Laporan SGD 6 LBM 2 Blok Kesehatan Pariwisata (Wisatawan Dengan Gangguan Jiwa)
Laporan SGD 6 LBM 2 Blok Kesehatan Pariwisata (Wisatawan Dengan Gangguan Jiwa)
SKENARIO LBM 2
1.1 Skenario.
1
1.2 Deskripsi Masalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hal-hal yang perlu dipersiapkan saat Pre, During, dan Post Travel.
a. Pre-Travel
Sebelum berwisata, pastikan mengetahui informasi terkait destinasi wisata
yang akan dikunjungi, seperti aturan dan kebiasaan lokal, kondisi cuaca, dan
tempat-tempat yang perlu dihindari.
Pastikan membawa barang bawaan yang diperlukan, seperti obat-obatan
pribadi, perlengkapan medis darurat, pakaian yang sesuai, makanan dan
minuman, serta perlengkapan elektronik dan komunikasi.
Pastikan kondisi kesehatan dan fisik yang memadai sebelum berangkat,
termasuk mengikuti vaksinasi dan memeriksa ketersediaan obat-obatan rutin.
Pastikan dokumen perjalanan seperti paspor, visa, dan tiket sudah lengkap dan
valid.
Pastikan memiliki asuransi perjalanan yang mencakup risiko kesehatan dan
kecelakaan.
b. During Travel
Selalu menggunakan masker dan menjaga jarak sosial, terutama jika berada di
tempat-tempat publik atau berkumpul dengan orang banyak.
Menjaga kebersihan dan kesehatan pribadi, seperti mencuci tangan secara
teratur dan menghindari kontak fisik dengan orang yang sakit.
Menghindari makanan atau minuman yang tidak higienis atau tidak aman.
Menjaga keamanan diri dan barang bawaan, seperti tidak membawa terlalu
banyak uang tunai atau barang berharga lainnya.
Menghindari aktivitas yang berisiko tinggi, seperti olahraga ekstrem atau
berenang di tempat yang tidak aman.
c. Post Travel
Kembali melakukan kebiasaan harian
3
Aktivitas rutin perlu kembali dibiasakan, seperti pergi tidur pada jam
yang sama setiap malam dan punya jadwal bangun teratur setiap harinya.
Merancang menu persiapan makanan juga akan memudahkan kembali ke
ritme harian. Hal ini juga penting karena sekaligus dapat menjaga asupan gizi.
Itu semua bertujuan membuat seseorang merasa lebih mengontrol hidup dan
jadwalnya, mengurangi kecemasan dan kelelahan.
Cek kondisi kesehatan
Tidak ada salahnya menjadwalkan pengecekan kondisi kesehatan
seusai liburan, supaya mendapat informasi menyeluruh tentang tubuh. Janji
temu dengan dokter juga memungkinkan pemantauan berkelanjutan terhadap
masalah kesehatan tertentu. Kunjungan ke medis profesional pun memberi
kesempatan untuk membicarakan banyak hal setelah musim liburan.
Misalnya, jika selama liburan ada masalah pencernaan, ada kebiasaan makan
yang berbeda, atau ingin membuat rencana penurunan berat badan.
Tetap jaga kebersihan
Musim liburan biasanya diisi dengan bertandang ke tempat wisata
yang ramai dan banyak kunjungan ke kerabat. Paparan kuman bisa saja terjadi
selama liburan dan memengaruhi kesehatan. Setelah musim liburan berlalu,
penting untuk mengambil tindakan. Caranya, tetap jaga higienitas untuk
membantu mencegah penyebaran kuman dan bakteri. Ini termasuk mencuci
tangan secara teratur, menggunakan hand sanitizer saat sabun dan air tidak
tersedia, serta menghindari menyentuh wajah dengan tangan.
Cukup tidur
Periode pascaliburan bisa memicu stres bagi banyak orang sehingga
cukup istirahat yang diperlukan. Tidur adalah waktu perbaikan bagi tubuh,
mempersiapkan otak agar berfungsi baik pada hari berikutnya serta memberi
waktu pada sistem kekebalan untuk menghasilkan protein yang memerangi
infeksi dan peradangan. Jumlah tidur yang cukup juga bergantung pada usia,
meskipun kebanyakan orang dewasa harus tidur tujuh hingga sembilan jam
setiap malam. Waktu tersebut akan memberikan waktu tubuh yang dibutuhkan
untuk mengisi ulang dan memperbaiki dirinya sendiri.
4
Kembali rutin berolah raga
Seusai liburan, kebiasaan berolahraga perlu dilakukan kembali.
Setelah banyak makan dan minum serta begadang sepanjang waktu selama
liburan, olahraga merupakan cara yang bagus untuk mengatur ulang
kesehatan. Berolahraga secara teratur dapat meningkatkan kesehatan fisik dan
mental, memperbaiki tingkat energi, kualitas tidur yang lebih baik,
mengurangi stres, dan menjaga berat badan yang sehat. Aktivitas fisik pun
akan mampu meningkatkan mobilitas dan stamina, mengurangi risiko
penyakit jantung koroner, menurunkan tingkat tekanan darah, serta menjaga
kesehatan tulang, sendi, dan otot.
Ubah kebiasaan makan
Untuk melakukan kebiasaan penyesuaian makan kembali, caranya
yakni makan porsi kecil sepanjang hari. Ganti camilan olahan serta bergula
dengan pilihan yang lebih sehat seperti buah atau sayuran, serta masukkan
lebih banyak bahan segar ke dalam menu.
2.2 Peran Masyarakat, Tenaga Kesehatan dan Pemerintahan pada Travel Medicine.
5
kesehatan, serta memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai
dan tenaga kesehatan yang berkualitas.
Tenaga Kesehatan: Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam upaya
preventif dengan cara memberikan informasi dan edukasi tentang kesehatan
kepada masyarakat, melakukan deteksi dini terhadap penyakit, memberikan
perawatan dan pengobatan yang tepat dan komprehensif, serta melakukan
surveilans dan pemantauan terhadap penyebaran penyakit. Peran dokter tidak
hanya mengupayakan pencegahan penyakit serta menangani masalah-masalah
kesehatan pada travellers namun juga mengambil bagian dalam advokasi
untuk perbaikan pelayanan kesehatan dan keamanan untuk wisatawan. Oleh
karena itu, dokter kedokteran wisata perlu mempunyai pengetahuan yang luas
dan selalu up-to-date karena perubahan-perubahan yang cepat di seluruh
dunia, yang meliputi pengetahuan wabah penyakit, terutama emerging
infectious diseases, pola resistensi antibiotika, iklim global, ekologi, dan
bahkan perubahan politik negara lain (Ni Made Adnya Suasti, 2019).
Berikut ini ialah jenis gangguan jiwa yang sering ditemukan pada wisatawan adalah
sebagai berikut:
a) Skizofrenia adalah kelainan jiwa ini menunjukkan gangguan dalam fungsi
kognitif atau pikiran berupa disorganisasi, jadi gangguannya adalah mengenai
pembentukan isi serta arus pikiran.
b) Depresi ialah salah satu gangguan jiwa pada alam perasaan afektif dan mood
ditandai dengan kemurungan, tidak bergairah, kelesuan, putus asa, perasaan
tidak berguna dan sebagainya. Depresi adalah salah satu gangguan jiwa yang
ditenmukan banyak pada wisatawan akibat adaptasi lingkungan yang kurang
baik.
c) Cemas ialah gejala kecemasan baik kronis maupun akut merupakan komponen
utama pada semua gangguan psikiatri. Komponen kecemasan dapat berupa
bentuk gangguan fobia, panik, obsesi komplusi dan sebagainya.
6
d) Penyalahgunaan narkoba dan HIV/ AIDS. Meningkatnya dalam penggunaan
narkotika ini berbanding lurus dengan peningkatan sarana dan dana. Para ahli
epidemiologi kasus HIV atau AIDS di Indonesia sebanyak 80ribu sampai
120ribu orang dari jumlah tersebut yang terinfeksi melalui jarum suntik adalah
80%.
e) Bunuh diri, dalam keadaan normal angka bunuh diri berkisaran antara 8-50 per
100 ribu orang.
7
yang akan diminta meliputi nama, pekerjaan, status perkawinan, riwayat
pendidikan, dan hal lain seputar latar belakang sosial dan budaya pasien.
Maksud utama pasien menjalani pemeriksaan medis kejiwaan. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi alasan utama pasien menjalani pemeriksaan
medis kejiwaan. Identifikasi ini seringkali dilakukan dalam bentuk
pertanyaan umum oleh psikiater yang memancing pasien untuk bercerita
secara rinci, terkait keluhannya kepada psikiater.
Pemeriksaan penyakit jiwa yang sedang diderita. Ini adalah pemeriksaan
yang paling utama untuk menentukan diagnosis gangguan mental yang
sedang diderita. Psikiater akan meminta pasien atau keluarga untuk
menceritakan gejala dan riwayat gangguan mental yang diderita serinci
mungkin.
Pemeriksaan riwayat kesehatan pasien. Psikiater akan menanyakan
penyakit-penyakit yang pernah atau sedang diderita pasien. Psikiater juga
dapat menanyakan riwayat tindakan medis yang pernah pasien jalani,
terutama riwayat operasi.
Pemeriksaan obat-obatan dan alergi. Untuk melengkapi informasi kondisi
kesehatan pasien, perlu juga diketahui obat-obatan yang dikonsumsi dan
alergi yang diderita oleh pasien.
Riwayat gangguan mental di keluarga. Jika ada anggota keluarga dekat
yang pernah menderita gangguan mental atau masalah kejiwaan,
hendaknya pasien atau keluarga memberitahukan informasi ini kepada
psikiater.
Lingkungan dan riwayat sosial pasien. Pemeriksaan ini mencakup
pengumpulan informasi terkait kondisi sosial pasien, mencakup riwayat
pendidikan, lingkungan pekerjaan, jumlah anak, dan riwayat kriminal
pasien. Kebiasaan pasien juga harus diinformasikan, terutama kebiasaan
yang dapat merusak kesehatan fisik dan mental pasien, seperti kebiasaan
merokok, minum alkohol, atau mengonsumsi NAPZA.
Riwayat perkembangan pasien. Informasi ini penting jika pasien pernah
menderita komplikasi pada saat lahir atau terlahir prematur.
8
2. Observasi Status Mental/Pemeriksaan Status Mental Pemeriksaan kondisi mental
pasien melalui observasi status mental dimulai dari pengamatan kondisi personal
pasien pada saat awal wawancara dilaksanakan. Hal-hal yang diamati pada
pemeriksaan ini, antara lain:
Penampilan pasien. Hal-hal yang dievaluasi dalam observasi ini seperti
apakah pasien rileks atau gelisah, postur tubuh, cara berjalan, dan pakaian
pasien. Dokter akan menilai apakah pakaian dan penampilan pasien secara
umum sesuai dengan situasi, usia, dan jenis kelamin pasien.
Sikap pasien kepada psikiater. Seperti ekspresi wajah pada saat
pemeriksaan, kontak mata pasien kepada psikiater, apakah pasien melihat
ke satu titik tertentu seperti langit-langit atau lantai selama pemeriksaan,
dan apakah pasien mau diajak bekerja sama selama pemeriksaan
(kooperatif) atau tidak.
Mood dan afek pasien. Terutama suasana perasaan dan emosi pasien
seharihari. Apakah pasien merasa sedih, cemas, marah, atau senang
selama harihari biasa Afek pasien dapat dilihat dari gelagat dan raut wajah
yang diekspresikan pasien ketika menjalani pemeriksaan. Kesesuaian
terhadap mood bisa terlihat dari apakah saat mengaku merasa senang,
pasien terlihat tersenyum, murung, atau tidak menunjukkan ekspresi sama
sekali.
Pola bicara. Pola bicara dapat dilihat dari volume suara dan intonasi pasien
selama wawancara, kualitas dan kuantitas pembicaraan, kecepatan
berbicara, serta bagaimana pasien merespons pertanyaan wawancara,
apakah pasien hanya menjawab sekadarnya atau bercerita panjang lebar.
Proses berpikir. Proses berpikir pasien dapat dievaluasi dari bagaimana
pasien bercerita selama wawancara dilakukan. Hal-hal yang akan
diperiksa dari proses berpikir pasien yaitu hubungan antara pembicaraan,
apakah pasien sering mengganti topik pembicaraan, atau apakah pasien
berbicara dengan kata-lata yang tidak lazim dan tidak bisa dimengerti.
Persepsi dan daya tanggap pasien terhadap kenyataan atau apakah pasien
memiliki halusinasi atau waham (delusi) juga akan diperiksa.
9
Konten atau isi pikiran. Pemeriksaan konten pikiran pasien dapat dilihat
dari: Orientasi pasien, terutama apakah pasien mengenal siapa dirinya,
mengetahui kapan dan di mana dia berada.
Pemahaman diri sendiri (insight). Dokter akan mengevaluasi apakah
pasien memahami tingkat keparahan atau sadar akan gangguan mental
yang sedang dideritanya. Sikap pasien terhadap gangguan mental yang
sedang dideritanya juga akan diperiksa, termasuk sikapnya kepada petugas
kesehatan yang berupaya menangani masalah kejiwaan tersebut.
Pertimbangan (judgement). Pasien akan diperiksa terkait kemampuannya
menimbang suatu perkara dan membuat keputusan berdasarkan
pertimbangan tersebut. Umumnya psikiater akan menilai fungsi penilaian
pasien dengan membuat suatu skenario berbentuk cerita, yang akan
melibatkan pasien untuk membuat suatu keputusan di dalam skenario
tersebut.
Impulsivitas. Pasien akan diperiksa terkait impulsivitasnya dan
kemampuan mengontrol impulsivitas tersebut. Psikiater juga akan menilai
apakah pasien dapat menahan dorongan (impuls) lewat wawancara.
Keandalan (reliability). Psikiater atau psikolog akan menilai apakah pasien
dapat dipercaya atau diandalkan, berdasarkan informasi yang telah
diperoleh dari observasi dan wawancara yang telah dijalani.
3. Pemeriksaan Penunjang dan Psikotes Jika diperlukan, pasien akan diminta untuk
menjalani pemeriksaan penunjang agar dapat membantu psikiater menentukan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang ini dapat berupa pemeriksaan darah dan urine
di laboratorium atau dengan pencitraan, misalnya CT scan dan MRI otak. Selain
menjalani pemeriksaan medis kejiwaan lewat wawancara dan observasi dengan
psikiater, pasien juga kemungkinan akan diminta untuk menjalani pemeriksaan
lebih lanjut yaitu psikotes. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengevaluasi lebih
dalam fungsi mental dan hal spesifik terkait kejiwaan pasien, seperti tipe
kepribadian, tingkat kecerdasan (IQ), dan kecerdasan emosional (EQ) pasien.
Diagnosis pada pemeriksaan psikiatri diagnosis dibagi kedalam lima aksis sebagai
berikut :
10
a) Aksis I : Gangguan klinis, Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
b) Aksis II : Gangguan kepribadian, Retardasi mental
c) Aksis III : Kondisi medik umum
d) Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan
e) Aksis V : Penilaian fungsi secara global (GAF)
2.6 Tatalaksana yang diberikan pasa pasien dengan gangguan mental pada wisatawan
Tatalaksana awal yang dapat dilakukan seorang dokter kepada pasien gangguan
mental meliputi pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi, sebagai berikut ;
Perubahan gaya hidup ( Non Farmakologi ) Menjalani gaya hidup sehat dapat
memperbaiki kualitas tidur penderita gangguan mental yang juga mengalami gangguan
tidur, terutama bila dikombinasikan dengan metode pengobatan di atas. Beberapa langkah
yang bisa dilakukan adalah:
1) WNA yang dirawat di Rumah Sakit oleh sebab penyakit lainnya (non-COVID19) dapat
diterbangkan/ dievakuasi apabila memenuhi persyaratan kesehatan penerbangan.
2) Dokter ahli yang merawat ataupun dokter penerbangan menilai kondisi pasien apakah
laik/ tidak laik diterbangkan dan mengisi Medical Informetion Fom for Air Travel
(MEDIF).
3) Dalam hal hasil assessment dokter menyatakan bahwa pasien WNA dalam kondisi laik
terbang (fit to fly), maka pasien tersebut didampingi oleh tenaga medis profesional dari
negara asal WNA tersebut ataupun dari Indonesia.
4) Hasil assessment dokter juga menyatakan apakah pasien dapat diterbangkan dengan
pesawat komersial atau pesawat charter.
5) Apabila berada dalam kondisi tidak laik terbang, maka pemulangan pasien WNA ditunda
sampai kondisinya stabil dan merenuhi persyaratan kesehatan penerbangan.
7) Apabila pasien WNA dinyatakan laik terbang, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan di
bandar udara embarkasi akan menerbitkan Surat Keterangan Kelaikan Terbang.
8) Dalam hal pasien WNA sakit harus diterbangkan dengan pesawat charter, maka saat
kedatangan pesawat charter tersebut di Indonesia, seluruh air crew dan tenaga medis
penjemput haus mengikuti prosedur pengawasan kekarantinaan kesehatan yang berlaku.
Seluruh air crew dan tenaga medis yang akan menjemput harus melalui screening oleh
petugas KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) dan memiliki Heatth certifikat yang
dikeluarkan dari negara asal.
12
9) Seluruh kru dan petugas yang terlibat dalam proses repatriasi WNA harus menerapkan
prinsip- prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai ketentuan.
10) Pesawat charter yang akan dipakai untuk menjemput pasien WNA tersebut telah
mengantongi izin untuk mendarat izin slot di Indonesia.
11) Seluruh pembiayaan proses pemulangan WNA sakit ditanggung oleh negara asal,
ataupun ditanggung oleh asuransi pribadi pasien WNA jika ada) (Kementrian Luar Negri
Republik Indonesia, 2020).
a) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
d) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer
13
2) Dari Puskesmas pasien dapat dirujuk mencari pelayanan ke RSU, RSJ atau
Panti Rehabilitasi.
14
KESIMPULAN
Berdasarkan skenario, pembahasan materi dan diskusi SGD yang telah dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan jiwa harus tetap menjadi perhatian penting,
tidak hanya pada masyarakat lokal tetapi juga bagi para wisatawan khususnya di daerah
pariwisata. Edukasi dan konsultasi mengenai pre, during, dan post travel tetap menjadi
pedoman dalam mencegah terjadinya gangguan kejiwaan pada wisatawan. Peran
Masyarakat dan pemerintah juga berperngaruh mencegah terjadinya gangguan kejiwaan
pada wisatawan. Faktor-faktor risiko yang bisa memicu juga perlu menjadi perhatian
penting dalam mencegah gangguan jiwa pada wisatawan tersebut. Sebagai seorang dokter
umum penting untuk mengetahui bahwa gangguan jiwa bukan merupakan gangguan
dengan single causation (satu faktor) saja tetapi multi-causation (multifaktoral). Oleh
karena itu, penting untuk dipahami mengenai anamnesis psikiatri karena lewat anamnesis
psikiatri, seorang dokter bisa mendiagnosis suatu gangguan kejiwaan. Selain itu,
tatalaksana awal yang sesuai dengan kompetensi dokter umum juga perlu menjadi
perhatian. Apabila seluruh tindakan tadi telah dilaksanakan barulah pasien bisa
dilanjutkan pemeriksaannya dengan merujuk pasien sesuai dengan alur rujukan
wisatawan. Dengan diberlakukannya hal-hal tadi, tentu akan mencegah kejadian seperti
pada wisatawan di scenario terjadi kembali di kemudian hari.
15
DAFTAR PUSTAKA
Taftazani, Budi M. (2015). Pelayanan Sosial Bagi Penyandang Psikotik. Vol. 4(1) ; 129 –
139.
Fachrudin, Duddy. (2020). Episode Degresif Berat dengan Gejala Psikotik (Studi Kasus
dalam Perspektif Psikologi dengan Pendekatan Teori Kognitif Beck). Jurnal
Kedokteran & Kesehatan. Hal: 28 – 36.
Cermin Dunia Kedokteran. 2016. Kesehatan Wisata. Grup PT. Kalbe Farma Tbk.
Cokorda Bagus Jaya Lesmana. 2017. Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kedokteran Jiwa.
Fakultas Kedokteran Unfersitas Udayana Denpasar.
DINKES NTB. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Panduan Wisata Sehat di Masa Pandemi COVID-19.
[https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-19-Panduan-
Wisata-Sehat-di-Masa-Pandemi-COVID-19- \↗]
16
(https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-19-Panduan-
Wisata-Sehat-di-Masa-Pandemi-COVID-19-)
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. (2021). Panduan Perjalanan Wisata
Aman di Era Kenormalan Baru.
[https://www.kemenparekraf.go.id/content/detail/12141/panduan-perjalanan-
wisata-aman-di-era-kenormalan-baru ↗]
(https://www.kemenparekraf.go.id/content/detail/12141/panduan-perjalanan-
wisata-aman-di-era-kenormalan-baru)
Kim Rose-Francis RDN, CDCES, CNSC, LD, Nutrition. 2022. The effects of mixing
mushrooms and alcohol. MedicalNewsToday.
Lidia Shafiatul. 2017. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama
Peserta BPJS Kesehatan Di Puskesmas. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Maslim R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III. Jakarta.
17
Smith. A. H: Production of Psilocybin in Psilocybe baeocystis Saprophytic Culture; J
Pharm Sci. 1998
Vyas CM, Petriceks AH, Paudel S, Donovan AL, Stern TA. 2022. Acute Psychosis:
Differential Diagnosis, Evaluation, and Management. Prim Care Companion
CNS Disord.
18