalam undang-undang

perkawinan maupun dalam kompilasi memang bersifat ijtihadiyah,

sebagai usaha pembaharuan pemikiran fikih yang lalu. Namun

demikian, apabila dilacak referensi syar‟inya mempunyai landasan

kuat. Misalnya isyarat Allah dalam surat Al- Nisa ayat 9 yang

berbunyi : Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-

orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-

anak yang lemah, yang mereka kwatir terhadap kesejahteraan

mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah

dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (An-

Nisa: ayat 9)

Ayat tersebut bersifat umum, tidak secara langsung

menunjukkan bahwa perkawinan yang dilakukan oleh pasangan

usia muda atau di bawah ketentuan Peraturan Perundang-

Undangan akan menghasilkan keturunan yang dikhawatirkan

kesejahteraannya. Akan tetapi berdasarkan pengamatan berbagai

pihak rendahnya usia kawin, lebih banyak menimbulkan hal-hal

yang tidak sejalan dengan misi dan tujuan perkawinan,yaitu


38

terwujudnya ketentraman dalam rumah tangga berdasarkan kasih

dan sayang.

Dalam hal ini Undang-Undang perkawinan tidak konsisten di

satu sisi, di sisi lain dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor

1 tahun 1974 sebagaimana dirubah dengan pasal 7 undang-undang

nomor 16 tahun 2019 menyebutkan bahwa perempuan dan lak-laki

dapat diberi izin menikah ketika mencapai umur 19 tahun.

Sedangkan dalam pasal 6 ayat 2 menyebutkan jika kurang dari 21

tahun umur mempelai laki-laki dan perempuan diperlukan izin

orang tua, dan jika kurang dari 19 tahun, perlu izin pengadilan dan

ini juga dikuatkan dalam KHI pasal 15 ayat 2 yang berbunyi : Bagi

calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus

mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),

(3),(4) dan (5) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. Sedangkan

dalam kompilasi hukum Islam (KHI), yang disebarluaskan melalui

Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 memuat perihal yang

kurang lebih sama. Pada pasal 15, KHI menyebutkan bahwa batas

usia perkawinan sama seperti pasal 7 Undang-Undang Nomor 16

tahun 2019, namun dengan tambahan alasan: untuk kemaslahatan

keluarga dan rumah tangga.

Dengan demikian, secara eksplisit tidak tercantum jelas

larangan untuk menikah di bawah umur sehingga penyimpangan

terhadapnya dapat dimungkinkan dengan adanya izin dari

pengadilan atau pejabat atau yang berkompeten. Namun demikian,


39

perkawinan di bawah umur dapat dicegah dan dibatalkan. Pasal 60

KHI menyebutkan pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila

calon suami dan istri tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan

perundang- undangan.

KHI juga menyebutkan perkawinan dapat dibatalkan antara lain

bila melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan

dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019. Para pihak

yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

adalah : (1) para keluarga dalam garis keturunan lulus keatas dan

kebawah dari suami atau istri; (2) suami atau istri ; (3) pejabat

yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut

undang-undang; (4) para pihak berkepentingan yang mengetahui

adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut Islam

dan peraturan perundang- undangan (pasal 73).

Terlepas dari persoalan status hukum mengenai perkawinan di

bawah umur (pernikahan dini) di atas, berikut sebab-sebab

terjadinya perkawinan di bawah umur dan berbagai dampaknya.

Pada umumnya yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan

dibawah adalah karena faktor budaya dan pendidikan, walaupun

ada sebab lain yang mempengaruhi, tetapi hal itu lebih merupakan

sebagai rangkaian yang sifatnya sebagai pelengkap. Secara


40

kuantitatif pernikahan usia muda relatif lebih banyak ditemukan

pada daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan.31

Dalam masyarakat yang tradisi keagamaannya sangat kuat,

bagi orang tua yang memiliki anak gadisnya umumnya ingin

cepat-cepat mengawinkannya anaknya disebabkan ada rasa

kekhawatiran yang dapat menyebabkan seorang anakterzebak

perzinahan. Bila hal itu terjadi, maka merupakan aib besar yang

sangat memalukan rang tua. Pernikahan pada usia dini merupakan

sebuah antisipasi dari orang tua untuk mencegah akibat-akibat

negative yang dapat mencemarkan dan merusak martabat orang

tua dan keluarganya.

Dari sejumlah sebab yang melatar belakangi tingginya jumlah

pernikahan pada usia muda faktor paling dominan adalah karena

rendahnya tingkat pendidikan. Bahkan pendidikanlah yang

sebenarnya menjadi inti masalah ini, karena dengan pendidikan

dapat menambah pola pikiran dan pandangan dari yang tidak baik

menjadi lebih baik, dari yang tidak rasional menjadi rasional dan

realistis. Tetapi ini merupakan sebuah harapan ideal tanpa melihat

kendala yang dihadapi.

Pada masyarakat pedesaan, masalah pendidikan merupakan

suatu yang sangat sulit di jangkau. Kesulitan ini bisa terjadi karena

alasan biaya, entah itu tempat pendidikan yang sulit dijangkau,

informasi dan transformasi yang sangat terbatas sehingga banyak

31
Nani Suwondo, Hukum Perkawinan dan Kependidikan di Indonesia, (Bandung : PT.
Bina Cipta, 1989), Cet. Ke-1, hlm. 108
41

anak-anak dipedesaan tidak dapat melanjutkan pendidikan atau

beajar akan tetapi putus ditengah jalan bahkan tidak mengenyam

pendidikan sama sekali. Sebenarnya perkawinan di bawah umur

dizaman kemajuan teknologi ini merupakan setbeck (mundur)

kejaman lampau diwaktu pendidikan masih belum demikian

berkembang dan anak-anak gadis masih dalam pingitan. Di masa

lampau, perkawinan di bawah umur disebabkan oleh:

a. Keinginan orang tua yang ingin cepat-cepat ngambil mantu

b. Karena ada lamaran dari orang-orang yang disegani dan

orang tua khawatir tidak dapat lagi calon sebaik itu

c. Karena unsur materi yang ingin anaknya berbahagia jika

sudah menikah (besanan dengan orang kaya, mengharapkan

anaknya dapat tertolong)

d. Dari yang bersangkutan sendiri ingin cepat menikah karena

ingin lebih bebas dan mengira hidup berumah tangga lebih

nikmat

Pendapat tersebut diatas secara realistis memang ada benarnya

bila dilihat dari kebutuhan jangka pendek, waaupun secara umum

alasan demikian merupakan alasan yang kolot dan seolah-olah

tidak punya harapan untuk lebih maju dihari esok. Perkawinan di

bawah umur tidak hanya terjadi di desa-desa, tetapi juga di kota-

kota dengan sebab yang sama. Bahkan di kota-kota besar dewasa

ini sering terjadi perkawinan di bawah umur karena sebab

(menurut istilah sekarang) „‟kecelakaan‟‟ malu, kehidupan di kota-


42

kota yang penuh oleh tantangan dan aneka macam kemesuman

karena eksis-eksis pergaulan.

Berbagai dampak perkawinan di bawah umur dapat

dikemukakan sebagai berikut :

a. Dampak hukum
Adanya pelanggaran terhadap tiga Undang-Undang, antara

lain:

1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,

pasal 7 ayat 1 yang berbunyi dan undang nomor 16 tahun

2019 tentang perubahan pasal 7 UUP No 1 tahun 1974:

“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah

mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai

umur 19 tahun”, dan pasal 6 ayat 2 yang berbunyi : “Untuk

melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua”.

2. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

3. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang PTPPO.

Patut ditengrai adanya penjualan/pemindah tangan antara

kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan

tertentu dari perkawinan tersebut. Amanat Undang-undang

tersebut bertujuan melindungi anak, agar anak tetap

memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang

serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan

diskriminasi.
43

Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua

melanggar undang-undang tersebut. Pemahaman tentang undang-

undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari

perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Undang-Undang

ini sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action

tentang perlindungan terhadap anak.

b. Dampak biologis

Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam

proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk

melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya., apalagi jika

sampai hamil kemudian meahirkan. Jika dipaksakan justru

akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang

akan membahayakan organ refroduksinya sampai

membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah

hubungan seks yang demikian atas dasar keetaraan dalam hal

produksi antara istri dan suami atau adanya kekerasan seksual

dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.

c. Dampak psikolog

Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang

hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis

berkepentingan dalam jiwa anak yang suit disembuhkan. Anak

akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada

perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan

hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan


44

hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak

bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya

yang melekat dalam diri anak.

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak geografis KUA Kecamatan Wawo

KUA Kecamatan Wawo merupakan salah satu dari 18 KUA

Kecamatan di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten

Bima. KUA Kecamatan Wawo merupakan dari KUA yang terletak

pada Sentral Jalur Negara lintas Bima-Sape dengan jarak 20 Km

dari Kota Bima. KUA Kec. Wawo berdiri pada tahun 1972 M.

KUA Kecamatan WAWO secara geografis terletak di sebelah

timur Kota Kota Bima. Dengan batas- Batas wilayah sebagai

berikut :

Sebelah utara= Kecamatan Wera

Sebelah Selatan = Kecamatan Lambitu dan Kecamatan

Langgudu

Sebelah Timur = Kecamatan Sape

Sebelah barat = Kota Bima

Pembuatan dalam bentuk Profil Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Wawo Kabupaten Bima dimaksudkan sebagai bahan

acuan dan pertimbangan bagi tim penilai KUA percontohan dalam

melihat gambaran objektif Kantor Urusan Agama Kecamatan

Wawo secara konprehensif yang meliputi perkembangan fisik

bangunan, administrasi, penyelenggaraan tugas KUA Kecamatan


45

Wawo itu sendiri. Dengan gambaran konprehensif ini diharapkan

akan mempermudah dan memperlancar tugas penilaian yang

dilaksanakan oleh tim penilai KUA.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan profil ini

adalah: Memberikan gambaran umum bagi para pelaksana Kantor

Urusan Agama Kecamatan Wawo dan Dapat mengetahui standar

dari pola dan volume kerja yang telah dilaksanakan oleh para

pelaksana Kantor Urusan Agama Kecamatan Wawo. Serta

Memberikan rumusan global tentang apa yang telah dilaksanakan

oleh KUA Kecamatan Wawo sebelumnya dan apa yang akan

direncanakan ke depannya.

2. Status Tanah Kua

KUA Kecamatan Wawo dibangun di atas tanah wakap dari

Pemerintah Desa Pada Tahun 1972 M yang luasnya 467 M2. yang

diperuntukkan untuk gedung KUA Kecamatan Wawo, dan dibuat

Sertifikat pada tanggal 15-12-2014 M dengan nomor Sertifikat

0400/Maria/2014, dan bermdasarkan peraturan bersama menteri

Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor,

182/HP/BPN.23.06/2014 Tanggal 10-12-2014 maka Tanah KUA

Kec. Wawo telah di alihkan menjadi sebagai Najir Adalah

Pemerintah RI Cq. Kemeterian Agama RI Pada Tanggal 08-12-

2014 Nomor, 23173/2014, Kopi Sertifikat Kami Lampirkan.


46

3. Prosedur Pelaksanaan Nikah di Kantor Urusan Agama

Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

Kantor Urusan Agama Kecamatan Wawo dalam memberikan

pelayanan nikah terhadap warga masyarakat sesuai dengan

prosedur yang tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah

dilaksanakan. Dimana prosedur pelayanan nikah yang diberikan di

KUA Kecamatan Wawo meliputi pemberitahuan nikah,

pemeriksaan calon pengantin, pengumuman nikah, pencatatan akta

nikah, dan pelakasanaan nikah.

a. Pemberitahuan Kehendak Nikah

Dalam praktek kadangkala bisa dijumpai terjadi

permasalahan antara Pegawai Pencatat Nikah (PPN dengan

pihak-pihak yang akan menikah, karena nikahnya tidak dapat

dilangsungkan karena belum memenuhi persyaratan, padahal

persiapan dengan undangan segala macam sudah selesai

dipersiapkan semua. Oleh karena itu untuk menghindari hal-hal

seperti itu dan untuk lebih memantapkan suatu persiapan

perkawinan, maka dianjurkan kepada PPN, Pembantu Pegawai

Pencatat Nikah (P3N) untuk selalu mensosialisasikan dan

membimbing masyarakat agar dalam merencanakan

perkawinan, hendaknya mengadakan persiapan pendahuluan

sebagai berikut:

1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan

penelitian tentang apakah kedua calon saling cinta atau


47

setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui atau

merestuinya. Ini erat hubungannya dengan surat-surat

persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua,

agar surat-surat tersebut tidak hanya formalitas saja.

2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan

perkawinan, baik menurut hukum munahakat maupun

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal

ini untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan

perkawinan.

3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan

rumah tangga, tentang hak dan kewajiban suami istri dan

lain sebagainya. Setelah persiapan pendahuluan

dipersiapkan secara matang barulah orang yang hendak

menikah memberitahukan kehendaknya itu kepada

P3N/PPN KUA Kecamatan Wawo sebagai tempat akan

dilangsungkannya akad nikah, sekurang-kurangnya sepuluh

hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan.

Setelah persiapan pendahuluan dipersiapkan secara

matang barulah orang yang hendak menikah

memberitahukan kehendaknya itu kepada P3N/PPN Kantor

Urusan Agama Kecamatan Wawo sebagai tempat akan

dilangsungkannya akad nikah, sekurang-kurangnya sepuluh

hari kerja Pemberitahuan kehendak nikah dapat dilakukan


48

oleh calon mempelai atau orang tua atau wakilnya dengan

membawa surat-surat yang diperlukan yaitu:

a. Surat keterangan untuk kawin dari Kepala Desa yang

mewilayahi tempat tinggal yang bersangkutan (N1)

b. Akte kelahiran atau surat keterangan asal-usul (N2)

c. Surat Persetujuan kedua calon mempelai (N3)

d. Surat keterangan mengenai orang tua (N4)

e. Surat ijin kawin bagi mempelai anggota TNI/POLRI,

kepadanya ditentukan minta ijin lebih dahulu dari

pejabat yang berwenang memberikan ijin.

f. Surat Kutipan Buku Pendaftaran Talak/Cerai atau surat

talak/surat tanda cerai jika calon mempelai seorang

janda/duda.

g. Surat keterangan kematian suami/istri yang dibuat oleh

Kepala Desa/Kelurahan yang mewilayahi tempat

tinggal atau tempat matinya suami/istri menurut contoh

model (N6), jika calon mempelai seorang janda/duda

karena kematian suami/istri.

h. Surat izin dan dispensasi, bagi calon mempelai yang

belum mencapai umur menurut ketentuan Undang-

undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 6 ayat (2) s/d (6) dan

Pasal 7 ayat (2). Dan pasal 7 ayat 2 undang-undang

nomor 16 tahun 2019 atas perubahan pasal 7 udang-

undang nomor 1 tahun 1974


49

i. Surat dispensasi Camat bagi pernikahan yan akan

dilangsungkan kurang dari sepuluh hari kerja sejak

pemberitahuan.

j. Surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa bagi

mereka yang tidak mampu.

b. Pemeriksaan Nikah

Pemeriksaan dilakukan bersama-sama, tetapi tidak ada

halangannya jika pemeriksaan itu dilakukan sendiri-sendiri.

Bahkan dalam keadaan yang meragukan perlu dilakukan

pemeriksaan sendiri-sendiri. Pemeriksaan Nikah yang langsung

diawasi oleh PPN meliputi:

1. Pemeriksaan ditulis dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (NB).

2. Masing-masing calon suami, calon istri dan wali nikah

mengisi ruang yang telah tersedia dalam daftar pemeriksaan

nikah dan ruang lainnya diisi oleh PPN.

3. Dibaca dan bila perlu diterjemahkan kedalam bahasa

daerah.

4. Setelah dibaca, kemudian ditandatangani oleh yang

memeriksa dan PPN yang memeriksa. Dan kalau tidak bisa

membubuhkan tanda tangan, dibubuhi cap ibu jari tangan

kiri.

5. Dimasukkan dalam buku yang diberi nama Catatan

Kehendak Nikah.

6. Kehendak Nikah diumumkan.


50

c. Pengumuman Kehendak Nikah

Kehendak nikah diumumkan oleh PPN atas pemberitahuan

yang diterimanya setelah segala persyaratan atau ketentuan

dipenuhi, dengan menempelkan surat pengumuman (model

NC). Kemudian pengumuman tersebut dilakukan:

1. Di Kantor Urusan Agama yang mewilayahi tempat akan

dilangsungkan perkawinan.

2. Di Kantor Urusan Agama yang mewilayahi tempat tinggal

masing- PPN/Penghulu tidak boleh meluluskan akad nikah

sebelum lampau sepuluh hari kerja, sejak pengumuman

kecuali seperti apa yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PP.

Nomor 9 tahun 1975.

Dalam kesempatan waktu sepuluh hari ini calon

mempelai suami istri akan mendapat nasehat perkawinan

dari BP4 Kecamatan Tanjung.

d. Akad Nikah dan Pencatatannya

a. Akad nikah dilangsungkan dibawah pengawasan/dihadapan

Penghulu, dan setelah akad nikah dilangsungkan nikah

dicatat dalam buku Akta Nikah (Model N).

Contoh lafaz ijab: "Saya nikahkan dan kawinkan engkau

dengan anak perempuanku yang bernama Fatimah dengan

mas kawin uang sebesar Rp. 500.000 dibayar tunai.”


51

Contoh qabul: "Saya terima nikahnya dan kawinnya

Fatimah binti Ahmad dengan mas kawin uang sejumlah Rp.

500.000, dibayar tunai.”

b. Akad nikah dapat dilaksanakan di Balai Nikah dan diluar.

c. Akta Nikah dibaca, dan dimana perlu diterjemahkan ke

dalam bahasa daerah di hadapan yang berkepentingan dan

saksi-saksi, kemudian ditandatangani oleh suami, istri, wali

nikah, saksi-saksi dan Penghulu.

d. Penghulu membuatkan kutipan Akta Nikah rangkap 2 (dua)

dengan kode dan nomor porporasi yang sama.

e. Kutipan Akta Nikah (NA) diberikan kepada suami dan

kepada istri. Nomor ditengah pada model NB (Daftar

Pemeriksaan Nikah) diberi nomor yang sama dengan

nomor Akta Nikah.

f. Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah harus ditandatangani

oleh Kepala KUA.

e. Penolakan Kehendak Nikah

Setelah diadakan pemeriksaan nikah, ternyata tidak

memenuhi persyaratan-persayaratan yang telah ditentukan, baik

persyaratan menurut hukum munakahat maupun persyaratan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka

PPN akan menolak pelaksanaan pernikahan itu dengan cara

memberikan surat penolakan kepada yang bersangkutan serta

alasan-alasan penolakannya (model N9).


52

Atas penolakan tersebut yang bersangkutan dapat

mengajukan keberatan melalui Pengadilan Agama yang

mewilayahi tempat tinggalnya. Jika Pengadilan Agama

memerintahkan pernikahan dilangsungkan, maka PPN akan

melaksanakan perintah tersebut.

4. Data Perkawinan Yang Tercatat Dan Yang Melakukan

Perkawinan Di Bawah Umur Selama 5 Tahun Terahir Dari

Tahun (2014-2018) Di Kantot Urusan Agama Kecamatan

Wawo Kabupaten Bima.

Pada tahun 2014 jumla perkawinan yang tercatat di kecamatan

wawo sebanyak (195) peristiwa, yang melakukan perkawinan di

bawah umur sebanyak (3) pasangan. Pada tahun 2015 jumlah

perkawinan yang tercatat sebanyak (194) peristiwa, yang

melakukan perkawinan dibawah umur sebanyak (1) pasangan.

Pada tahun 2016 jumlah perkawinan yang tercatan sebanyak (161)

peristiwa, yang melakukan perkawinan dibawah umur sebanyak (2)

pasangan. Pada tahun 2017 jumlah perkawinan yang tercatan

sebanyak (175) peristiwa, yang melakukan perkawinan dibawah

umur (0) pasangan, Pada tahun 2018 jumlah perkawinan yang

tercatat sebanyak (200) peristiwa, yang melakukan perkawinan di

bawah umur (0) pasangan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini,

Berikut data yang diperoleh dari Kantor Urusan Agama Kecamatan


53

wawo yang melakukan perkawinan di bawah umur pada tahun

2014-2018.

Tabel Perkawinan di bawah umur pada tahun 2014 sampai

tahun 2018.

No Nama Umur Pendidikan Tahu Alasan

Menikah Terahir Menikah Menikah

1. Ardiansah Dan 19 Dan 15 SMP /SMP 2014 Hamil

Erniwati Diluar

Nikah

2. Junaidin Dan 20 Dan 14 SMA/SMP 2014 Ekonomi

Nurrahma wati

3. Hairudin Dan 19 Dan 15 SMA /SMP 2014 Ekonomi

Atika

4 Mahmud Dan 18 Dan 15 SMP / SD 2015 Hamil

Aminah Diluar

Nikah

5 Irfan Dan Sarna 19 Dan 13 SMP / SMP 2016 Hamil

Diluar

Nikah

6 Wahidin Dan 19 Dan 15 SMA /SMP 2016 Hamil

Nurhayati Diluar

Nikah

7 _ _ _ 2017 _

8 _ _ _ 2018 _
54

Dari tabel tersebut dapat kita ketahui jumlah pasangan

yang melakukan perkawinan di bawah umur dari tahun 2014

sebanyak (3) kasus, tahun 2015 sebanyak (1) kasus tahun 2016

sebanyak (2) kasus, tahun 2017 sebanyak (1) kasus tahun 2017 (0)

kasus, tahun 2018 (0) kasus. Dari beberapa kasus tersebut terjadi

karena faktor Ekonomi Hal ini terjadi karena keluarga dari yang

Perempuan berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sehingga

Orang tuanya pun menikahkan Anak perempuanya dengan laki-laki

dari keluarga mapan. Hal ini tentu akan berdampak baik bagi

mempelai perempuan maupun bagi orang tuanya. Si Perempuan

bisa mendapat kehidupan yang layak serta beban orang tuanya bisa

berkurang. Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga

yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang

tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang

dianggap mampu. Selanjutnya terjadi karena faktor Hamil diluar

Nikah, Hamil di luar nikah bukan hanya karena “kecelakaan” tapi

bisa juga karena diperkosa sehingga terjadilah hamil di luar nikah.

Orang tua yang dihadapkan dalam situasi tersebut pastilah akan

menikahkan anak gadisnya, bahkan bisa dengan orang yang sama

sekali tidak dicintai oleh si perempuan. Hal ini semakin dilematis

karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan. Rumah

tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah, apalagi karena

keterpaksaan.
55

Biasanya yang terjadi di KUA Kecamatan Wawo pasangan

pengantin yang belum mengetahui batasan usia untuk

melangsungkan perkawinan, maka PPN akan memberikan

penjelasan, penasehatan, dan pembinaan karena syarat-syarat

pernkawinan tersebut baik menurut hukum Islam maupun

peraturan perundang-undangan yang berlaku telah terpenuhi

kecuali syarat usia kedua mempelai yang belum mencapai usia 19

tahun untuk pria dan 19 tahun mempelai wanita. Maka PPN akan

menyarankan agar kedua calon mempelai menunda pernikahannya

sampai batas umur yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan, jika

pihak calon mempelai atau pihak keluarga tidak menerima maka

PPN akan mengeluarkan surat penolakan pernikahan.

Hal tersebut apabila dibiarkan akan menimbulkan sengketa

yang berlarut-larut, bahkan kadang akan menimbulkan akibat-

akibat buruk, yang melanggar etika kesusilaan, norma agama,

maupun pelanggaran terhadap Undang- Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan dan undang-undang nomor 16 tahun

2019 tentang perkawinan. Sehubungan dengan itu PPN/Kepala

KUA mengambil langkah-langkah yang kiranya bias memberikan

solusi kepada pihak-pihak yang berselisih itu dengan menjadi

mediator selaku Ketua Badan Penasehatan, Pembinaan dan

Pelestarian Perkawinan (BP4) sebagai berikut:

1. Memanggil pihak-pihak yang bersengketa untuk mendengarkan

penjelasan tentang bentuk perkaranya, kemudian


56

mendengarkan keterangan semua pihak agar didapatkan

informasi yang berimbang untuk dapat mengambil kesimpulan

dan membuat langkah-langkah ke arah penyelesaian

2. Berusaha untuk mencarikan jalan keluar dari permasalahan

yang ada, dengan satu harapan agar dapat diselesaikan dengan

baik tanpa ada pihak-pihak yang disakiti dan dirugikan.

3. Apabila dengan jalan tersebut belum juga didapat kata sepakat,

dari calon pengantin dan pihak kedua belah pihak orang tua

tetap pada keputusannya, yaitu untuk tetap melangsungkan

pernikahanya, maka PPN aka menerbitkan surat keterangan

N.8, yang berisi penjelasan kepada calon pengantin, bahwa

pencatatan nikah tidak dapat dilaksanakan karena kekurangan

persyaratan nikah, yaitu belum mencapai batas usia

perkawinan. Setelah calon pengantin mendapatkan penjelasan

tersebut, maka PPN akan menerbitkan surat keterangan

penolakan (N.9), yang berisi penolakan PPN untuk

melaksanakan pencatatan nikah dikarenakan calon pengantin

masih di bawah umur belum mencapai batas usia untuk

melangsungkan perkawinan sesuai dengan UU Perkawinan.

4. Selanjutnya Surat Keterangan Penolakan (N.9), dari PPN

dibawa oleh calon pengantin ke Pengadilan Agama untuk

mendapatkan ijin dispensasi untuk melangsungkan perkawinan.

5. Pengadilan Agama akan memanggil pihak-pihak yang

berkepentingan untuk memeriksa perkara tersebut, sebelum


57

diterbitkan penetapan surat ijin dispensasi perkawinan, yaitu

ijin melakukan perkawinan di bawah umur.

Jika berhasil maka Pengadilan Agama menerbitkan Surat

Keputusan tentang ijin dispens menikah, dan menunjuk Kepala

KUA selaku PPN bertindak untuk mencatatkan perkawinan.32

Perkawinan dibawah umur yang terjadi di kecamatan wawo ini

mengalami penurunan tiap tahunya. Ini semua disebabkan oleh

usaha yang dilakukan Kantor Urusan Agama yang semak simal

mungkin menjalankan program kerjanya dalam bentuk pencegahan

terjadinya perkawinan di bawah umur di kecamatan wawo

kabupaten bima itu sendiri.

C. Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan Perkawinan

Di Bawah Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima

Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan salah satu lembaga

yang berkompoten dan berperan dalam Pencegahan perkawinan

dibawah umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, dengan usaha:

Secara teoritis, upaya pencegahan perkawinan di bawah umur

dapat dilakukan Kantor Urusan Agama melalui perannya sebagai

berikut:

a. Pelayanan di bidang administrasi termasuk pencatatan nikah, talak

dan rujuk serta pencatatan lainnya yang terkait dengan tugas dan

peran KUA.

32
Bunyamin, Wawancara, Wawo, 10 Mei 201
58

Dalam hal ini pihak KUA kecamatan dapat membuat kebijakan

yang bersifat teknis operasional mengenai prosedur pencatatan

perkawinan dan administrasinya yang tidak bertentangan dengan

aturan dalam rangka mencegah terjadinya perkawinan di awah

umur.

b. Penyuluhan dan Sosialisasi Undang-Undang Perkawinan

Dalam hal ini, pihak KUA mensosialisasikan Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 dan undang-undang nomor 16 tahun 2019

tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan kepada masyarakat melalui berbagai media,

khususnya pasal 7 ayat 1 mengenai batas umur seseorang boleh

menikah, yakni umur 19 tahun untuk laki-laki dan 19 tahun untuk

wanita. Selain itu, pihak KUA mengadakan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai dampak negatif perkawinan di bawah umur

dari aspek hukum, psikologis, biologis dan aspek lainnya,

sehingga masyarakat menyadari pentingnya menikah sesuai umur

yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kalisom,


SH.Peranan Kantor Urusan Agama dalam Pencegahan
perkawinan di bawah umur yaitu dengan cara Melakukan
penyuluhan tentang batasan usia perkawinan kepada para
masyarakat khususnya kepada calon pengantin melalui kerjasama
dengan aparat kelurahan, lebe dan tokoh agama yang secara
langsung dapat berkomunikasi dengan masyarakat serta
memberikan penerangan kepada masyarakat akan resikonya
baik fisik maupun mental jika melakukan perkawinan di bawah
umur, karena betapa pentingnya perkawinan harus didahului
59

dengan persiapan fisik dan mental yang kokoh kegiatan


penyuluhan ini dilakukan dua bulan sekali.33
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ramlin, langkah yang
dilakukan dalam pencegahan perkawinan dibawah umur ialah
dengan cara Penerapan Undang-undang Perkawinan Sebagai
langkah dalam pencegahan perkawinan di bawah umur khususnya
di Kecamatan Wawo yaitu dengan sosialisasi undang-undang
perkawinan melalui pertemuan para pembantu PPN dan para P3
Desa sekali dalam tiga bulandan memberikan juga penyuluhan di
setiap mesjid tentang undang-undang perkawinan dalam kaitannya
tentang perkawinan di bawah umur. Ramlin mengatakan, bahwa
salah satu upaya dalam pencehahan terjadinya perkawinan
dibawah umur di sini khususnya di Kecamatan Wawo adalah,
penegasan diterapkannya Undang-undang perkawinan. Bagi
anggota masyarakat khususnya pada orang tua yang hendak
mengawinkan anaknya, mereka diberi persyaratan yang tegas
seperti mereka harus memperlihatkan kartu keluarga dan akte
kelahiran anak yang hendak di kawinkan, Karena ada bahkan
banyak di antara pasangan yang hendak kawin di sini menurut
Undang-undang perkawinan, namun mereka melaporkan bahwa
mereka sudah mencapai umur untuk itu. Karenanya untuk
membuktikan pengakuan mereka, di haruskan membawa kartu
kelahiran sianak yang hendak dikawinkan.
Kemudian Ramlin mengemukakan bahwa adanya
penegasan akan penerapan Undang-undang perkawinan, yakni
laki-laki 19 tahun dan wanita 19 tahun baru dapat diizinkan kawin
dengan bukti memperlihatkan akta kelahiran mereka, dalam
pencegahan terjadinya perkawinan di bawah umur di Kecamatan
Wawo Kabupaten Bima. Cara atau langkah tersebut sangat efektif,
terbukti hingga kini sudah mulai jarang perkawinan di bawah
umur yg terjadi di Kecamatan Wawo tersebut.
c. Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah

Dalam hal Pencegahan Terjadinya Perkawinan di Bawah

umur, KUA dapat mengoptimalkan peran BP4 dan perangkat

KUA lainnya dalam memberikan nasehat-nasehat perkawinan dan

pentingnya membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

Dalam hal ini, ditekankan pentingnya menikah sesuai batasan

umur dalam Undang-Undang sebagai faktor penting terbentuknya

keluarga sakinah. KUA juga dapat melakukan pembinaan keluarga

33
Kalisom, Wawancara, Wawo, 10 mei 2019.
60

sakinah kepada masyarakat dan memperketat prosedur serta

administrasi pernikahan agar tidak terjadi manipulasi umur dalam

rangka pencegahan perkawinan di bawah umur.

Pengajian rutin, salah satu langkah yang dilakukan Kantor


Urusan Agamase bagai upaya dalam pencegahan terjadinya
perkawinan di bawah umur adalah, pengajian rutin yang di pimpin
langsung oleh para penyuluh Agama Islam atau para ustadz dan
da‟i di Kecamatan Wawo. Pengajian ini orientasinya dititik
beratkan pada bidang pengembangan syari‟at islam dalam lapisan
masyarakat terutama rumah tangga. Kegiatan pengajian di bidang
penyuluhan dan bimbingan dilakukan dengan jalan membentuk
kelompok di tingkat Desa atau yang bisah disebut dengan majelis
taklim di Kecamatan Wawo yang dilakukan dua minggu sekali di
masjid-masjid atau yang menjadi obyek penyuluh para penyuluh
agama islam guna memberikan penyuluhan kepada anggota
masyarakat khususnya para orang tua dan ibu rumah tangga.
Melalui pengajian lewat majelis taklim sangat membantu dalam
pencegahan terjadinya perkawinan di bawah umur, sehingga
dampaknya sangat dirasakan khususnya Kantor Urusan Agama
Kec. Wawo yang pada akhirnya dapat mengurangi hal tersebut.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa salah satu upaya yang
ditempuh Kantor Urusan Agam Kecamatan Wawo Kabupaten
Bima dalam pencegahan terjadinya perkawinan di bawah umur
adalah mengadakan pengajian rutin yang di lakukan di mesjid-
mesjid di Kecamatan Wawo. 34
d. Pelayanan di bidang kepenghuluan.

Dalam hal ini, KUA dapat mengoptimalkan para penghulu

dan juga amil desa dalam mensosialisasikan pentingnya menikah

sesuai batasan umur yang telah ditentukan, baik melalui khutbah

nikah atau ketika diundang dalam kegiatan-kegiatan keagamaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bunyamin S.Ag


bahwa nasehat perkawinan merupakan salah satu cara dalam
pencegahan atau meminimalisasi terjadinya perkawinan di bawah
umur di Kecamatan Wawo. Nasehat perkawinan diupayakan setiap
ada peristiwa nikah diadakan nasehat perkawinan tentang
perkawinan yang berkualitas, biasanya dilakukan pada saat kedua
pihak yang akan melangsungkan perkawinan datang ke Kantor
Urusan Agama.

34
Bunyamin, Wawancara, Wawo, 10 Mei 2019
61

Petugas BP4 yang ada di Kantor Urusan Agama Kecamatan


Wawo Kabupaten Bima memberikan nasehat serta memberi
materi mengenai perkawinan terutama mengenai perlunya
kematangan fisik maupun mental bagi pasangan suami istri sangat
menentukan kelangsungan pada rumah tangga mereka. Beliau
menambahkan nasehat perkawinan juga dilakukan pada saat
dilakukannya pesta perkawinan yang dibawakan juga oleh petugas
BP4. Salah satu materi utama yang dibawakan di dalam nasehat
perkawinan pada masyarakat adalah mengenai perlu adanya
kedewasaan bagi para calon mempelai dalam melangsungkan
perkawianan. Sebab banyak di antara pasangan suami istri yang
melaksanakan perkawinan dibawah umur di sini gagal dalam
rumah tangganya. Karenanya, dalam membawa materi atau dalam
melakukan penyuluhan tersebut, pembawa materi atau petugas
BP4 menegaskan perlunya suatu kedewasaan dalam menjalankan
rumah tangga yang harmonis dan bahagia.

Dewasa atau matang yang dimaksudkan adalah matang dari

segi fisik dan mental. Anggota masyarakat khususnya para orang

tua yang hadir di pesta perkawinan tersebut dapat mendengar dan

memahami hal itu, sehingga mereka dapat menerapkan bagi anak-

anak mereka. Dengan demikian dapat dipahami bahwa salah satu

bentuk penyuluhan yang di berikan oleh pihak Kantor Urusan

Agam dalam pencegahan terjadinya perkawinan di bawah umur di

Kecamatan Wawo adalah mengadakan nasehat perkawinan di

KUA bagi kedua belah pihak yang datang ke Kantor Urusan

Agama dan di rumah penduduk yang melangsungkan perkawinan.

Pihak KUA kecamatan Wawo telah melaksanakan minimal

empat peranan tersebut di atas, tidak banyak yang berbeda dengan

ketentuan yang sudah ada, antara lain :

a. Dalam hal pelayanan administrasi dan kepenghuluan, pihak

KUA kecamatan dan amil desa tidak membuat kebijakan

apapun yang bersifat teknis operasional mengenai prosedur


62

pencatatan perkawinan dan administrasinya yang tidak

bertentangan dengan aturan dalam rangka pencegahan

terjadinya perkawinan di bawah umur. Hanya saja mereka

berusaha memperketat (sesuai aturan yang ada) seleksi

administrasinya dan berkomitmen untuk tidak menerima suap,

sehingga dapat meminimalisir penyimpangan-penyimpangan

seperti manipulasi umur yang lazim dilakukan oleh banyak

orang.

b. Dalam hal pelayanan sosialisasi pentingnya menikah sesuai

umur yang ditentukan perundang-undangan dan pelayanan

bimbingan keluarga sakinah, Pihak KUA kecamatan Wawo

dan amil desa telah berupaya untuk melakukannya, namun

mereka belum mensosialisasikannya melalui media cetak dan

seminar, baru dilakukan melalui pengajian-pengajian, khutbah

jumat dan lainnya, itu pun tidak dilakukan secara berkala

(tidak terprogram).

Upaya serta usaha yang di lakukan oleh Kantor Urusan

Agama Kecamatan Wawo dalam pencencegahan terjadinya

perkawinan di bawah umur sebagaimana telah diuraikan tidak

terlepas dari kegiatan dakwah yang merupakan kewajiban bagi

setiap umat islam. Mereka dituntut untuk melaksanakannya

sesuai tarif kemampuannya masing-masing. 35

35
Bunyamin, Wawancara, Wawo, 10 Mei 2019
63

Hal ini dapat dipahami pada firman allah Swt dalam Qs. An-nahal
Surah: 16 Ayat :125.

ِ ‫ادِع الِى سبيِل ربك بالِحكِم الِ ِعظ الِحسن جادلِه ِ بالتىِ هى احِسن‬

‫ت‬21‫ثت‬1 ِ‫ا ربك ه اعِل بمنِ ضل عنِ سبيِل ه اعِل بالِهِت يِن‬
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan tuhan-mu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya tuhan mu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa

yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk.36

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah Swt. Telah menyuruh kepada

rasul agar menyuruh umatnya untuk melaksanakan syari‟at yang telah

digaris Allah Swt bagi mahluk-Nya melalui wahyu yang diberikan

kepada rasul, dan memberi mereka pelajaran dan peringatan yang

diletakkan di dalam kitab-Nya sebagai hujjah atas mereka, dan

bantahlah mereka dengan bantahan yang lebih baik daripada bantahan

lainya, serta bersikaplah lemah lembut terhadap mereka dengan

menyampaikan kata-kata yang baik.37

Dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah Swt menyuruhkan

agar mengajak hamba-hamba-Nya. Setiap muslim diwajibkan untuk

melakukan dakwah, agar kebenaran agama yang telah diterima dapat

36
Qs. An-nahal Ayat 125
37
Ahmad Musthafa Al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi, juz XIV (Mesir: Musthafa Al-
Babiy Al-Habiy, 1969), hlm. 278
64

dinikmati orang lain. Kebenaran inilah yang harus disampaikan

seluas-luasnya kepada masyarakat dengan sikap dan pandangan yang

bijak, nasehat yang indah, serta argumentasi yang kokoh. Syari‟at

Islam menegaskan bahwa penyuluhan, bimbingan dan sebagainya

merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Ali Imran ayat: 104
surah: 03.

ۚ ‫عن النك‬ ‫بالع ف ينه‬ ‫إلى الخي يأم‬ ‫لتكن منك أم ي ع‬

٤٠١ ‫أ لِئك ه الفلح‬


Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat

yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan

mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang

beruntung.38

Menurut al-Maraghy bahwa orang yang diajak bicara dalam ayat

tersebut ialah kaum mu‟minin seluruhnya. Mereka terkena taklief agar

memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban ini.

Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok

mempunyai dorongan dan mau berkerja untuk mewujudkan hal ini,

dan mengawasi perkembangannya dengan kemampuan optimal.

Sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau penyimpangan dalam

hal ini amar ma‟ruf nahi mungkar, segera mereka mengembalikannya

ke jalan yang benar.

38
QS. Ali Imran Ayat 104
65

Kaum mu'minin di masa awal Islam berjalan pada sistem ini, yaitu

melakukan pengawasan terhadap orang-orang yang melaksanakan

pekerjaan-pekerjaan umum. Khalifah Umar ra. Pernah berkhutbah di

atas mimbar, dan di antara ucapannya ialah, “jika kalian melihat

dalam diriku suatu penyimpangan, maka luruskanlah oleh kalian”.

Lalu, salah seorang pengembala berdiri seraya berkata “seandainya

kami melihat penyimpangan dalam dirimu, maka akan kami luruskan

dengan pedang kami”.

Para sahabat sendiri saling membantu dalam melaksanakan

kewajiban ini. Masing-masing merasakan bagaimana pentingnya

penyebaran panji Islam, pelestariannya dan melawan setiap orang-

orang yang coba-coba berani merusak salah satu di antara kaidah

Islam dan akhlaknya, termasuk hukum dan kemaslahatan jejak mereka

pula.

Selanjutnya al-Maraghy telah mengemukakan bahwa yang

melaksanakan dakwah hanyalah kalangan khusus dari umat Islam,

yaitu yang mengetahui rahasia-rahasia hukum, hikmah tasyri‟ dan

fiqihnya. Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan hukum

Allah Swt. Terhadap kemaslahatan hamba-Nya disetiap zaman dan

tempat, sesuai dengan kadar pengetahuan mereka, baik di masjid-

masjid, tempat-tempat ibadah, kelompok masyarakat, atau perayaan-

perayaan, bila kesempatan mengizinkan.

Hal ini tidak bisa terwujud tanpa mereka terlebih dahulu

membenahi persiapannya, membekali diri dengan ilmu yang


66

dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan dan kemajuan, menghiasi

diri dengan akhlaq utama dan sifat-sifat terpuji, sehingga mereka

menjadi contoh yang baik untuk diturut, dan menjadi perhatian umat

lainnya. Selanjutnya, yang tersimpan dalam agama kami, dari semua

itu dan apa yang ditinggalkan (diwariskan) kepada kita, yaitu

perbendaharaan dan kekayaan ilmiah, merupakan kecukupan bagi

orang yang menghendaki kebaikan dan kebahagiaan.

Uraian tersebut di atas menunjukan bahwa kegiatan dakwah

merupakan suatu hal yang wajib atau perlu dilaksanakan oleh setiap

umat atau sekelompok umat, untuk mencapai kebahagiaan, dan

kedamaian di dalam masyarakat. Perlunya dakwah dalam suata

masyarakat adalah menghendaki agar manusia mau sadar serta taat

kepada tuhan sebagai penciptanya dan menyantuni sesama manusia,

sebagai sesama makhluk Allah, sehingga tercipta rasa kasih sayang,

kedamaian dan ketentraman di dalam masyarakat.

D. Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Di Bawah

Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdapat Faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur di

kecamatan wawo kabupaten bima antaralain

1. Faktor media Masa


Berdasarkan hasil wawancara dengan Nurainun, S.HI pegawai
KUA mengatakan bahwa kejadian perkawinan di bawah umur di
Kec. Wawo ini merupakan dampak dari Mediamasa, kemajuan
tekhnologi seperti: televisi, majalah, hand pone dan adanya faktor
globalisasi sehingga mempengaruhi kehidupan remaja, akibatnya
melupakan nilai- nilai dan norma serta budaya yang ada, dan
Gencarnya ekspose seks di media sosial menyebabkan remaja
67

moderen kian Permisif terhadap seks sehingga mengakibatkan


kecelakaan(hamil pra nikah).39
2. Rendahnya pendidikan orang tua
Selanjutnya berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti
dengan Bunyamin, S.Ag mengatakan selain faktor keadaan
zaman, keluargapun merupakan faktor penghambat yang
menimbulkan tindak negatif remaja sehingga terjerumus kedalam
pergaulan bebas yang berdampak terhadap perkawinan di bawah
umur, jika keluarga mengabaikan pendidikan bagi putra- putrinya.
Jelaslah bahwa perilaku anak bukan hanya dari pengaruh
lingkungan yang selama ini dikatakan orang bahwa anak
tergantung tempat dimana ia bergaul tetapi tergantung pula kepada
bagaimana dan kemana orang tua mengarahkannya. Ajaran Islam
memberitahukan awal- mulanya adalah dari orang tua dan
keluarga. Dalam kehidupan sehari- hari, kita dihadapkan kepada
beberapa hal yang membuat kurang perhatian terhadap
perkembangan anak, misalnya ayah atau ibu yang sama- sama
sibuk bekerja berangkat pagi pulang sore sehingga tidak ada
terciptanya curahan kasih sayang, rasa tentram, aman serta
keharmonisan keluarga terutama bagi anak. dan faktor orang tua
yang tidak mengawasi putra putrinya juga menjadi penyebab
bebasnya pergaulan remaja.
3. Hamil diluar nika
Bapak Bunyamin, S.Ag selaku kepala KUA wawo menyatakan
bahwa faktor dominan terjadinya Perkawinan di bawah umur yang
masih terjadi di Kecamatan Wawo karena kecelakaan (hamil pra
nikah), Kurangnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga
juga menjadi salah satu penyebab anak terjerumus dalam
melakukan hubungan badan diluar nikah. Anak remaja yang
membutuhkan kasih sayang dan perhatian, apabila tidak ditopang
dengan keluarga yang harmonis maka anak-akan mudah
melampiaskan dengan melakukan perbuatan yang di langgar oleh
norma dan agama, seperti hubungan seks di luar nikah akibat
terlepas dari pengawasan para orang tua sehingga orang tua
terpaksa menikahkan anaknya untuk menutupi “aib” dan secara
moral juga harus bertanggung jawab atas kehamilan putrinya. 40
4. Faktor ekonomi
Adaupun hasil wawancara dengan Fatmawati, Masalah
ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk
cepat-cepat menikahkan anaknya, Faktor ekonomi juga merupakan
salah satu faktor kecenderungan masyarakat Kecamatan Wawo
untuk melaksanakan perkawinan di bawah umur, Faktor ekonomi
dalam hal ini erat kaitannya dengan ketidak mampuan orang tua
untuk menafkahi anaknya. Dengan mengawinkan anak diusia yang
masih muda di anggap sebagai jalan keluar guna meringankan
beban ekonomi keluarga, menurut orang tua anak perempuan yang
39
Nurainun, Wawancara, Wawo, 10 Mei 2019
40
Bunyamin, Wawancara, Wawo, 10 mei 2019
68

sudah menikah menjadi tanggung jawab suaminya. Hal tersebut


sering banyak di jumpai di pedesaan tetapi sekarang ini banyak
jugadi perkotaan, tanpa peduli usia anaknya yang belum
menginjak usia dewasa, orang tua hanya mengizinkan saja karena
untuk meringankan beban keluarga.41

Dari beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di

bawah umur di kecamatan Wawo tersebut, faktor paling dominan

adalah karena rendahnya tingkat pendidikan. Bahkan pendidikanlah

yang sebenarnya menjadi inti masalah ini, karena dengan pendidikan

dapat menambah pola pikiran dan pandangan dari yang tidak baik

menjadi lebih baik, dari yang tidak rasional menjadi rasional dan

realistis. Tetapi ini merupakan sebuah harapan ideal tanpa melihat

kendala yang dihadapi.

Pada masyarakat pedesaan, masalah pendidikan merupakan suatu

yang sangat sulit di jangkau. Kesulitan ini bisa terjadi karena alasan

biaya, entah itu tempat pendidikan yang sulit dijangkau, informasi dan

transformasi yang sangat terbatas sehingga banyak anak-anak

dipedesaan tidak dapat melanjutkan pendidikan atau belajar akan

tetapi putus ditengah jalan bahkan tidak mengenyam pendidikan sama

sekali.42

41
Fatmawati, Wawancara, Wawo 10 Mei 2019
42
Ahmad Mustafa al-Maraghy,Tafsir al-Maraghy, Juz XXIII (T. Tp., Daar al-Turas,
1962),hlm. 8.
69

BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Peranan Kantor Urusan Agama Dalam Pencegahan Perkawinan

Di Bawah Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima

Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan dengan

keadaan calon mempelai (baik salah satu maupun kedua calon mempelai)

kurang atau tidak memenuhi syarat batas minimal usia perkawinan.

Ketentuan mengenai batas minimal usia untuk syarat perkawinan di Indonesia

adalah 19 tahun untuk calon mempelai wanita dan 19 tahun bagi pria.

Artinya, manakala salah satu kedua calon mempelai kurang memenuhi

standar minimal usia tersebut, maka perkawinan tidak dapat dilaksanakan.

Dalam undang-undang perkawinan No. 16 tahun 2019 dalam pasal 7 ayat

1, 2, dan 3, dijelaskan, bahwa:

1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai

umur 19 tahun

2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta

dispensasi kepada Pengadilan oleh orang tua pihak perempuan dan/ atau

orang tua pihak laki-laki dengan alasan yang mendesak dan disertai bukti

yang kuat.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang

tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 1 tahun

1974 ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2)
70

pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat

(6).43

Berdasarkan temuan peneliti di bab paparan data dan temuan tentang

peranan kantor urusan agama dalam pencegahan perkawinan dibawah

umur, maka peneliti akan menganalisis data tersebut dalam bab

pembahasan ini, Seperti yang telah dijelaskan oleh para responden

pegawai KUA Kecamatan Wawo Kabupaten Bima terkait perananya

dalam pencegahan perkawinan di bawah umur antaralain:

1. Pelayanan di bidang administrasi termasuk pencatatan nikah, talak dan

rujuk serta pencatatan lainnya yang terkait dengan tugas dan peran KUA.

Dalam hal ini pihak KUA kecamatan dapat membuat kebijakan yang

bersifat teknis operasional mengenai prosedur pencatatan perkawinan dan

administrasinya yang tidak bertentangan dengan aturan dalam rangka

mencegah terjadinya perkawinan di awah umur.

2. Penyuluhan dan Sosialisasi Undang-Undang Perkawinan

Dalam hal ini, pihak KUA mensosialisasikan Undang-Undang Nomor

1 tahun 1974 dan undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang

perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

kepada masyarakat melalui berbagai media, khususnya pasal 7 ayat 1

mengenai batas umur seseorang boleh menikah, yakni umur 19 tahun

untuk laki-laki dan 19 tahun untuk wanita. Selain itu, pihak KUA

mengadakan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak negatif

perkawinan di bawah umur dari aspek hukum, psikologis, biologis dan

43
Tim penyusun, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Depag RI 1995), hlm. 19.
71

aspek lainnya, sehingga masyarakat menyadari pentingnya menikah

sesuai umur yang ditentukan oleh Undang-Undang.

3. Pelayanan di bidang perkawinan dan keluarga sakinah

Dalam hal Pencegahan Terjadinya Perkawinan di Bawah umur, KUA

dapat mengoptimalkan peran BP4 dan perangkat KUA lainnya dalam

memberikan nasehat-nasehat perkawinan dan pentingnya membangun

keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Dalam hal ini, ditekankan

pentingnya menikah sesuai batasan umur dalam Undang-Undang sebagai

faktor penting terbentuknya keluarga sakinah. KUA juga dapat melakukan

pembinaan keluarga sakinah kepada masyarakat dan memperketat

prosedur serta administrasi pernikahan agar tidak terjadi manipulasi umur

dalam rangka pencegahan perkawinan di bawah umur.

4. Pelayanan di bidang kepenghuluan.

Dalam hal ini, KUA dapat mengoptimalkan para penghulu dan juga

amil desa dalam mensosialisasikan pentingnya menikah sesuai batasan

umur yang telah ditentukan, baik melalui khutbah nikah atau ketika

diundang dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

Sebenarnya masalah batas usia perkawinan sudah ditentukan dalam

UU Perkawinan No. 16 tahun 2019 (pasal 7 ayat 1), bahwa perkawinan

hanya di ijinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita

sudah mencapai umur 19 tahun. Biasanya yang terjadi di KUA

Kecamatan Wawo calon pasangan pengantin yang belum mengetahui

batasan usia untuk melangsungkan perkawinan, maka KUA akan

memberikan penjelasan, penasehatan, dan pembinaan karena syarat-syarat


72

pernikahan tersebut baik menurut hukum Islam maupun peraturan

perundang-undangan yang berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia

kedua mempelai yang belum mencapai usia 19 tahun untuk pria dan 19

tahun mempelai wanita. Maka KUA kecamatan wawo akan menyarankan

agar kedua calon mempelai menunda pernikahannya sampai batas umur

yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan, jika pihak calon mempelai

atau pihak keluarga tidak menerima maka KUA akan mengeluarkan surat

penolakan pernikahan.44

Oleh karena itu, islam mengatur manusia dalam hidup berjodoh-

jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya yang

dirumuskan dalam ujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan

dalam. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai

terperinci. Yang demikian ini menunjukan perhatian yang sangat besar

terhadap kesejah teraan keluarga. Keluarga terbentuk melalui perkawinan,

karena itu perkawinan sangat dianjurkan oleh islam bagi yang telah

mempunyai kemampuan. Tujuan itu dinyatakan baik dalam Al-Quran

maupun dalam Al-Sunnah.45

Menurut penulis, langkah yang idealnya dilakukan tidak hanya

melibatkan Pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) namun juga

melibatkan lembaga-lembaga lain yang berkompeten dalam memberikan

sosialisasi pemahaman tentang batasan usia perkawinan menurut UU

Perkawinan, agar masyarakat sadar tidak melakukan perkawinan di bawah

umur, karena pada prinsipnya dilakukannya sosialisasi pemahaman

44
Bunyamin, Wawancara, Wawo, 10 Mei 2019
45
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (jakarta: kencana, 2006), hlm. 13.
73

tentang batasan usia perkawinan sesuai UU Perkawianan agar orang yang

akan menikah diharapkan sudah memiliki kematangan berpikir,

kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai. Keuntungan yang

diperoleh adalah kemungkinan keretakan rumah tangga yang berakhir

dengan perceraian dapat dihindari, karena pasangan tersebut memiliki

kesadaran dan pengertian yang lebih matang mengenai tujuan

perkawinan yang menekankan pada aspek kebahagiaan lahir dan batin.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat: 21

perlu mendapat perhatian bagi orang yang mau melakukan perkawinan.


ً ً ً ‫من يا أ خلق لك من أ ِفسك أ‬
‫اجا لتسكن ا إليها جعل بينك م دة رحم ۚ إ‬

22 .ِ ‫في ِلك َيا لق م يتفك‬

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum: 21)46

Maksud dari ayat di atas Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah

bahwa dia telah menciptakan pasangan-pasangan untukmu, laki-laki dengan

perempuan dan sebaliknya, dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan

mempunyai rasa cinta kepadanya dan merasa tenteram bersamanya setelah

disatukan dalam ikatan pernikahan; dan sebagai wujud rahmat-Nya. Dia

menjadikan di antaramu potensi untuk memiliki rasa kasih dan sayang kepada

pasangannya sehingga keduanya harus saling membantu untuk


74

mewujudkannya demi terbentuknya bangunan rumah tangga yang kukuh.

Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebe-

saran Allah bagi kaum yang berpikir bahwa tumbuhnya rasa cinta adalah

anugerah Allah yang harus dijaga dan ditujukan ke arah yang benar dan

melalui cara-cara yang benar pula.47

B. Analisis Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Di Bawah

Umur di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima.

Berdasarkan hasil observasi dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

lapangan yang diperoleh dari data informasi para responden pada lokasi

penelitian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah

umur di kecamatan wawo kabupaten bima diantaranya:

1. Faktor media masa

Disadari atau tidak, anak di jaman sekarang sangat mudah


mengakses segala sesuatu yang berhubungan dengan seks dan
semacamnya, hal ini membuat mereka jadi "terbiasa" dengan hal-hal
berbau seks dan tidak menganggapnya tabu/ larangan lagi hal demikian
dapat kita lihat dari hasil wawancara peneliti dengan Nurainun, S.HI.
Menurut Nurainun, S.HI pegawai KUA mengatakan bahwa
kejadian perkawinan di bawah umur di Kec. Wawo ini merupakan dampak
dari kemajuan tekhnologi seperti: televisi, majalah, hand pone dan adanya
faktor globalisasi sehingga mempengaruhi kehidupan remaja, akibatnya
melupakan nilai- nilai dan norma serta budaya yang ada, dan Gencarnya
ekspose seks di media sosial menyebabkan remaja moderen kian Permisif
/sifatnya terbuka terhadap seks sehingga mengakibatkan hal yang tidak
diinginkan seperti halnya kecelakaan (hamil pra nikah).48

46
QS. Ar-Rum ayat 21
47
Referensi: https://tafsirweb.com/7384-surat-ar-rum-ayat-20.html
48
Nurainun, Wawancara, Wawo, 10 Mei 2019
75

2. Rendahnya pendidikan orang tua

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, anak dan masyarakat,

membuat pernikahan dini semakin marak. Menurut saya, Wajib Belajar 9

Tahun bisa dijadikan salah satu 'obat' dari fenomena ini, dimisalkan

seorang anak mulai belajar di usia 6 tahun, maka saat dia menyelesaikan

program tersebut, dia sudah berusia 15 tahun. Di usia 15 tahun tersebut,

seorang anak pastilah memiliki kecerdasan dan tingkat emosi yang sudah

mulai stabil. Apalagi bila bisa dilanjutkan hingga Wajib Belajar 12 tahun.

Jika program wajib belajar tersebut dijalankan dengan baik, angka

pernikahan dini pastilah berkurang. Hal demikian dapat kita lihat dari

wawancara peneliti dengan Rosdiana S.Pd berikut ini.

Hasil Wawancara dengan Rosdiana S.Pd Faktor Rendahnya


Kesadaran Terhadap Pentingnya Pendidikan Orang tua menikahkan anak
yang masih usia belia/muda tidak hanya karena keadaan ekonomi
yang kurang mampu, tetapi rendahnya kesadaran orang tua terhadap
pentingnya pendidikan anak pun menjadi salah satu pemicu
berlangsungnya sebuah perkawinan. Dengan pendidikan orang tua yang
hanya lulus sekolah dasar bahkan ada juga yang tidak sekolah sama
sekali (buta huruf) dengan mudahnya untuk segera melangsungkan
sebuah perkawinan kepada anak-anaknya. Karena orang tua yang
kurang mengerti ataupun memahami sebuah perkawinan yang ideal,
orang tua yang hanya lulus sekolah dasar atau tidak sekolah sama sekali
(buta huruf) ia hanya melihat anak yang sudah besar sehingga ia berfikir
sudah waktunya untuk menikah.49

3. Hamil diluar nikah

Hamil di luar nikah bukan hanya karena "kecelakaan" tapi bisa juga

karena (maaf) diperkosa sehingga terjadilah hamil di luar nikah. Orang tua

yang dihadapkan dalam situasi tersebut pastilah akan menikahkan anak

gadisnya, bahkan bisa dengan orang yang sama sekali tidak dicintai orang

49
Rosdiana, Wawancara, Wawo 10 Mei 2019
76

si gadis. Hal ini semakin dilematis karena ini tidak sesuai dengan UU

Perkawinan. Rumah tangga berdasarkan cinta saja bisa goyah, apalagi

karena keterpaksaan. Hal demikian dapat kita lihat dari wawancara peneliti

dengan Bapak Bunyamin, S.Ag.

Bapak Bunyamin, S.Ag selaku kepala KUA wawo menyatakan


bahwa faktor dominan terjadinya Perkawinan di bawah umur yang masih
terjadi di Kecamatan Wawo karena kecelakaan (hamil pra nikah),
Kurangnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga juga menjadi salah
satu penyebab anak terjerumus dalam melakukan hubungan badan diluar
nikah. Anak remaja yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian,
apabila tidak ditopang dengan keluarga yang harmonis maka anak-akan
mudah melampiaskan dengan melakukan perbuatan yang di langgar oleh
norma dan agama, seperti hubungan seks di luar nikah akibat terlepas dari
pengawasan para orang tua sehingga orang tua terpaksa menikahkan
anaknya untuk menutupi “aib” dan secara moral juga harus bertanggung
jawab atas kehamilan putrinya.

4. Faktor ekonomi

Biasanya ini terjadi ketika keluarga si gadis berasal dari keluarga

kurang mampu. Orang tuanya pun menikahkan si gadis dengan laki-laki

dari keluarga mapan. Hal ini tentu akan berdampak baik bagi si gadis

maupun orang tuanya. Si gadis bisa mendapat kehidupan yang layak serta

beban orang tuanya bisa berkurang.

Seperti yang telah peneliti wawancara dengan Fatmawati, Masalah


ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-cepat
menikahkan anaknya, Faktor ekonomi juga merupakan salah satu faktor
kecenderungan masyarakat Kecamatan Wawo untuk melaksanakan
perkawinan di bawah umur, Faktor ekonomi dalam hal ini erat kaitannya
dengan ketidak mampuan orang tua untuk menafkahi anaknya. Dengan
mengawinkan anak diusia yang masih muda di anggap sebagai jalan keluar
guna meringankan beban ekonomi keluarga, menurut orang tua anak
perempuan yang sudah menikah menjadi tanggung jawab suaminya. Hal
tersebut sering banyak di jumpai di pedesaan tetapi sekarang ini banyak
jugadi perkotaan, tanpa peduli usia anaknya yang belum menginjak usia
dewasa, orang tua hanya mengizinkan saja karena untuk meringankan
beban keluarga.50
50
Fatmawati, Wawancara, wawo, 10 mei 2019
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dari Bab I sampai dengan

Bab III maka peneliti menarik beberapa kesimpulan.

1. Peranan yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) dalam

pencegahan terjadinya perkawinan di bawah umur di Kecamatan

Wawo Kabupaten Bima adalah. Melakukan bimbingan dan penyuluhan

dalam bentuk: Nasehat Perkawinan, Pengajian dan Khutbah jum‟at

Penerapan terhadap Undang-Undang perkawinan. Artinya menegaskan

kepada Masyarakat agar mematuhi ketentuan dilangsungkannya

perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, yakni 19 tahun bagi

laki-laki dan 19 tahun bagi perempuan, agar tidak terjadi lagi

perkawinan di bawah umur.

2. Berdasarkan hasil penelitian di atas mengenai apa saja faktor yang

menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur di KUA

kecamatan wawo kabupaten bima, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

a. Faktor media Masa

Dampak dari Mediamasa, kemajuan tekhnologi seperti:

televisi, majalah, hand pone dan adanya faktor globalisasi

sehingga mempengaruhi kehidupan remaja, akibatnya melupakan

nilai- nilai dan norma serta budaya yang ada, dan Gencarnya

ekspose seks di media sosial menyebabkan remaja moderen kian


78

Permisif terhadap seks sehingga mengakibatkan kecelakaan (hamil

pra nikah)

b. Rendahnya pendidikan orang tua

Keluargapun merupakan faktor penghambat yang menimbulkan

tindak negatif remaja sehingga terjerumus kedalam pergaulan

bebas yang berdampak terhadap perkawinan di bawah umur, jika

keluarga mengabaikan pendidikan bagi putra- putrinya. Jelaslah

bahwa perilaku anak bukan hanya dari pengaruh lingkungan yang

selama ini dikatakan orang bahwa anak tergantung tempat dimana

ia bergaul tetapi tergantung pula kepada bagaimana dan kemana

orang tua mengarahkannya.

c. Hamil diluar nika

Faktor dominan terjadinya Perkawinan di bawah umur yang

masih terjadi di Kecamatan Wawo karena kecelakaan (hamil pra

nikah), Kurangnya kasih sayang dan perhatian dalam keluarga

juga menjadi salah satu penyebab anak terjerumus dalam

melakukan hubungan badan diluar nikah.

d. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu faktor

kecenderungan masyarakat Kecamatan Wawo untuk melaksanakan

perkawinan di bawah umur, Faktor ekonomi dalam hal ini erat

kaitannya dengan ketidak mampuan orang tua untuk menafkahi

anaknya. Dengan mengawinkan anak diusia yang masih muda di

anggap sebagai jalan keluar guna meringankan beban ekonomi


79

keluarga, menurut orang tua anak perempuan yang sudah menikah

menjadi tanggung jawab suaminya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saya sampaikan saran-saran

sebagai berikut :

1. Bagi pihak Kantor Urusan Agama kecamatan Wawo, agar dalam upaya

pencegahan perkawinan di bawah umur ini sosialisasi dan program

kerjanya yang lainnya tetap dilakukan secara terprogram (berkala),

baik melalui media cetak maupun elektronik, seminar, pengajian,

khutbah nikah, khutbah jumat dan media-media lainnya, bahkan media

sosial.

2. Hendaknya orang tua menikahkan anaknya pada usia ideal sesuai

undang-undang perkawinan dan tidak menikahkan anaknya pada usia

mudah yang mana masih membutuhkan perhatian dari kedua orang tua.

3. Bagi para pihak yang berkompoten terutama pembantu pegawai

pencatat nikah, petugas. BP4 di Kantor Urusan Agama Kecamatan

Wawo, para pemuka Agama hendaknya tidak bosan-bosannya memberi

arahan, bimbingan dan sebagainya dan kepada para pihak terutama

kepada anggota masyarakat yang mempunyai tradisi mengawinkan

anaknya di bawah umur.


80

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi Musthafa, Ahmad Tafsir al-Maraghi, juz XIV Mesir: Musthafa Al-
Babiy Al-Habiy, 1969.

Ghazaly, Rahman Fiqh Munakahat, jakarta: kencana, 2006.

Husnawi, Perkawinan menurut syariat Islam dan Upaya Permasyarakatan oleh


KUA Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat, Skripsi: IAIN
Mataram, 2002.

Hadi, Zainul,”Pemberdayaan Pegawai Pencatat Nihah Dalam Membantu


Program Pemerintah di bidang Nikah di KUA Kecamatan Batu Layar
Kabupaten Lombok Barat, dalam Skripsi: IAIN Mataram 2002.

Habibah, “Tugas dan Kewenangan Kantor Urusan Agama (KUA), 2010, hlm. 33.
Diakses tanggal 27 Februari 2017, pukul 12:08.

Hartanto, Dwi,“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974


Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia.

Irwanto Soehartono,” Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya,


2002.

Jurnal Mkmi, Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat
Kecamatan Sanggali Kab.Tana Toraja, Vol 5 No 4, 2009.

Jalal Al-Din Al-Sayuti, Al-Jami‟ Al-Saghir, Jurnal Bimas Islam Vol. 6 No. 1 Thn
2013, Bandung : Al-Ma‟arif Tt, Juz I.

Muliyani,Sri, “Pola Kehidupan Perkawinan Usia Muda dan Dampaknya


Terhadap Keutuhan Rumah Tangga Di Desa Ntobo Kecamatan Rasa Nae
Bima,” Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram, 2002.

Mahfudin, Agus Dan Khoirotul Waqi‟ah, Pernikahan Dini dan Pengaruh


Terhadap Keluarga di Kabuten Sumenen Jawa Timur, Jurnal Hukum
Keluarga Islam, Volume 1, Nomor 1, April 2016, ISSN: 2541-1489.
81

Qs. An-nahal Ayat 125.

QS. Ali Imran Ayat 104.

QS. Ar-Rum ayat 21.

Qaimi, Ali ,”Pernikahan Masalah dan Solusinya, Jakarta: Cahaya, 1994.

Syarifuddin, Amir. “Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh


munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan,”Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2014.

Saepudin,”Peran Kantor Urusan Agama (KUA) dalam Pelaksanaan Hukum Islam


di Indonesia, Kementerian Agama Balai Diklat Keagamaan Bandung: 2013.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta:


Bumi Aksara.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D, Bandung:


Alfabeta,2017.

Suharsimi, Arikunto,”Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:


Bina Aksara, 1989.

Saripudin, Peradilan Agama di Indonesia, Bandung: Pustaka bani Quraisy, 2004.

Tim penyusun, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Depag RI 1995.

Undang-Undang Perkawinan di Indonesia Dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di


Indonesia, Surabaya: ARKOLA, t.t.
82

LAMPIRAN
85

Anda mungkin juga menyukai