Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 2


BLOK KESEHATAN PARIWISATA
“Wisatawan Dengan Gangguan Jiwa “
BAB I

SKENARIO LBM 2

1.1 Skenario.

“Wisatawan Dengan Gangguan Jiwa”


Seorang wisatawan pria asal Kanada dibawa ke IGD Puskesmas oleh warga
sekitar. Menurut warga tersebut, pasien tiba-tiba gelisah, telanjang di depan umum,
bicara kacau, kadang tertawa dan menangis tanpa sebab, sehingga sangat mengganggu
warga. Pria tersebut ditemukan di pinggir pantai di pagi hari oleh scorang nelayan sedang
berlari-lari sambil telanjang dan tampak kebingungan. Ketika dilakukan wawancara oleh
dokter yang sedang bertugas, wisatawan tersebut tampak merespon dengan gelisah, arus
pikir cenderung kacau dan sering tertawa di tengah-tengah wawancara. Karena anamnesis
belum memungkinkan dilakukan pada pasien, dokter jaga kemudian melanjutkan
wawancara dengan warga sekitar yang kebetulan sempat bertemu pasien di
malamsebelum keiadian.
Menurut keterangan warga, pasien sudah hampir 1 minggu menginap di salah satu
Guest House milik warga. Kedatangan pasien ke Lombok adalah untuk menekuni hobby
nya ber-Surfing di pantai. Setiap malam pasien sering diajak berkumpul sambil minum
alkohol oleh sekelompok anak muda di sekitar tempat pasien menginap. Tadi malam
rupanya salah seorang pemuda menawari pria tersebuat mencoba racikan alkohol
tradisional yang dicampur dengan mushroom atau jamur beracun yang memiliki efck
halusinasi dan gejala-gejala psikotik akut lainnya. Tidak lama setelah acara minum-
minum selesai, Si Pria Kanada ternyata tidak langsung pulang ke tempat ia tinggal,
melainkan berjalan sendirian ke arah pantai sampai dengan ditemukan oleh seorang
nelayan keesokan harinya. Saat akan dibawa ke Puskesmas, keluarga si Pria
menghubunginya melalui handphone, dan warga sudah sempat menginformasikan bahwa
Si Pria akan dibawa ke puskesmas untuk mendapat penanganan. Menurut keluarga Si
pria, sebelumnya la sama sekali tidak memiliki riwayat gangguan jiwa.

1
1.2 Deskripsi Masalah.

Skenario di LBM 2 kali ini berjudul "Wisatawan Dengan Gangguan Mental".


Pada skenario dijelaskan bahwa seorang wisatawan asal Kanada dibawa ke IGD karena
tiba-tiba gelisah, telanjang di depan umum, bicara kacau, kadang tertawa dan menangis
tanpa sebab. Dari keterangan warga diduga gejala pada wisatawan tersebut diduga akibat
konsumsi alkohol tradisional yang kemudian dicampurkan dengan mushroom. Hal ini
mungkin saja terjadi karena alkohol dan mushroom ketika dicampurkan akan
menimbulkan efek halusinasi yang kuat sehingga mungkin saja hal tersebut lah yang
menjadi penyebab gejala-gejala pada wisatawan tersebut timbul. Namun, perlu kita
ketahui bahwa gangguang jiwa tidak bisa didiagnosis hanya dengan melihat satu faktor.
Mengapa demikian? tentu karena gangguan jiwa merupakan gangguan yang bisa timbul
karena banyak faktor (multifaktoral). Perlu ditelusuri lebih lanjut lagi mengenai riwayat
pribadi sang pasien, bagaimana kehidupannya dari masa kanak-kanak, bagaimana
interaksinya dengan orang-orang sekitar dan masih banyak lagi pertanyaan yang memang
harus diketahui lewat anamnesis psikiatri. Sebagai dokter umum, apabila menemukan
kasus seperti pada skenario, sebaiknya segera lakukan anamnesis psikiatri ke pasien
langsung ataupun alloanamnesis ke keluarga, kerabat atau orang-orang terdekatnya.
Apabila tidak ada orang-orang yang disebutkan tadi lakukan autoanamnesis ke pasien
dan bila pasien dalam kondisi tidak kooperatif alangkah baiknya diberikan tatalaksana
awal terlebih dahulu seperti pemberian obat anti-psikotik (Haloperidol 5 mg) lewat
injeksi intramuscular sampai pasien tenang. Kemudian barulah lakukan anamnesis
psikiatri seperti yang sempat saya jelaskan sebelumnya pada pembahasan di atas tadi.
Dari skenario tersebut tentu perlu kita pahami juga tentang bagaimana cara
supaya hal serupa tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. Hal yang penting dipelajari
lebih lanjut di sini adalah bagaimana bentuk tindakan pre, during, dan post travel dalam
dunia psikiatri. Penting juga untuk membahas tentang bagaimana peran pemerintah dan
dokter dalam Travel Medicine dan seperti apakah alur diagnosis bagi pasien kejiwaan
khususnya di daerah pariwisata. Hal tersebut akan saya jelaskan lebih lanjut pada bagian
pembahasan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hal-hal yang perlu dipersiapkan saat Pre, During, dan Post Travel.

a. Pre-Travel
 Sebelum berwisata, pastikan mengetahui informasi terkait destinasi wisata
yang akan dikunjungi, seperti aturan dan kebiasaan lokal, kondisi cuaca, dan
tempat-tempat yang perlu dihindari.
 Pastikan membawa barang bawaan yang diperlukan, seperti obat-obatan
pribadi, perlengkapan medis darurat, pakaian yang sesuai, makanan dan
minuman, serta perlengkapan elektronik dan komunikasi.
 Pastikan kondisi kesehatan dan fisik yang memadai sebelum berangkat,
termasuk mengikuti vaksinasi dan memeriksa ketersediaan obat-obatan rutin.
 Pastikan dokumen perjalanan seperti paspor, visa, dan tiket sudah lengkap dan
valid.
 Pastikan memiliki asuransi perjalanan yang mencakup risiko kesehatan dan
kecelakaan.
b. During Travel
 Selalu menggunakan masker dan menjaga jarak sosial, terutama jika berada di
tempat-tempat publik atau berkumpul dengan orang banyak.
 Menjaga kebersihan dan kesehatan pribadi, seperti mencuci tangan secara
teratur dan menghindari kontak fisik dengan orang yang sakit.
 Menghindari makanan atau minuman yang tidak higienis atau tidak aman.
 Menjaga keamanan diri dan barang bawaan, seperti tidak membawa terlalu
banyak uang tunai atau barang berharga lainnya.
 Menghindari aktivitas yang berisiko tinggi, seperti olahraga ekstrem atau
berenang di tempat yang tidak aman.
c. Post Travel
 Kembali melakukan kebiasaan harian

3
Aktivitas rutin perlu kembali dibiasakan, seperti pergi tidur pada jam
yang sama setiap malam dan punya jadwal bangun teratur setiap harinya.
Merancang menu persiapan makanan juga akan memudahkan kembali ke
ritme harian. Hal ini juga penting karena sekaligus dapat menjaga asupan gizi.
Itu semua bertujuan membuat seseorang merasa lebih mengontrol hidup dan
jadwalnya, mengurangi kecemasan dan kelelahan.
 Cek kondisi kesehatan
Tidak ada salahnya menjadwalkan pengecekan kondisi kesehatan
seusai liburan, supaya mendapat informasi menyeluruh tentang tubuh. Janji
temu dengan dokter juga memungkinkan pemantauan berkelanjutan terhadap
masalah kesehatan tertentu. Kunjungan ke medis profesional pun memberi
kesempatan untuk membicarakan banyak hal setelah musim liburan.
Misalnya, jika selama liburan ada masalah pencernaan, ada kebiasaan makan
yang berbeda, atau ingin membuat rencana penurunan berat badan.
 Tetap jaga kebersihan
Musim liburan biasanya diisi dengan bertandang ke tempat wisata
yang ramai dan banyak kunjungan ke kerabat. Paparan kuman bisa saja terjadi
selama liburan dan memengaruhi kesehatan. Setelah musim liburan berlalu,
penting untuk mengambil tindakan. Caranya, tetap jaga higienitas untuk
membantu mencegah penyebaran kuman dan bakteri. Ini termasuk mencuci
tangan secara teratur, menggunakan hand sanitizer saat sabun dan air tidak
tersedia, serta menghindari menyentuh wajah dengan tangan.
 Cukup tidur
Periode pascaliburan bisa memicu stres bagi banyak orang sehingga
cukup istirahat yang diperlukan. Tidur adalah waktu perbaikan bagi tubuh,
mempersiapkan otak agar berfungsi baik pada hari berikutnya serta memberi
waktu pada sistem kekebalan untuk menghasilkan protein yang memerangi
infeksi dan peradangan. Jumlah tidur yang cukup juga bergantung pada usia,
meskipun kebanyakan orang dewasa harus tidur tujuh hingga sembilan jam
setiap malam. Waktu tersebut akan memberikan waktu tubuh yang dibutuhkan
untuk mengisi ulang dan memperbaiki dirinya sendiri.

4
 Kembali rutin berolah raga
Seusai liburan, kebiasaan berolahraga perlu dilakukan kembali.
Setelah banyak makan dan minum serta begadang sepanjang waktu selama
liburan, olahraga merupakan cara yang bagus untuk mengatur ulang
kesehatan. Berolahraga secara teratur dapat meningkatkan kesehatan fisik dan
mental, memperbaiki tingkat energi, kualitas tidur yang lebih baik,
mengurangi stres, dan menjaga berat badan yang sehat. Aktivitas fisik pun
akan mampu meningkatkan mobilitas dan stamina, mengurangi risiko
penyakit jantung koroner, menurunkan tingkat tekanan darah, serta menjaga
kesehatan tulang, sendi, dan otot.
 Ubah kebiasaan makan
Untuk melakukan kebiasaan penyesuaian makan kembali, caranya
yakni makan porsi kecil sepanjang hari. Ganti camilan olahan serta bergula
dengan pilihan yang lebih sehat seperti buah atau sayuran, serta masukkan
lebih banyak bahan segar ke dalam menu.

2.2 Peran Masyarakat, Tenaga Kesehatan dan Pemerintahan pada Travel Medicine.

Di Indonesia, peran masyarakat, pemerintah, dan tenaga kesehatan dalam upaya


preventif meliputi:

 Masyarakat: Masyarakat dapat memainkan peran penting dalam upaya


preventif dengan cara mengikuti aturan dan anjuran yang diberikan oleh
pemerintah dan tenaga kesehatan, seperti menjaga jarak sosial, menggunakan
masker, mencuci tangan secara teratur, dan menghindari kerumunan atau
tempat-tempat yang berisiko tinggi. Masyarakat juga dapat membantu
menyebarkan informasi dan pengetahuan tentang cara mencegah penyebaran
penyakit, serta membantu mereka yang membutuhkan bantuan atau
perawatan.
 Pemerintah: Pemerintah memiliki peran penting dalam upaya preventif,
termasuk dengan cara menyediakan informasi dan edukasi tentang kesehatan,
mengeluarkan kebijakan atau aturan yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan masyarakat, mengalokasikan anggaran untuk penanganan

5
kesehatan, serta memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai
dan tenaga kesehatan yang berkualitas.
 Tenaga Kesehatan: Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam upaya
preventif dengan cara memberikan informasi dan edukasi tentang kesehatan
kepada masyarakat, melakukan deteksi dini terhadap penyakit, memberikan
perawatan dan pengobatan yang tepat dan komprehensif, serta melakukan
surveilans dan pemantauan terhadap penyebaran penyakit. Peran dokter tidak
hanya mengupayakan pencegahan penyakit serta menangani masalah-masalah
kesehatan pada travellers namun juga mengambil bagian dalam advokasi
untuk perbaikan pelayanan kesehatan dan keamanan untuk wisatawan. Oleh
karena itu, dokter kedokteran wisata perlu mempunyai pengetahuan yang luas
dan selalu up-to-date karena perubahan-perubahan yang cepat di seluruh
dunia, yang meliputi pengetahuan wabah penyakit, terutama emerging
infectious diseases, pola resistensi antibiotika, iklim global, ekologi, dan
bahkan perubahan politik negara lain (Ni Made Adnya Suasti, 2019).

2.3 Jenis-jenis Gangguan Mental yang Dapat Dialami Oleh Wisatawan.

Berikut ini ialah jenis gangguan jiwa yang sering ditemukan pada wisatawan adalah
sebagai berikut:
a) Skizofrenia adalah kelainan jiwa ini menunjukkan gangguan dalam fungsi
kognitif atau pikiran berupa disorganisasi, jadi gangguannya adalah mengenai
pembentukan isi serta arus pikiran.
b) Depresi ialah salah satu gangguan jiwa pada alam perasaan afektif dan mood
ditandai dengan kemurungan, tidak bergairah, kelesuan, putus asa, perasaan
tidak berguna dan sebagainya. Depresi adalah salah satu gangguan jiwa yang
ditenmukan banyak pada wisatawan akibat adaptasi lingkungan yang kurang
baik.
c) Cemas ialah gejala kecemasan baik kronis maupun akut merupakan komponen
utama pada semua gangguan psikiatri. Komponen kecemasan dapat berupa
bentuk gangguan fobia, panik, obsesi komplusi dan sebagainya.

6
d) Penyalahgunaan narkoba dan HIV/ AIDS. Meningkatnya dalam penggunaan
narkotika ini berbanding lurus dengan peningkatan sarana dan dana. Para ahli
epidemiologi kasus HIV atau AIDS di Indonesia sebanyak 80ribu sampai
120ribu orang dari jumlah tersebut yang terinfeksi melalui jarum suntik adalah
80%.
e) Bunuh diri, dalam keadaan normal angka bunuh diri berkisaran antara 8-50 per
100 ribu orang.

2.4 Faktor resiko menyebabkan gangguan mental pada wisatawan.

Faktor predisposisi, yang sering dijumpai adalah multifaktor, yaitu bahwa


gangguan jiwa dapat disebabkan faktor biologis, psikologis maupun faktor sosiokultural
dan lingkungan. Faktor predisposisi dari faktor biologi dapat berupa gangguan
neurotranskitter, keturunan, kerusakan struktur otak, alkohol maupun penggunaan obat-
obatan terlarang. Faktor predisposisi dari faktor psikologi dapat berupa stres, pikiran dan
perasaan negatif (misalnya bahwa yang dialami adalah nasib yang buruk), trauma, serta
memikirkan hal-hal yang terlalu banyak. Sedangkan faktor predisposisi dari faktor
sosiokultural dan lingkungan dapat berupa diintimidasi di lingkungan social. Faktor
pemicu paling sering bagi wisatawan yaitu factor lingkungan, waisatawan yang tidak
dapat beradaptasi dengan budaya lingkungan sekitar akan menimbulkan munculnya
gangguan mental bagi diri wisatawan (Nurul Mawaddah et al., 2020).

2.5 Alur Diagnosis Gangguan Jiwa.

Pemeriksaan medis kejiwaan berupa rangkaian pemeriksaan untuk menentukan


apakah seseorang menderita permasalahan pada kejiwaannya atau tidak. Serangkaian
pemeriksaan tersebut meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, dan tes tertulis melalui
kuesioner (Sadock,2015).

1. Pemeriksaan Medis Kejiwaan Melalui Wawancara/Anamnesis Informasi yang


dapat diminta kepada pasien dan keluarga, antara lain adalah:
 Identitas pasien, tujuannya adalah untuk mengetahui data-data pribadi
pasien dan juga untuk pendekatan personal psikiater kepada pasien. Data

7
yang akan diminta meliputi nama, pekerjaan, status perkawinan, riwayat
pendidikan, dan hal lain seputar latar belakang sosial dan budaya pasien.
 Maksud utama pasien menjalani pemeriksaan medis kejiwaan. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi alasan utama pasien menjalani pemeriksaan
medis kejiwaan. Identifikasi ini seringkali dilakukan dalam bentuk
pertanyaan umum oleh psikiater yang memancing pasien untuk bercerita
secara rinci, terkait keluhannya kepada psikiater.
 Pemeriksaan penyakit jiwa yang sedang diderita. Ini adalah pemeriksaan
yang paling utama untuk menentukan diagnosis gangguan mental yang
sedang diderita. Psikiater akan meminta pasien atau keluarga untuk
menceritakan gejala dan riwayat gangguan mental yang diderita serinci
mungkin.
 Pemeriksaan riwayat kesehatan pasien. Psikiater akan menanyakan
penyakit-penyakit yang pernah atau sedang diderita pasien. Psikiater juga
dapat menanyakan riwayat tindakan medis yang pernah pasien jalani,
terutama riwayat operasi.
 Pemeriksaan obat-obatan dan alergi. Untuk melengkapi informasi kondisi
kesehatan pasien, perlu juga diketahui obat-obatan yang dikonsumsi dan
alergi yang diderita oleh pasien.
 Riwayat gangguan mental di keluarga. Jika ada anggota keluarga dekat
yang pernah menderita gangguan mental atau masalah kejiwaan,
hendaknya pasien atau keluarga memberitahukan informasi ini kepada
psikiater.
 Lingkungan dan riwayat sosial pasien. Pemeriksaan ini mencakup
pengumpulan informasi terkait kondisi sosial pasien, mencakup riwayat
pendidikan, lingkungan pekerjaan, jumlah anak, dan riwayat kriminal
pasien. Kebiasaan pasien juga harus diinformasikan, terutama kebiasaan
yang dapat merusak kesehatan fisik dan mental pasien, seperti kebiasaan
merokok, minum alkohol, atau mengonsumsi NAPZA.
 Riwayat perkembangan pasien. Informasi ini penting jika pasien pernah
menderita komplikasi pada saat lahir atau terlahir prematur.

8
2. Observasi Status Mental/Pemeriksaan Status Mental Pemeriksaan kondisi mental
pasien melalui observasi status mental dimulai dari pengamatan kondisi personal
pasien pada saat awal wawancara dilaksanakan. Hal-hal yang diamati pada
pemeriksaan ini, antara lain:
 Penampilan pasien. Hal-hal yang dievaluasi dalam observasi ini seperti
apakah pasien rileks atau gelisah, postur tubuh, cara berjalan, dan pakaian
pasien. Dokter akan menilai apakah pakaian dan penampilan pasien secara
umum sesuai dengan situasi, usia, dan jenis kelamin pasien.
 Sikap pasien kepada psikiater. Seperti ekspresi wajah pada saat
pemeriksaan, kontak mata pasien kepada psikiater, apakah pasien melihat
ke satu titik tertentu seperti langit-langit atau lantai selama pemeriksaan,
dan apakah pasien mau diajak bekerja sama selama pemeriksaan
(kooperatif) atau tidak.
 Mood dan afek pasien. Terutama suasana perasaan dan emosi pasien
seharihari. Apakah pasien merasa sedih, cemas, marah, atau senang
selama harihari biasa Afek pasien dapat dilihat dari gelagat dan raut wajah
yang diekspresikan pasien ketika menjalani pemeriksaan. Kesesuaian
terhadap mood bisa terlihat dari apakah saat mengaku merasa senang,
pasien terlihat tersenyum, murung, atau tidak menunjukkan ekspresi sama
sekali.
 Pola bicara. Pola bicara dapat dilihat dari volume suara dan intonasi pasien
selama wawancara, kualitas dan kuantitas pembicaraan, kecepatan
berbicara, serta bagaimana pasien merespons pertanyaan wawancara,
apakah pasien hanya menjawab sekadarnya atau bercerita panjang lebar.
 Proses berpikir. Proses berpikir pasien dapat dievaluasi dari bagaimana
pasien bercerita selama wawancara dilakukan. Hal-hal yang akan
diperiksa dari proses berpikir pasien yaitu hubungan antara pembicaraan,
apakah pasien sering mengganti topik pembicaraan, atau apakah pasien
berbicara dengan kata-lata yang tidak lazim dan tidak bisa dimengerti.
Persepsi dan daya tanggap pasien terhadap kenyataan atau apakah pasien
memiliki halusinasi atau waham (delusi) juga akan diperiksa.

9
 Konten atau isi pikiran. Pemeriksaan konten pikiran pasien dapat dilihat
dari: Orientasi pasien, terutama apakah pasien mengenal siapa dirinya,
mengetahui kapan dan di mana dia berada.
 Pemahaman diri sendiri (insight). Dokter akan mengevaluasi apakah
pasien memahami tingkat keparahan atau sadar akan gangguan mental
yang sedang dideritanya. Sikap pasien terhadap gangguan mental yang
sedang dideritanya juga akan diperiksa, termasuk sikapnya kepada petugas
kesehatan yang berupaya menangani masalah kejiwaan tersebut.
 Pertimbangan (judgement). Pasien akan diperiksa terkait kemampuannya
menimbang suatu perkara dan membuat keputusan berdasarkan
pertimbangan tersebut. Umumnya psikiater akan menilai fungsi penilaian
pasien dengan membuat suatu skenario berbentuk cerita, yang akan
melibatkan pasien untuk membuat suatu keputusan di dalam skenario
tersebut.
 Impulsivitas. Pasien akan diperiksa terkait impulsivitasnya dan
kemampuan mengontrol impulsivitas tersebut. Psikiater juga akan menilai
apakah pasien dapat menahan dorongan (impuls) lewat wawancara.
 Keandalan (reliability). Psikiater atau psikolog akan menilai apakah pasien
dapat dipercaya atau diandalkan, berdasarkan informasi yang telah
diperoleh dari observasi dan wawancara yang telah dijalani.
3. Pemeriksaan Penunjang dan Psikotes Jika diperlukan, pasien akan diminta untuk
menjalani pemeriksaan penunjang agar dapat membantu psikiater menentukan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang ini dapat berupa pemeriksaan darah dan urine
di laboratorium atau dengan pencitraan, misalnya CT scan dan MRI otak. Selain
menjalani pemeriksaan medis kejiwaan lewat wawancara dan observasi dengan
psikiater, pasien juga kemungkinan akan diminta untuk menjalani pemeriksaan
lebih lanjut yaitu psikotes. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengevaluasi lebih
dalam fungsi mental dan hal spesifik terkait kejiwaan pasien, seperti tipe
kepribadian, tingkat kecerdasan (IQ), dan kecerdasan emosional (EQ) pasien.

Diagnosis  pada pemeriksaan psikiatri diagnosis dibagi kedalam lima aksis sebagai
berikut :
10
a) Aksis I : Gangguan klinis, Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
b) Aksis II : Gangguan kepribadian, Retardasi mental
c) Aksis III : Kondisi medik umum
d) Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan
e) Aksis V : Penilaian fungsi secara global (GAF)

2.6 Tatalaksana yang diberikan pasa pasien dengan gangguan mental pada wisatawan

Tatalaksana awal yang dapat dilakukan seorang dokter kepada pasien gangguan
mental meliputi pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi, sebagai berikut ;

Obat-obatan (Farmakologi) Untuk meredakan gejala yang dialami penderita dan


meningkatkan efektifitas psikoterapi, dokter dapat meresepkan sejumlah obat berikut:

 Antidepresan, misalnya fluoxetine

 Antipsikotik, seperti aripiprazole.

 Pereda cemas, misalnya alprazolam.

 Mood stabilizer, seperti lithium.

Perubahan gaya hidup ( Non Farmakologi ) Menjalani gaya hidup sehat dapat
memperbaiki kualitas tidur penderita gangguan mental yang juga mengalami gangguan
tidur, terutama bila dikombinasikan dengan metode pengobatan di atas. Beberapa langkah
yang bisa dilakukan adalah:

 Mengurangi asupan gula dalam makanan.

 Memperbanyak makan buah dan sayur.

 Membatasi konsumsi minuman berkafein.

 Berhenti merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol.

 Mengelola stres dengan baik.

 Melakukan olahraga secara rutin.

 Makan cemilan dengan sedikit karbohidrat sebelum tidur.


11
 Tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari. Apabila gangguan mental pasien
dangan berat maka dokter umum dapat merujuk pasien ke rumah sakit jiwa agar
pasien mendapatkan perawatan yang lebih intensif (Kemenkes, 2015 ).

2.7 Penyalahgunaan Mushroom.

1) WNA yang dirawat di Rumah Sakit oleh sebab penyakit lainnya (non-COVID19) dapat
diterbangkan/ dievakuasi apabila memenuhi persyaratan kesehatan penerbangan.

2) Dokter ahli yang merawat ataupun dokter penerbangan menilai kondisi pasien apakah
laik/ tidak laik diterbangkan dan mengisi Medical Informetion Fom for Air Travel
(MEDIF).

3) Dalam hal hasil assessment dokter menyatakan bahwa pasien WNA dalam kondisi laik
terbang (fit to fly), maka pasien tersebut didampingi oleh tenaga medis profesional dari
negara asal WNA tersebut ataupun dari Indonesia.

4) Hasil assessment dokter juga menyatakan apakah pasien dapat diterbangkan dengan
pesawat komersial atau pesawat charter.

5) Apabila berada dalam kondisi tidak laik terbang, maka pemulangan pasien WNA ditunda
sampai kondisinya stabil dan merenuhi persyaratan kesehatan penerbangan.

6) Dokter Kantor Kesehatan Pelabuhan di bandar udara embarkasi melakukan pengawasan


dan reevaluasi kembali terhadap kondisi kesehatan pasien WNA.

7) Apabila pasien WNA dinyatakan laik terbang, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan di
bandar udara embarkasi akan menerbitkan Surat Keterangan Kelaikan Terbang.

8) Dalam hal pasien WNA sakit harus diterbangkan dengan pesawat charter, maka saat
kedatangan pesawat charter tersebut di Indonesia, seluruh air crew dan tenaga medis
penjemput haus mengikuti prosedur pengawasan kekarantinaan kesehatan yang berlaku.
Seluruh air crew dan tenaga medis yang akan menjemput harus melalui screening oleh
petugas KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) dan memiliki Heatth certifikat yang
dikeluarkan dari negara asal.

12
9) Seluruh kru dan petugas yang terlibat dalam proses repatriasi WNA harus menerapkan
prinsip- prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai ketentuan.

10) Pesawat charter yang akan dipakai untuk menjemput pasien WNA tersebut telah
mengantongi izin untuk mendarat izin slot di Indonesia.

11) Seluruh pembiayaan proses pemulangan WNA sakit ditanggung oleh negara asal,
ataupun ditanggung oleh asuransi pribadi pasien WNA jika ada) (Kementrian Luar Negri
Republik Indonesia, 2020).

Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Rujukan


horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan
apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya (Kemenkes,2009).

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai


kebutuhan medis, yaitu:

a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama

b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua

c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.

d) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

Sistem Rujukan (Kemnekes,2009)

1) Setiap individu dari masyarakat dapat langsung mencari pelayanan ke


Puskesmas, RSU, RSJ atau Panti Rehabilitasi.

13
2) Dari Puskesmas pasien dapat dirujuk mencari pelayanan ke RSU, RSJ atau
Panti Rehabilitasi.

3) Dari RSU pasien dapat dirujuk ke RSJ atau Panti Rehabilitasi.

4) Dari RSJ pasien dapat dirujuk ke Panti Rehabilitasi

14
KESIMPULAN

Berdasarkan skenario, pembahasan materi dan diskusi SGD yang telah dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan jiwa harus tetap menjadi perhatian penting,
tidak hanya pada masyarakat lokal tetapi juga bagi para wisatawan khususnya di daerah
pariwisata. Edukasi dan konsultasi mengenai pre, during, dan post travel tetap menjadi
pedoman dalam mencegah terjadinya gangguan kejiwaan pada wisatawan. Peran
Masyarakat dan pemerintah juga berperngaruh mencegah terjadinya gangguan kejiwaan
pada wisatawan. Faktor-faktor risiko yang bisa memicu juga perlu menjadi perhatian
penting dalam mencegah gangguan jiwa pada wisatawan tersebut. Sebagai seorang dokter
umum penting untuk mengetahui bahwa gangguan jiwa bukan merupakan gangguan
dengan single causation (satu faktor) saja tetapi multi-causation (multifaktoral). Oleh
karena itu, penting untuk dipahami mengenai anamnesis psikiatri karena lewat anamnesis
psikiatri, seorang dokter bisa mendiagnosis suatu gangguan kejiwaan. Selain itu,
tatalaksana awal yang sesuai dengan kompetensi dokter umum juga perlu menjadi
perhatian. Apabila seluruh tindakan tadi telah dilaksanakan barulah pasien bisa
dilanjutkan pemeriksaannya dengan merujuk pasien sesuai dengan alur rujukan
wisatawan. Dengan diberlakukannya hal-hal tadi, tentu akan mencegah kejadian seperti
pada wisatawan di scenario terjadi kembali di kemudian hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, Luh Nyoman A. (2016). Penyalahgunaan Magic Mushroom. Program


Pendidikan Dokter Spesialis I. RSUP Sanglah Denpasar.

Taftazani, Budi M. (2015). Pelayanan Sosial Bagi Penyandang Psikotik. Vol. 4(1) ; 129 –
139.

Fachrudin, Duddy. (2020). Episode Degresif Berat dengan Gejala Psikotik (Studi Kasus
dalam Perspektif Psikologi dengan Pendekatan Teori Kognitif Beck). Jurnal
Kedokteran & Kesehatan. Hal: 28 – 36.

Pasiak, Taufiq F. (2017).Indikator yang Membedakan Gejala Psikotik dengan


Pengalaman Spiritual dalam Perspektif Neurosains (Neuro-Anatomi). Jurnal e-
Biomedik. Vol. 5(2).

Wirawan, I Md A. (2022). Kesehatan Pariwisata. Panuduh Atma Waras, Bali.

Cermin Dunia Kedokteran. 2016. Kesehatan Wisata. Grup PT. Kalbe Farma Tbk.

Cokorda Bagus Jaya Lesmana. 2017. Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kedokteran Jiwa.
Fakultas Kedokteran Unfersitas Udayana Denpasar.

Cunningham N. Hallucinogen Plants of Abuse; Emerg Med Australas.2008.

DINKES NTB. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Fadlian N., Soetjipto SpKJ(K). 2016. ALCOHOL-INDUCED PSYCHOTIC DISORDER.


Ilmu Kedokteran Jiwa Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Universitas
Airlangga/RSU Dr. Soetomo Surabaya.

Kementerian Kesehatan RI. (2021). Panduan Wisata Sehat di Masa Pandemi COVID-19.
[https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-19-Panduan-
Wisata-Sehat-di-Masa-Pandemi-COVID-19- \↗]

16
(https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-19-Panduan-
Wisata-Sehat-di-Masa-Pandemi-COVID-19-)

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. (2021). Panduan Perjalanan Wisata
Aman di Era Kenormalan Baru.
[https://www.kemenparekraf.go.id/content/detail/12141/panduan-perjalanan-
wisata-aman-di-era-kenormalan-baru ↗]
(https://www.kemenparekraf.go.id/content/detail/12141/panduan-perjalanan-
wisata-aman-di-era-kenormalan-baru)

Kementerian Kesehatan RI. (2021). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19


di Tempat Kerja dan Industri Pariwisata.
[https://covid19.kemkes.go.id/download/Pedoman-Pencegahan-dan-
Pengendalian-COVID-19-di-Tempat-Kerja-dan-Industri-Pariwisata.pdf ↗]
(https://covid19.kemkes.go.id/download/Pedoman-Pencegahan-dan-
Pengendalian-COVID-19-di-Tempat-Kerja-dan-Industri-Pariwisata.pdf)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pelayanan Wisata Medik.

Kim Rose-Francis RDN, CDCES, CNSC, LD, Nutrition. 2022. The effects of mixing
mushrooms and alcohol. MedicalNewsToday.

Lidia Shafiatul. 2017. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama
Peserta BPJS Kesehatan Di Puskesmas. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

Levina S Pakasi. (2006). Kesehatan Wisata Kesehatan Wisata

Maslim R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III. Jakarta.

Priscilla E. Lumingkewas. 2017. Indikator yang Membedakan Gejala Psikotik dengan


Pengalaman Spiritual dalam Perspektif Neurosains (Neuro-Anatomi). Program
Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.

17
Smith. A. H: Production of Psilocybin in Psilocybe baeocystis Saprophytic Culture; J
Pharm Sci. 1998

Vyas CM, Petriceks AH, Paudel S, Donovan AL, Stern TA. 2022. Acute Psychosis:
Differential Diagnosis, Evaluation, and Management. Prim Care Companion
CNS Disord.

World health organization. General guidelines for methodologies on research


andevaluation of raditional medicine [homepage on internet]. Geneva: WHO;
2001.

18

Anda mungkin juga menyukai