Anda di halaman 1dari 2

URGENSI PRINSIP KETERBUKAAN DAN AKSESIBILITAS PADA DATA PEMILIH

Pemilihan umum atau di singkat Pemilu merupakan suatu agenda penting dan besar
bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menentukan pemimpin. Pemilu
merupakan pesta demokrasi bagi Rakyat Indonesia dan dilaksanakan setiap 5 tahun
sekali. Pemilu diselenggarakan untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan
nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
presiden, dan untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana
perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan
negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggara pemilu adalah Lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri dari
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi
penyelenggaran pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presidan dan Wakil Presiden
secara langsung oleh Rakyat, serta unntuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota
secara demokratis
Prinsip keterbukaan pada pemilu merupakan suatu tindakan penyelenggara pemilu
untuk memberikan informasi kepada rakyat terkait jumlah data pemilih yang telah
wajib memilih secara keseluruhan serta menjamin kerahasiaanya. Penyelenggara
pemilu dapat bersikap dan bertindak menyampaikan seluruh informasi yang
disampaikan kepada public dengan benar berdasarkan data dan/atau fakta, serta
memberitahukan kepada public mengenai bagian tertentu dari informasi yang belum
sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan berupa informasi sementara.
Pada pelaksanaan prinsip keterbukaan, Penyelenggara pemilu dapat bersikap dan
bertindak sesuai peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 Pasal 13 yakni diantaranya
memberikan akses dan pelayanan yang mudah kepada public terkait informasi dan data,
menata data dan dokumen sehingga pelayanan informasi kepada public berjalan secara
efektif. Serta merespon secara arif dan bijaksana terhadap kritikan dan saran perbaikan
dari public
Prinsip aksesibilitas, merupakan tindakan yang menyampaikan informasi pemilu
kepada penyandang disabilitas sesuai kebutuhan, memastikann sarana prasarana
pendukung disabilitas dan memastikan mempunyai kesempatan yang sama sebagai
pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon
Presiden/wakil presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai penyelenggara
Pemilu. Prinsip ini tercantum pada Pasal 20 Perturan DKPP No. 2 Tahun 2017
Urgensi keterbukaan dan aksesibilitas informasi data pemilih
pada pembahasan di atas telah dibahas secara singkat terkait dua prinsip yakni prinsip
keterbukaan dan prinsip aksesibilitas. Komisi Pemilihan Umum merupakan salah satu
penyelenggara pemilu yang berkewajiban memberikan akses keterbukaan data pemilih
kepada public maupun kepada Bawaslu sebagai lembaga yang mengawasi pemiliham
umum, namun fakta yang terjadi KPU seakan-akan masih membatasi aksesibilitas
keterbukaan data pemilih di aplikasi Sidalih (system informasi data pemilih) kepada
public maupun kepada Bawaslu sebagai lembaga yang memilik fungsi mengawasi
jalannya tahapan pemilu. KPU belum memberikan penjelasan yang berlandaskan aturan
perundang-undangan terkait terbatasnya akses ke aplikasi Sidalih dan KPU terkesan
terlihat ketakutan terhadap Bawaslu yang ingin mengakses full aplikasi sidalih untuk
proses pengawasannya dalam mencegah terjadinya kegandaan data pemiih. Akses full
yang di maksud oleh Bawaslu ialah Bawaslu hanya ingin agar Pemilu yang merupakan
pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia sebagai pemegang suara dan sebagai penentu
siapa yang akan menjadi perwakilannya dan pemimpin selanjutnya dilaksanakan
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Tanpa prinsip
aksesibilitas keterbukaan, maka pemilu 2024 akan terkesan terlihat sebagai pesta
demkokrasi yang bersifat tertutup.
Pengawasan Partisipatif

Pengawasan Berbasis Gerakan Sosial

Pengawasan berbasi gerakan sosial adalah suatu bentuk aksi bersama yang bertujuan
untuk melakukan reorganisasi sosial, baik yang diorganisir secara rapi maupun secara
cair dan informal.

Pengawasan berbasis gerakan sosial dalam bahasa Inggris disebut supervision based on
social movement adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok
yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi, berjumlah besar atau
individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan
melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial. Gerakan
sosial tersebut lahir dari situasi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan
sikap sewenang-wenang terhadap masyarakat. Dengan kata lain, gerakan sosial lahir
dari reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat atau menginginkan
perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil. Gerakan sosial menuntut perubahan
dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai