Kelompok 5 :
Fauzia Novita Tuankotta 202074087
Rabiah Ardianti T.Tomagola 202074025
Hafizha Vichria L.Sangadji 202074019
Nur Wahyuni Malawat 202074045
Pengertian Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima atau disingkat PKL
adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan
komersial di atas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang (seharusnya)
diperuntukkan untuk pejalan kaki (pedestrian).
Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan
gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya
ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" (yang
sebenarnya adalah tiga roda, atau d ua roda dan satu kaki kayu). Menghubungkan
jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada
dan tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang 'mangkal' secara statis
di trotoar adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an), sebelumnya PKL
didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan
gelaran (seperti tukang obat jalanan).
Peraturan ini mengatur tentang penataan dan pemberdayaan Pedagang Kali Lima.
Pedagang Kaki Lima dapat melakukan kegiatan usahanya di daerah yang
ditetapkan oleh Walikota. Setiap orang yang melakukan usaha Pedagang Kaki
Lima pada fasilitas umum yang ditetapkan dan dikuasai oleh Pemerintah Daerah
wajib memiliki Ijin Penempatan yang dikeluarkan oleh Walikota. Pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan,
penghentian sementara usaha, pencabutan izin, dan/atau membongkar sarana
usaha. Pedagang Kaki Lima diberikan izin oleh Walikota dengan tidak memungut
biaya, namun wajib membayar retribusi sesuai peraturan daerah yang berlaku.
Masa berlaku ijin penempatan Pedagang Kaki Lima antara 6 (enam) sampai 12
(dua belas) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang.
Peraturan ini juga mengatur larangan bagi Pedagang Kaki lima.
Ciri Sektor Informal
Dalam jurnal Analisa Pengelolaan Sumber Daya Manusia Sektor Formal dan
Sektor Informal di Jawa Timur (2014) karya Yupi Kurniawan Sutopo dan R.R.
Retno Ardianti, ekonomi sektor informal memiliki delapan ciri utama, yaitu:
1. Kegiatan usahanya tidak terorganisasi dengan baik. Karena kelompok usahanya tidak
menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang berbentuk formal.
2. Biasanya kelompok usaha yang tergolong dalam sektor informal, tidak memiliki izin
resmi
3. Pola kegiatan usahanya tidak teratur dengan baik mulai dari lokasi hingga jam
kerjanya.
4. Unit usaha yang dilakukan sering berganti dari satu sub sektor ke sub sektor lainnya.
5. Umumnya teknologi yang digunakan dalam kegiatan produksi masih bersifat
tradisional atau sederhana.
6. Skala operasi kegiatan sektor informal tergolong kecil. Karena modal dan perputaran
usahanya cenderung minim.
7. Tidak memerlukan pendidikan formal untuk menjalankan kegiatan usahanya. Karena
sebagian besar pengetahuannya diperoleh dari pengalaman saat bekerja.
8. Modalnya berasal dari tabungan atau lembaga keuangan tidak resmi.
Beberapa ciri yang berkaitan dengan penentuan lokasi yang diminati oleh para pedagang
sektor informal atau pedagang kaki lima, yaitu:
a. Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada waktu relatif
sama, sepanjang hari
c. Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan PKL dengan calon pembeli, walaupun
dilakukan dalam ruang yang relatif sempit
2. Jenis Dagangan
Jenis dagangan yang dijual pada umumnya disesuaikan dengan lingkungan disekitar lokasi
tempat pedagang kaki lima berdagang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mc. Gee dan Yeung
(1977: 82-83) yang menyatakan bahwa jenis dagangan pedagang kaki lima sangat
dipengaruhi oleh aktivitas yang ada disekitar kawasan pedagang tersebut beraktivitas.
Berdasarkan penelitiannya, ia menyatakan bahwa jenis dagangan pedagang kaki lima dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Makanan yang tidak diperoses dan semiolahan (unprocessed and semi processed),
makana yang tidak diproses termasuk makanan mentah, seperti buah-buahan, sayur-sayuran,
sedangkan makanan semi proses adalah beras.
b. Makanan siap saji (prepared food), yaitu pedagang makanan yang sudah dimasak
c. Barang bukan makanan (nonfood item), kategori ini terdiri atas barang-barang dalam
skala yang luas, mulai dari tekstil hingga obat-obatan
d. Jasa (service), terdiri atas beragam aktivitas seperti jasa perbaikan sol sepatu dan tukang
potong rambut, jenis komoditas ini cenderung menetap.
"Perda ini mengatur seluruh aktivitas PKL pada kawasan yang sudah ditetapkan
dengan tujuan agar para pedagang dapat diatur dan dibina, untuk turut menjaga
kebersihan, ketertiban, dan kenyamanan lingkungan bagi seluruh aktivitas
masyarakat," jelasnya,
Menurut Latuheru, Kota Ambon saat ini sudah berkembang, dimana dinamika
perekonomian masyarakat harus bertumbuh dan memberi dampak bagi
peningkatan kesejahteraan, termasuk peningkatan pendapatan daerah.
Untuk itu, selain menata, Pemkot juga akan melakukan pemberdayaan PKL yakni
lewat peningkatan kemampuan berusaha, akses permodalan, bantuan sarana
dagang, penguatan kelembagaan, peningkatan produksi, pengembangan jaringan
dan promosi, hingga pada pembinaan dan pembimbingan teknis
Sekot berharap, Perda ini dapat dipahami dan ditaati oleh PKL sebagai payung
hukum yang mengatur setiap aktifitas perdagangan yang dilakukan, dalam rangka
turut membantu pemerintah guna peningkatan kualitas kota ini. (DL)
Daftar Pustaka
https://media.neliti.com/media/publications/535-ID-kota-dan-pedagang-kaki-
lima.pdf
file:///C:/Users/ammat/OneDrive/Dokumen/Fauzia%20File/221152-kajian-
karakteristik-pedagang-kaki-lima.pdf
https://sielawati.blogspot.com/2016/12/pola-aktivitas-pedagang-kaki-lima.html