Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan merupakan bagian terpenting dan juga merupakan unsur

terpenting sebagai daya dukung dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Lingkungan juga dapat diartikan ke dalam segala sesuatu yang ada disekitar

manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Manusia tidak

dapat dipisahkan dari lingkungannya, karena lingkunganlah sebagai tempat

kehidupan manusia serta sebagai pendukung kelangsungan kehidupan manusia.

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup Pasal 1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan

perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain. Manusia sebagai makhluk berakal dan

memiliki kemampuan tinggi yang terus berkembang dari pola hidup sederhana

menuju kehidupan yang modern. Sehingga timbulnya sikap sewenang-wenang

dan melakukan hal yang dapat merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan telah

menggelobal, hal ini berpengaruh pada perubahan iklim, timbulnya bencana,

timbulnya penyakit, serta kelangsungan hidup manusia, binatang dan tumbuhan.

Penyebab kerusakan lingkungan adalah seperti penebangan hutan secara liar dan

pembuangan sampah tidak pada tempatnya.

Sampah adalah materil sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu

proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktifitas

1
manusia. sampah selalu saja menjadi masalah pelik yang sangat riskan bagi

kehidupan manusia dan lingkungannya. Keberadaan sampah hingga saat ini masih

cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat dan bahkan

merugikan, sehingga bau tak sedap selalu saja muncul darinya. Keadaan inilah

yang seringkali membuat banyak orang akan berusaha menghindar sejauh

mungkin darinya. Oleh karena itu, sampah harus dimanfaatkan untuk

menghasilkan nilai ekonomis dan meminimalisir terjadinya penumpukan

diberbagai tempat (Rudi Hartono, 2008: 4-5).

Pengelolaan sampah harus dilakukan secara tepat agar sampah yang

dihasilkan tidak menjadi beban bumi dan menyebabkan degradasi lingkungan.

Upaya mengubah kebiasaan dan kemandirian masyarakat mengelola sampah

memerlukan dukungan banyak pihak, baik melalui penguatan kelembagaan,

pemerintah, pengadaan fasilitas kebersihan dan pengolahan sampah hingga

dukungan kebijakan pemerintah (UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah). Kegiatan pengelolaan lingkungan sangat diperlukan untuk menciptakan

kelestarian, kebersihan, dan keindahan lingkungan yang berkelanjutan sehingga

diperlukan upaya pengendalian operasional agar sampah lebih berdaya guna dan

berhasil guna untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu,

untuk mencapai pengelolaan sampah yang optimal, sudah saatnya paradigma

pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir ditinggalkan dan

diganti dengan paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah

dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan

penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan,

2
penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan

sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan

pemrosesan akhir yang kesemuanya saling berinteraksi dan mendukung untuk

mencapai tujuan.

Masyarakat selama ini tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Mereka

mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan dan tidak memikirkan

akibat yang terjadi. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa membuang

sampah sembarangan adalah hal yang praktis dan itu menjadi hal yang biasa bagi

mereka. Bahkan mereka sama sekali tidak menyediakan tempat sampah disekitar

rumah. Tumpukan sampah-sampah tidak diatur secara baik dan mereka hanya

membakarnya tanpa mempertimbangkan bahaya dari membakar sampah.

Hal ini juga terjadi di Lingkungan III Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae,

Kabupaten Nagekeo, yang tidak menjaga kebersihan lingkungan yang

menyebabkan banyak sampah-sampah rumah tangga yang berserakan.

Sampah yang berserakan di sekitar rumah dan di bak umum.

3
Menurut informasi yang saya peroleh dan dijelaskan oleh salah satu tokoh

masyarakat bahwa dari pihak pemerintah telah membuat program Gong Jumad

Bersih di masing-masing dusun dan dari tim kesehatan desa sudah melakukan

penyuluhan tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan dan PHBS dengan

salah satu cara adalah menyediakan tempat sampah dimasing-masing rumah. Agar

sampah-sampah rumah tangga dapat dikelolah dengan baik dan dapat didaur ulang

yang dapat menghasilkan nilai ekonomis. Namun, dengan berjalannya waktu

semua program dari pemerintah setempat dan dari tim kesehatan desa tidak

dijalankan lagi, sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan

masyarakat dan lingkungan. Dampak yang terjadi adalah banyaknya sarang

nyamuk dan lalat diberbagai tempat. Terlebih ketika musim hujan tiba, sampah-

sampah dari daerah yang dataran lebih tinggi akan menumpuk di daerah yang

datarannya lebih rendah karena terbawa arus air. Hal ini, tidak direspon dengan

baik oleh masyarakat di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae,

Kabupaten Nagekeo sehingga menarik perhatian untuk dikaji melalui penelitian

ilmiah dengan judul: KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP

PENGELOLAAN SAMPAH (Studi di Lingkungan III, Kelurahan Rega,

Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo).

4
1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah di

Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Profil Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo.

2. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah

di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten

Nagekeo.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di kampus

STPM St. Ursula Ende.

2. Sebagai pemahaman terkait dengan kesadaran masyarakat terhadap

pengelolaan sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo .

1.5. Ruang Lingkup

Agar tidak membias dalam penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian

hanya terbatas pada kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah (Studi di

Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo).

5
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Landasan Teori

Landasan teori merupakan sarana, cara dan alat penting yang digunakan

peneliti untuk menganalisis dan mengupas fenomena yang terjadi yaitu terkait

Kesadaran Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah di Lingkungan III,

Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo. Adapun teori yang

digunakan untuk memecahkan masalah yang berkitan dengan judul yang diangkat

oleh penulis yaitu teori Tindakan Tradisional oleh Max Weber.

Sumbangan gagasan dari berbagai teori merupakan hal penting dalam

meneliti dan menganalisis berbagai fenomena dan permasalahan secara mendalam

dan komperehensif. Dengannya, suatu permasalahan dapat diketahui secara jelas

dari berbagai sudut pandang tertentu. Jadi, suatu permasalahan dapat dipahami

bila dikaji dari berbagai perspektif ilmiah yang telah diuji nilai kebenarannya.

2.1.1. Teori Tindakan Tradisional Max Weber

Teori yang relevan digunakan dalam membahas fokus penelitian adalah

teori Tindakan Tradisionl (Max Weber). Tindakan/Aksi adalah perbuatan

manusia yang dilakukan secara sadar/tidak disadari, sengaja/tidak disengaja

yang menjadi makna subyektif bagi pelakunya. Menurut Max Weber

6
mengemukakan bahwa: Tindakan sosial dimulai dari tindakan individu atau

tindakan perilaku individu dengan orang lain yang di orientasikan pada hasil

tindakan tersebut, sehingga dapat dipahami secara subyektif, artinya setiap

tindakan sosial yang dilakukan sesorang akan memiliki maksud /makna

tertentu. Jadi tindakan sosial pada diri orang baru terjadi apabila tindakan

tersebut dihubungkan dengan orang lain. Maka ada lima ciri pokok tindakan: a)

Tindakan nyata, b) Tindakan nyata yang bersifat membatin, c) Tindakan yang

berpengaruh positif dari suatu situasi maka tindakan itu akan diulang, d)

Tindakan itu diarahkan pada individu atau seseorang, e) Tindakan itu

memperhatikan tindakan individu lain atau individu yang dituju.

Tipe-tipe tindakan sosial menurut Max Weber yang berbeda–beda antara

lain:

1. Tindakan Rasionalitas Instrumental, bahwa seseorang yang mempunyai

tujuan untuk mencapai tujuan hidup ia harus mempertimbangkan alat,

tantangan, resiko, waktu dan lain-lain, lalu menyatukan pilihan untuk

mencapai tujuan.

2. Rasionalitas nilai, dimana seseorang mempertahankan sesuatu karena

ada nilai yang terkandung didalamnya.

3. Tindakan Tradisional, bahwa seseorang melakukan tindakan hanya

karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari

alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan

dan cara yang akan digunakan.

7
4. Tindakan Afektif, tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan

emosi tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh. Jadi dapat

dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa atau pengalaman.

(Paul Johnson, 1994:221)

Adapun 4 tipe tindakan sosial dikemukan weber ,yaituh tipe tindakan

rasionalitas instrumental (zwerkrational), kemudian yang kedua tindakan

rasional nilai werkrational action) yang ketiga tindakan afektif (affectual

action), dan yang terakir tindakan tradisioanal (tradisional action).

Akan tetapi, agar analisis permasalahan ini menjadi jelas dan terfokus

pada inti permasalahan, maka peneliti hanya menggunakan sub gagasan

Tindakan Tradisional merupakan seseorang melakukan tindakan hanya karena

kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau

membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan

digunakan (Paul John, 1994:221).

Setiap manusia pasti melakukan tindakan dalam berbagai bentuk untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Tindakan yang dilakukan oleh manusia

tentunya memberi pengaruh pada kualitas seseorang dalam beberapa kejadian,

sehingga membuat manusia itu sendiri mendapat kesulitan atau sebaliknya.

Dalam melakukan tindakan tentu memiliki sebuah alasan untuk menempuh

tindakan itu sendiri. Pada realitasnya, menurut Max Weber mengatakan

pemikiran manusia atau individu masing-masing memiliki bentuk dan metode

yang berbeda-beda sehingga memunculkan tindakan-tindakan yang berbeda

dan saling mempengaruhi.

8
Dalam hubungan dengan teori yang di angkat dan penjelasan teori di atas

maka dalam kaitan dengan persoalan yang terjadi, peneliti hanya menggunakan

tipe Tindakan Tradisional menurut Max Weber. Maka, kesadaran masyarakat

terhadap pengelolaan sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo merupakan kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih

dahulu.

2.2. Tinjauan Pustaka

2.2.1. Kesadaran

Istilah kesadaran berasal dari bahasa Latin yaitu “concentia” yang artinya

“mengerti dengan”. Dalam bahasa Ingris terdapat kata “consciousness” yaitu

kesadaran. Kesadaran ini berasal dari “sadar” yang berarti “insaf, merasa, tahu,

dan mengerti”. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 975)

kesadaran diartikan sebagai keinsafan atau keadaan mengerti dan merupakan

hal yang dirasakan atau dialami seseorang (Yuniarto, 2013: 11-12). Kesadaran

lingkungan adalah pengertian yang mendalam pada orang seorang atau

sekelompok orang yang terwujud dalam pemikiran, sikap, dan tingkahlaku

yang mendukung pengembangan lingkungan. Kesadaran terhadap kebersihan

lingkungan hidup merupakan aspek yang penting dalam pengelolaaan

lingkungan hidup karena kesadaran terhadap lingkungan hidup merupakan

bentuk kepedulian seseorang terhadap kualitas lingkungan sehingga muncul

beberapa aksi menentang kebijaksanaan yang tidak berwawasan lingkungan.

2.2.2. Masyarakat

9
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling

berinteraksi secara tepat dan memiliki kepentingan yang sama. Pengertian lain

tentang masyarakat juga dikemukakan Paul B. Horton, menurutnya masyarakat

adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-

sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan

yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.

Masyarakat terbentuk karena manusia menggunakan pikiran, perasaan dan

keinginannya dalam memberi reaksi terhadap lingkungan. Hal ini didasari

karena manusia memiliki dua keinginan pokok, yaitu keinginan untuk menjadi

satu dengan manusia lainnya, dan keinginan untuk menyatu dengan dengan

lingkungan alamnya. (Bagdja, 2007:10-11).

Masyarakat merupakan satuan sosial, sistem sosial atau kesatuan hidup

manusia. Pengertian Perilaku masyarakat: Tingkah laku yang sudah menjadi

pengetahuan secara umum yang diakui oleh segala lapisan masyarakat, yang

berdasarkan norma-norma yang telah diketahui secara benar. Sedangkan

masyarakat dilihat dari istilah ilmiahnya merupakan: Satu komponen yang

saling berpartisipasi, saling bergaul, dan saling berinteraksi satu sama lain .

Masyarakat merupakan suatu kelompok inividu yang berada pada lapisan

tertinggi artinya: Masyarakat pada koridor individu yang berbeda dan

bervariasi. Tanpa masyarakat sebuah negara maupun daerah tidak dapat

berdiri. Di dalam masyarakat terdapat dua gender (jenis kelamin) Pria dan

Wanita begitu juga pada aspek usia yang akhirnya mempengaruhi tingkat

perilaku yang ada. Namun bukan hanya itu tetapi dalam masyarakat tanpa

10
sebuah status maupun pekerjaan akan membuat permasalahan yang akhirnya

tidak dapat terpecahkan atau terselesaikan karena berbagai konflik yang terjadi.

Ada beberapa pengertian Masyarakat :

1. Menurut (Selo Sumarjan 1974) Masyarakat adalah orang-orang yang

hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.

2. Menurut (Koentjaraningrat) masyarakat adalah kesatuan hidup manusia

yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang

bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.

3. Menurut (Ralph Linton 1968) Masyarakat adalah setiap kelompok

manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama

dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka

menganggap sebagai satu kesatuan sosial.

2.2.3. Kesadaran Masyarakat

Kesadaran manusia merupakan unsur penting dalam memahami realitas

dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas itu. Kesadaran

yang dimiliki manusia adalah kesadaran terhadap dirinya, sesama, masa silam

dan kemungkinan masa depannya. Kesadaran masyarakat lahir dari masyarakat

itu sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam masyarakat, dipengaruhi oleh

lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan pemerintahnya. Kesadaran

masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal

yang amat penting dewasa ini di mana pencemaran dan perusak lingkungan

11
merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud

dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah

hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah

melalui kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungannya.

Dengan begitu kita bisa mengatakan bahwa kesadaran masyarakat akan

lingkungannya adalah suatu bentuk dari toleransi. Toleransi atau sikap

tenggang rasa adalah bagian dari konsekuensi logis dari kita hidup bersama

sebagai makhluk sosial. Untuk mengatasi masalah lingkungan dewasa ini,

Robbins (2003) mengajukan gagasan, yakni : “The first step in addressing our

current environmental problems is to develop an enviromentally-conscious

society. Education is an important key towards achieving the goal of

environmental awareness”. Bahwa perlunya dikembangkan sebuah masyarakat

yang sadar akan lingkungan, dan pendidikan merupakan kunci untuk mencapai

tujuan tersebut yakni sadar lingkungan.

2.2.4. Sampah

2.2.4.1. Pengertian Sampah

Sampah atau waste (inggris) memiliki banyak pengertian dalam

batasan ilmu pengetahuan namun pada prinsipnya sampah adalah suatu

bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia

maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah merupakan

material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Dalam

proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang

tak bergerak. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau

12
gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama

gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan

polusi. Dalam kehidupan manusia sampah dalam jumlah besar datang dari

aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya

pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri

akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-

kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Sampah adalah salah satu masalah penyebab tidak seimbangnya

lingkungan hidup yang umumnya terdiri dari komposisi sisa makanan,

daun-daun, plastik, kain bekas, karet tanah dan lain-lain. Bila dibuang

dengan cara ditumpuk saja akan menimbulkan bau dan mengeluarkan gas-

gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Bila dibakar akan

menimbulkan pengotoran udara, apalagi bila yang terbakar adalah bahan-

bahan sintesis seperti karet, dan benda sintesis lainnya yang jenisnya telah

banyak muncul akibat perkembangan peradaban (Rudi Hartono, 2008: 3-6)

2.2.4.2. Jenis-jenis Sampah

Menurut Daniel (2009) terdapat tiga jenis sampah di antaranya:

1. Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang

bisa terurai secara alamiah/biologis, seperti sisa makanan dan guguran

daun. Sampah jenis ini baisa disebut sampah basah.

2. Sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang

sulit terurai secara biologis. Proses penghancuran membutuhkan

13
penanganan lebih lanjut di tempat khusus, misalnya plastik, kaleng

dan styrofoam. Sampah jenis ini biasa disebut sampah kering.

3. Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah limbah dari bahan-

bahan berbahaya dan beracun, seperti limbah rumah sakit, limbah

pabrik dan lain-lain.

Sementara Alex (2012) lebih menjelaskan jenis-jenis sampah lebih

rinci sebagai berikut:

1. Berdasarkan Sifat-sifatnya

a. Sampah Organik

Sampah organik atau sampah basah adalah bahan-bahan buangan

yang berasal dari sisa mahkluk hidup, yaitu manusia, tumbuh-

tumbuhan dan hewan. Sampah jenis ini mudah membusuk dan

dapat diuraikan oleh alam.

b. Sampah Anorganik/NonOrganik (sampah kering/ tidak Terurai)

Sampah jenis ini berasal dari bahan baku non biologis dan sulit

terurai sehingga seringkali menumpuk di lingkungan. Sampah

anorganik atau sampah kering adalah bahan-bahan buangan yang

berasal dari hasil industri. Yang tergolong ke dalam sampah

anorganik yaitu plastik dalam kertas, kaca, styrofoam,dan lain-lain.

2. Berdasarkan Bentuknya

a. Sampah Padat

14
Segala bahan buangan selain kotoran manusia, urin dan sampah

cair. Dapat berupa sampah rumah tangga; sampah dapur, sampah

kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain.

b. Sampah Cair

Bahan cairan yang telah digunakan lalu tidak diperlukan kembali

dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

3. Berdasarkan Sumbernya

a. Sampah Alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui

proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan

yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah

ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di

lingkungan pemukiman.

b. Sampah Manusia

Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa

digunakan terhadap hasil-hasil pencemaran manusia, seperti feses

dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi

kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana

perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah

satu perkembangan utama pada dielektika manusia adalah

pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan

cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah

15
perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia

dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir

tanpa air.

c. Sampah Rumah Tangga

Sampah dari kegiatan di dalam rumah tangga, sampah yang

dihasilkan oleh kebanyakan rumah tangga adalah kertas dan

plastik.

d. Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh

pengguna barang (manusia), dengan kata lain adalah sampah-

sampah yang dibuang kedalam tempat sampah. Ini adalah sampah

yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah

sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan

sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan

industri.

e. Sampah Nuklir

Sampah yang dihasilkan dari fusi dan fisi nuklir yang

menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi

lingkungan hidup dan juga manusia.

f. Sampah Industri

Sampah industri yang kebanyakan mengandung zat-zat beracun

akan lebih mengganggu kesehatan masyarakat bila dibuang

16
sembarangan. Jadi harus dibuang secara khusus dengan tempat

yang khusus pula.

g. Sampah Perkantoran

Sampah perkantoran yaitu sampah yang berasal dari lingkungan

perkantoran dan pusat perbelanjaan seperti sampah organik kertas,

tekstil, plastik dan logam

(https://ayodarling.wordpress.com/2013/04/07/jenis-jenis-sampah/).

2.2.5. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,

daur ulang, atau pembuangan dari material sampah. Pengelolaan sampah

merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan yaitu; 1) mengubah

sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis (pemanfaatan sampah);

dan 2) mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan

lingkungan hidup.

Menurut Alex (2012) pengelolaan sampah adalah kegiatan yang meliputi

pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendauran ulang atau pembuangan

dari material sampah. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 (tentang

pengelolaan sampah), pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,

menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan

penanganan sampah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat

dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga

17
terdiri atas: (a) pengurangan sampah; dan (b) penanganan sampah. Di mana

pengurangan sampah yang dimaksud meliputi: (a) pembatasan timbulan

sampah; (b) pendauran ulang sampah; (c) pemanfaatan kembali sampah.

(https://id.m.wikipedia.org/wiki/pengelolaan_sampah)

18
2.2.6. Kesadaran Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah

Menurut I.B.G. Pujaastawa (2017) terdapat dua faktor yang

mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah, antara

lain:

1. Faktor Internal

a. Pendidikan dan Pengetahuan

Pendidikan merupakan suatu proses pengelaman. Karena kehidupan

merupakan pertumbuhan maka pendidikan berarti membantu pertumbuhan

batin manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan adalah proses

penyesuaian pada setiap fase dan menambah kecakapan dalam

perkembangan seseorang melalui pendidikan (Jhon Dewey, 2003: 28).

Pendidikan dapat membuka wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dalam hal ini pengetahuan tentang

pengelolaan dan pembuangan sampah rumah tangga. Pendidikan

merupakan salah satu tolak ukur yang paling bermanfaat untuk

menentukan status sosial ekonomi dan mempunyai tingkat ketepatan yang

cukup baik. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi terhadap perilaku

seseorang dalam melakukan pengelolaan sampah (Budioro,1998:67).

Pendidikan dapat membuka wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara

umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih luas dalam hal ini pengetahuan tentang

19
pembuangan dan pengelolaan sampah rumah tangga, dibandingkan dengan

seseorang yang tidak berpendidikan.

Pengetahuan merupakan suatu tahap awal seseorang mulai mengenal

ide baru dan memahami ide tersebut. Pengetahuan dan sikap seseorang

akan berperan dalam tindakan yang dilakukannya. Pengetahuan

masyarakat diperoleh dari berbagai sumber seperti melalui dunia

pendidikan formal maupun dari media ataupun melalui penyuluhan dan

interaksi sesama anggota masyarakat. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Menurut Heidegger pengetahuan merupakan peristiwa yang

membuat kesadaran manusia menjadi terang atau ada

(https://teks.co.id/pengertian-pengetahuan-secara-umum-menurut-para-

ahli-serta-jenis-manfaat/ )

Pengetahuan dan pendidikan dapat mengubah sikap dan pola pikir

seseorang dalam bertindak. Tindakan seseorang lebih mudah salah tanpa

pengetahuan dibandingkan bila seseorang melakukan tindakan yang

didasarkan oleh pengetahuan. Ilmu pengetahuan dapat meminimalkan

kesalahan dalam praktek dan tindakan. Perilaku dalam bertindak yang

didasarkan kepada ilmu pengetahuan lebih bertahan lama dan menjadi

kebiasaan karena mengetahui risiko tindakan yang dilakukan. Semakin

baik pengetahuan semakin baik pula perilaku mengelola lingkungan.

20
b. Kebiasaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiasaan adalah sesuatu

yang biasa dikerjakan dan sebagainya, pola untuk melakukan tanggapan

terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang

dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan adalah

serangkaian perbuatan seseorang secara berulang-ulang untuk yang sama

dan berlangsung tanpa proses berfikir lagi (Siagian, 2012). Menurut Asih

(2010: 38) kebiasaan adalah perbuatan sehari-hari yang dilakukan secara

berulang-ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat kebiasaan dan

ditaati oleh masyarakat.

2. Faktor Eksternal

a. Menetapkan kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman

dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan dan cara bertindak. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat

pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting

organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program

dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Menurut Carl Friedrich (Leo

Agutino 2006: 6) kebijakan itu merupakan suatu arah tindakan yang

diusulkan oleh kelompok, seseorang, atau juga pemerintah didalam suatu

lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan juga

kesempatan-kesempatan terhadap suatu kebijakan yang diusulkan untuk bisa

21
menggunakan serta juga mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan,

atau juga merealisasikan suatu sasaran atau juga maksud tertentu.

b. Sosialisasi/penyuluhan

Sosialisasi merupakan proses penanaman atau transfer kebiasaan atau

nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah

kelompok atau masyarakat. Proses sosialisasi akan berlangsung secara terus

menerus dari generasi ke generasi, zaman ke zaman, untuk keberlangsungan

keadaan tertib dalam masyarakat. Hanya melalui sosialisasi, kesadaran

manusia akan norma-norma sosial dapat diwariskan dari generasi ke generasi.

Karena itu, sosialisasi, bersosialisasi khususnya dalam bermasyarakat,

memegang peranan penting utuk membangun dan membentuk kepribadian

seseorang. Dalam sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan

oleh individu dengan tujuan yaitu: 1) memberikan keterampilan kepada

seseorang agar dapat hidup dengan baik ditengah-tengah masyarakat, jika

menghayati nilai dan norma dalam kehidupan; 2) setiap orang dapat

menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan masyarakat memiliki budaya.

Dimana budaya tersebut mengikat para warganya; dan 3) setiap orang dapat

menyadari keberadaan dalam masyarakat sehingga masing-masing individu

mampu berperan aktif dan positif dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Paul

B. Horton sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang menghayati

serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga

akan membentuk kepribadiannya.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan jenis penelitian, unit analisis, narasumber, teknik

pengumpulan data, skema data, teknik analisis data, lokasi penelitian dan waktu

penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

metode deskriptif. Hadawi Nuwawi mengungkapkan bahwa penelitian yang

bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui atau

menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti. Penelitian deskriptif juga

terbatas pada usaha pengungkapan masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana

adanya, sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta dan memberikan

gambaran secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti

(Sugiyono, 2013:60). Peneliti mendeskripsikan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan bagaimana kesadaran masyarakat terhadap sampah di Lingkungan III,

Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis adalah unit terkecil dalam suatu penelitian yang mengandung

seluruh karakter penelitian (Iskandar, 2013:51). Unit analisis dapat

mengungkapkan suatu objek kejadian yang menjadi refrensi dari studi. Yang

menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah kesadaran masyarakat terhadap

sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten

Nagekeo.

23
3.3. Narasumber

Narasumber adalah orang yang menjadi sumber informasi atau informan

(Hardaniwati, 2003:596). Narasumber dalam penelitian ini berjumlah 9 orang

yakni: Kepala Lingkungan 1 orang, Ketua RT 4 orang dan Masyarakat 4 orang.

Alasan peneliti memilih narasumber agar memperoleh informasi yang berkaitan

dengan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah di Lingkungan III,

Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan dalam penelitian

ini, maka peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni:

3.4.1. Teknik Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik dimana peneliti mengumpulkan dan

memperoleh informasi secara langsung dengan informan yang berpedoman

kepada sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan kepada responden (Wasito,

1992:71). Wawancara ditujukan kepada narasumber secara struktur dengan

pertanyaan yang difokuskan pada bagaimanakah kesadaran masyarakat

terhadap sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae,

Kabupaten Nagekeo.

3.4.2. Teknik Observasi

Teknik observasi adalah aktivitas melakukan “pengamatan melibatkan

semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, perasa)”

(Sugiyono, 2013:60). Pengumpulan data melalui observasi bertujuan untuk

24
melihat dan mengetahui bagaimanakah kesadaran masyarakat terhadap sampah

di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo.

3.4.3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data sekunder lewat penelitian

data tertulis seperti laporan-laporan, surat, catatan, arsip, dokumen, peraturan

dan sebagaimana yang berkaitan dengan topik penelitian (Sugiyono, 2013:63).

Pengumpulan data melalui dokumentasi juga diartikan sebagai tindakan

mencatat atau menyalin dokumen-dokumen, arsip-arsip maupun data-data yang

berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Data yang

diambil dalam teknik dokumentasi meliputi bagaimanakah kesadaran

masyarakat terhadap sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo.

3.5. Skema Data


Tabel 01

Teknik
No Topik Data Set Sumber Pengumpulan
Data Data
1. Profil 1. Luas dan letak geografis Kantor Dokumentasi
Lingkungan 2. Keadaan penduduk menurut: Kelurahan
III, Kelurahan a. Jenis kelamin Rega
Rega b. Usia
c. Pendidikan
d. Agama
e. Pekerjaan
3. Keadaan sosial budaya
2. Kesadaran 1. Internal Narasumber Wawancara dan
Masyarakat  Pendidikan observasi
Terhadap dan
Pengelolaan Pengetahuan
Sampah  Kebiasaan
2. Eksternal
 Menetapkan
kebijakan
 Sosialisasi

25
3.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah olahan data

kualitatif. Dalam hal ini data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan

dokumentasi selanjutnya dipadukan atau digambarkan dalam bentuk uraian

kalimat dengan memberikan interpretasi/penafsiran berdasarkan hasil wawancara

langsung yang dilakukan oleh peneliti dari objek penelitian atau informan yang

ada (Silacati, 2009:216). Selanjutnya data tersebut akan dianalisis dengan

menggunakan teori tindakan tradisional untuk mendapatkan suatu kesimpulan

sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.

3.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo.

3.8. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan terhitung dari bulan Mei

sampai bulan Juli.

26
BAB IV

PROFIL LINGKUNGAN III KELURAHAN REGA

4.1. Luas Dan Letak Geografis

Kecamatan Boawae merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Nagekeo,

dan juga salah satu dari 7 (tujuh) Kecamatan di Kabupaten Nagekeo. Kecamatan

Boawae menaungi 8 (delapan) Kelurahan yakni: Kelurahan Rega, Kelurahan

Wolopogo, Kelurahan Nageoga, Kelurahan Ratongamobo, Kelurahan Natanage,

Kelurahan Natanage Timur, Kelurahan Nagesapadhi dan Kelurahan Olakile.

Kelurahan Rega merupakan salah satu dari delapan Kelurahan di Kecamatan

Boawae, dengan luas wilayah adalah 5,62 Km2 /562 Ha dan terbagi 5 (lima)

lingkungan yakni, Lingkungan I (Rega), Lingkungan II (Natameze), Lingkungan

III (Niodoa), Lingkungan IV (Talomema), dan Lingkungan V (Mala) dengan

jumlah penduduk sebanyak 2693 (dua ribu enam ratus sembilan puluh tiga) jiwa.

Batas-batas wilayah administrasi Kelurahan Rega sebagai berikut:

Utara : berbatasan dengan Desa Ratongamobo

Selatan : berbatasan dengan Desa Kelimado dan Kelurahan Wolopogo

Timur : berbatasan dengan Desa Wolowea Barat

Barat : berbatasan dengan Kelurahan Nageoga

Luas menurut penggunaan tanah Kelurahan Rega adalah sebagai berikut:

Pemukiman penduduk : 52 Ha

Sawah tadah hujan : 5 Ha

Tegalan / Ladang : 50 Ha

27
Lingkungan III Kelurahan Rega merupakan salah satu obyek peneliti,

mengadakan penelitian. Dengan luas wilayah 1,5 Km². Lingkungan III Kelurahan

Rega terdiri dari 1 (satu) RW yang menaungi 4 (empat) Rukun Tetangga (RT),

dengan batas–batas wilayah :

a. Sebelah Utara dengan Lingkungan II (Natameze)

b. Sebelah Selatan dengan Lingkungan I (Rega)

c. Sebelah Timur dengan Desa Kelimado

d. Sebelah barat dengan Lingkungan IV (Talomema)

4.2. Keadaan Penduduk

Berikut ini penulis menampilkan data-data kependudukan Lingkungan III

Kelurahan Rega. Khususnya di empat (4) RT, yang peneliti mengadakan

penelitian di RW 03. Keempat RT tersebut adalah RT 12, RT 13, RT 14, dan RT

15 dengan jumlah 106 Kepala Keluarga (KK). Jumlah keseluruhan 566 jiwa

tediri dari Laki-Laki dan Perempuan. Data-data kependudukan

4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada bagian ini, peneliti memaparkan data penduduk terbaru di

Lingkungan III Kelurahan Rega berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada

tabel 02 di bawah ini;

Tabel 02
Data Jumlah Penduduk Menurut
Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah %
1. Laki-laki 249 43,99
2. Perempuan 319 56,36
Total 566 100
Sumber data: Kantor Lurah Rega Juli 2020

28
Dari tabel 02 menunjukan bahwa secara langsung jumlah perampuan
lebih banyak yaitu 319 jiwa atau 43,99 % dibandingkan dengan jumlah laki-
laki yang hanya 247 jiwa atau 56,36% .
4.2.2. Keadaan Penduduk Menurut Usia

Data penduduk menurut usia dapat dilihat pada tabel 03 berikut ini:
Tabel 03
Data Jumlah Penduduk Usia
No Kelompok Umur Jumlah Jiwa %

1 0-14 tahun 205 36,21


2 15-64 tahun 239 42,22
3 65 tahun ke atas 122 21,55
Total 566 100
Sumber data: Kantor Lurah Rega Juli 2020

Berdasarkan data pada tabel 03, dapat diketahui jumlah usia belum

produktif (0-15 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia tidak produktif

(diatas 64 tahun). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa usia produktif lebih

banyak yaitu sebanyak 239 jiwa atau 42,22 % dari pada usia yang tidak produktif

sebanyak 122 jiwa atau 21,55%.

4.2.3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu instrumen penting, bukan saja yang

mempengaruhi tingkat kualitas sumber daya manusia melainkan juga

merupakan titik tolak maju mundurnya pembangunan di kelurahan. Pernyataan

ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pendidikan bagi dirinya dan untuk

kesejahteraan masyarakat luas. Keadaan penduduk Lingkungan 3 Kelurahan

Rega menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 04 di bawah ini:

29
Tabel 04
Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) %

1 Kober 31 5,47

2 SD 178 31,44

3 SLTP 193 34,09

4 SLTA 147 25,97

5 Diploma/Sarjana 17 3,03
Total 566 100

Sumber Data: Kantor Kelurahan Re ga, Juli 2020

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa jumlah

penduduk dengan tingkat pendidikan tertinggi oleh SLTP yakni 193 jiwa atau

34,09 % dan terendah Diploma/sarjana yakni 17 jiwa atau 3,03 %.

4.2.4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Berbicara mengenai mata pencaharian tidak terlepas dari sumber

penghasilan dan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Data penduduk kelurahan Rega menurut jenis mata pencaharian dapat dilihat

pada tabel 05 di bawah ini;

Tabel 05
Data Penduduk menurut jenis pekerjaan
No Mata Pencarian Jumlah (Jiwa) %

1 Petani dan Peternak 352 62,19

2 PNS 3 0,53

6 Pengerajin 2 0,35

10 Tidak bekerja 209 36,92

Total 566 100

Sumber Data: Kantor kelurahan Rega, juli 2020

30
Berdasarkan data pada tabel 05 di atas, terlihat bahwa mata pencaharian

penduduk Lingkungan 3 Kelurahan Rega tertinggi bermata pencaharian

sebagai petani yakni 352 jiwa atau 62,19 % dan sedangkan yang paling

sediki bermata pencaharian sebagai pengerajin yakni 2 jiwa atau 0,35 %

4.2.5. Keadaan Penduduk Menurut Agama

Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan wawancara di lokasi

penelitian bersama masyarakat Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo peneliti menemukan keterangan bahwa

masyarakat Lingkungan III Kelurahan Rega semuanya beragama katolik atau

dengan kata lain masayarakat Lingkungan 3 Kelurahan Rega (100%) beragama

Katolik.

4.3. Keadaan Sosial Budaya

Berbicara mengenai sosial budaya merupakan dua aspek besar yang

berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan, serta nilai yang selalu dipraktek

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kehidupan sosial budaya masyarakat

Lingkungan III sangat tentram dan harmonis. Hal ini ditandai dengan adanya

bentuk interaksi dan rasa solidaritas antara penduduk setempat. Sebut saja, arisan

pembangunan, terbentuknya koperasi Usaha Bersama untuk bapak-bapak dan

Koperasi Simpan Pinjam untuk para ibu. Dengan adanya berbagai hubungan

kekeluargaan tersebut di atas, yang didasarkan atas kebiasaan, otomatis kehidupan

sosial dalam masyarakat setempat, di mana mereka hidup saling membantu satu

dengan yang lainnya.

31
BAB V

PEMAPARAN DAN ANALISIS DATA

5.1. Pemaparan data

Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil temuan dilapangan, dan

melakukan analisis data sehubungan dengan permasalahan yang diangkat di dalam

penelitian ini. Dalam kaitannya dengan analisis, peneliti akan menguraikan lebih

mendalam tentang masalah yang diangkat yaitu berkaitan kesadaran masyarakat

terhadap pengelolaan sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega, Kecamatan

Boawae, Kabupaten Nagekeo. Selain itu peneliti akan mendeskripsikan hasil

temuan, dilanjutkan dengan analisis. Analisis yang dilakukan merupakan

interpretasi peneliti terhadap temuan-temuan penelitian yang didukung oleh teori

yang dipandang relevan ditinjauan pustaka dengan temuan peneliti.

5.1.1. Kesadaran Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah

Menurut I.B.G. Pujaastawa (2017) ada faktor yang mempengaruhi

kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah dibagi menjadi dua, yaitu;

faktor internal dan faktor eksternal. Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan

data yang berkaitan dengan faktor internal.

a) Pendidikan dan pengetahuan

Menurut I.B.G. Pujaastawa (2017), pendidikan dan pengetahuan merupakan

hal yang sangat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat terhadap

pengelolaan sampah. Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur yang paling

bermanfaat untuk menentukan status sosial ekonomi dan mempunyai tingkat

ketepatan yang cukup baik. Pendidikan dapat membawa wawasan atau

32
pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih

tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dalam hal ini pengetahuan

tentang pembuangan dan pengelolaan sampah rumah tangga, dibandingkan

dengan seseorang yang tidak berpendidikan. Pengetahuan dan pendidikan

dapat mengubah sikap dan pola pikir seseorang dalam bertindak, Bapak

Alexander Bawo (47) selaku ketua Lingkungan III mengatakan:

“Masyarakat Lingkungan III ini umumnya berpendidikan baik,


namun dilihat dari tingkat kesadarannya sangat kecil, karena yang
selama ini saya lihat dan saksikan bahwa masyarakat itu tidak
terlalu peduli soal pengelolaan sampah. Sehingga bagi mereka
sampah bukan menjadi masalah besar, mereka biasa menggunakan
tanah kosong di samping dan dibelakang rumah untuk membuang
sampah”.

Hal yang serupa diungkapkan oleh Bapak Kamilus Meo (36) selaku ketua

RT. 15 mengungkapkan:

“Dilihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat disini


cukup baik, akan tetapi berkaitan dengan pengelolaan sampah yang
baik dan benar belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat. Maka
dengan itu, masyarakat memilih membuang sampah pada lahan
yang kosong”.

Hal yang senada diungkapkan oleh Bapak Felix Siga (32) selaku ketua RT.

14 mengungkapkan:

“Kami mengetahui bahwa sebenarnya sampah bisa diolah kembali


menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Namun, pengetahuan
kami mengenai pengelolaan sampah masih sangat minim.
Sehingga, sampah yang sebenarnya masih bisa diolah dibuang
begitu saja”.

33
Hal yang sama diungkapkan oleh Bapak Marselinus Keze (39) selaku ketua

RT. 13 mengungkapkan:

“Kami tidak cukup banyak pengetahuan untuk mengelolah sampah.


Sehingga sampah-sampah tersebut hanya di bersihkan dan dibakar
begitu saja. Kami yang ada di lingkungan ini tidak terlalu peduli
soal kebersihan dengan melakukan pengelolaan sampah. Yang
kami lakukan selama ini itu hanya membersihkan rumah dan
halaman rumah, lalu sampah-sampah yang dari dalam rumah dan di
sekitar rumah kami buang di lahan yang kosong dan kebanyakan
kami buang di belakang rumah. Karena, kalau buang di belakang
rumahkan tidak kelihatan dan tidak mempengaruhi pemandangan,
dan kalau sudah banyak kami kumpul lalu membakarnya”.

Dari pendapat narasumber di atas disimpulkan bahwa: pendidikan dan

pengetahuan sudah baik, tetapi kesadaran masyarakat dan pengetahuan tentang

pengelolaan sampah masih sangat minim dan masyarakat tidak terlalu peduli

terhadap pengelolaan sampah, sehingga masyarakat lebih memilih membuang

sampah di samping rumah dan di belakang rumah pada lahan yang kosong lalu

membakarnya.

b) Kebiasaan

Menurut I.B.G. Pujaastawa (2017), kebiasaan juga merupakan hal yang

sangat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan

sampah. Kebiasaan adalah serangkaian perbuatan seseorang secara berulang-

ulang untuk yang hal sama dan berlangsung tanpa proses berfikir lagi (Siagian,

2012). Kebiasaaan terbentuk dari enam tahapan yaitu berfikir, perekaman,

pengulangan, penyimpanan, dan kebiasaan (Siagian, 2012).

Berkaitan dengan kebiasaan, peneliti melakukan wawancara dengan Bapak

Lorensius Ame (65) selaku masyarakat yang berada di RT. 13, beliau

mengatakan:

34
“Kebiasaan kami disini membuang sampah disamping dan
dibelakang rumah pada tanah kosong dan kalau untuk proses
akhirnya kami bakar. Menurut kami, itu hal yang biasa dan sudah
menjadi kebiasaan. Sehingga kami merasa tidak terlalu sulit
dibandingkan dengan kami harus buang-buang waktu dan tenaga
untuk memilah dan mengolah sampah serta harus menyediakan
tempat sampah”.

Hal yang sama dengan narasumber sebelumnya juga diungkapkan oleh Ibu

Selvia Wula (42) selaku masyarakat yang berada di RT. 14 mengungkapkan :

“Kami masyarakat sudah terbiasa dengan membuang sampah di


samping dan di belakang rumah. Menurut kami ini adalah hal yang
paling mudah untuk dilakukan. Dan sudah menjadi hal yang biasa
buat kami yang tidak perlu buang-buang waktu lagi untuk memilah
sampah berdasarkan jenis. Ini sudah terjadi sejak lama dan bukan
hanya sekarang. Kami tidak pernah melakukan pengelolaan sampah
yang dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Yang kami
pikirkan saat ini adalah kemudahan dan efisiensi waktu”.

Hal senada diungkapkan oleh Bapak Mundus Weke (52) selaku ketua RT.

12 mengungkapkan:

“Kebiasaan masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya


sudah membudaya. Sudah ada himbauan dari pemerintah untuk
selalu menyediakan tempat sampah dan membuang sampah pada
tempatnya. Akan tetapi semua itu tidak bertahan lama, karena
masyarakat memiliki kebiasaan yang tidak baik dan sebenarnya itu
hal yang harus ditiadakan. Menurut saya masyarakat seharusnya
merubah kebiasaan lama yang kurang baik, untuk menjadi lebih
baik. Hal itu coba dilakukan mulai dari rumah, seperti mulai
memanfaatkan sampah plastik untuk dijadikan hiasan. Ini mungkin
salah satu cara agar dapat merubah pola pikir dan tindakan
masyarakat. Seperti di bak mandi umumkan sangat banyak sampah
plastik yang berserakan. Yang saya harapkan itu, masyarakat
memanfaatkan sampah-sampah plastik itu untuk menjadi sesuatu
yang bermanfaat”.

Hal yang serupa diungkapkan oleh Bapak Alexander Bawo (47) selaku

Ketua Lingkungan III, bahwa:

“Kebiasaan masyarakat kami di Lingkungan III ini yang membuang


sampah tidak pada tempatnya sudah tidak asing lagi untuk didengar,

35
karena sudah berulang kali dilakukan dan sudah membudaya.
Kebiasaan masyarakat kami juga kalau ada kegiatan-kegiatan
membersihkan lingkungan hanya sebagian kecil saja yang ikut
terlibat. Awalnya banyak masyarakat yang terlibat, tapi lama
kelamaan mulai menghilang dan tinggal sebagian kecil saja yang
terlibat dan sekarang sudah tidak dijalankan lagi, baik kerja bakti
maupun menyediakan tempat sampah di masing-masing rumah.
Masyarakat mau menjalankan kalau ada pemerintah yang selalu
mengontrolnya. Dan pada umumnya, kebiasaan individu masyarakat
di Lingkungan III ini cepat terpengaruh dengan kebiasaan orang atau
tetangga yang lain”.

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa: masyarakat

mempunyai kebiasaan membuang sampah pada lahan kosong di samping dan

di belakang rumah. Hal tersebut sudah berulang-ulang sehingga, menjadi

kebiasaan yang membudaya.

Kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah selain dipengaruhi oleh

faktor internal, juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pada bagian ini, peneliti

akan memaparkan data yang berkaitan dengan faktor eksternal.

a) Menetapkan Kebijakan

Menurut Carl Friedrich (Leo Agutino 2006: 6) kebijakan merupakan suatu

arah tindakan yang diusulkan oleh kelompok, seseorang, atau juga pemerintah

didalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan

juga kesempatan-kesempatan terhadap suatu kebijakan yang diusulkan untuk

bisa menggunakan serta juga mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan,

atau juga merealisasikan suatu sasaran atau juga maksud tertentu.

36
Berkaitan dengan penetapan kebijakan pemerintah, Bapak Alexander Bawo

(47) selaku ketua Lingkungan III mengatakan:

“Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kelurahan itu ada yaitu


adanya Gong Jumat Bersih di masing-masing lingkungan sebulan
sekali yaitu pada minggu ke-2 dalam bulan dan mewajibkan
masyarakat untuk menyediakan tempat sampah. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu segala kebijakan yang dibuat tidak dilaksanakan
lagi oleh masyarakat. Masyarakat Lingkungan III ini mau
melaksanakannya kalau ada pemerintah yang selalu mengontrolnya.
Kebijakan dari pemerintah kelurahan merupakan hal yang sangat
baik bagi masyarakat. Dan dalam pembuatan kebijakan, bukan hanya
pihak pemerintah sendiri yang mengambil keputusan, akan tetapi
kebijakan itu berdasarkan hasil keputusan bersama”.

Hal yang sama dengan narasumber sebelumnya juga diungkapkan oleh

Bapak Mundus Weke (52) selaku ketua RT. 12 mengungkapkan :

“Pernah ada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kelurahan


kepada masyarakat. Kebijakan itu dibuat berdasarkan kesepakatan
bersama dan siap untuk dilaksanakan bersama. Kebijakan yang
dibuat pemerintah kelurahan yaitu Gong Jumat Bersih dan
merupakan kegiatan kerja bakti yang dilakukan sekali dalam
sebulan. Awalnya masyarakat semangat untuk menjalankannya, akan
tetapi lama kelamaan kegiatan kerja bakti bersama sudah jarang
untuk dilakukan dan kalau pun dilaksanakan jika ada pemerintah
yang mengontrolnya. Umumnya suatu kebijakan memang sangat
baik untuk membuat perubahan di suatu daerah. Namun, masyarakat
Lingkungan III tidak melihat dari sisi baiknya. Masyarakat
beranggapan bahwa dalam menjalankan suatu kebijakan itu
sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Kegiatan Gong jumat
Bersih di Lingkungan III sudah tidak dijalankan lagi sampai
sekarang”.

Hal senada diungkapkan oleh Bapak Felix Siga (32) selaku ketua RT. 14

mengungkapkan:

“Menurut saya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kelurahan


sudah sangat baik dan tepat. Suatu kebijakan dibuat dengan tujuan
agar lebih baik dari sebelumnya. Akan tetapi, semua itu kembali
kepada kesadaran masyarakat itu sendiri. Saya melihat bahwa
kesadaran masyarakat di Lingkungan III sangat minim, dilihat dari
tidak dijalankan lagi Program Gong Jumat Bersih dan tidak

37
tersedianya tempat sampah, serta selalu bergantung pada pemerintah.
Pemerintah sudah melakukan upaya yang baik, namun masyarakat
sendiri yang tidak punya kemauan untuk menjalankannya”.

Dari pendapat narasumber di atas dapat disimpulkan bahwa: pemerintah

setempat sudah melakukan upaya yang baik untuk masyarakat dengan

menetapkan kebijakan. Kebijakan yang dibuat pemerintah kelurahan kepada

masyarakat adalah adanya Program Gong Jumat Bersih, yang merupakan

kegiatan kerja bakti bersama yang dilakukan sebulan sekali yaitu pada minggu

ke-2 dalam bulan. Namun kesadaran masyarakat masih rendah, mereka

menganggap bahwa menjalankan suatu kebijakan itu sepenuhnya tanggung

jawab pemerintah sehingga segala program dan kebijakan dari pemerintah

sudah tidak dijalankan lagi sampai sekarang.

b) Sosialisasi

Menurut I.B.G. Pujaastawa (2017), sosialisasi juga merupakan hal yang

penting dalam mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan

sampah.

Sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan

aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau

masyarakat. Dalam sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan

oleh individu dengan tujuan; memberikan keterampilan kepada seseorang agar

dapat hidup dengan baik ditengah-tengah masyarakat, setiap orang dapat

menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan masyarakat memiliki budaya,

setiap orang dapat menyadari keberadaan dalam masyarakat sehingga masing-

masing individu mampu berperan aktif dan positif dalam kehidupan sehari-

38
hari. Berkaitan dengan sosialisas/penyuluhan Bapak Felix Siga (32) selaku

ketua RT. 14 mengatakan bahwa:

“Di Lingkungan III ini sudah dilakukan sosialisasi dari pihak


kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan
lingkungan dan terus menghimbau masyarakat untuk menyediakan
tempat sampah di masing-masing rumah. Akan tetapi, kebiasaan
masyarakat kami,semangat hanya di awal saja, setelah itu tidak lagi
dilaksanakan dan belum ada kesadaran dalam diri untuk menjaga
kebersihan dan melakukan pengelolaan sampah secara baik”.

Hal yang sama diungkapkan oleh Ibu Albina Woga (45) selaku masyarakat

yang berada di RT. 12 mengungkapkan:

“Sosialisasi sudah dilakukan oleh pihak kesehatan kepada kami akan


kebersihan lingkungan dan terus menghimbau kepada kami
masyarakat untuk menyediakan tempat sampah. Dari pihak
kelurahan juga, selalu menekan hal yang sama kepada kami
masyarakat untuk menyediakan tempat sampah di masing-masing
rumah. Akan tetapi, belum ada kesadaran dalam diri masyarakat
untuk menjaga dan melakukan pengelolaan sampah secara baik”.

Hal yang serupa diungkapkan oleh Bapak Primus Ebu (39) selaku

masyarakat yang berada di RT. 15 bahwa:

“Kegiatan sosialisasi tentang kebersihan lingkungan serta


menyediakan tempat sampah untuk pengelolaan sampah memang hal
yang sangat baik. Kegiatan sosialisasi dan pengolahan sampah
menjadi pupuk kompos sudah dilakukan akan tetapi untuk
pembuatan pupuk kompos hanya dilakukan pada proses awalnya saja
dan tidak sampai tuntas. Oleh karena itu, kami belum sepenuhnya
memahami cara yang terbaik dalam pengelolaan sampah. Sosialisasi
hanya terjadi satu kali saja, dan sampai saat ini kegiatan tersebut
tidak diadakan lagi”.

Hal senada diungkapkan oleh Bapak Alexander Bawo (47) selaku ketua

Lingkungan III mengungkapkan:

39
“Kegiatan sosialisasi sudah dilakukan oleh pihak kesehatan dan
pemerintah kelurahan sudah membentuk sebuah program serta
menghimbau masyarakat untuk menyediakan tempat sampah di
masing-masing rumah. Namun, masih kurangnya pemahaman dan
kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Kurangnya
kesadaran masyarakat juga dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan
masyarakat yang masih mempertahankan pola lama yang sering
membuang sampah tidak pada tempatnya”.

Dari pendapat narasumber di atas disimpulkan bahwa: sosialisasi sudah

dilakukan oleh pihak kesehatan dan pemerintah kelurahan kepada masyarakat.

Salah satu praktek pengolahan sampah yaitu pembuatan pupuk kompos akan

tetapi proses pembuatan pupuk kompos tidak sampai tuntas. Kegiatan

sosialisasi hanya terjadi satu kali saja dan sampai saat ini kegiatan tersebut

tidak diadakan lagi. Hal ini juga dipengaruhi oleh minimnya kesadaran serta

kebiasaan masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

5.2. Analisis Data

Pada bagian ini, peneliti menganalisis dan menafsirkan data yang diperoleh

di lapangan. Peneliti menggunakan kerangka teori dan tinjauan pustaka sebagai

alat bantu untuk menganalisis masalah yang menjadi fokus penelitian. dengan

berdasarkan pada teori dan tinjauan pustaka serta temuan hasil penelitian, maka

dapat dianalisis sebagai berikut:

1) Faktor Internal

a) Pendidikan dan Pengetahun

Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman. Karena kehidupan

merupakan pertumbuhan maka pendidikan berarti membantu pertumbuhan

batin manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan adalah proses

penyesuaian pada setiap fase dan menambah kecakapan dalam perkembangan

40
seseorang melalui pendidikan (John Dewey, 1997: 33). Pendidikan dapat

membuka wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang

yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih

luas dalam hal ini pengetahuan tentang pengelolaan dan pembuangan sampah

rumah tangga. Pengetahuan merupakan peristiwa yang membuat kesadaran

manusia menjadi terang atau ada. Pengetahuan dan pendidikan dapat

mengubah sikap dan pola pikir seseorang dalam bertindak. Tindakan

seseorang lebih mudah salah tanpa pengetahuan dibandingkan bila seseorang

melakukan tindakan yang didasarkan oleh pengetahuan. Ilmu pengetahuan

dapat meminimalkan kesalahan dalam praktek dan tindakan. Perilaku dalam

bertindak yang didasarkan kepada ilmu pengetahuan lebih bertahan lama dan

menjadi kebiasaan karena mengetahui risiko tindakan yang dilakukan.

Semakin baik pengetahuan semakin baik pula perilaku mengelolah

lingkungan (Budioro, 1998: 67).

Dalam konteks masyarakat di Lingkungan III, Kelurahan Rega

menggambarkan bahwa pendidikan dan pengetahuan tidak sesuai dengan

pendapat para ahli di atas. Pendidikan dan pengetahuan yang baik adalah

dengan menambah kecakapan seseorang dalam pendidikan dan dapat

membentuk kesadaran masyarakat menjadi terang atau ada. Namun yang

terjadi di Lingkungan III, Kelurahan Rega pendidikan dan pengetahuan yang

diterapkan masyarakat cendrung memilih caranya sendiri yakni membuang

sampah di samping dan di belakang.rumah. Masyarakat mengetahui bahwa

sampah dapat diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat namun

41
pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pengolahan sampah masih

minim. Hal ini terbukti dengan perilaku masyarakat yang tidak terlalu peduli

soal kebersihan dengan melakukan pengelolaan sampah dan masih

membuang sampah di samping dan di belakang rumah.

Ditinjau dari perspektif Teori Rasionalitas menurut Max Weber dengan

tipe tindakan tradisional yang menjelaskan bahwa seseorang melakukan

tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa

menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai

tujuan dan cara yang akan digunakan. Pendidikan dan pengetahuan

masyarakat tentang pengelolaan sampah di Lingkungan III, Kelurahan Rega

sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun dari tahun ke tahun. Hal ini

dapat membawa dampak negatif bagi masyarakat Lingkungan III kelurahan

rega yang mengakibatkan sampah masih berserakan di samping dan di

belakang rumah. Pemahaman dan kesadaran tentang pengelolaan sampah

yang masih sangat minim dan masyarakat tidak terlalu peduli soal kebersihan

dengan melakukan pengelolaan sampah, karena masyarakat sudah terbiasa

dengan membuang sampah pada lahan kosong di samping dan di belakang

rumah. Ini menunjukan bahwa perilaku masyarakat Lingkungan III,

Kelurahan Rega merupakan kebiasaan tanpa refleksi yang sadar atau

perencanaan.

Berdasarkan ulasan di atas peneliti memahami bahwa pendidikan dan

pengetahuan tentang pengelolaan sampah di Lingkungan III masih

42
menggunakan pola tradisional yaitu sampah dibiarkan berserakan di samping

dan di belakang rumah, sehingga dapat mencemarkan lingkungan.

b) Kebiasaan

Kebiasaan adalah sesuatu yang bisa dikerjakan dan sebagainya, pola untuk

melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang

individu dan yang dilakukan secara berulang untuk hal yang sama. Menurut

Siagian (2012: 8) kebiasaan adalah serangkaian perbuatan seseorang secara

berulang-ulang untuk hal yang sama dan berlangsung tanpa proses berpikir

lagi. Menurut Asih (2010: 38) kebiasaan adalah perbuatan sehari-hari yang

dilakukan secara berulang-ulang dalam hal yang sama, sehingga menjadi adat

kebiasaan dan ditaati oleh masyarakat.

Dalam konteks masyarakat di Lingkungan III, Kelurahan Rega

menggambarkan bahwa kebiasaan yang dilakukan masyarakat adalah

membuang sampah di samping dan di belakang rumah yang sudah berulang-

ulang dari tahun ke tahun dan kebiasaan tersebut sudah membudaya.

Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kurang adanya

kemauan masyarakat dalam membuat tempat sampah sehingga masyarakat

merasa masa bodoh dengan himbauan dari pemerintah.

Ditinjau dari perspektif Teori Rasionalitas menurut Max Weber dengan

tipe tindakan tradisional yang menjelaskan bahwa seseorang melakukan

tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa

menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai

tujuan dan cara yang akan digunakan. Kebiasaan masyarakat di Lingkungan

43
III, Kelurahan Rega yang tidak melakukan pengelolaan sampah dan

pembuangan sampah di samping dan di belakang rumah sudah membudaya.

Hal tersebut dapat membawa dampak buruk terhadap lingkungan dan sampah

yang berserakan akan menjadi tempat bersarangnya nyamuk dan lalat.

Berdasarkan ulasan diatas peneliti menemukan dan memahami bahwa

kebiasaan masyarakat di Lingkungan III, Kelurahan Rega masih

menggunakan pola tradisional yaitu dengan membuang sampah di samping

dan di belakang rumah.

2) Faktor Eksternal

a) Menetapkan Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan

dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara

bertindak. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses

pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi

berbagai alternatif seperti prioritas program dan pemilihannya berdasarkan

dampaknya. Menurut Carl Friedrich (2009: 18) kebijakan itu merupakan

suatu arah tindakan yang diusulkan oleh kelompok, seseorang, atau juga

pemerintah didalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-

hambatan dan juga kesempatan-kesempatan terhadap suatu kebijakan yang

diusulkan untuk bisa menggunakan serta juga mengatasi dalam rangka

mencapai suatu tujuan, atau juga merealisasikan suatu sasaran atau juga

maksud tertentu.

44
Dalam konteks masyarakat di Lingkungan III, Kelurahan Rega

menggambarkan bahwa pemerintah setempat sudah melakukan upaya yang

baik untuk masyarakat dengan menetapkan kebijakan. Kebijakan yang dibuat

pemerintah kelurahan kepada masyarakat adalah adanya Program Gong

Jumat Bersih, yang merupakan kegiatan kerja bakti bersama yang dilakukan

sebulan sekali yaitu pada minggu ke-2 dalam bulan. Namun kesadaran

masyarakat masih rendah, mereka menganggap bahwa menjalankan suatu

kebijakan itu sepenuhnya tanggung jawab pemerintah sehingga segala

program dan kebijakan dari pemerintah sudah tidak dijalankan lagi sampai

sekarang.

Ditinjau dari perspektif Teori Rasionalitas menurut Max Weber dengan

tipe tindakan tradisional yang menjelaskan bahwa seseorang melakukan

tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa

menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai

tujuan dan cara yang akan digunakan. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

mengajak masyarakat untuk melakukan pembersihan lingkungan dengan

melakukan kerja bakti bersama, namun masyarakaat tidak menghiraukan

kebijakan yang diberikan oleh pemerntah. Masyarakat masih saja

mengganggap bahwa itu merupakan hal yang sepele sehingga masyarakat

masih menggunakan pola tradisional yaitu membiarkan sampah berserakan

tanpa mengetahui resiko yang akan terjadi.

45
Berdasarkan ulasan di atas peneliti memahami bahwa masyarakat tidak

mematuhi kebijakan yang dibuat oleh pemeintah tentang pengolahan sampah.

Masyarakat memilih caranya sendiri yaitu membiarkan sampah berserakan.

b) Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai

dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok

atau masyarakat. Proses sosialisasi akan berlangsung secara terus menerus

dari generasi ke generasi, zaman ke zaman, untuk keberlangsungan keadaan

tertib dalam masyarakat. Hanya melalui sosialisasi, kesadaran manusia akan

norma-norma sosial dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Karena itu,

sosialisasi, bersosialisasi khususnya dalam bermasyarakat, memegang

peranan penting utuk membangun dan membentuk kepribadian seseorang.

Menurut Paul B. Horton sosialisasi merupakan suatu proses dimana

seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat

tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.

Dalam konteks masyarakat di Lingkungan III, Kelurahan Rega bahwa

sosialisasi yang dilakukan di Lingkungan III tidak sesuai dengan pendapat

Paul B. Horton yang menjelaskan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses

dimana seseorang menghayati serta memahami. Namun yang terjadi di

Lingkungan III Kelurahan Rega bahwa masyarakat tidak menghayati dan

memahami isi dari sosialisasi yang diberikan oleh pihak pemerintah.

Masyarakat Lingkungan III menganggap sosialisasi tersebut merupakan

sesuatu yang kurang bermanfaat sehingga hasil sosialisasi tersebut tidak

46
diterapkan secara baik. Oleh karena itu, masyarakat masih membuang

sampah di samping dan di belakang rumah.

Ditinjau dari perspektif Teori Rasionalitas menurut Max Weber dengan

tipe tindakan tradisional yang menjelaskan bahwa seseorang melakukan

tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa

menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai

tujuan dan cara yang akan digunakan. Sementara masyarakat Lingkungan III,

Kelurahan Rega dalam melakukan pengolahan sampah belum sesuai dengan

tujuan. Sehingga hasil yang diharapkan tidak maksimal. Hal ini diakibatkan

masyarakat tidak memahami isi dari sosialisasi yang menjelaskan tentang

pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi di Lingkungan III dapat

dianalisis, masyarakat belum sepenuhnya memahami tentang pentingnya

kebersihan dalam pengelolaan sampah. Sikap masyarakat yang demikian

dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam hal

kebersihan lingkungan. Masyarakat masih menggunakan pola tradisional

yang turun temurun dilakukkan yaitu membiarkan sampah berserakan di

samping dan di belakang rumah.

Berdasarkan ulasan di atas peneliti memahami bahwa sosialisasi yang

diberikan oleh pemerintah tidak dilaksanakan secara baik oleh masyarakat

Lingkungan III, Kelurahan Rega. Hal ini dapat mengakibatkan pencemaran

lingkungan.

47
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapt disimpulkan

bahwa:

1. Pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah di

Lingkungan III, Kelurahan Rega sudah menjadi kebiasaan yang turun

temurun dari tahun ke tahun. Hal ini terbukti dengan perilaku masyarakat

yang tidak terlalu peduli soal kebersihan dengan melakukan pengelolaan

sampah dan masih membuang sampah di samping dan di belakang rumah.

Pendidikan dan pengetahuan tentang pengelolaan sampah di Lingkungan

III masih menggunakan pola tradisional yaitu sampah dibiarkan

berserakan di samping dan di belakang rumah, sehingga dapat

mencemarkan lingkungan.

2. Kebiasaan adalah serangkaian perbuatan seseorang secara berulang-ulang

untuk hal yang sama dan berlangsung tanpa proses berpikir lagi.

Kebiasaan yang dilakukan masyarakat adalah membuang sampah di

samping dan di belakang rumah yang sudah berulang-ulang dari tahun ke

tahun dan kebiasaan tersebut sudah membudaya. Kebiasaan masyarakat di

Lingkungan III, Kelurahan Rega masih menggunakan pola tradisional

yaitu dengan membuang sampah di samping dan di belakang rumah.

3. Kebijakan yang dibuat pemerintah kelurahan kepada masyarakat adalah

adanya Program Gong Jumat Bersih, yang merupakan kegiatan kerja bakti

48
bersama yang dilakukan sebulan sekali yaitu pada minggu ke-2 dalam

bulan. Mereka menganggap bahwa menjalankan suatu kebijakan itu

sepenuhnya tanggung jawab pemerintah dan masyarakat tidak mematuhi

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tentang pengolahan sampah.

Masyarakat memilih caranya sendiri yaitu membiarkan sampah

berserakan sehingga segala program dan kebijakan dari pemerintah sudah

tidak dijalankan lagi sampai sekarang.

4. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang menghayati serta

memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga

akan membentuk kepribadiannya. Akan tetapi sosialisasi yang diberikan

oleh pemerintah tidak dilaksanakan secara baik oleh masyarakat

Lingkungan III, Kelurahan Rega. Hal ini dapat mengakibatkan

pencemaran lingkungan.

6.2. Saran

Berdasarakan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat

diajukan antara lain:

1. Bagi Pemerintah

 Mengadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai

kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah

 Menetapkan kebijakan mengenai sampah agar masyarakat itu lebih

sadar mengenai pentingnya pengelolaan sampah

 Mengadakan kegiatan pelatihan pengolahan sampah kepada

masyarakat

49
2. Bagi Masyarakat

Diharapkan kepada masyarakat agar lebih berpartisipasi akif dan

mendukung segala program dari pemerintah agar sampah tidak berserakan

diberbagai tempat.

50

Anda mungkin juga menyukai