Islam Dan Sains
Islam Dan Sains
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw
beserta keluarga dan para sahabatnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A. Pengertian Epistimologi Hukum Islam: Bayani, Irfani dan Burhani......................3
1. Epistimologi Bayani (Penalaran Berdasarkan Teks).............................................3
2. Epistimologi Burhani ( Pengetahuan Berdasarkan Prinsip Logika)......................5
3. Epistimologi Irfani (Penalaran Berdasarkan Intuisi)............................................5
B. Prinsip atau Jalan yang ditempuh dalam Epistimologi Bayani, Burhani, dan Irfani. 7
1. Epistimologi Bayani..............................................................................................7
2. Epistimologi Burhani............................................................................................8
3. Episrimologi Irfani................................................................................................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................................9
B. Saran.........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap
hakekat ilmu.1 Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakekat ilmu tersebut, antara lain obyek apa yang ditelaah ilmu,
bagaimana memperoleh ilmu, dan untuk apa ilmu digunakan.
1 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan (Surabaya: Pustaka Intelektual, 2009), hlm. 55
iii
bahwa epistemologi adalah cabang dari filsafat yang secara khusus membahas
tentang teori pengetahuan.2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian secara rinci dan mendalam dari epistimologi bayani, burhani dan
irfani?
2. Bagaimana prinsip atau jalan yang ditempuh dalam epistimologi bayani, burhani,
dan irfani?
C. Tujuan
1. Mampu mengetahui pengertian secara rinci dan mendalam dari epistimologi
bayani, burhani dan irfani.
2. Untuk mengetahui prinsip atau jalan yang ditempuh dalam epistimologi bayani,
burhani, dan irfani
3 Muhammad Roy Purwanto, Dekonstruksi Teori Hukum Islam: Kritik terhadap Konsep Mashlahah
Najmuddin al-Thufi. (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), hlm. 21
4 Ibid, hlm. 21
iv
BAB II
PEMBAHASAN
metode berfikir yang berdasarakan pada teks kitab suci (Al-quran). pendekatan
bayani melahirkan sejumlah produk hukum islam (fiqih islam) dan bagaimana
cara menghasilkan hukum dimaksud (ushul fiqih) dengan berbagai variasinya.
selain itu juga melahirkan sejumlah karya tafsir Al-quran.8
Dalam bayani rasio di anggap tidak mampu memberikan pengetahuan
kecuali disandarkan pada teks. Dalam perspektif keagamaan, sasaran bidik metode
bayani adalah aspek eksoterik atau syariat.
1. Perkembangan Bayani
Istilah bayani dari kata bahasa arab bayan berarti penjelasan (eksplanasi).
Sementara itu secara terminologi bayan mempunyai 2 arti yaitu:9
a. Sebagai aturan-aturan penafsiran wacana (kowanin tafsir al khitobih)
b. Syarat-syarat memproduksi wacana (syuruth intaj al khitob)
Berbeda dengan makna etimologi yang telah ada sejak awal peradapan
islam, makna-makna terminologis ini baru lahir belekangan yaitu pada masa
kodofikas (tadwin)
Dari segi metodologi, al syafi’i membagi bayan ini dalam 5 bagian dan
tingkatan:
a. Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut
b. Bayan yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh penjelasan sunnah
c. Bayan yang keseluruhannya masuh global sehingga butuh penjelasan sunnah
d. Bayan sunnah sebagai uraian sesuatu yang tidak terdapat pada al qur an.
e. Bayan ijtihat yang di lakukan dengan qiyas ataas sesuatu yang tidak terdapat
dalam al qur an maupun sunnah.
Dan 5 derajat bayan tersebut, al syafi’i kemudian menyatakan bahwa yang
pokok (shul) ada 3 yaitu al qur an, sunnah dan qiyas kemudian di tambah ijma’.
2. Sumber Pengetahuan
Dalam ushul al fiqih yang di maksud nash sebagai sumber pengetahuan
bayani adalah al qur an dan al hadist. Oleh karena itu epistimologi bayani
menaruh perhatian besar dan teliti pada proses transmisi teks dari generasi ke
generasi
Ini penting bagi bayani karna sebagai sumber pengetahuan benar tidaknya
transmisi teks menentukan benar salahnya ketentuan hukum yang diambil. Jika
8 Muhammad Roy Purwanto, Dekonstruksi Teori Hukum Islam: Kritik terhadap Konsep Mashlahah
Najmuddin al-Thufi. (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), hlm. 21
9 http://hanumnursh.blogspot.com/2017/02/epistimologi-bayani-burhani-dan-irfani.html?m=1
vi
transmisi bisa di pertanggung jawabkan berarti teks tersebut benar dan bisa
dijadikan dasar hukum.
Karena itu pada masa tadwin (kodifikasi) khususnya kodifikasi hadist, para
ilmuan begitu ketat dalam menyeleksi sebuah teks yang bisa di terima.
1. Perjalan Burhani
Al-Burhani (Demonstratif), secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu
aktifitas berfikir untuk menetapkan kebenaran proposisi (qodhiyah) melalui
pendekatan deduktif (al istintaj) dengan mengaitkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain yang telah terbukra aksiomatiti kebenarannya secara
aksiomatik (badhihi).
2. Bahasa dan Logika
Sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio
inilah yang dengan dalil-dalil logika memberikan penilaian dan keputusan
terhadap informasi-informasi yang masuk lewat indra yang dikenal dengan
istilah tasawur dan tashdiq.
Tasawur adalah proses pembentukan konsep berdasarkan data-data dan
indera, sedangkan tashdiq adalah proses pembuktian terhadap kebenaran konsep
tersebut.
10 Abed al-Jabiri, Bunyah al-Aql al-Arabi, (Beirut: Markaz Dirasat al-Wihdah al-Arabiah), hlm. 21
vii
Istilah irfan sendiri berasal dari kata dasar bahasa arab ‘arofa, semakna
dengan ma’rifat, yang berarti pengetahuan, tetap berbeda dengan ilmu. Irfan atau
ma’rifat berkaitan daengan pengetauan yang diperoleh secara langsung dari
tuhan (kasyf) lewat olah rohani (riyadhah) yang dilakukan atas dasar hub (cinta)
dan iradah (kemauan yang kuat), sedangkan ilmu menunjuk pada pengetahuan
yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau rasionalitas (‘aql).
2. Irfani, Etika, dan Filsafat
Menurut muthahari (1920-1979 M), irfani terdiri atas 2 aspek praktis dan
teoris. Aspek praktis adalah bagian yang mendiskusikan hubungan antara manusia
dengan alam dan hubungan antara manusia dan Tuhan. Sedangkan aspek teoritis,
mendiskusikan aspek semesta, manusia dan Tuhan sehingga irfani teoritis
mempunyai kesamaan dengan filsafat yang juga mendiskusikan tentang hakikat
semesta. Meski demikian irfani tetap tidak sama dengan filsafat.
Berikut beberapa perbedaan mendasar antara irfani dan filsafat:12
a. Pertama, filsafat mendasarkan argumentasinya pada postulat postulat atau
aksioma aksioma, sedang irfani mendasarkan argument argumenya pada visi dan
intuisi.
b. Kedua, dalam pandangan filsafat, eksintensi alam sama riilnya dengan eksitensi
tuhan, sedang pada pandanagn irfani, eksitensi Tuhan meliputi segala sesuatu dan
adalah ,manivestasi berbagai asma dan sifat sifat-Nya.
c. Ketiga, tujuan tertinggi dalam filsafat adalah memahami alam sedang capaian ahir
irfani adalah kembali kepada Tuhan, sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak
antara arif dengan tuhan.
d. Keempat, sarana yang di gunakan dalam filsafat adalah rasio dan intelek, sedang
sarana yang dipakai dalam irfan adalah qalb (hati) dan kejernian jiwa yang
diperoleh lewat riyadhah secara terus menerus.
11 Ibid., hlm. 18
12 Nasution, Khoiruddin. 2009. “Pengantar Studi Islam”. Yogyakarta: Tazzaff dan Academia
viii
1. Epistimologi Bayani
a. .Ijtihadiyah
Ijtihad yang berasal dari kata (asal mulanya) ijtihada artinya ialah:
Bersungguh-sungguh, rajin, giat. Sedang apabila kita meneliti makna kata ja-ha-
da artinya ialah mencurahkan segala kemampuan. Jadi dengan demikian menurut
bahasa ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya yang bersungguh-sungguh. Imam
Al Ghazaliy mendefinisikan ijtihad itu dengan usaha sungguh-sungguh dari
seorang mujtahid di dalam rangka mengetahui tentang hukum-hukum syariat.
Adapula yang mengatakan ijtihad itu ialah qiyas, tetapi oleh Al Ghazaliy pendapat
itu lebih umum daripada qiyas, sebab kadang-kadang ijtihad itu memandang di
dalam keumuman dan lafadz-lafadz yang pelik dan semua jalan asillah (berdalil)
selain daripada qiyas. Imam Syafi’iy sendiri menyebutkan bahwa arti sempit qiyas
itu juga adalah ijtihad
b. Istinbatiyah.
Yaitu cara dan proses penentuan hukum dengan langkah langkah sebagai
berikut:
1. Memahami ayat dan hadis ahkam yang relevan atau terkait dengan perbuatan
manusia yang ingin di ketahui dengan ketentuan hukumnya
2. Menggunakan teori pemahaman ayat al-quran atau hadis, mulai kias,ijma',
istishab, istihsan, dan lain lain. untuk memahami hadis ahkam itu perlu sarana
13 file:///D:/back%20up/New%20folder/430-Article%20Text-1878-1-10-20221208.pdf
ix
2. Epistimologi Burhani
a. Abstraksi (al-Maujudah al-Barilah min al-Madah)
b. Bahtsiyyah
c. Tahliliyah
d. Tarkibiyyah
e. Naqdiyyah (al-Muhkamah al-’Aqliyah)
3. Episrimologi Irfani
a. Al-Dzauqiyah (al-Tajribah al-Bathiniyyah)
b. Al-Riyadhah
c. Al-Mujahadah
d. Al-Kasyfiyyah
e. Al-Isyraqiyyah
f. Al-Laduniyyah
g. Penghayatan bathin Tasawuf
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diperoleh kesimpulan, diantaranya:
Epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang membahas asal-usul,
struktur, metode-metode dan kebenaran pengetahuan. Selain itu dapat pula
dikatakan bahwa epistemologi adalah cabang dari filsafat yang secara khusus
membahas tentang teori pengetahuan.
Perbandingan Epistemologi Bayani, Irfani, dan Burhani diantaranya:
Bayani Irfani Burhani
Sumber Teks Keagamaan/ Ilham/ Intuisi Rasio
Nash
Metode Istinbat/ Istidlal Kasyf Tahlili (analitik),
Diskursus
Pendekatan Linguistik Psikho-Gnostik logika
Tema sentral Ashl Furu’ Kata Zahir-Batin Essensi -Aksistensi
Makna Wilayah-Nubuwah Bahasa-Logika
Validitas Korespondensi Intersubjektif Koherensi
kebenaran Konsistensi
Pendukung Kaum Teolog, Kaum Sufi Para Filosof
Ahli Fiqh, Ahli
Bahasa
B. Saran
Dengan mengetahui landasan penelaahan ilmu berupa epistimologi yang
berfokus pada bayani, burhani, dan irfani diharapkan penggambaran hakikat
keberadaan ilmu akan terupayakan sesuai paradigma setiap aliran.
DAFTAR PUSTAKA
xi
file:///D:/back%20up/New%20folder/430-Article%20Text-1878-1-10-
20221208.pdf
http://hanumnursh.blogspot.com/2017/02/epistimologi-bayani-burhani-dan-
irfani.html?m=1
Abed al-Jabiri. “Bunyah al-Aql al-Arabi”. Beirut: Markaz Dirasat al-Wihdah al-
Arabiah.
Adib, Mohammad. 2009. “Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi,
dan Logika Ilmu Pengetahuan”. Surabaya: Pustaka Intelektual
J. Sudarminta, “Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan”. Yogyakarta,
2002.
Nasution, Khoiruddin. 2009. “Pengantar Studi Islam”. Yogyakarta: Tazzaff dan
Academia
Roy Purwanto, Muhammad. 2014. “Dekonstruksi Teori Hukum Islam: Kritik
terhadap Konsep Mashlahah Najmuddin al-Thufi”. Yogyakarta: Kaukaba. 2014
xii