Anda di halaman 1dari 7

Menurut tata bahasawan tradisional, verba merupakan kata yang menyatakan tindakan

atau perbuatan (Chaer, 2007:166). Secara sintaksis, verba biasanya menduduki fungsi
predikat dalam sebuah klausa, dan selalu dapat diikuti oleh frasa dengan. Lebih lanjut
Chaer menjelaskan bahwa ciri utama verba dapat dilihat dari adverbia yang
mendampinginya. Pertama, dapat didampingi oleh advebia negasi tidak dan tanpa.
Termasuk juga adverbia negasi bukan dengan syarat dalam konstruksi kontrastif.
Kedua, dapat didampingi oleh adverbia frekuensi (sering, jarang, dan kadang-
kadang). Ketiga, tidak dapat didampingi oleh kata bilangan dengan penggolongannya,
misalnya: dua butir menulis, sebuah membaca. Tetapi dapat didampingi oleh semua
adverbia jumlah (sedikit, kurang,dan cukup), seperti sedikit membaca dan kurang
makan. Keempat, tidak dapat didampingi oleh semua adverbia derajat (agak, cukup,
kurang, sangat, lebih, sekali, paling). Kelima, dapat didampingi oleh semua adverbia
kala (sudah, sedang, tengah, akan, lagi, hendak, dan mau). Keenam, dapat didampingi
oleh semua adverbia keselesaian (belum, baru, sedang, dan sudah). Ketujuh, dapat
didampingi oleh adverbia keharusan (boleh, harus, dan wajib). Kedelapan, dapat
didampingi oleh semua adverbia kepastian (pasti, tentu, mungkin, dan barangkali)
(Chaer, 2008:74-76).

Alwi, dkk. menyatakan bahwa ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku
semantic, perilaku sintaksis, dan bentuk morfologisnya. Dalam bahasa Indonesia,
verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain karena ciri- ciri
berikut; (1) verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimat, (2) verba mengandung makna inheren perbuatan (tindakan), proses
(kejadian), atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas, (3) verba, khususnya yang
bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling, dan (4) pada
umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna
kesangatan (Alwi dkk. 2007:87-88).

Verba berdasarkan perilaku semantik

Lebih lanjut, Alwi (2007:88-89) menjelaskan bahwa yang dimaksud prilaku semantik
adalah makna inheren yang dimiliki oleh verba. Berdasarkan hal tersebut ada verba
bermakna proses (kejadian), perbuatan/tindakan, dan keadaan. Disebut verba tindakan
karena di dalamnya terkandung perbuatan yang dilakukan subjek yang menduduki
fungsi predikat dalam sebuah klausa. Misalnya kata membaca, menulis, dan
bernyanyi. Verba kejadian merupakan verba yang mengandung pengertian adanya
peristiwa yang menimpa subjek. Sebagai contoh kata longsor, meletus, dan rontok.
Yang selanjutnya disebut verba keadaan karena mengandung pengertian sebagai
keadaan yang dirasakan oleh subjek tempat verba tersebut menjadi predikat dalam
sebuah klausa. Contohnya kata khawatir, takut, dan bingung (Chaer,2008:77-79).

Menurut Chaer (2009), semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Salah
satu makna dalam semantik yaitu makna inheren. Makna inheren adalah makna yang
mempunyai hubungan erat dengan bentuk atau wujud suatu bahasa. Makna inheren
terkandung di dalam setiap verba, baik verba asal maupun verba turunan.

Berikut ini beberapa makna inheren verba menurut Alwi, dkk.

1. Perbuatan
Makna inheren “perbuatan” dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan “Apa
yang dilakukan oleh subjek?” semua verba perbuatan dapat dipakai dalam
kalimat perintah. Contohnya dalam kalimat “Ibu sedang mencuci pakaian.”
Verba mencuci dapat menjawab pertanyaan “apa yang dilakukan oleh ibu?”.
2. Proses
Makna inheren “proses” dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan “Apa yang
terjadi pada subjek?”. Verba proses juga menyatakan adanya perbuatan dari
suatu keadaan ke keadaan yang lain. Tidak semua verba proses dapat dipakai
dalam kalimat perintah.Contohnya dalam kalimat “Tadi pagi, Ibu terjatuh di
depan tangga.” Verba terjatuh dapat menjawab pertanyaan “apa yang terjadi
pada ibu tadi pagi?”.
3. Keadaan
Verba yang mengandung makna “keadaan” pada umumnya tidak dapat
menjawab pertanyaan “Apa yang dilakukan oleh subjek?” maupun “Apa yang
terjadi pada subjek?” dan tidak dapat dipakai untuk membentuk kalimat
perintah. Verba keadaan menyatakan acuan verba berada dalam situasi
tertentu.
Verba keadaan sering sulit dibedakan dari adjektiva karena kedua jenis kata itu
mempunyai banyak persamaan. Satu ciri yang umumnya dapat membedakan
keduanya ialah prefiks adjektiva ter- yang berarti “paling” dapat ditambahkan
pada adjektiva, tetapi tidak pada verba keadaan. Contohnya dalam kalimat
“Ibu tersakiti oleh ucapan tetangga” Verba tersakiti dapat menjawab
pertanyaan “apa yang terjadi pada ibu?” yang menyatakan keadaan.

Verba berdasarkan perilaku sintaksis

Berkaitan dengan perilaku sintaksis berarti verba dilihat dari fungsinya sebagai
predikat dalam kalimat (Alwi, 2007:90-97). Berkaitan dengan hal tersebut terdapat
verba transitif dan verba taktransitif. Verba transitif (Vtr) adalah verba yang
memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif dan sebagai subjek dalam
kalimat pasif. Verba taktransitif (Vttr) adalah verba yang tidak memiliki nomina
dibelakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Chaer
menyebut verba ini dengan istilah verba intransitif (Chaer, 2008:77). Verba transitif
memiliki tiga bentuk, yaitu verba ekatransitif (chaer menyebutnya monotransitif),
verba dwitransitif (Chaer menyebutnya bitransitif) dan verba semitransitif. Verba
ekatransitif merupakan verba transitif yang diikuti oleh satu objek. Verba dwitransitif
adalah verba transitif yang diikuti oleh dua nomina. Verba semitransitif adalah verba
yang objeknya dapat hadir dan tidak. Sebagai contoh kalimat “Ayah sedang membaca
(koran)”. Tanda kurung menunjukkan bahwa kata di dalamnya dapat hadir dan tidak.
Verba taktransitif meliputi verba taktransitif tak berpelengkap, verba taktransitif
berpelengkap wajib, dan verba taktransitif berpelengkap manasuka. Termasuk ke
dalam verba taktransitif adalah verba berpreposisi, yaitu verba taktransitif yang selalu
diikuti oleh preposisi (Alwi, 2007:93-95).

Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena dalam kebanyakan
hal berpengaruh besar terhadap unsur-unsur yang harus ada dalam kalimat tersebut.
Verba mendekat, misalnya mengharuskan adanya subjek sebagai pelaku, tetapi
melarang adanya nomina di belakangnya. Perilaku sintaksis ini berkaitan erat dengan
makna dan sifat ketransitifan verba. (Alwi dkk. 2010:94)

Menurut Kridalaksana (1986: 49), secara sintaksis, sebuah satuan dapat diketahui
berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar. Jadi, sebuah kata
dapat dikatakan berkategori verba hanya dari satu perilakunya dalam frasa, yakni
dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi partikel tidak dalam konstruksi dan
dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di, ke, dari, atau
dengan partikel seperti sangat, lebih, dan agak.

Sintaksis adalah sebuah ilmu atau kajian dari cabang linguistik yang mempelajari
tentang hubungan kata dengan kata, serta satuan yang lebih besar daripada kata dalam
sebuah tataran linguistik. Secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui
berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang sebuah besar (frasa) maupun
dari segi ketransitifannya.

Dari segi sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor :

(1) Verba Transitif

Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat
aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

Perhatikan contoh berikut.

Ibu sedang membersihkan kamar itu.

S+P+O

Dalam kalimat aktif, Verba “membersihkan” ini memerlukan nomina “kamar itu”
sebagai objek.

Kamar itu dibersihkan oleh ibu.

S+P+O

Dalam kalimat pasif, objek “kamar itu” dapat berfungsi menjadi subjek.
Dalam Verba Transitif ini dibagi menjadi 3 macam Verba yaitu:

a. Verba Ekatransitif
Verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh suatu objek.
Perhatikan contoh berikut.

Ibu akan membeli baju baru.

Verba “Membeli” pada contoh di atas adalah verba ekatransitif karena verba
ini hanya memerlukan sebuah objek (baju). Objek dalam kalimat yang
mengandung verba ekatransitif dapat diubah fungsinya sebagai subjek dalam
kalimat pasif.

b. Verba Dwitransitif
Verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh
dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap.

Perhatikan contoh berikut:

Ibu akan membelikan kakak baju baru.

Verba “membelikan” pada contoh kalimat di atas adalah verba dwitransitif


karena memiliki objek (Kakak) dan pelengkap (baju). Objek dapat saja tidak
dinyatakan secara eksplisit, tetapi yang tersirat di dalam kedua makna kalimat
itu tetap menunjukkan adanya objek tadi. Jadi, kalimat “Ibu akan membelikan
kakak baju baru” tersirat pengertian bahwa baju yang dibeli oleh Ibu untuk
orang lain yaitu untuk kakak.

c. Verba Semitransitif
Verba semitransitif ialah verba yang objeknya boleh ada dan boleh juga tidak.
Perhatikanlah contoh berikut.

Ayah sedang membaca koran

Ayah sedang membaca

Pada contoh di atas menunjukkan bahwa verba “membaca” adalah verba


Semitransitif karena verba itu boleh memiliki objek (koran) seperti contoh
pertama. Tetapi juga boleh berdiri sendiri tanpa objek seperti pada contoh
kedua. Jadi, objek untuk verba semitransitif bersifat manasuka.

(2) Verba Taktransitif

Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang
dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

Perhatikan contoh berikut.


Maaf Pak, Ayah sedang mandi.

Petani di pegunungan bertanam jagung.

Verba “mandi” pada contoh kalimat di atas adalah verba taktransitif karena tidak
dapat diikuti nomina. Verba “bertanam” memang diikuti oleh nomina (jagung), tetapi
nomina itu bukanlah objek dan karenanya tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat
pasif. Karena itu, bertanam disebut verba taktransitif, sedangkan jagung merupakan
pelengkap. Pelengkap tidak harus berupa nomina. Dengan demikian, verba taktransitif
dapat dibagi atas dua macam, yaitu verba yang berpelengkap dan verba yang tak
berpelengkap.

Verba dalam bentuk morfologis

Sementara berkaitan dengan bentuk morfologisnya, ada namanya verba asal dan verba
turunan. Verba asal adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Verba tersebut
dapat digunakan secara langsung dalam kalimat. Verba ini merupakan morfem bebas.
Contoh kata tidur, tinggal, pergi, dan lain-lain (Alwi, 2007:100). Verba turunan adalah
verba yang dibentuk melalui transposisi (konversi), pengafiksan (afiksasi), reduplikasi
(pengulangan), dan pemajemukan (komposisi) (Alwi, 2007:101). Transposisi adalah
proses pembentukan verba dengan mengalihkan bentuk dasar dari kategori sintaksis
tertentu ke kategori sintaksis yang lain tanpa mengubah bentuk. Hal ini akan terlihat
pada pemakaian bentuk tersebut dalam kalimat. Contoh: itu gunting (N=nomina),
gunting kertas itu! (V=verba). Pengafiksan adalah pembentukan verba dengan
menambahkan afiks pada bentuk dasar. Bentuk dasar pada proses afiksasi
pembentukan verba dapat berupa verba (V), nomina (N), adjektifa (A), adverbia
(Adv.), numeralia (Num), frasa nomina (FN), frasa preposis (FP), dan pronomina
(Pron.) (Kridalaksana, 2009:40-61). Contoh kata “buah” (N) menjadi “berbuah” (V),
kata “hitam” (A=ajektif) menjadi “menghitam” (V). Reduplikasi merupakan proses
pembentukan verba dengan cara mengulang bentuk dasar. Sebagai contoh kata
“makan” menjadi “makan-makan”, kata “tembak” menjadi “tembak-menembak”.
Pemajemukan adalah proses pembentukan verba dengan cara menggabungkan atau
memadukan dua dasar atau lebih sehingga menjadi satu kesatuan makna. Sebagai
contoh kata “jual” dan “beli” menjadi “jual beli”, kata “hancur” dan “lebur”, menjadi
“hancur lebur” (Alwi, 2007:102).

Penerapan Verba dalam bentuk morfologis

1. Verba infinitif :

“Saya suka bermain bola setiap hari” verba “ bermain” memerlukan objek “bola”
untuk memiliki makna yang lengkap

2. Verba imperfektif :
“Anak-anak sedang bermain di taman.” Verba “bermain” menggambarkan aktivitas
atau kegaiatan yang dilakukan oleh anak-anak.

3. Verba pasif :

“Bola itu dimainkan oleh anak laki-laki.” Verba “diamainkan” mengindikasikan


bahwa subjek menyebabkan objek (bola) untuk bergerak.

4. Verba transitif :

“Ayah memainkan gitar dengan indah.” Verba “dimainkan” menjeslakan bahwa objek
(gitar) yang sedang digerakan atau dibunyikan oleh objek (ayah). Selain itu verba “
memainkan” perlu objek agar menjadi kalimat yang mmeiliki makna yang lengkap.

5. Verba penghubung :

“Buku yang dibacanya sangat menarik.” Verba “dibacanya” menjelaskan subjek yang
dibaca oleh objek.

Penerapan Verba dalam bentuk semantik

penerapan verba dalam bentuk semantik, yaitu hubungan makna kata kerja (verba)
dengan objek atau argumen dalam kalimat:

1. Verba Transitif:

"Saya memakan pizza." Di sini, verba "memakan" memerlukan objek "pizza" untuk
memiliki makna yang lengkap.

2. Verba Intransitif:

"Dia tidur." Verba "tidur" tidak memerlukan objek tambahan karena maknanya sudah
lengkap tanpa objek.

3. Verba Ditransitif:

"Saya memberikan buku kepada teman saya." Verba "memberikan" memiliki dua
objek, yaitu "buku" dan "teman saya."

4. Verba Kepemilikan:

"Rumah ini adalah milik saya." Verba kepemilikan seperti "milik" menggambarkan
hubungan kepemilikan antara subjek dan objek.

5. Verba Kausatif:

"Saya membuat kue." Verba "membuat" mengindikasikan bahwa subjek


menyebabkan objek (kue) untuk ada atau tercipta.
6. Verba Stative:

"Saya suka musik." Verba statif menggambarkan keadaan atau perasaan subjek
terhadap objek (musik).

7. Verba Aktif vs. Pasif:

"Dia mencuci baju." (Aktif) vs. "Baju dicuci oleh dia." (Pasif) Verba pasif mengubah
fokus makna dari pelaku tindakan (aktif) menjadi objek yang menerima tindakan.

Anda mungkin juga menyukai