Biologi Trisna
Biologi Trisna
OLEH :
Nama : Trisna Aulia Pohan
Kelas : XE.3
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karuma-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah dengan
judul "Lumpur Lapindo" Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu
tugas akhir semester ganjil saya, untuk itu saya mengucapkan terima kasih
kepada ibu Lenny Ningsih, S.Pd., M.Si kana telah memberikan tugas ini
kepada saya.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih ada kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang
kami miliki. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang……..……………………………………………….... 1
B. Rumusan masalah……………………………………………………. 2
C. Tujuan………………………………………………………………..... 2
D. Manfaat……………………………………………………….……… 2
BAB II ISI
A. Kesimpulan……………………………………………………………. 19
B. Saran……………………………………………………………..……. 19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...... 20
LAMPIRAN…………………………………………………………………….
21
BAB I
PENDAHULUAN
Begitupun dengan bervariasinya budaya, sumber daya alam yang ada pada
negara Indonesia pun bervariasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat atau
sumber energi. Sumber energi yang untuk memenuhi segala kebutuhan pasar
global (untuk kebutuhan negara lain (eksport) maupun kebutuhan lokal atau
dalam negeri). Kepulauan-kepulauan di Indonesia sendiri banyak mengandung
sumber daya alam (SDA) yang meliputi gas, minyak bumi, logam, batubara,
dan lain-lain.
Sumber daya alam ini dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Jika
sumber daya alam ini disalahgunakan, maka sumber daya alam akan berakibat
fatal dan merugikan segala pihak, dan sebaliknya. Dan ini terjadi pada bencana
Lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo-Jawa Timur. Sumber daya alam (minyak
bumi dan gas) yang terjadi pada kasus lumpur Lapindo Brantas Sidoarjo ini
bersifat merugikan yang dikarenakan adanya kesalahan prosedur saat
pengeboran gas dan minyak bumi..
Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga
bisa teratasi. Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini
telah memporak-porandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat dan
sekitarnya. Kompas edisi Senin (19/6/06), melaporkan, tak kurang 10 pabrik
harus tutup, dimana 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa
digunakan dan ditempati lagi, begitu pula dengan tambak-tambak bandeng,
belum lagi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua
tergenang lumpur panas.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya bencana lumpur
lapindo.
2. Mengetahui dampak yang diakibatkan oleh bencana lumpur lapindo pada
masyarakat dan aktivitas perekonomian di Jawa Timur
3. Mengetahui kandungan berbahaya di dalam Lumpur Lapindo
4. Mengetahui tindakan pemerintah dan Lapindo Brantas Inc untuk
menyelesaikan permasalahan bencana lumpur lapindo
1.3 Manfaat
Supaya masyarakat atau khalayak umum mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari Bencana Lumpur Lapindo dan tersadar akan pentingnya
pencegahan awal yang dilakukan agar terhindar dari Bencana Lumpur Lapindo
yang menyerang Lingkungan pada daerah suatu permukiman masyarakat.
BAB II
ISI
Lapindo Brantas Inc. pertama didirikan pada tahun 1996, setelah proses
kepemilikan sahamnya diambil alih dari perusahaan yang berbasis di
Amerika Serikat, Huffington Corporation, yang saat itu telah menandatangani
perjanjian Production Sharing Contract (PSC) dengan Blok Brantas di Jawa
Timur untuk jangka waktu 30 tahun.
Dari tahun 1991 hingga 1996, LBI (Lapindo Brantas Inc.) melakukan
survei seismik dan kegiatan pemboran eksplorasi yang fokus pada
pengembangan Lapangan Gas Wunut, yang kemudian mulai berproduksi
pada 25 Januari 1999. LBI merupakan perusahaan swasta pertama di
Indonesia yang memproduksi gas di Lapangan Wunut.LBI kemudian
bergabung dengan PT Energi Mega Persada (EMP) di tahun 2004 sebelum
diambil alih oleh Minarak Labuan Co. Ltd. (MLC).
Semburan lumpur panas itu muncul pertama kalinya pada 29 Mei sekitar
pukul 05.00. Semburan ini terjadinya di areal persawahan Desa Siring,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo sekitar 150 meter barat daya sumur
Banjar Panji 1 yang dikerjakan oleh Lapindo Brantas Inc.
7
tersebut dan desain (pengeboran) apa yang seharusnya dirancang untuk
mengahadapi situasi tersebut. Faktanya, pemerintah dan Lapindo justru
menutup mata dengan kondisi tersebut. Seolah-olah hal tersebut terjadi
karena bencana alam dan Lapindo lepas dari tanggung jawab.
Upaya penanganan (pasca semburan) yang dilakukan selama ini justru
jauh dari aspek perlindungan lingkungan. Selain itu, aroma yang timbul dari
luapan lumpur yang berdampak pusing dan mual turut hadir dalam peristiwa
tersebut. Dengan bergeraknya angin, aroma tersebut dapat dirasakan lebih
dari 2 km dari wilayah semburan. Tentunya, tidak adanya perencanaan yang
komprehensif menjadi salah satu penyebab.
Hal yang paling penting adalah isi dari Peraturan Presiden No.14 tahun
2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang tidak
memasukkan deputi bidang yang menangani secara khusus pemulihan dan
pengawasan serta perlindungan lingkungan hidup. Padahal, upaya pemulihan
dan pengawasan terhadap lingkungan menjadi faktor penting untuk menilai
dampak lingkungan yang akan terjadi.
Aspek Ekonomi :
Kajian dampak kerusakan dan kerugian akibat lumpur Lapindo di
Sidoarjo yang dilakukan Bappenas dengan melibatkan Universitas Brawijaya
(Unibraw) Malang, Jawa Timur, memperkirakan kerugian total mencapai
Rp27,4 triliun selama sembilan bulan terakhir, yang terdiri atas kerugian
langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian tidak langsung Rp16,4 triliun.
Laporan awal penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan
lumpur panas di Sidoarjo yang diperoleh ANTARA News, Rabu (10/4),
menyebutkan bahwa angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi
Rp44,7 triliun, sedangkan akibat potensi kenaikan kerugian dampak tidak
langsung menjadi Rp33,7 triliun.
Aspek lain yang seharusnya menjadi catatan adalah pemberian ganti rugi
korban luapan lumpur. Terminologi yang seharusnya muncul sebelum
dilakukan pemberian ganti rugi adalah konsep dasar penguasaan dan
pengusahaan usaha minyak dan gas bumi yang diatur dalam Pasal 4 UU
No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa minyak dan gas bumi merupakan kekayaan nasional
yang dikuasai oleh negara dan pemerintah sebagai pemegang kuasa
pertambangan. Artinya, dalam proses pemberian ganti rugi tersebut, peran
negara tidak bisa dilepaskan dengan terdapatnya kandungan sumber daya
alam di dalamnya. Fakta yang terjadi saat ini, pemberian ganti rugi dilakukan
dengan mekanisme jual beli dan dilakukan antara pihak Lapindo, dalam hal
ini ditangani oleh PT Minarak Lapindo Jaya dengan warga korban. Praktis
secara hukum hak atas tanah dan bangunan tersebut menjadi milik Lapindo
Brantas.
Bagaimanapun pengambilalihan tanah merupakan perbuatan hukum
yang berakibat terhadap hilangnya hak-hak seseorang yang bersifat fisik
maupun nonfisik, dan hilangnya harta benda untuk sementara waktu atau
selama-lamanya. Namun, yang sering dilupakan selama ini adalah interpretasi
asas fungsi sosial hak atas tanah. Selain hak atas tanah harus digunakan
sesuai dengan sifat dan tujuan haknya, juga berarti bahwa harus terdapat
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum. Isu
sentral dalam pengambilalihan hak atas tanah adalah pemberian ganti
kerugian sebagai bukti terhadap pengakuan, penghormatan, dan perlindungan
HAM. Angin reformasi yang menerpa segala bidang juga berimbas pada
kebijakan tentang pengambilalihan tanah. Artinya, pengambilalihan tanah
harus dilakukan dengan menjunjung tinggi HAM. Peran negara/pemerintah
yang sentralistik seharusnya sudah bergeser ke arah pemberian kesempatan
yang lebih besar kepada masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan kegiatan yang menyangkut
kepentingan publik.
Aspek Sosial :
Dalam penanganan dampak sosial, pemerintah melakukan, antara lain,
meminta untuk menuntaskan pembayaran uang muka cash and carry 20
persen kepada korban di empat desa (Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan
Renokenongo) yang masuk dalam peta dampak lumpur 4 Desember 2006.
Setelah itu menuntaskan pembayaran kepada seluruh warga yang masuk peta
terdampak lumpur 22 Maret 2007 (warga Perum TAS I, Desa Gempolsari,
Kalitengah, sebagian Kedungbendo).
LBI juga diminta menyiapkan dana simpanan di-escrow account Rp 100
miliar tiap minggunya untuk pembayaran uang muka 20 persen setelah proses
verifikasi, sedang 80 persen sisanya akan dibayarkan sebulan sebelum masa
kontrak dua tahun habis.
Dampak sosial juga tak kalah parah. Warga Desa Renokenongo yang
rumahnya terkena semburan lumpur panas masih banyak tinggal di
pengungsian di Pasar Baru Porong, Sidoarjo. Sekitar 500 keluarga tinggal di
bangunan kios pasar. Pertumbuhan kejiwaan dan sosial anak-anak yang
tinggal di penampungan itu dikhawatirkan terganggu. Mereka, 900-an warga
Desa Renokenongo, hanya menanti tanggung jawab Lapindo Brantas Inc.
Aspek Hukum :
Pada 27 November 2007, Pengadilan Jakarta Selatan menolak gugatan
legal standing Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap pihak-pihak yang
dinilai bertanggung jawab atas menyemburnya lumpur panas. Hakim
menyatakan munculnya lumpur akibat fenomena alam. Pengadilan Jakarta
Pusat menolak gugatan korban yang diajukan Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI). Hakim beralasan, Lapindo sudah mengeluarkan
banyak dana untuk mengatasi semburan lumpur dan membangun tanggul.
Terakhir, Mahkamah Agung juga menolak permohonan uji materi atas
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007.
2.8 Upaya Penanggulangan Lumpur lapindo
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber daya alam (minyak bumi dan gas) yang terjadi pada kasus lumpur
Lapindo Brantas Sidoarjo ini bersifat merugikan yang dikarenakan adanya
kesalahan prosedur saat pengeboran gas dan minyak bumi.
PenyebabadanyasemburanlumpurLapindoadalahadanyakesalahanprosedur
untukmelakukanpengeboransumurBanjarPanjipadaawalMaret2006.Diperkiraka
nbahwaLapindo,sejakawalmerencanakankegiatanpemboraninidenganmembuatp
rognosispengeboranyangsalah.Merekamembuatprognosisdenganmengasumsika
nzonapemboranmerekadizonaRembangdengantargetpemborannyaadalahformas
iKujung.PadahalmerekamembordizonaKendengyangtidakadaformasi ujungnya
Luapan Lumpur Lapindo yang sampai saat ini sudah ±8 tahun sejak 29
Mei 2006 menunjukkan bahwa manusia telah lalai dan terlalu meremehkan
atas alam. Akibat luapan tersebut manusia juga yang rugi. Banyak dampak
yang ditimbulkan seperti dampak sosial yang meliputi perekonomian di Jawa
Timur, kesehatan, dan pendidikan serta pencemaran lingkungan.
Namun dampak-dampak yang timbul sampai saat ini juga tak kunjung
terselesaikan, bahkan luapan lumpur semakin hari semakin bertambah.
3.2 Saran
http://novenanto.wordpress.com/2010/07/17/kasus-lapindo-keterbukaan-
informasi-publik-dan-peran-media-massa/
http://muradi.wordpress.com/2007/06/15/persfektif-keamanan-insani-dan-
dampak-sosial-lumpur-panas-sidoarjo/
http://www.setkab.go.id/artikel-4238-kasus-lumpur-lapindo-sejauh-mana-
tanggung-jawab-pemerintah-dan-swasta.html
LAMPIRAN