KESEHATAN LINGKUNGAN
“ZERO WASTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN”
DOSEN PENGAMPU
IWAN DESIMAL. M. KL
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. Kaifiatul hikmah 21281098
2. Yopi Haryani 21281099
3. Nurmaniyati Fathiyyah 21281100
4. Nila Agustina 21281101
5. Yustiati 21281103
6. Aulia febrianti 21281105
7. Ari surya putra 21281106
8. Mia septi maharani 21281107
9. Ikhwanul redha 21281108
10. Selvi febrianingsih 21281109
Puji syukur kami panjatkan kehadiran allah swt.karena atas limpahan karunia,rahmat dan
hidayahnya yang berupa Kesehatan,sehingga makalah“zero waste dan dampaknya bagi
Kesehatan ” dapat terselesaikan pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak
dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai bidang studi yang kami tekuni. Makalah ini di susun sebagai tugas kelompok mata kuliah
Kesehatan lingkungan. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan,namun
kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan
maupun segi penyusunan.oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami
terima dengan senang hati.
Kelompok 4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Meningkatnya jumlah sampah saat ini disebabkan oleh tingkat populasi dan standar gaya
hidup, yaitu semakin maju dan sejahtera kehidupan seseorang maka semakin tinggi jumlah
sampah yang dihasilkan (El Haggar, 2007). Peningkatan jumlah sampah terjadi seiring deret
ukur sedangkan ketersedian lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah mengikuti
deret hitung. Hal ini mengakibatkan lahan TPA memiliki umur yang pendek karena tidak
mampu lagi menampung sampah yang ada. Rendahnya teknologi yang dimiliki dan
lemahnya infrastruktur menimbulkan permasalahan sampah yang cukup rumit terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah selaku stakeholder mempunyai
kewajiban untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang efektif dalam mengatasi
permasalahan sampah. Selain itu, peran serta masyarakat juga diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah tersebut karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap masalah
akibat keberadaan sampah mempunyai andil besar dalam memperburuk tata ka na sampah.
Konsep pengelolaan sampah 3R sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Konsep ini
sangat cocok diterapkan di negara berkembang yang karena keterbatasan teknologi maka
harus memberdayakan masyarakat sebagai pelaku yang menghasilkan sampah. Namun, pada
kenyataannya penerapan 3R dalam kehidupan sehari-hari masih jauh dari yang diharapkan.
Prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R) yang menjadi ujung tombak dalam menangani sampah
di lingkungan masyarakat seakan hanya slogan yang tidak mengena. Sampah adalah barang
atau benda yang telah habis nilai manfaatnya. Definisi ini menimbulkan kesan ka nada yang
menjadikan sampah dipandang sebagai benda yang harus segera disingkirkan dari halaman
rumah apapun caranya. Tentu paradigma tentang pengertian sampah ini harus diubah agar
masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola sampahnya masing-masing sehingga
permasalahan lingkungan karena sampah dapat terminimalisir. Kholil (2004) dalam
Saribanon (2009) mengemukakan bahwa pengelolaan sampah di masa yang akan datang
perlu lebih dititikberatkan pada perubahan cara pandang dan perilaku masyarakat dan lebih
mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya (bottom-up) sebab terbukti
pendekatan yang bersifat top-down tidak berjalan secara efektif.
Perubahan cara pandang masyarakat terhadap sampah sudah terjadi di beberapa wilayah,
warga melakukan pengelolaan sampah secara komunal dengan menerapkan prinsip 3R.
Sampah dipilah di masing-masing rumah lalu diangkut dan dikumpulkan pada Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) yang dibangun secara mandiri. Kemudian setelah sampah
terkumpul, ka nada sampah dijual dan ka nada lainnya didaur ulang menjadi produk
bermanfaat atau kerajinan. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah ini ternyata
mampu mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA Piyungan secara signifikan.
Selain itu, meningkatkan pendapatan masyarakat karena penjualan produk daur ulang yang
dihasilkan. Kesadaran lingkungan dan peran aktif masyarakat ini dapat muncul karena
pemahaman baru yang positif mengenai sampah. Pemahaman baru tersebut adalah bahwa
sampah merupakan barang sisa yang memiliki manfaat lain secara ekonomi melalui
pemilahan dan proses daur ulang. Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah
secara komunal tidak selalu berjalan mulus. Konflik kepentingan masih menjadi masalah
utama dalam pengelolaan sampah secara komunal. Pandangan bahwa dengan membayar
retribusi tanpa harus repot-repot mengelola sampah sudah cukup dianggap sebagai peran
serta masyarakat dalam mengatasi sampah juga menjadi salah ka na munculnya konflik ini.
Konflik sosial seperti ini seringkali menghambat ka nad aktif yang telah muncul pada
segelintir warga. Padahal semangat untuk mengelola sampah tidak boleh sirna hanya karena
adanya konflik tersebut. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah pengelolaan sampah
secara mandiri pada skala rumah tangga. Pengelolaan sampah skala rumah tangga dapat
dilakukan dengan konsep zero waste.
Prinsip nol sampah atau zero waste merupakan konsep pengelolaan sampah yang didasarkan
pada kegiatan daur ulang (Recycle). Pengelolaan sampah dilakukan dengan melakukan
pemilahan, pengomposan dan pengumpulan barang layak jual (Ika, 2000). Menurut
Maharani, dkk (2007), penggunaan ka nad, minimalisasi, dan daur ulang sampah adalah hal
yang sangat perlu dilakukan untuk mengurangi timbulan sampah yang membebani TPA dan
lingkungan. Jika memungkinkan, 3R dilakukan sejak dari sumber timbulan sampah
sehingga terjadi minimalisasi sampah yang diangkut menuju TPA. Konsep daur ulang dan
pengomposan sampah ini mampu mereduksi timbulan sampah yang terangkut ke TPS/TPA .
Zero waste pada dasarnya bukanlah pengelolaan hingga tidak ada lagi sampah yang
dihasilkan karena tidak ada aktivitas manusia yang tidak menghasilkan sampah. Namun,
konsep ini menekankan pada upaya pengurangan hingga nol jumlah sampah yang masuk ke
TPA. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan mengkaji pengelolaan sampah berdasarkan
konsep zero waste.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari zero waste??
2. Bagaimana prinsip-prinsip dari zero waste??
3. Apa saja dampak dari zero waste??
4. Apa saja strategi dari zero waste??
1.3 Tujuan
1. Dapat memahami pengertian, karakteristik atau definisi dari zero waste
2. Dapat mengetahui prinsip-prinsip dari zero waste
3. Dapat mengetahui dampak dari zero waste
4. Dapat mengetahui strategi dari zero waste
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN ZERO WASTE
Zero waste atau bebas sampah adalah sebuah konsep yang mengajak kita untuk menggunakan
produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari
sampah. Tujuannya agar sampah tidak berakhir di TPA, sehingga dapat menjaga sumber daya
dan melestarikan alam.
Menurut Zero Waste International Alliance, zero waste adalah konservasi semua sumber daya
dengan cara produksi, konsumsi, penggunaan ka nad dan pemulihan produk, pengemasan tanpa
pembakaran dan tanpa pembuangan ke tanah, air atau udara yang dapat mengancam lingkungan
maupun ka nada manusia itu sendiri. Konsep zero waste lebih kepada pengendalian diri kita
untuk tidak lagi konsumtif dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kita menjadi lebih
sadar terhadap apa yang kita beli dan konsumsi dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan.
Sederhananya, zero waste sebagai suatu ka nad untuk tidak menghasilkan sampah dengan cara
mengurangi kebutuhan, menggunakan ka nad, mendaur ulang bahkan membuat kompos sendiri.
Gerakan ini tidak melibatkan pembakaran maupun penimbunan seperti yang pada umumnya
dilakukan pada limbah. Dengan begitu, maka dapat melestarikan dan memulihkan semua sumber
daya. Penerapan upaya bebas sampah ini dapat mengeliminasi sampah yang dapat menjadi
ancaman bagi ka nada manusia, alam, hewan.
Zero Waste adalah – Gaya hidup modern mendorong manusia untuk terus menerus
membutuhkan banyak barang. Kita tidak sadar jika membeli barang sama aja menghasilkan
sampah, apalagi barang sekali pakai. Aktivitas manusia semakin beragam setiap harinya dan
semakin banyak juga barang dan produk yang dibeli, sehingga, sampah yang dihasilkan sudah
melebihi dari kemampuan alam untuk menyerapnya.
Zero waste atau bebas sampah adalah sebuah konsep yang mengajak kita untuk menggunakan
produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari
sampah. Tujuannya agar sampah tidak berakhir di TPA, sehingga dapat menjaga sumber daya
dan melestarikan alam. Maupun planet bumi itu sendiri.
2.2 PRINSIP-PRINSIP ZERO WASTE
Untuk memaksimalkan hidup yang bebas limbah, ada baiknya untuk mengikuti prinsip zero
waste yang terdiri dari 5R, yaitu:
1. Refuse/Menolak
2. Reduce/mengurangi
merupakan usaha yang dilakukan dengan tujuan mengurangi kuantitas suatu
produk/barang untuk menjadi sampah. Terutama bagi kaum hawa yang mempunyai hobi
berbelanja di toko atau supermarket bijaklah dalam memilih barang, jika bisa hindari
membeli barang dengan kemasan sachet karena ini lebih berpotensi untuk menghasilkan
sampah lebih banyak.
Contoh lainnya yang lagi ngetrend saat ini dalam mengaplikasikan reduce yaitu memilih
untuk mengirim undangan menggunakan undangan digital dibandingkan undangan yang
menggunakan bahan baku kertas dan ka nad yang nantinya akan menjadi sampah.
3. Reuse/Menggunakan Kembali
Reuse/menggunakan ka nad merupakan suatu sikap dengan lebih memilih menggunakan
barang yang dapat digunakan berulang daripada barang yang hanya sekali pakai dengan
fungsi yang sama.
Contohnya, saat kita berbelanja, kita lebih memilih menggunakan tas belanja yang
terbuat dari kain dan dapat digunakan berulang kali ka nada menggunakan kantong ka
nad. Hal yang dapat diterapkan juga baik di lingkungan sekolah maupun kerja dengan
membawa tumbler minuman daripada harus membeli minuman kemasan yang ka na
habis kemasannya dibuang dan akan menjadi sampah.
4. Recycle/Mendaur Ulang
Recycle/mendaur ulang merupakan usaha yang seharusnya dilakukan setelah kita
melakukan usaha refuse, reduce, dan reuse. Barang/produk dapat kita cegah menjadi
sampah dengan melakukan daur ulang agar tidak mencemari lingkungan. Langkah yang
dapat dilakukan sebelum mendaur ulang yaitu memisahkan terlebih dahulu antara
sampah ka nad dan anorganik.
Recycle/Mendaur Ulang
Recycle/mendaur ulang merupakan usaha yang seharusnya dilakukan setelah kita
melakukan usaha refuse, reduce, dan reuse. Barang/produk dapat kita cegah menjadi
sampah dengan melakukan daur ulang agar tidak mencemari lingkungan. Langkah yang
dapat dilakukan sebelum mendaur ulang yaitu memisahkan terlebih dahulu antara
sampah ka nad dan anorganik.
5. Rot/Membusukkan Sampah
Rot/membusukkan sampah merupakan kegiatan yang menjadikan sampah ka nad
menjadi kompos. Jadi, setelah melakukan pemilahan antara sampah ka nad dengan
anorganik sebelum diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), kemudian barulah
kamu bisa membusukkan sampah ka nad yang biasanya diolah menjadi pupuk kompos.
Pembuatan kompos saat ini dapat dilakukan tanpa lahan yang luas dengan menerapkan
metode ka nada. Metode ini salah satu metode pembuatan kompos untuk ka na rumah
tangga, jadi tidak ada ka nad lagi jika ingin membuat kompos harus ada lahan terlebih
dahulu.
5R ini menjadi pegangan untuk membentuk gaya hidup tanpa sampah dan menggunakan
sumber daya alam secara bijaksana. Gaya hidup zero waste bukan berarti
mengkriminalkan barang-barang ka nad, barang sekali pakai dan sejenisnya.
Untuk yang tidak memiliki banyak waktu luang, kamu dapat memilahnya terlebih dahulu
dan serahkan pada organisasi maupun pada TPA yang bertanggung jawab terhadap
pengolahan sampah secara berkelanjutan. Tidak hanya barang saja yang dapat di daur
ulang, bahan-bahan ka nad di rumah seperti sayur dan buah juga dapat di daur ulang
menjadi pupuk atau ditanam ulang.
Gunakan Bahan dan Barang yang Lebih Ramah Lingkungan
Beberapa bahan pangan siap saji berpengawet tidak dapat di daur ulang, seperti bahan ka
nad. Selain itu, penggunaan bahan pembersih di rumah juga didominasi komposisi kimia
yang dapat berbahaya pada lingkungan.
Agar gaya hidup zero waste semakin komplit, maka mulailah mempelajari mana bahan
yang lebih aman pada lingkungan dan memiliki dampak yang lebih dapat diminimalisir,
karena tidak dapat dipungkiri sejumlah bahan kimia memang lebih ampuh ka nada bahan
ka nad. Seperti halnya penggunaan deterjen dan sabun, sejumlah deterjen mempunyai
dampak yang buruk pada lingkungan, sabun yang berlimpah ternyata merusak ekosistem
selokan di lingkungan.
Hindari Gaya Hidup Konsumtif
Gaya hidup konsumtif ternyata tidak hanya berdampak ka nada pada isi dompet, tetapi
juga di lingkungan sekitar. Salah satu cara menerapkan zero waste yakni dengan menjadi
smart consumer yang mampu membatasi pembelian barang serta menolak penggunaan
bungkus ka nad berlebihan.
Zero waste bukan konsep gaya hidup yang sempurna, tetapi jangan menjadikan alasan ini untuk
tidak memulainya. Jika akan memulainya, lakukan dari hal-hal kecil, seperti lebih bijak dalam
berbelanja jika tidak terlalu penting, maka sebaiknya jangan dibeli.
Mulai memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik, membawa botol minuman dan
bekal ke sekolah maupun ke tempat kerja. Hal sederhana tersebut termasuk bagian gaya hidup
zero waste yang dapat kita terapkan dan sangat banyak manfaatnya jika kita konsisten
melakukannya dan turut berkontribusi dalam menjaga lingkungan.
Jadi, yang dapat didaur ulang yaitu sampah anorganik seperti botol plastik bekas, ember bekas
yang sudah tidak layak digunakan, bekas bungkusan makanan bisa didaur ulang menjadi barang
yang bernilai ekonomis. Selain dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan juga dapat
membantu perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/best-seller/zero-waste/
https://www.gramedia.com/products/why-recycle-daur-ulang?
utm_source=bestseller&utm_medium=bestsellerbuku&utm_campaign=seo&utm_content=Best
SellerRekomendasi
https://bebassampah.id/files/uploads/jurnal-
Deasy, A. (2020). Studi Efektifitas Bank Sampah Sebagai Salah Satu Pendekatan dalam
Pengelolaan Sampah Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banjarmasin. JPG (Jurnal
Pendidikan Geografi), 3(5), 22-37. Hasibuan, R .(2016). Analisis dampak limbah/sampah rumah
tangga terhadap pencemaran lingkungan hidup. Jurnal Ilmiah Advokasi, 4(1), 42-52