Nim. : 043819736
1. KETERKAITAN
Perencanaan makro memberikan landasan kebijakan tingkat tinggi yang menjadi pedoman
untuk perencanaan sektoral dan regional. Misalnya, kebijakan fiskal yang dirumuskan dalam
perencanaan makro dapat memengaruhi alokasi anggaran sektoral.
Jadi, perencanaan makro, sektoral, regional, dan mikro bekerja bersama untuk mencapai tujuan
pembangunan yang berkelanjutan di berbagai tingkatan tata ruang dan ekonomi.
Mereka saling terkait dan saling mendukung dalam mencapai visi pembangunan yang lebih luas.
Kota generatif seringkali menjadi pusat pemerintahan yang penting, pusat perdagangan yang
sibuk, lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian terkemuka, serta tempat berkembangnya
kebudayaan. Keberadaan berbagai fungsi ini mendorong perkembangan kota-kota di sekitarnya
karena orang datang ke kota ini untuk mencari peluang dan akses.
Kota generatif menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang signifikan di luar sektor pertanian.
Mereka menarik investasi, industri, dan peluang kerja di berbagai sektor ekonomi. Hal ini
memungkinkan diversifikasi ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
3. Penyusunan rencana.
Penetapan rencana.
Penyusunan dan penetapan rencana pembangunan jangka panjang, baik nasional maupun
daerah.
Penyusunan dan penetapan rencana pembangunan jangka menengah, baik nasional maupun
daerah.
Penyusunan dan penetapan rencana pembangunan tahunan, baik nasional maupun daerah.
Penyusunan dan Penetapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2. Rancangan RPJP Nasional sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas menjadi bahan
utama bagi Musrenbang.
3. Musrenbang diselenggarakan dalam rangka penyusunan RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur
penyelenggara Negara dengan mengikutsertakan masyarakat.
6. Menteri menyusun rancangan akhir RPJP Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka
Panjang Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) UU No. 25 Tahun 2004.
2. Rancangan RPJP Daerah sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas menjadi bahan utama
bagi Musrenbang.
3. Musrenbang diselenggarakan dalam rangka penyusunan RPJP dan diikuti oleh unsur-unsur
penyelenggara Negara dengan mengikutsertakan masyarakat.
5. Musrenbang jangka panjang daerah dilaksanakan paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya
periode RPJP yang sedang berjalan.
6. Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang
Jangka Panjang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) UU No. 25 Tahun 2004.
1. Menteri menyusun rencana awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan
program Presiden ke dalam strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program
prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian
secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.
4. Rancangan RPJM Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 25 Tahun
2004 menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah.
7. Musrenbang Jangka Menengah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) UU
No. 25 Tahun 2004, dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Presiden dilantik.
8. Menteri menyusun rancangan akhir RPJM Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka
Menengah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2004.
9. RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
Presiden dilantik.
1. Kepala Bappeda menyusun rencana awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi,
dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, program
prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan Daerah.
2. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan rencana Renstra-SKPD sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi dengan berpedoman pada rencana awal RPJM Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004.
3. Kepala Bappeda menyusun rencana RPJM Daerah dengan menggunakan rancangan Renstra-
SKPD sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas dan berpedoman pada RPJP Daerah.
4.Rancangan RPJM Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UU No. 25 Tahun
2004 menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah.
5.Musrenbang Jangka Menengah diselenggarakan dalam rangka penyusunan RPJM yang diikuti
oleh unsur-unsur penyelenggara Negara dan mengikutsertakan masyarakat.
7. Musrenbang Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4),
dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik.
8. Kepala Bappeda menyusun rencana akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang
Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) UU No. 25 Tahun
2004.
9. RPJM Daerahditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah Kepala Daerah dilantik.
10. Renstra-SKPD ditetapkan dengan peraturan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah
setelah disesuaikan dengan RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada angka 9 di atas.
1. Menteri menyiapkan rencana awal RKP sebagai penjabaran dari RPJM Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2004.
4. Rancangan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004
menjadi bahan bagi Musrenbang.
7. Musrenbang penyusunan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) UU No. 25
Tahun 2004 dilaksanakan paling lambat bulan April.
10. RKP ditetapkan dengan Peraturan Presiden. 1. Kepala Bappeda menyusun rencana awal
RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3)
UU No. 25 Tahun 2004.
2. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyusun Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya dengan mengacu pada rancangan awal RKPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dan berpedoman pada Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (4) UU No. 25 Tahun 2004. 3. Kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan
RKPD dengan menggunakan Renja-SKPD sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas.
4. Rancangan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) UU No. 25 Tahun 2004
menjadi bahan bagi Musrenbang.
7. Musrenbang penyusunan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) UU No. 25
Tahun 2004 dilaksanakan paling lambat bulan Maret.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), Rencana Kerja Pemerintah, dan Rencana Kerja
Kementerian/Lemabga (Renja K/L) diatur dengan peraturan pemerintah, sedangkan at acara
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPKP) Daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Daerah, Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra
SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja Satuan Perangkat Daerah
(Renja SKPD) diatur dengan peraturan daerah.
4. Urban sprawl, berasal dari Bahasa Inggris. Urban didefinisikan sebagai sebuah kota, sprawl
memiliki arti datang, pergi, tersebar secara acak. Urban sprawl adalah urban terkapar, dikenal
sebagai pemekaran kota ke daerah-daerah di sekitarnya secara tidak terstruktur, acak, tanpa
adanya rencana. Dengan kata lain, perdesaan yang menjadi perkotaan. Perdesaan yang dikenal
sebagai penyokong kehidupan perkotaan, seperti, pertanian, budidaya, peternakan dan
sebagainya, telah berubah fungsi menjadi pemukiman padat penduduk, bahkan beralih fungsi
menjadi kawasan industri. Urban sprawl ditandai dengan adanya gedung-gedung vertikal
maupun horizontal, bertambahnya fasilitas jalan, sistem drainase kota yang baik, dan ruang
terbuka hijau.
Penyebab terjadinya urban sprawl adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk, semakin tinggi
tingkat urbanisasi, pola pikir masyarakat yang berasumsi bahwa harga tanah di daerah
pinggiran lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara yang masih sehat, tidak seperti di
perkotaan. Selain itu pemukiman di perkotaan telah padat penduduk sehingga mereka lebih
memilih tinggal di pinggiran kota, karena akses untuk menuju pusat kota mudah dengan adanya
perbaikan fasilitas jalan raya. Masyarakat yang bekerja di perkotaan memilih tinggal di daerah
pinggiran kota akan menggunakan moda kendaraan pribadi seperti motor dan mobil untuk
menuju ke lokasi kegiatan yang sebagian besar terpusat di perkotaan. Meskipun telah banyak
kendaraan umum seperti angkutan umum, bus kota, oplet, dan taksi. Hal itu, juga dapat
mengindikasikan terjadinya urban sprawl ini, karena sarana dan prasarana transportasi yang
ada di perkotaan kurang memadai.
5. PERBEDAAN
A. PERENCANAAN STRATEGIS
Fokus : Berfokus pada perumusan dan pelaksanaan strategi jangka panjang untuk mencapai
tujuan tertentu. Ini lebih berorientasi pada upaya pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan strategis.
Tujuan : Tujuan perencanaan strategis adalah mencapai hasil tertentu, seperti pertumbuhan
ekonomi, keunggulan kompetitif, atau pencapaian visi organisasi. Ini seringkali terkait dengan
keberhasilan jangka panjang.
Waktu : Perencanaan strategis mencakup waktu jangka panjang, biasanya dalam rentang 3
hingga 5 tahun atau lebih. Hal ini memungkinkan organisasi untuk merencanakan dan
mengadaptasi strategi dalam jangka panjang.
Fleksibilitas : Cenderung lebih fleksibel dalam menanggapi perubahan kondisi eksternal dan
dapat memungkinkan penyesuaian strategi sesuai kebutuhan dan perubahan lingkungan.
Contoh: Perusahaan yang merumuskan strategi untuk memasuki pasar global,
mengembangkan produk baru, atau merampingkan operasi bisnisnya adalah contoh dari
perencanaan strategis.
B. PERENCANAAN KOMPREHENSIF
Waktu : Perencanaan komprehensif dapat mencakup berbagai jangka waktu, mulai dari jangka
pendek hingga jangka panjang, tergantung pada kompleksitas masalahyang dihadapi dan fokus
pada aspek-aspek saat ini dan masa depan.
Fleksibilitas : Cenderung lebih terstruktur dan kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan
kondisi eksternal, karena fokus utamanya adalah pada koordinasi aspekaspek yang ada.