Anda di halaman 1dari 17

Implementasi Metode Kartometris

Pada Penetapan Batas Wilayah


Jarot Mulyo Semedi
(jarot.mulyo@ui.ac.id)

1
Pemetaan batas wilayah
(Bashit, N., et al., 2019)
• Batas wilayah mengalami permasalahan hingga batas antar desa yang saling tumpang tindih
antara satu desa dengan desa yang lain.

• Batas wilayah desa yang sudah ditetapkan dengan baik akan memudahkan pemerintah desa
dalam menjalankan kewenangan desa dalam melakukan penataan desa.

• Permendagri No 1 Tahun 2017 tentang Penataan desa merupakan pemrakarsa dalam


penataan desa, akan tetapi masih minimnya daerah melakukan penataan kewenangan desa
melalui peraturan kepala daerah.

• Kewenangan desa adalah terkait batas wilayah yang merupakan dasar untuk mengelola
keruangan di desa serta menegakan kewenangan desa yang berimplikasi pada model
pembangunan dan pemberdayaan di Desa.

• Desa harus memiliki batas wilayah dan kewenangan desa sehingga adanya kewenangan
tanpa batas wilayah akan menyebabkan banyak permasalahan.

UNIVERSITAS INDONESIA 2
Dasar Hukum

UNIVERSITAS INDONESIA 3
Tahapan Metode Kartometrik

1. Pembuatan peta kerja;

2. Penarikan garis batas desa/kelurahan di atas peta kerja;

3. Penentuan titik kartometrik;

4. Digitisasi;

5. Penyajian peta batas

UNIVERSITAS INDONESIA 4
1. Pembuatan Peta Kerja

Peta kerja dibuat dengan


melakukan tumpang
susun (overlay) seluruh
data yang tersedia (data
dasar dan data spasial
pendukung)

PerBIG No.15 Tahun 2019

UNIVERSITAS INDONESIA 5
1. Pembuatan Peta Kerja:
Sumber data citra resolusi sangat tinggi

Citra satelit resolusi tinggi


& sangat tinggi memiliki
kelebihan dalam
menggambarkan obyek di
muka bumi secara detil
sehingga mudah untuk
diverifikasi di lapangan.

(Gunther, F, et al., 2015)

Hubungan antara resolusi spasial sebuah citra satelit dengan skala peta telah dikaji oleh Waldo
Tobler pada 1987 dimana dia menuliskan “The rule is: divide the denominator of the map scale
by 1,000 to get the detectable size in meters. The resolution is one half of this amount.”
Sehingga kita dapat menurunkannya dalam bentuk formula sebagai berikut:

Skala Peta = Resolusi Citra (dalam meter) * 2 * 1000


UNIVERSITAS INDONESIA 6
1. Pembuatan Peta Kerja:
Digital Elevation Model

Data Digital Elevation Model digunakan


untuk menentukan batas yang dibatasi
oleh igir punggungan

UNIVERSITAS INDONESIA 7
2. Penarikan garis batas desa/kelurahan di atas peta

• Penarikan garis dilakukan


oleh perwakilan tiap wilayah
(Desa)

• Batas digambarkan secara


terperinci dan jelas pada
objek berupa penanda alam,
penanda buatan, dan
penanda batas lainnya yang
telah disepakati.

UNIVERSITAS INDONESIA 8
2. Penarikan garis batas desa/kelurahan di atas peta:
Batas berupa penanda alam dan Buatan

• Batas berupa penanda


alam dapat berupa tanda-
tanda alam seperti
igir/punggung
gunung/pegunungan
(watershed), dan median
sungai

• Batas berupa penanda


buatan berupa unsur
buatan dilapangan seperti
median jalan dan tepi jalan
(Peraturan BIG No 15 Tahun 2019)
UNIVERSITAS INDONESIA 9
3. Penentuan titik kartometrik

1. Titik kartometrik ditentukan secara langsung di


atas peta kerja format cetak.
2. Titik kartometrik juga didigitisasi pada peta kerja
format digital dengan mengacu pada lokasi yang
sama dengan yang telah ditentukan pada peta
kerja format cetak.
3. Digitisasi titik kartometrik dilakukan ketika fitur
line/polyline segmen garis batas desa/kelurahan
sudah bebas dari kesalahan topologi.
4. Titik kartometrik di pilih pada objek yang mudah
dikenali.
UNIVERSITAS INDONESIA 10
5. Pada titik awal dan akhir batas dengan desa yang saling
berbatasan diberikan tanda, masing-masing satu titik
kartometrik. Antara kedua titik tersebut dapat diberikan
tambahan titik kartometrik sesuai dengan kebutuhan dan
disepakati.

6. Titik kartometrik pada objek yang lurus seperti sungai atau


jalan hanya dibuat pada ujung segmen (persimpangan jalan,
belokan jalan atau sungai).

7. Titik kartometrik diberikan pada setiap pergantian jenis


penanda batas, sebagai contoh pergantian dari batas penanda
alam ke batas penanda buatan dan/atau sebaliknya

UNIVERSITAS INDONESIA 11
3. Penentuan titik kartometrik:
Ekstraksi titik koordinat

1. Ekstraksi koordinat titik kartometrik batas desa/kelurahan dilakukan


pada data digital titik kartometrik yang sudah bebas dari kesalahan
topologi.
2. Koordinat titik kartometrik diekstrak dalam format koordinat
geografis dan koordinat metrik pada sistem UTM.
3. Nilai koordinat titik kartometrik dalam koordinat geografis diberikan
pada sistem derajat, menit, dan detik dengan dua angka di belakang
koma.
Bujur : 123˚ 32' 3,49” BT
4. Nilai koordinat titik kartometrik dalam koordinat UTM diekstrak Lintang : 10˚ 15' 23,75” LS
dengan pembulatan dua angka di belakang koma. Nilai koordinat
UTM 51 S :
UTM harus disertai dengan keterangan zona UTM yang sesuai.
X : 558509,07 meter
Y : 8866171,13 meter

UNIVERSITAS INDONESIA 12
4. Dijitasi
1. Peta hasil penarikan garis batas dipindai (resolusi minimal
300 dpi) untuk didijitasi
2. Proses georeferencing dilakukan untuk mendaftarkan
koordinat pada peta yang telah dipindai (minimal di 4 titik
sudut peta)
3. Dijitisasi harus dilakukan di atas data dasar, bukan pada
peta kerja hasil pemindaian. Peta kerja hasil pemindaian
hanya digunakan sebagai panduan dalam proses dijitisasi
hasil penarikan garis batas dan penentuan titik
kartometrik
4. Dijitisasi harus menerapkan prinsip ‘create once, used
many times’.

UNIVERSITAS INDONESIA 13
4. Dijitasi

5. Segmen garis batas desa/kelurahan didijitisasi sebagai fitur


line/polyline;
Peta cetak 6. Titik kartometrik didijitisasi sebagai fitur point;

7. Dijitisasi harus disertai dengan snapping untuk menghindari


kesalahan topologi pada segmen yang membutuhkan ketepatan
Scanner digitisasi seperti persimpangan atau perpotongan dengan objek
atau fitur lainnya;

8. Dijitisasi segmen garis batas dan titik kartometrik dilakukan


Data Vektor
sedetail mungkin mengikuti objek yang tergambar pada citra
sesuai dengan penanda batas yang dimaksud

UNIVERSITAS INDONESIA 14
5 Penyajian Peta Batas

• Proyeksi peta yang digunakan


dalam peta hasil delineasi batas
desa/kelurahan adalah
Transverse Mercator (TM).
• Proyeksi dan pembagian zona
grid mengacu pada sferoid yang
telah dispesifikasikan dalam SRGI
2013.
• Sistem grid menggunakan Grid
Geografi dan Grid Universal
Transverse Mercator (UTM).

UNIVERSITAS INDONESIA 15
UNIVERSITAS INDONESIA 16
Without
Geography,
You’re Nowhere
UNIVERSITAS INDONESIA 17

Anda mungkin juga menyukai