Anda di halaman 1dari 27

UJIAN TENGAH SEMESTER

TAFSIR AYAT AHKAM KELUARGA ISLAM I

Disusun oleh :

Uswatun Hasanah 1122062

Dosen Pengampu :

Rahmad Sani, S.Th. I, M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM-B

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

1445 H / 2023 M
TAFSIR QS. AL-FATIHAH AYAT 2-4

A. Pengertian Dan Nama Lain Surat Al-Fatihah


1. Pengertian Surat Al-Fatihah
Surat Al-Fatihah adalah surah pertama dalam al- Qur'an. Surah ini diturunkan
di Makkah sehingga tergolong surah makiyah dan terdiri dari tujuh ayat. Al-
Fatihah merupakan surah yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap di antara
surah-surah yang ada dalam Al-Qur'an. Surah ini memuat doa untuk memohon
petunjuk dan kasih sayang kepada Allah.
Al-Fatihah, artinya pembuka yang sangat sempurna. Dinamakan demikian
karena al-Fatihah adalah pembuka Al-Quran. Secara tauqifi (perintah dari Allah),
Al-Fatihah terdapat di awal mushaf Al-Quran. Dinamakan al-Fatihah juga sebagai
isyarat bahwa surat ini merupakan pembuka yang amat sempurna bagi segala
macam kebaikan.
Surah Al-Fatihah adalah surat yang diturunkan di kota Mekah yang terdiri 7
ayat. Selain dijuluki “pembuka” sebagaimana arti Al-Fatihah, Surat Al-Fatihah
juga dikatakan sebagai ummul kitab yang artinya adalah induknya kitab Al-Quran.
Kenapa demikian? Pasalnya, Allah Swt sudah memberikan klaim bahwa Surah
Al-Fatihah adalah induk dari segala isi yang ada dalam kitab Al-Qur’an.
Surat Al-Fatihah adalah "Ummul Qur'an" atau "Induk Alquran. Surat Al-
Fatihah meurpakan salah satu dari beberapa surat yang terdapat dalam Alquran
yang mempunyai keutamaan dan kelebihan yang sangat luar biasa. Salah satu
keutamaan dari surat tersebut meliputi tujuan-tujuan pokok Alquran yakni, pujian
kepada Allah, Ibadah kepada Allah dengan melaksanakan segala perintahNya dan
menjauhi segala laranganNya serta menjelaskan janji-janji dan ancaman-
ancamanNya. Surat Al-Fatihah merupakan yang paling agung, surat yang paling
penuh dengan keberkahan dari surat Al-Fatihah.
Sesuai dalam hadits-hadits yang shahih telah disebutkan bahwa keutamaan
dari Surat Al-Fatihah, diantaranya terdapat dalam sabda Rasulullah saw.. "Allah
tidak menurunkan di dalam Taurat dan Injil sebuah surah seperti Ummul Quran,
dialah sab 'ul, dan dia sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam hadits
Qudsi terbagi asntara diri-Ku dan hamba-Ku, dan hamba- Ku berhak
mendapatkan apa pun yang ia minta.” (HR. Tirmidzi NO. 3115).

1
Dalam hadits lain, Rasulullah saw, pernah bersabda “kepada Abu Said ibnul
Mu'alla, Sungguh aku akan mengajarimu sebuah surah yang paling agung dalam
Alquran, yaitu al- hamdu lillāhi robbil 'alamin. dialah sab'ul matsani dan Alquran
yang paling agung yang diberikan kepadaku.” (HR. Bukhari).

Dari dua hadits tersebut mengisyaratkan kepada firman Allah Swt.

َ ‫س ْبعًا ِمنَ ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْرآنَ ْالعَ ِظ‬


‫يم‬ َ ‫َولَقَ ْد آت َ ْين‬
َ ‫َاك‬
"Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu tujuh (ayat yang
dibaca) berulang-ulang dan Al-Quran yang agung." (QS. Al-Hijr ayat 87)

Surat Al-Fatihah juga menjadi bacaan wajib saat sholat dan biasa dibaca
sebelum membaca surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, Surat
Al-Fatihah dikatakan sebagai As Sab’ul Matsaany yang berarti ayat yang
jumlahnya tujuh dan dibaca berulang dalam setiap sholat. Demikian arti dari Surat
Al-Fatihah.
Terdapat tiga pendapat yang menjelaskan mengenai hakum membaca Surat
Al-Fatihah dalam shalat yaitu sebagai berikut Pertama pendapat Imam Syafi'i
bahwa Imam, makmum, dan orang yang shalat dengan cara manfarid hukumnya
yaitu wajib untuk membaca surat Al-Fatihah. Kedua, menurut Ahmad bin
Hambali makmum (ketika shalat berjamaah) tidak wajib untuk membaca surat Al-
Fatihah ataupun surat lainnya. Ketiga, dalam kitab Shahih Muslim makmum wajih
membaca surat Al-Fatihah. Abu Musa Al-Asy'ari Rasulullah saw, behwa imam itu
dijadikan panutan, apabila imam takbir, maka bertakbirlah, dan apabila imam
membaca surat maka simaklah.
Surat Al-Fatihah memiliki peran sentral dalam setiap pengalaman beragama
umat Muslim. Tanpa memakai Surah Al-Fatihah, sebuah aktivitas sholat dianggap
tidak sah. Sementara itu, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa sholat yang tidak
menggunakan Surat Al-Fatihah, maka sholatnya menjadi pincang dan tidak
sempurna.
Rasulullah Saw. telah bersabda :

ِ ‫ص ََلة َ ِل َم ْن لَ ْم َي ْق َرأْ بِفَا ِت َح ِة ْال ِكتَا‬


‫ب‬ َ ‫ََل‬
“Tiada salat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab.”

2
Di dalam hadis sahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban disebutkan melalui
Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda :

ِ ‫ص ََلة َ ََل يُ ْق َرأْ فِي َها ِبأ َ َّم ْالقُ ْر‬


‫آن‬ ُ ‫ََل ت ُ ْج ِز‬
َ ‫ئ‬
“Tidak cukup suatu salat yang di dalamnya tidak dibacakan Ummul Quran.”

Ulama mazhab Syafii dan segolongan orang dari kalangan ahlul 'ilmi
mengatakan bahwa wajib membaca surat Al-Fatihah dalam setiap rakaat.
Meski begitu, ada semacam pemakluman bagi umat Muslim yang tidak hafal
Surat Al-Fatihah agar membaca surah Al-Fatihah yang disingkat: “subhanallah
walhamdulillah wala ilaha illallah wallahuakbar wala qaula wala kuwata ila
billa hil aliyyil adzim.”

2. Nama Lain Surat Al-Fatihah


Surah Al-Fatihah memiliki beragam nama. Keragaman nama Al-Fatihah ini
menunjukkan keutamaannya yang sangat agung. Sebagaimana tradisi orang-
orang Arab jika memiliki beragam nama, hal itu menunjukkan banyaknya
keutamaan yang dikandung. Beberapa nama yang sering ditemukan dalam Al-
Fatihah, berdasarkan hadis-hadis yang berkualitas shahih dan hasan adalah
sebagai berikut.
a. Al-Fatihah dan Fatihah Al-Kitab
Arti Al-Fatihah adalah pembuka. Surah Al-Fatihah merupakan surah
pertama yang mengawali Alquran sehingga dianggap pembuka kitab suci
Alquran. Nama ini juga berdasarkan pada penamaan yang disebutkan
Rasulullah dalam sebuah riwayat.

َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْنهُ أ َ َّن َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ت َر‬ ِ ‫ام‬ ِ ‫ص‬ ُ ‫َع ْن‬
َّ ‫ع َبادَة َ ب ِْن ال‬
ِ ‫ص ََلة َ ِل َم ْن لَ ْم َي ْق َرأ ُ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬
‫ب‬ َ ‫سلَّم قال َل‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
“Dari Ubadah bin Shamit bahwasanya Rasulullah berkata, "Tidak ada shalat
bagi orang-orang yang tidak membaca fatihah al-kitab (Surah Al- Fatihah)."

b. Umm Al-Kitab

3
Penamaan Surah Al-Fatihah sebagai umm al-kitab karena ia mengandung
semua tema utama Alquran. Orang Arab sering menggunakan kata umm yang
herarti induk untuk menamai hal-hal pokok dan sumber sesuatu serta tempat
akhirnya. Oleh karena itu, menurut mereka, induk adalah sumber dan asal
segala sesuatu serta akan menjadi tempat kembali kepadanya (tempat akhir).
Dengan alasan demikian, Neraka Hawiyah juga disebut sebagai umm dalam
Surah Al- Qari'ah, Fu-umuruchu Hawiyah (tempat kembalinya adalah Neraka
Hawiyah). Imam Al-Bukhari menulis pada permulaan kitab tafsir dalam kitab
shahih-nya, "Al-Fatihah disebut sebagai umm al-kitab karena ia merupakan
surah pertama yang ditulis dalam mushaf Alquran, juga karena Al-Fatihah
menjadi surah pertama yang dibaca dalam shalat.”

c. Umm Alquran
Searah dengan umm al-kitab, Al-Fatihah juga disebut umm Alquran. Ibnu
Jarir Al-Thabari mengatakan, "Orang Arab seringkali menyebut inti utama
permasalahan (jami'u amr dan muqaddimu amr) yang memiliki cabang dan
turunan sebagai umm." Dalam beberapa riwayat ditemukan Rasulullah me-
namai surah ini dengan umm Alquran. Di antaranya adalah sebagai berikut.

‫صلَّى‬
َ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫عن أبي ُه َري َْرة َ َع ِن النّبي‬
‫آن فَ ِهي ِخدَا ٌج ث َ ََلثًا َغي ُْر ت َ َمام‬ َ ِ‫ص ََلة َ لَ ْم يَ ْق َرأ ُ فِي َها ب‬
ِ ‫أم ْالقُ ْر‬ َ
“Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah, beliau bersabda, "Barangsiapa
yang melakukan shalat, lalu ia tidak membaca umm Alquran (Al-Fatihah)
maka shalatnya kurang (3x) dan tidak sempurna."

d. Al-Sab'u Al-Matsani
Surah Al-Fatihah disebut juga sebagai al-sabu al-matsani. Al-sab'u berarti
tujuh, sesuai dengan jumlah ayat yang terdapat dalam Surah Al-Fatihah,
sedangkan al-matsani diartikan sebagai ayat yang digunakan untuk memuji
Allah. Kata al-matsani dianggap sebagai pecahan dari kata atsna, yutsni
tsand'an, yang berarti pujian karena Al-Fatihah mengandung pujian terhadap
keagungan dan kekuasaan Allah. Ada pula yang mengatakan penamaan Al-
Fatihah dengan al-mutsani karena Al-Fatihah senantiasa diulang-ulang pada
setiap rakaat shalat, tutsanna kulli rak'atin, ai tu'adu (diulang setiap rakaat).

4
Selain kedua alasan di atas, ada pula yang mengatakan bahwa disebut matsuni
karena Al- Fatihah merupakan surah pengecualian yang dikhususkan untuk
Rasulullah dan tidak menurunkan surah serupa pada kitab Taurat, Zabur, dan
Injil.
Hal ini seperti pada keutamaan Surah Al-Fatihah yang keagungannya me-
lebihi semua surah yang terdapat dalam kitab suci tersebut di atas. Berdasar-
kan pada alasan ini, maka al-mutsani diartikan sebagai ustutsniah, yaitu
pengecualian dan pengkhususan yang menjadi bukti keistimewaan umat ini
dibanding umat lainnya (ustutsniyat lihadzihi al-ummah). Demikian beberapa
analisis yang dinukil oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Fath Al-
Bari.
Penamaan surah ini dengan al-sabu al-matsani berdasarkan pada beberapa
riwayat dari Rasulullah. Di antaranya adalah hadis berikut.
ُ
َ ‫سلَّ َم خ ََر َج َعلَى أ ِت‬
‫ي‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو َل هللا‬ُ ‫عن أبي ُه َري َْرة َ أ َ َّن َر‬
‫ص ِلّي‬ ُّ َ ‫سلَّ َم يَا أ‬
َ ُ‫ي َو ُه َو ي‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ُ ‫ب ِْن َك ْعب فَقَا َل َر‬
َّ ‫سو ِل‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫ف ِإلَى َر‬ َ ‫ص َر‬ َ َّ‫صلَّى أَبي فَ َخف‬
َ ‫ف ث ُ َّم ا ْن‬ َ ‫ت أَي َولَ ْم يُ ِحبَّهُ َو‬ َ َ‫فَ ْالتَف‬
َّ ‫سو ُل‬
ِ‫َّللا‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬.ِ‫سو َل هللا‬ُ ‫سَل ُم َعلَي َْك َيا َر‬ َّ ‫سلَّ َم فَقَا َل ال‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ
‫ي أ َ ْن ت ُ ِج ْيبَنِي ِإ ْذ‬ َّ ‫سلَّ َم َو َعلَي َْك ال‬
ُّ ِ‫سَل ُم َما َمنَ َع َك يَا أَت‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ
‫ قَا َل أَفَلَ ْم ت َ ِجد ُ فِي َما‬.ِ‫صَلة‬ َّ ‫َّللاِ إِ ِنّي ُكنتُ في ال‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫دَ َع ْوت ُ َك فَقَا َل يَا َر‬
‫سو ِل ِإذَا دَ َعا ُكم ِل َما يُ ْح ِيي ُك ْم) قَا َل‬ ُ ‫لر‬َّ ‫ي أ َ ِن ا ْست َ ِجيبُوا ِ َّّلِلِ َو ِل‬
َّ ‫أ َ ْو َحى هللا إل‬
‫س ْو َرة ً لَّ ْم َي ْن ِز ْل فِي‬
ُ ‫ قَا َل ت ُ ِحبُّ أ َ ْن أ َ ْعلَ َم َك‬.ُ‫إن شَا َء هللا‬ ْ ُ ‫عود‬ ُ َ ‫َبلَى َوَل أ‬
ِ َ‫ور َو ََل فِي ْالفُ ْرق‬
‫ان ِمثْلُ َها قَا َل نَ َع ْم‬ َّ ‫الت َّ ْو َراةِ َوَل في اإلنجيل َوَل فِي‬
ِ ُ‫الزب‬
‫سلَّم كيف تقرأ في‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬.ِ‫سو َل هللا‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ ُ ‫يَا َر‬
‫سلَّ َم َوالَّذِي‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫آن فَقَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬ ِ ‫صَلةِ قَا َل فَقَ َرأ َ أ َ َّم ْالقُ ْر‬
َّ ‫ال‬
‫ور َو ََل‬ِ ُ‫الزب‬ ِ ْ ‫ت في الت َّ ْو َرا ِة َوَل ِفي‬
َّ ‫اإل ْن ِجي ِل َو ََل ِفي‬ ْ َ‫نزل‬ ِ ُ ‫نَ ْفسِي ينده ما أ‬
ِ ‫آن ْال َع ِظي ُم الَّذِي أَع‬
ُ‫ْطيتُه‬ ُ ‫س ْب ٌع ِمنَ ْال َمثَانِي َو ْالقُ ْر‬ ِ َ‫فِي ْالفُ ْرق‬
َ ‫ان ِمثْلُ َها َو ِإنَّ َها‬

5
ِ ‫ َوفِي ْالبَا‬.‫ص ِحي ٌح‬
‫ب َع ْن أَن َِس ب ِْن َما ِل ِك‬ َ ‫س ٌن‬
َ ‫ِيث َح‬ ٌ ‫سى َهذَا َحد‬ َ ‫قَا َل أَبُو ِعي‬
‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم َعلَّى‬
َ ‫َو ِف ْي ِه َع ْن أ َ ِبي‬
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah keluar menemui Ubay bin
Ka'ab. Beliau berkata, "Wahai Ubay." Ketika itu, Ubay sedang shalat dan
berpaling kepada Rasulullah tetapi tidak menjawab panggilan Rasulullah
la melanjutkan shalatnya dengan mempercepatnya lalu datang
menghadap Rasulullah dengan menyapa beliau sambil berkata:
"Assalamu Alaika Ya Rasulallah." Maka Rasulullah pun menjawab
salamnya dengan mengatakan: "Wa'alaikassalam. Kenapa engkau tidak
memenuhi panggilanku ketika aku menyapamu tadi?" Ubay menjawab,
"Tadi aku sedang shalat, Ya Rasulullah" Kata Rasulullah, "Bukankah
engkau mendapati firman Allah yang diturunkan kepadaku, 'Penuhilah
panggilan Allah dan Rasul-Nya jika ia mengajakmu kepada kebaikan?
Ubay menjawab, "Betul, dan saya tidak akan mengulanginya lagi wahai
Rasulullah." Rasulullah lalu berkata kepadanya, "Maukah kuajari dengan
surah yang belum pernah diturunkan pada kitab Taurat, Injil, Zabur, dan
Alquran yang serupa dengannya?" la menjawab, "Mau wahai
Rasulullah." Lalu Rasulullah berkata, "Apa yang kamu baca ketika
shalat?" Maka Ubay pun membaca umm Alquran. Kemudian Rasulullah
berkata, "Demi yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, belum pernah
diturunkan pada kitab Taurat, Injil, Zabur, dan Alquran surah yang
serupa dengannya. Dialah sah'un min al- matsani dan Alquran yang
diberikan kepadaku."

e. Ar-Ruqyah (mantra)
Sebagai isyarat bahwa pembacaan dan. pengamalan kandungannya dapat
mengantarkan kepada kesembuhan dan dapat dijadikan (semacam) mantra
untuk segala persoalan. Hal ini berkaitan dengan nama lain al- Fatihah, yaitu
asy-Syafiyah yang berarti penyembuh. Tidak aneh kalau surat ini mungkin
merupakan surat yang paling banyak dibaca oleh umat Islam di luar shalat dan
hampir selalu dibaca dalam berbagai forum atau acara-acara yang baik.

f. Al-Waqiyah

6
Yakni pemelihara, karena melalui bacaan dan pengamalannya, seseorang
akan memperoleh pemeliharaan dan perlindungan Tuhan dari segala macam
bencana.

g. Al-Kanz (Bekal).
Dinamakan demikian karena al-Fatihah merupakan bekal yang sangat
berharga untuk masa depan. Hal ini tampak dari kandungan surat tersebut
yang memang berisi bimbingan untuk hidup lebih baik hingga ajal menjemput.

h. Ad-Du'a
Yaitu sebuah doa. Menurut para ulama hadis dan tafsir, al-Fatihah
merupakan surat yang mengandung doa penting yang seyogyanya selalu
dibaca oleh orang Islam. Atas dasar ini wajar, kalau dalam hampir setiap
moment, banyak orang Islam membacanya, baik untuk kepentingan diri
sendiri maupun untuk kepentingan orang lain, baik untuk yang masih hidup,
maupun untuk yang sudah meninggal.
Berdasarkan sebuah hadis dinyatakan bahwa al-Fatihah merupakan
seagung-agungnya surat dalam al-Quran. Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda:
“Allah tidak menurunkan di dalam Kitab Taurat, tidak pula dalam Kitab Injil,
tidak pula dalam Kitab Zabur, dan tidak pula di dalam al-Furqan, ayat-ayat
yang menyamai al-Fatihah. Dialah tujuh ayat yang diulang, dialah al-Quran
al-Karim yang diberikan kepadaku.” (HR. Tirmidzi). Nabi juga bersabda:
“Fatihatul Kitab sama dengan dua pertiga al-Quran.”(HR. Ahmad).

i. As-Syukr dan al-Hamd


Surat ini dinamakan demikian karena memang isinya berkaitan (di
antaranya) dengan dua hal tersebut, yaitu syukur dan pujian. Karenanya surat
ini sering dibaca sebagai tanda syukur kepada Allah atas berbagai nikmat-Nya
yang diberikan kepada kita, baik nikmat yang menurut kita bagus dan
disenangi maupun nikmat yang dalam pandangan kita sering kurang disenangi,
tapi baik menurut Allah. Itulah maknanya, kita harus selalu memuji (al-Hamd)
Allah, karena apa yang kita terima dari Allah, pastilah yang terbaik menurut-
Nya, meski kita kadang kurang/tidak rela (ridha).

7
j. As-Shalat
Yaitu permohonan yang menggambarkan pengakuan dan kelayakan
Tuhan untuk dipuja, dipuji, dimintai pertolongan dan diakui kekuasaan-Nya,
baik di dunia maupun di akhirat. Memang Allah-lah yang berhak mendapat
pujian dan sudah seharusnya kita memohon pertolongan-Nya, karena hanya la
yang kuasa untuk itu.

k. Al-Wafiyah
Yaitu yang amat sempurna, karena surat ini merupakan surat yang amat
sempurna dalam berbagai seginya. Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan
bahwa al- Fatihah adalah surat yang paling agung dalam al-Quran.

B. Penafsiran QS. Al-Fatihah Ayat 2-4


1. Ayat 2

َ‫ْال َح ْمدُ ِ َّّلِلِ َربّ ِ ْال َعالَ ِمين‬


“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-Fatihah : 2).

Abu Ja'far bin Jarir mengatakan: "Alhamdulillah berarti syukur kepada Allah
semata dan bukan kepada sesembahan selain-Nya, bukan juga kepada makhluk
yang telah diciptakan-Nya, atas segala nikmat yang telah Dia anugerah- kan
kepada hamba-hamba-Nya yang tidak terhingga jumlahnya, dan tidak ada seorang
pun selain Dia yang mengetahui jumlahnya. Berupa kemudahan ber- bagai sarana
untuk mentaari-Nya dan anugerah kekuatan fisik agar dapat me- nunaikan
kewajiban-kewajiban-Nya. Selain itu, pemberian rizki kepada mereka di dunia,
serta pelimpahan berbagai nikmat dalam kehidupan, yang sama sekali mereka
tidak memiliki hak atas hal itu, juga sebagai peringatan dan seruan kepada mereka
akan sebab-sebab yang dapat membawa kepada kelanggengan hidup di surga
tempat segala kenikmatan abadi. Hanya bagi Allah segala puji, baik di awal
maupun di akhir."
Ibnu Jarira mengatakan: "Alhamdulillah merupakan pujian yang disampaikan
Allah untuk diri-Nya. Di dalamnya terkandung perintah kepada hamba-hamba-
Nya supaya mereka memuji-Nya. Seolah-olah Dia mengatakan: Ucapkanlah,
Alhamdulillah.

8
Lebih lanjut Ibnu Jarir menyebutkan: "Telah dikenal di kalangan para ulama
muta-akhkhirin, bahwa al-Hamdu adalah pujian melalui ucapan kepada yang
berhak mendapatkan pujian disertai penyebutan segala sifat-sifat baik yang
berkenaan dengan dirinya maupun berkenaan dengan pihak lain. Adapun asy
syukru tiada lain kecuali dilakukan terhadap sifat-sifat yang berkenaan dengan
selainnya, yang disampaikan melalui hati, lisan, dan anggota badan. Sebagaimana
diungkapkan oleh seorang penyair :

‫ير ْال ُم َح َجبَا‬ َ ‫أَفَادَلَ ُك ُم النَّ ْع َماء ِم ِنّى ثََلثَةٌ * يَدِي َو ِل‬
ُ ‫سانِي َوالض َِّم‬
“Nikmat paling berharga, yang telah kalian peroleh dariku ada tiga
macam.Yaitu melalui kedua tanganku, lisanku, dan hariku yang tidak tampak
ini."

Namun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai mana yang lebih


umum, al-hamdu ataukah asy-syukru. Mengenai hal ini terdapat dua pendapat.
Dan setelah diteliti antara keduanya terdapat keumuman dan kekhususan. Al
hamdu lebih umum daripada asy-syukru, karena terjadi pada sifat-sifat yang ber-
kenaan dengan diri sendiri dan juga pihak lain, misalnya anda katakan: "Aku
memujinya (al-hamda) karena sifatnya yang kesatria dan karena kedermawanan-
nya. Tetapi juga lebih khusus, karena hanya bisa diungkapkan melalui ucapan.
Sedangkan ary-syukru lebih umum daripada al-hamda, karena ia dapat diungkap
kan melalui ucapan, perbuatan, dan juga niat. Tetapi lebih khusus, karena tidak
bisa dikatakan bahwa aku berterima kasih kepadanya atas sifatnya yang kesatria,
namun bisa dikatakan aku berterima kasih kepadanya atas kedermawananan dan
kebaikannya kepadaku.
Diriwayatkan dari al-Aswad bin Sari', beliau berkata :

‫ار َك َوتَعَالَى؟‬ ِ ‫َّللاِ أ َ ََل أ ُ ْن ِشد َُك َم َح‬


َ َ‫امدَ َح ِمدْتُ بِ َها َر ِبّي تَب‬ َّ ‫سو َل‬ُ ‫ار‬َ َ‫ ي‬: ُ‫قُ ْلت‬
َ‫ (أ َ َما ِإ َّن َرب ََّك يُ ِحبُّ ْال َح ْمد‬:‫فَقَا َل‬
"Aku berkata kepada Nabi : Ya Rasulullah, maukah engkau aku bacakan
pujian-pujian yang dengannya aku memuji Rabb-ku, Allah Tabaaraka wa
Taala. Maka beliau bersabda: "Tentu saja, (sesungguhnya) Rabb-mu
menyukai pujian (Alhamdu)." (HR. Imam Ahmad dan an-Nasa-i).

9
Diriwayatkan oleh Abu Isa, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah, dari Jabir
bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah bersabda :

( ِ‫اء ْال َح ْمدُ ِ َّّلِل‬ َ ‫ َوأ َ ْف‬،‫ض ُل ال ِذّ ْك ِر َل إله إَل هللا‬
ِ ‫ض ُل الدُّ َع‬ َ ‫) أ َ ْف‬
"Sebaik-baik dzikir adalah kalimat Laa ilaaha illallaah, dan sebaik-baik do'a
adalah Alhamdulillah."

Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan gharib. Dan diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda :

َ ‫ي أ َ ْف‬
( ‫ض َل‬ ِ ‫َّللاُ َعلَى َع ْب ِد نِ ْع َمةً فَقَا َل ْال َح ْمد ُ ِ َّّلِلِ إِ ََّل َكانَ الَّذِي أَع‬
َ ‫ْط‬ َّ ‫َما أ َ ْنعَ َم‬
َ‫) ِم َّما أ ُ ِخذ‬
"Allah tidak menganugerahkan suatu nikmat kepada seorang hamba, lalu ia
mengucapkan: Alhamdulillah, melainkan apa yang diberikan-Nya itu lebih
baik dari pada yang diambil-Nya."

“‫”ا‬dan "‫ ”ل‬dimaksudkan untuk melengkapi bahwa segala macam jenis dan
bentuk pujian itu, hanya untuk Allah semata.

‫الرب‬
ّ adalah pemilik, penguasa dan pengendali. Menurut bahasa, kata Rabb
ditujukan kepada tuan dan kepada yang berbuat untuk perbaikan. Semua- nya itu
benar bagi Allah Ta'ala. Kata ar-Rabb tidak digunakan untuk selain dari Allah
kecuali jika disambung dengan kata lain setelahnya, misalnya rabbuddaari
(pemilik rumah). Sedangkan kata ar-Rabb (secara mutlak), hanya boleh
digunakan untuk Allah.
Bisyr bin Imarah meriwayatkan dari Abu Rauq dari adh-Dhahhak dari Ibnu
Abbas: "Alhamdulillahirabbil 'aalamin. Artinya, segala puji bagi Allah pemilik
seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada di antara
keduanya, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui.
Az-Zajjaj mengatakan: ‫ العَالَ ُم‬berarti semua yang diciptakan oleh Allah di dunia
dan di akhirat. Sedangkan al-Qurthubi mengatakan: "Apa yang dikatakan az-
Zajjaj itulah yang benar, karena mencakup seluruh alam (dunia dan akhirat)."

2. Ayat 3

10
‫الرحمن الرحيم‬
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Bagi sebagian ulama, diulangnya lafaz ini menguatkan pendapat yang


menyatakan bahwa basmalah bukan merupakan bagian dari surat al-Fatihah.
Maksudnya adalah, jika basmalah merupakan bagian dari surat al-Fatihah, maka
tidak perlu adanya pengulangan lafaz yang sama dengan makna yang sama pula.
Sehingga dengan demikian, jika ada yang bertanya: "mengapa ar-Rahman ar-
Rahim diulang kembali (dalam satu surat), padahal sudah disebutkan dalam
kalimat basmalah sebelumnya ?", maka jawabnya adalah: "tidak ada
pengulangan, karena kalimat basmalah yang terdapat padanya ar- Rahman ar-
Rahim bukan merupakan bagian dari surat al Fatihah"",
Akan tetapi al-Qurthubi menilai -sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya- bahwa penempatan ar-Rahman ar-Rahim setelah kalimat Rabbil
'Alamin (padahal sudah disebutkan sebelumnya dalam basmalah), memiliki
makna khusus, yaitu: Sebagai dorongan atau motivasi (Targhib) setelah adanya
ancaman (Tarhib). Karena disebutkannya sifat Allah Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang akan mendatangkan pengharapan (roja) setelah disebutkan
bahwa Allah adalah penguasa Alam yang mendatangkan kesan rasa takut (khouf)
kepada hambanya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Ta'ala :

ُ َ‫ َوأ َ َّن َعذَابِي ُه َو ْالعَذ‬. ‫الر ِحي ُم‬


‫اب ْاْل َ ِلي ُم‬ ُ ُ‫نَ ِبّي ِعبَادِي أ َ ِنّي أَنَا ْالغَف‬
َّ ‫ور‬
"Kabarkanlah kepada hamba-hambaku, bahwa sesungguhny aAku-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maaha Penyayang. Dan bahwa sesungguhnya azab-Ku
adalah azab yang sangat pedih" (QS. Al-Hijr : 49-50)

Dalam shahih Muslim diriwayatkan, Rasulullah bersabda :

‫ َولَ ْو‬، ٌ‫ط َم َع في َجنَّ ِته أ َ َحد‬ َ ‫لَ ْو َي ْعلَ ُم ْال ُمؤْ ِم ُن َما ِع ْندَ هللا ِمنَ ْالعُقُو َب ِة َما‬
ٌ‫ط ِم ْن َر ْح َمتِ ِه أ َ َحد‬ َّ َ‫َي ْعلَ ُم ْال َكافِ ُر َما ِع ْندَ هللاِ ِمن‬
ُ َ‫الر ْح َم ِة َما قَن‬
"Seandainya seorang mu'min mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah,
niscaya tidak ada seorangpun yang berharap syurga-Nya, dan jika seorang
kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorangpun
yang putus asa untuk mendapatkan Rahmat-Nya").

11
Dalam ayat ini dan ayat sebelumnya terkandung tiga motivasi dasar yang
seharusnya selalu mengiringi setiap ibadah seseorang; yaitu:
a. Mahabbah (cinta) yang terkandung dalam kalimat al-Hamdulillah
b. Khouf (takut) yang terkandung dalam kalimat Rabbil 'aalamin.
c. Roja (harap) yang terkandung dalam kalimat ar-Rahman ar- Rahim.

Ketiga dasar ini harus selalu menyertai ibadah seseorang kepada Allah Ta'ala.
Tidak dibenarkan seseorang hanya mengambil salah satunya saja dan
mengabaikan yang lainnya. Sebagaimana yang diyakini pada sebagian kalangan
tasawuf yang menjadikan mahabbah sebagai satu-satunya motivasi beribadah,
mereka mengatakan: "Saya tidak beribadah kepada Allah karena mengharap
syurga, bukan juga karena takut neraka", bahkan ada di antara mereka yang
mengatakan bahwa: "ibadah yang masih mengharap syurga dan takut neraka,
adalah ibadahnya pedagang".
Ini adalah keyakinan yang keliru, sebab selain mahabbah, kita juga
diperintahkan untuk memiliki sifat takut dari azab dan siksa Allah, dan
mengharap rahmat dan nikmat-Nya di syurga. Sebagaimana yang banyak Allah
sebutkan ayat-ayatnya dalam al-Quran.
Karena itu sebagian salaf berkata:
"Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cinta semata maka dia adalah
zindiq", dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan roja' semata maka
dia adalah murjiah) dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan takut
semata maka dia adalah haruri 3, dan siapa yang beribadah kepada Allah
dengan cinta, harap dan takut, maka dia adalah mu'min sejati).”

3. Ayat 4

ِ ّ‫َما ِل ِك َي ْو ِم الد‬
‫ِين‬
"Yang menguasai di Hari Pembalasan."

"Yaumud din" termasuk salah satu nama Hari Kiamat. Makna "yaumud din"
pada ayat ini adalah hari pembalasan yang seorang tidak mampu menolong orang

12
lain sedikit pun dan semua urusan dalam kekuasaan Allah. Hal ini sebagaimana
ditafsirkan oleh firman Allah :

ٌ ‫ يَ ْو َم ََل ت َ ْم ِلكُ نَ ْف‬.‫ِين‬


‫س‬ َ ‫ِين ث ُ َّم َما أ َ ْد َر‬
ِ ّ‫اك َما يَ ْو ُم الد‬ ِ ّ‫اك َما يَ ْو ُم الد‬ َ ‫َو َما أ َ ْد َر‬
ِ‫ش ْيئًا َو ْاْل َ ْم ُر يَ ْو َمئِذ ِ َّّلِل‬
َ ‫ِلنَ ْفس‬
"Tahukah engkau apakah Yaumud din itu? Kemudian tahukah engkau apakah
Yaumud din itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak mampu menolong orang
lain sedikit pun. Dan semua urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”
(QS. Al- Infitar : 17-19)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir :

‫ق َو ُه َو يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة يَ ِد ْينَ ُه ْم بِأ َ ْع َما ِل ِه ْم إِ ْن‬


ِ ِ‫ب ِل ْلخ َََلئ‬ َ ‫يَ ْو ُم الدِّين يَ ْو ُم ْال ِح‬
ِ ‫سا‬
ُ‫َخي ًْرا فَ َخي ٌْر َو ِإ ْن ش ًَّرا فَش ٌَّر ِإ ََّل َم ْن َعفَا َع ْنه‬
"Hari Pembalasan adalah hari perhitungan bagi para makhluk. Hari itu
merupakan Hari Kiamat yang para makhluk akan dibalasan (sesuai) dengan
amalan mereka. Jika amalannya (ketika di dunia) baik, maka baik pula
(balasan yang akan diterimanya). (Namun) jika amalannya (ketika di dunia)
buruk, maka buruk pula (balasan yang akan diterimanya). Kecuali bagi siapa
saja yang dimaafkan (oleh Allah)."

Para ulama' menyebutkan bahwa tiga ayat pertama Surat Al-Fatihah


mengandung tiga rukun ibadah, yaitu; mahabbah (cinta), raja' (harapan), dan
khauf (takut). Mahabbah terdapat pada ayat, "Segala puji bagi Allah, Rabb
semesta alam." Raja' terdapat pada ayat, "Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Dan khauf terdapat pada ayat, "Yang menguasai di Hari Pembalasan.”

C. Pendapat Para Ulama Dalam Membedakan Makna Ar-Rahman dan Ar-Rahim

‫الر ِحيْم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Sebagai bentuk kasih sayang Allah yang memiliki nama Arrahim. Allah juga
memberikan ketenangan. Tenang, tidak takut, tidak risau. Betul-betul seorang mu'min

13
dianugerahi rasa kedamaian dalam hatinya. Ketenangan tidak bisa dibeli. Allah SWT
sendiri yang akan memberikan ketenangan, seperti yang tergambar dalam surat
berikut.
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada).
Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Fath : 4)

Jelas disini bahwa ketenangan adalah milik orang yang beriman, Iman kepada
Allah dan seluruh aturan yang diberikan kepada hambanya. Jika demikian maka
ketenangan tidak akan didaptakan dengan jalan bermaksiat. Maku ketika berbicara
ketenangan ada dua hal penting.
1. Surga di Dunia. Seberat apapun masalah dan cobaan yang menimpanya, Allah
telah memberikan ketenangan dalam hatinya. Karena ia yakin ketika beriman
dan bertaqwa jalan penyelesaian pasti ada. Dengan demikian ia akan selalu
tenang hatinya. Tidak risau apalagi takut karena semuanya. Hidup di Dunia
tampak indah dan tenang.
2. Neraka Di Dunia. Berbeda dengan orang yang telah dicabut ketenangannya, la
selalu risau. Ilmu yang mumpuni. Harta yang banyak. Tidak kunjung juga
memenuhi ketenangan batinnya. Batinnya terus menerus menuntut Hidupnya
tidak pernah berhenti terus mengejar. Mengejar yang terkadang iapun
bingung, mengejar untuk apa. Dunia ini seolah menjadi neraka.

Sebagian ulama menyatakan bahwa Ar-Rahman dan Ar-Rahiim bermakna sama.


Sedangkan jumhur (kebanyakan ulama) menyatakan ada perbedaan. Jika dianggap
berbeda, istilah para ulama untuk kedua nama ini yaitu :

‫َاص ال ِف ْع ِل‬
ُ ‫الر ِح ْي ُم َعا ُم ا َِل ْس ِم خ‬
َّ ‫اَل ْس ِم َعا ُم ال ِف ْع ِل َو‬ ُ ‫الر ْح َم ُن خ‬
ِ ‫َاص‬ َّ
“Ar-Rahman adalah nama yang khusus bagi Allah, menunjukkan umumnya
rahmat Allah. Sedangkan Ar-Rahiim adalah nama yang umum (manusia pun
diperkenankan bernama dengannya), dan menunjukkan perbuatan khusus dari
rahmat Allah.”

14
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menyatakan bahwa Ar-Rahman
adalah Allah itu memiliki rahmat waasi’ah (yang luas). Sedangkan Ar-Rahiim adalah
Allah memiliki rahmat waashilah (yang bersambung). Ar-Rahman menunjukkan sifat
rahmat, sedangkan Ar-Rahiim menunjukkan perbuatan. Kedua nama ini masuk dalam
istilah “idzaj-tama’a iftaroqo wa idzaftaroqo ijtama’a” (jika disebut berbarengan,
maknanya berbeda; jika disebut berbeda tempat, maknanya sama).
Para ulama umumnya membedakan Ar-Rahim dengan Ar-Rahman sebagai
berikut.
1. Ar-Rahman adalah Pengasih di dunia, sedangkan Ar-Rahim adalah
penyayang di akhirat.
2. Ar-Rahman adalah pengasih kepada semua makhluk, sedangkan.Ar-Rahim
hanya kepada yang beriman.
3. Ar-Rahman adalah Pengasih dengan satu kasih sayang, sedangkan Ar-Rahim
Pengasih dengan seratus kasih sayang.

D. Pelajaran yang Dapat Diambil Dari Penafsiran QS. Al-Fatihah Ayat 2-4
1. Dari ayat 2, kita dapat mengambil pelajaran bahwa segala sesuatu di alam semesta
ini adalah ciptaan Allah, Allah yang mengatur semuanya, jadi sudah seharusnya
kita sebagai makhluknya yang beriman selalu bersyukur kepada-Nya, yaitu
dengan cara selalu memuji-Nya, mengagungkan-Nya, memuliakan-Nya, baik
dalam bentuk tindakan aupun ucapan. Tidak ada yang bisa menandingi Allah.
Seolah-olah Allah mengajarkan bagaimana cara bersyukur terhadap segala
sesuatu.
2. Dari ayat 3, kita dapat mengambil pelajaran bahwa Allah itu maha pengasih dan
penyayang. Tidak satupun di dunia ini yang bisa menandingi kasih sayang Allah
kepada hambanya. Seolah-olah dalam ayat ini Allah mengajarkan kepada kita
tentang kasih sayang, cinta.
3. Dari ayat 4, kita dapat ambil pelajaran bahwa Allah adalah pemilik hari
pembalasan, Allah lah yang berkuasa terhadap makhluknya. Kembali lagi kepada
ayat 2 tadi, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini Allah yang menciptakan,
artinya bahwa Allah pemilik alam semesta ini. Dari sini sudah dapat dipahami dan
diambil pelajaran bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah yang patut di sembah.

THAHARAH DAN AZAN


15
A. Pengertian Thaharah dan Azan
1. Pengertian Thaharah
Pengertian Thaharah Thaharah (bersuci) menurut bahasa berarti bersih dan
membersihkan diri dari kotoran yang bersifat hissiy (inderawi) seperti najis dan
kotoran yang ma'nawi seperti cacat fisik maupun nonfisik (aib). Sedangkan
menurut syara', thaharah adalah sesuatu yang dihukumi wajib untuk melaksanakan
shalat seperti wudhu, mandi, tayammum dan menghilangkan najis lainnya.
Beberapa macam thaharah, yaitu wudhu untuk menghilangkan hadats kecil, mandi
untuk menghilangkan hadats besar serta tayamum untuk menggantikan wudlu
dalam keadaan tertentu.
Thaharah pada dasarnya adalah sebuah ibadah yang mencakup seluruh ibadah
lainnya. Tanpa adanya thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang sah karena
ibadah yang dilakukan seorang hamba harus dalam keadaan yang bersih dan suci
(thaharah wa nadhafah) untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Thaharah
menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara' atau istilah adalah membersihkan
diri. pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadats menurut cara-
cara yang ditentukan oleh syariat Islam. Thaharah (bersuci) adalah syarat wajib
yang harus dipenuhi dan dilakukan dalam beberapa macam ibadah sebagaimana
al-Quran surat al-Maidah ayat 6 sebagai berikut :

‫صلوة فاغ ِسلُوا ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم ِإلى‬ َّ ‫يَأْيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا إِذا ق ْمت ُ ْم ِإلى ال‬
َ ‫ار ُجلَ ُك ْم إِلَى ال َك ْعبَي ِْن َوإِ ْن ُكنت ُ ْم فَا‬
‫ط َّه ُروا‬ ْ ‫س ُحوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َو‬
َ ‫ق َو ْام‬ ِ ِ‫ال َم َراف‬
‫َو ِإن ُكنت ُ ْم َم ْرضى أو على سفر أو جاء أحد منكم من الغابط أو المستم‬
ُ‫س ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوا ْيدِي ُك ْم ِم ْنه‬ َ ‫ص ِع ْيدًا‬
ْ َ‫طيِّبًا ف‬
َ ‫ام‬ َ ‫النساء فلم ت َ ِجدُوا َما ًء فَت َ َي َّم ُموا‬
‫يُ ِريدُ هللاُ ِليَ ْج َعل عليكم من حرج ولكن يريد ليطهركم و ليتم نِ ْع َمت َهُ َعلَ ْي ُك ْم‬
َ‫لَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit (sakit yang tidak boleh kena air) atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan

16
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu
(tayamum). Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur." (QS. al-Maidah; 6)

Thaharah secara umum. Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.


a. Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam badan.
b. Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
c. Membersihkan hati dari akhlak tercela.
d. Membersihkan hati dari selain Allah.

2. Pengertian Azan
Azan secara lughawi (etimologi) menginformasikan semata-mata. Sedangkan
secara istilah (terminologi) adalah: menginformasikan (memberitahukan) tentang
waktu-waktu salat dengan kata-kata tertentu. Azan ini telah diperintahkan sejak
pada tahun pertama dari Hijrah Nabi ke Madinah.
Selain itu, azan juga bermakna seruan atau pangilan. Makna ini digunakan
ketika Nabi Ibrahim 'alaihissalam diperintahkan untuk memberitahukan kepada
manusia untuk melakukan ibadah haji yang terdapat dalam Al-Quran Surat Al-
Hajj Ayat 27 :

‫امر َيأ ْ ِتينَ ِمن ُك ِّل فَة‬


ِ ‫ض‬ َ ُ ‫اس ِب ْال َحج َيأْت‬
َ ‫وك ِر َجاَلً َو َعلَى ُك ِّل‬ ِ َّ‫َوأَذِن ِفي الن‬
‫عميق‬
“Dan panggilah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus
yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj : 27)

Jadi azan adalah suatu pemberitahuan seorang mu'azin (orang yang azan)
kepada manusia mengenai masuknya waktu salat fardhu. Azan setiap hari kita
mendengarnya mengalun dari masjid. Lagunya khas dan merdu. Liriknya
menggugah rasa. Kalimat itu sudah "ditiupkan" ke telinga kanan kita sejak baru
lahir. Dalam tradisi sebagian umat, kalimat itu bahkan "diperdengarkan" pada
tubuh yang sudah kaku berbalut kain putih di liang kubur.

17
Sebagai salah satu padanan dari kata adzan (‫)أذن‬, kata ‫ نادى‬di dalam berbagai
macam bentuknya terulang sebanyak 53 kali di dalam Al-Quran. Dari
pengulangan 53 kali tersebut, adzan selain memiliki arti panggilan ataupun
seruan, kata tersebut juga berarti permohonan ataupun doa.
Apabila kata tersebut ditujukan untuk manusia, maka memiliki arti sebagai
panggilan atau seruan. Sementara bila kata tersebut ditujukan untuk Tuhan, maka
dapat diartikan sebagai permohonan atau doa
Adzan memiliki arti pemberitahuan, yaitu kata seruan ataupun panggilan yang
ditujukan untuk pemberitahuan akan masuk waktu shalat wajib atau fardhu.
Orang yang mengumandangkan adzan disebut dengan muadzin.
Jika dilihat dari segi bahasa, adzan memiliki arti yaitu pengumuman,
pemakluman, dan pemberitahuan. Sebagaimana yang telah ada di dalam Al-
Quran surat Al-Kariem, yaitu :

َ‫َّللاَ بَ ِري ٌء ِ ّمن‬ّ ‫اس يَ ْو َم ْال َح ّجِ اْل َ ْكبَ ِر أ َ َّن‬ ِ َّ‫سو ِل ِه ِإلَى الن‬ ُ ‫َّللاِ َو َر‬ ٌ َ‫َوأَذ‬
ّ َ‫ان ِ ّمن‬
‫سولُهُ فَإِن ت ُ ْبت ُ ْم فَ ُه َو َخي ٌْر لَّ ُك ْم َوإِن ت َ َولَّ ْيت ُ ْم فَا ْعلَ ُمواْ أَنَّ ُك ْم َغي ُْر‬ُ ‫ْال ُم ْش ِر ِكينَ َو َر‬
‫ش ِِر الَّذِينَ َكفَ ُرواْ ِب َعذَاب أ َ ِليم‬
ّ ‫َّللاِ َو َب‬
ّ ‫ ُم ْع ِج ِزي‬.
Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat
manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya
berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum
musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu ; dan jika kamu
berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat
melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah: 3)

B. Penafsiran QS Al-Maidah Ayat 6 dan Asbab Nuzul


1. Penafsiran
Dalam tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah dijelaskan, bahwa Ini merupakan
seruan Allah kepada orang-orang beriman untuk menjalankan syariat wudu jika
hendak mendirikan salat. Sebab keadaan suci dari hadas merupakan salah satu
syarat sahnya salat. Tanpa bersuci, salat itu tidak akan sah dan tidak akan
diterima, dan ini berlaku pada semua salat.

18
Allah memerintahkan untuk mencuci muka, dan kedua tangan sampai siku.
Adapun batas wajah yang harus dicuci adalah dari telinga kiri sampai telinga
kanan dan dari batas rambut di dahi sampai dagu. Wajah dan kedua tangan wajib
dicuci, sedangkan kepala harus dibasuh dengan air secara keseluruhan atau
sebagian.
‫ وأرجلكم إلى الكعبين‬berhubungan dengan perintah ‫فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق‬,
sehingga kewajiban terhadap kaki ketika berwudu adalah dengan mencucinya
karena keterhubungan dua ibarat ini menunjukkan kesamaan hukumnya.
llah memberi kemudahan bagi hamba-hamba-Nya berupa syariat yang
mengandung kesucian, kemuliaan, kebaikan, dan keselamatan bagi mereka, yang
berbentuk syariat bersuci ketika akan mendirikan salat, karena shalat merupakan
wasilah untuk berhubungan dengan Yang Maha Kuasa; sehingga seorang hamba
wajib untuk menyiapkan kesucian jiwa dan raganya ketika akan mendirikan shalat,
agar menjadi orang yang layak untuk berdiri di kedudukan yang suci dan agar tetap
berada dalam tuntunan Allah dan Rasul-Nya
Allah mensyariatkan tayamum untuk memberi kemudahan bagi hamba-hamba-
Nya yang beriman dan mengangkat kesusahan dari mereka apabila mereka tidak
mendapatkan air, atau ketika sedang sakit, atau saat cuaca yang sangat dingin.
Sangat jelas bahwa Islam benar-benar mengutamakan kebersihan. Sebagai
agama yang sempurna, Islam pun mengajarkan bagaimana cara bersuci agar ibadah
yang dilaksanakan sah dan diterima Allah Swt.
Dan Allah memerintahkan untuk mandi junub setelah keluarnya mani atau
melakukan hubungan intim. Dalam ayat ini Allah juga menjelaskan hikmah wudu,
yaitu untuk kebersihan diri dan memberi kemudahan kepada umat serta untuk
menyempurnakan kenikmatan bagi mereka.

2. Asbab Nuzul
Ayat di atas memberi penjelasan tentang tata cara tayamum dan sebab-sebab
yang memperbolehkannya. Ayat ini turun ketika Nabi bersama para sahabat
berada di sebuah tempat yang sangat tandus dan jauh dari mata air. Mereka kala
itu juga tidak membawa bekal air.

‫ت‬ ّ ‫شةَ رضي هللا عنها زَ ْوجِ النَّ ِب‬


ْ َ‫ي ِ صلى هللا عليه وسلم قَال‬ َ ِ‫َع ْن َعائ‬
ِ َ‫ض أ َ ْسف‬
‫ َحتَّى ِإذَا ُكنَّا‬،‫ار ِه‬ َّ ‫سو ِل‬
ِ ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم فِي بَ ْع‬ ُ ‫خ ََر ْجنَا َم َع َر‬
19
َّ ‫سو ُل‬
‫َّللاِ صلى هللا عليه‬ ُ ‫ام َر‬ َ َ‫ت ْال َجي ِْش ـ ا ْنق‬
َ َ‫ فَأَق‬،‫ط َع ِع ْقد ٌ ِلي‬ ِ َ‫بِ ْالبَ ْيد‬
ِ ‫اء ـ أ َ ْو بِذَا‬
َ ‫سوا َعلَى َماء َولَي‬
،‫ْس َم َع ُه ْم ما ٌء‬ ُ ‫ َولَ ْي‬،ُ‫اس َم َعه‬ َ َ‫ َوأَق‬،‫وسلم َعلَى ْال ِت َما ِس ِه‬
ُ َّ‫ام الن‬
‫سهُ َعلَى فَ ِخذِي‬ َ ْ‫اض ٌع َرأ‬
ِ ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم َو‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫فَ َجا َء أَبُو َب ْكر َو َر‬
‫سوا َعلَى‬
ُ ‫ َولَ ْي‬،‫اس‬
َ َّ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم َوالن‬
َّ ‫سو َل‬
ُ ‫ت َر‬ َ ‫قَ ْد ن‬
ِ ‫ َحبَ ْس‬:‫َام فَقَا َل‬
‫َّللاُ أ َ ْن‬
َّ ‫ َوقَا َل َما شَا َء‬،‫شةُ فَعَاتَبَنِي أَبُو بَ ْكر‬ ْ َ‫ فَقَال‬.‫ْس َمعَ ُه ْم َما ٌء‬
َ ِ‫ت َعائ‬ َ ‫ َولَي‬،‫َماء‬
َّ‫ فََلَ َي ْمنَعُ ِني ِمنَ الت َّ َح ُّر ِك ِإَل‬،‫َاص َر ِتي‬ ْ ‫ َو َج َع َل َي‬،‫َيقُو َل‬
ِ ‫طعُنُ ِني ِب َي ِد ِه ِفي خ‬
َّ ‫سو ُل‬
‫َّللاِ صلى‬ َ َ‫ فَق‬،‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم َعلَى فَ ِخذِي‬
ُ ‫ام َر‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫َم َك‬
ُ ‫ان َر‬
َّ ‫ فَأ َ ْنزَ َل‬،‫غي ِْر َماء‬
.‫َّللاُ آيَةَ التَّيَ ُّم ِم فَتَيَ َّم ُموا‬ َ ‫صبَ َح َعلَى‬ ْ َ ‫هللا عليه وسلم َحتَّى أ‬
‫ت فَبَعَثْنَا‬ ْ َ‫ قَال‬.‫ي بِأ َ َّو ِل بَ َر َكتِ ُك ْم يَا آ َل أَبِي بَ ْكر‬ َ ‫ َما ِه‬:‫ضيْر‬ َ ُ ‫فَقَا َل أ‬
َ ‫س ْيدُ ب ُْن ُح‬
ُ‫ فَإِذَا ْال ِع ْقدُ ت َ ْحتَه‬،‫ير الَّذِي ُك ْنتُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ْال َب ِع‬
“Dari Aisah Radiallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
berkata, “Suatu hari kami bepergian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Sesampai di Baida atau Zat al-Jaisy, tiba-tiba kalungku putus (dan
jatuh). Rasulullah dan rombongan lalu menghentikan perjalanan untuk
mencari kalungku. Tempat itu jauh dari mata air, dan di saat yang sama
mereka tidak membawa bekal air. Beberapa orang kemudian mendatangi Abu
Bakar as-Siddiq dan mengadu, ‘Tidakkah kaulihat apa yang telah diperbuat
segera mendatangiku; ketika itu Rasulullah sedang tidur sambil berbaring dan
meletakkan kepalanya di pangkuanku. Abu Bakar berkata, ‘Engkau telah
memaksa Rasulullah dan rombongannya menghentikan perjalanan di tempat
yang jauh dari mata air, di saat mereka tidak membawa bekal air.’ Abu Bakar
menegurku dengan kata-kata bernada marah. Ia pun menusuk pinggangku
dengan jarinya. Meski geli, aku tetap bergeming karena tidak ingin Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang meletakkan kepalanya di
pangkuanku terbangun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bangun
pada malam itu dan hingga pagi harinya beliau tidak menemukan air. Allah
lalu menurunkan ayat tayamum; dan mereka pun bertayamum. Usaid bin
Hudair berkata kepadaku, ‘Ini bukan berkahmu yang pertama, wahai putri
Abu Bakar!’ Karena hendak melanjutkan perjalanan, kami membangunkan

20
unta yang sejak semula aku tunggangi. Tiba-tiba di bawah badan unta itu
kami temukan kalung yang kami cari.”

C. Sejarah Awal Mengumandangkan Azan Serta Pendapat Ulama Tentang Azan


Berdasarkan QS. Al-Maidah Ayat 58
1. Sejarah
Dari Abdullah Ibnu Umar berkata: ketika kaum muslimin tiba di Madinah,
mereka berkumpul sembari menunggu waktu salat. Namun tidak seorang pun di
antara mereka yang bisa memberitahukan bahwa waktu salat telah masuk.
Sehingga pada suatu hari mereka bermusyarawah untuk membahas persoalan
tersebut. Sebagian sahabat mengusulkan agar menggunakan lonceng sebagaimana
yang digunakan oleh orang-orang Nasrani dan sebagian yang lain dengan tanduk
sebagaimana digunakan oleh orang-orang Yahudi dalam upacara keagamaan
mereka, Namun sahabat Umar bin Khaththab berkata "Alangkah baiknya kalian
menjadikan seseorang yang bertugas untuk memanggil orang-orang salat",
kemudian Rasulullah Saw. menyetujui usulan Umar dan berkata “wahai Bilal,
berdirilah serta panggillah manusia untuk mendirikan salat.”
Dalam riwayat Abu Daud terdapat tambahan riwayat sebagai berikut.

‫صلى‬- ‫ى‬ ُّ ِ‫َّللاِ ب ِْن زَ يْد قَا َل أ َ َرادَ النَّب‬


َّ ‫َّللاِ َع ْن َع ِ ّم ِه َع ْب ِد‬
َّ ‫َع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْب ِد‬
َ ‫ش ْيئًا قَا َل فَأ ُ ِر‬
َّ ُ ‫ى َع ْبد‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫صن َْع ِم ْن َها‬ْ َ‫ان أ َ ْشيَا َء لَ ْم ي‬
ِ َ‫ فِى اْلَذ‬-‫هللا عليه وسلم‬
َّ ‫ب ُْن زَ يْد اْلَذَانَ ِفى ْال َمن َِام فَأَتَى النَّ ِب‬
‫ى صلى هللا عليه وسلم فَأ َ ْخ َب َرهُ فَقَا َل‬
‫( أ َ ْل ِق ِه َعلَى ِبَلَل‬
“Abdullah bin Zaid berkata: “Nabi SAW berkeinginan untuk mencari cara
dalam memberitahukan waktu salat (azan), namun beliau belum juga
menemukannya”. Abdullah bin Zaid telah bermimpi mengenai kalimat-kalimat
azan dalam tidurnya. Lalu dia mendatangi Nabi SAW untuk memberitahukan
hal tersebut, kemudian Nabi SAW pun berkata (ajarkanlah kata-kata itu
kepada Bilal)"

Di dalam riwayat lain juga dijelaskan bahwa pada saat Abdullah bin Zaid
menceritakan mimpinya mengenai lafal-lafal adzan itu kepada Rasulullah,
sahabat Umar bin Khattab pun mengakui hal yang sama bahwa beliau juga telah

21
bermimpi dengan mimpi yang serupa dengan Abdullah bin Zaid. Setelah itu
Rasulullah Saw. berseru sembari memuji Allah SWT sebagai bentuk kegembiraan
beliau dengan berita tersebut. Semenjak itu adzan dijadikan sebagai pengingat
masuknya waktu salat hingga Rasulullah Saw. wafat.
Pada mulanya, ketika masa-masa awal di Madinah, umat Islam berkumpul di
masjid untuk menunggu datangnya waktu salat. Tetapi, ketika waktu salat tiba,
tak seorang pun yang memberitahukannya. Para umat Islam langsung salat tanpa
adanya penanda sebelumnya, seperti seolah sudah saling mengetahui.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya agama Islam, banyak sahabat
Nabi Muhammad SAW yang tinggal jauh dari masjid. Sementara lainnya
mempunyai kesibukan yang bertambah sehingga tak bisa menunggu waktu salat
di masjid.Melihat hal tersebut, beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW lantas
memberikan usulan untuk membuat penanda waktu salat. Dengan adanya
penanda waktu salat, umat Islam yang rumahnya jauh dari masjid atau yang
memiliki kesibukan akan tetap menjalankan salat tepat waktu.
Beragam ide untuk penanda waktu salat diusulkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Mulai dari lonceng seperti orang Nasrani, terompet seperti orang Yahudi
hingga menyalakan api yang tinggi agar umat Islam yang rumahnya jauh dari
masjid dapat melihatnya.Tetapi semua usulan tersebut ditolak oleh Nabi
Muhammad Saw.
Mengutip dari Siah Nabawi (Ibnu Hisyam, 2018), diketahui seorang sahabat
yang bernama Abdullah bin Zaid menghadap pada Nabi Muhammad SAW.
Abdullah bercerita bahwa ia baru saja bermimpi melihat seruan azan pada malam
sebelumnya. Dalam mimpinya tersebut, Abdullah bin Zaid didatangi oleh seorang
berjubah hijau yang membawa lonceng. Abdullah bin Zaid berniat membeli
lonceng miliki seorang berjubah hijau tersebut untuk memanggil orang-orang
agar salat. Tetapi, seseorang yang berjubah tersebut memberikan saran padanya
untuk mengucapkan serangkaian kalimat sebagai penanda waktu salat tiba.
Serangkaian kalimat azan yang dimaksud yaitu : Allahu Akbar Allahu Akbar,
Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya
'alash sholah hayya 'alash sholah, Hayya 'alal falah hayya 'alal falah, Allahu
Akbar Allahu Akbar, dan La ilaha illallah.
Mendengar cerita tersebut, Nabi Muhammad Saw lantas meminta Abdullah
bin Zaid untuk mengajari Bilal bin Rabah cara melafalkan kalimat-kalimat

22
tersebut. Ketika Bilal bin Rabah mengumandangkan azan, sahabat nabi, Umar bin
Khattab yang sedang berada di rumah mendengarnya.Umar bin Khattab
kemudian segera menemui Nabi Muhammad Saw. dan menceritakan bahwa
dirinya pun bermimpi tentang hal yang sama dengan Abdullah bin Zaid. Umar
bin Khattab bermimpi azan sebagai tanda masuknya waktu salat.
Dalam satu riwayat, Nabi Muhammad Saw. disebutkan telah mendapat wahyu
tentang azan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw. membenarkan apa yang
disampaikan oleh Abdullah bin Zaid. Sejak saat itu, azan resmi dijadikan penanda
masuknya waktu salat untuk umat Islam. Menurut pendapat yang lebih sahih,
azan pertama kali di syariatkan di Kota Madinah di tahun pertama Hijriyah.

2. Pendapat Ulama Tentang Azan Berdasarkan QS. Al-Maidah Ayat 58

َ‫ص ٰلوةِ ات َّ َخذُ ۡوهَا ُه ُز ًوا َّولَ ِعبًا ؕ ٰذ ِل َك بِاَنَّ ُه ۡم قَ ۡو ٌم ََّل يَعۡ ِقلُ ۡون‬
َّ ‫َو اِذَا نَادَ ۡيت ُ ۡم اِلَى ال‬
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) shalat, mereka
menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena
mereka orang-orang yang tidak mengerti.”

Ayat ini menjelaskan sebagian dari ejekan dan permainan orang-orang kafir
terhadap agama Islam, yaitu apabila umat Islam mengajak mereka untuk salat
maka orang-orang kafir itu menjadikan ajakan itu bahan ejekan dan permainan
sambil menertawakan mereka.
Selain menjadikan ajaran agama sebagai ejekan, sikap buruk lain dari mereka
dan yang sering dapat disaksikan adalah apabila kamu menyeru mereka dengan
azan untuk melaksanakan salat, maka mereka akan menjadikannya sebagai bahan
ejekan dan permainan. Perilaku mereka yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka merupakan orang-orang yang tidak mengerti.
Ayat ini menjelaskan sebagian dari ejekan dan permainan orang-orang kafir
terhadap agama Islam, yaitu apabila umat Islam mengajak mereka untuk salat
maka orang-orang kafir itu menjadikan ajakan itu bahan ejekan dan permainan
sambil menertawakan mereka.
Menurut riwayat Ibnu Jarir dari as-Suddi, ia menceritakan, bahwa ada seorang
laki-laki Nasrani di Medinah, apabila ia mendengar seruan azan Asyhadu anna
Muhammad Rasulullah (saya mengaku bahwa sesungguhnya Muhammad adalah

23
rasul Allah), ia berkata, "haraqa al-Kadzdzab" (semoga terbakarlah pembohong
itu). Kemudian pada suatu malam, pembantu rumah tangganya datang masuk
membawa api dan jatuhlah butiran kecil dari api yang dibawanya, sehingga
menyebabkan rumah itu terbakar semuanya dan terbakar pulalah laki-laki Nasrani
tersebut beserta keluarganya ketika sedang tidur.
Selanjutnya diterangkan bahwa perbuatan orang-orang kafir yang demikian,
disebabkan karena mereka adalah kaum yang tidak mau mempergunakan akal dan
tidak mau tahu tentang hakikat agama Allah yang mewajibkan mereka
mengagungkan dan memuja-Nya.
Andaikata mereka mempergunakan akal secara wajar, tanpa dipengaruhi oleh
rasa benci dan permusuhan, maka hati mereka akan khusyu, apabila mereka
mendengar azan dengan suara yang merdu, apalagi jika mereka mengerti dan
memahami azan yang dimulai dengan kata-kata yang mengagungkan Allah.
ulama’ berbeda pendapat tentang wajibnya adzan dan iqomah. Menurut Imam
Malik dan pengikutnya adzan itu wajib dikumandangkan dimasjid untuk
mendirikn sholat berjamaah agar orang-orang berkumpul. Dan pengikut Imam
Malik berbeda pendapat juga tentang wajibnya adzan menjadi dua pendapat:
pendapat pertama sunnah muakkad dan diwajibkan bagi orang yang banyak.
Pendapat kedua fardhu kifayah dikota maupun di desa.
Begitu juga dengan Imam Syafii dan pengikutnya saling berbeda pendapat
tentang wajibnya adzan dan iqomah. Thobari menceritkan dari Malik: jika
penduduk sengaja meninggalkan adzan maka maka sholatnya harus diulang. Abu
Umar berkata: dan tidak diketahui perbedaan tentang wajibnya adzan oleh
sebagian penduduk, karena adzan adalah tanda yang membedakan antara umat
islam dan umat kafir.
Imam Malik dan Imam Syafii bersepakat bahwa adzan dua-dua (diulang-
ulang) dan iqomah satu-satu. Tetapi imam syafii pada takbir yang pertama empat
kali (menurut riwayat hadist yang tsiqoh dari hadist Abi Mahdzuroh). Imam Syafii
dan Imam Malik bersepakat pula tentang diulngnya adzan, seperti diulangnya
pada: “Ashdu Anla Ilahailallah” dua kali, dan “Ashadu Anna
Muhammadarrosullah” dua kli juga. Dan tidak ada perbedaan dalam iqomah
keculi pada saat “Qodqomtissholah”, Imam Malik berpendapat hanya satu kali
sedangkan Imam Syafii dua kali dan kebanyakan ulama’ mengikuti pendapat
Imam Syafii. Sedangkan menurut Imam Hanafi dan Atssauri adzan dan iqomah

24
semuanya dua-dua, dan takbir pada awal adzan dan iqomah empat kali. Menurut
hadist yang diriwayatkan oleh Abdurrohman Bin Abi Lail.
Ulama’-ulama’ berbeda pendapat pula tentang penyebutan “Assolatu khoirun
minannaum”. Menurut Imam Malik, Atssauri, dan allaitsu: seorang mudzin harus
mengucapkan setelah “Hayyaalassolah” dua kali, muadzin mengucapkan assolatu
khoirun minannaum, pendapat itu sama dengn pendapat imam syafii di irak, dan
sewaktu Imam Syfii di Mesir tidak berpendapat demikian. Menurut Imam Hanafi
dan pengikutnya: bahwa diucapkan setelah adzan pun tidak masalah.
Di dalam Muwattok Imam Malik: suatu ketika muadzin datang dimasjid dan
Umar bin Khotob ada disitu, muadzin beradzan untuk sholat subuh dan menemui
bahwa Umar sedang tidur maka muadzin mengucapkan “Assolatu Khoirun
Minannaun” setelah itu Umar menyuruh menjadikan lafadz itu dimasukkan
kedalam adzan.

D. Pendapat Mengenai Praktek Thaharah dan Azan yang Kurang Tepat dan
Upaya Mencegah
1. Pendapat Praktek Thaharah Yang Kurang Tepat dan Upaya Mencegahnya
Sebagaimana diketahui, bahwa Thaharah yaitu bersuci dari hadas, baik dari
hadas kecil maupun besar. Thaharah dilakukan jika akan melaksanakan ibadah
kepada Allah Swt. Dimana ketentuan untuk berthaharah sudah diatur dalam QS.
Al-Maidah ayat 6, yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit (sakit yang tidak boleh
kena air) atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu (tayamum). Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, supaya kamu bersyukur." (QS. al-Maidah; 6)

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa jika akan melaksanakan ibadah haruslah
bersuci terlebih dahulu dan sesuai ketentuan rukun dan syaratnya. Jika tertinggal

25
satu rukun saja, maka kalau dia berwudhu, wudhunya tidak sah dia harus
mengulang kembali. Begitupun tayamum dan mandi. Namun jika dalam
melaksanakan wudhu, tayamum dan mandi orang tersebut kurang tepat
melakukannya, jika dia tidak tahu sah saja, namun jika tahu tapi tetap
melakukannya maka seharusnya dia melakukan yang sempurnanya.
Namun pada hakikatnya, kita sebagai makhluk Allah sudah seharusnya
memahami dan mempraktekan dengan benar cara thaharah. Karena kita saat akan
beribadah harus bersuci terlebih dahulu, karena dalam beribadah apabila didahului
bersuci terlebih dahulu akan besar pahalanya (lebih afdhal). Dan Allah suka akan
kebersihan. Kita tidak boleh asal-asal menyangkut ibadah kepada Allah.
Cara mencegahnya yaitu : Untuk anak-anak harus diajarkan dari kecil cara
thaharah yang benar dan tepat, begitupun untuk orang dewasa harus lebih
memerhatikan cara thaharah, apakah sudah sesuai syari’at atau belum. Dia harus
diberi pemahaman tentang Rukun dan syaratnya.

2. Pendapat Praktek Azan yang Kurang Tepat dan Upaya Mencegahnya


Azan merupakan seruan untuk umat Muslim untuk melaksanakan shalat. Azan
dilakukan oleh laki-laki muslim yang disebut dengan Muazin. Seorang haruslah
fasih bacaan azannya, menghadap kiblat.
Jika dalam prakteknya ternyata ada orang yang azan tapi kurang tepat, baik
dari segi bacaan maupun yang lainnya, maka menurut saya pribadi tidak benar
saja jika dia azannya seperti itu. Seharusnya seorang muazin itu paham segala hal
yang berhubungan dengan azan. Karena dia paham barulah dia bisa
mengumandangkan azan.
Cara mencegahnya yaitu : dengan memberikan pemahaman yang mendalam
kepada orang tersebut mengenai azan, bagaimana bacaan fasihnya, sunnah-
sunnahnya. Pilihlah orang yang benar-benar fasih mengumandangkan azan.

26

Anda mungkin juga menyukai