Anda di halaman 1dari 3

tujuan utama Pendidikan di negara mesir sebagaimana berikut:

a. Tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan demokrasi dan penciptaan egalitarian dalam
persamaan hak dan kesempatan setiap individu secara demokratis.

b. Pendidikan juga ditujukan dalam membangun bangsa secara kompleks, guna terciptanya hubungan
yang fungsional pendidikan antara output dengan kebutuhan pasar pekerjaan.

c. Tujuan pendidikan selanjutnya juga mesti diarahkan untuk menguatkan rasa kepemilikan (sense of
belonging) masyarakat terhadap bangsanya, serta penguatan akan identitas dan budaya Arab

d. Proses pendidikan dilakukan untuk menggiring masyarakat ke arah pendidikan seumur hidup dalam
peningkatan kualitas diri sendiri.

e. Cakupan pendidikan harus melingkupi pengembangan dalam ilmu pengetahuan terutama


kemampuan baca tulis, berhitung, menguasai bahasa-bahasa selain bahasa arab, karya seni, serta
lingkungan hidup.

f. Tujuan pendidikan harus dijadikan sebagai frame dalam pengembangan kurikulum dan evaluasinya
serta kerja sama program-program yang dibuat

landasan filososfi

Untuk membentuk tujuan pendidikan, landasan pendidikan sangat diperlukan dalam menentukan arah
kemajuan yang inginkan. Landasan tersebut adalah landasan filosofis, yang merupakan asas-asas dalam
penentuan tujuan dan arah pendidikan. Pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi yang baik
sehingga dari awal hendaknya ditentukan filosofis pendidikan yang akan dikembangkan(Ilyas, 2017).
Pada sistem pendidikan Mesir pendidikan ditujukan untuk mendidik akal dan jiwa serta untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dengan cara mengembangkannya dalam proses yang diikuti
anak didik sesuai batas-batas yang sesuai dengan perkembangan mereka. Diharapkan proses pendidikan
tersebut mampu membentuk muslim dengan karakter yang seimbang dan tidak hanya mengedepankan
ranah kognitif (inteligensi) namun diselaraskan dengan ranah afektif (emosional) dan psikomotorik
(skill).

Social budaya

Kehidupan masyarakat Mesir Kuno dalam menjalankan segala kegiatannya


terbatas pada tiga kelas sosial, yaitu golongan atas, golongan tengah, dan
golongan bawah. Golongan lapisan atas terdiri dari keluarga kerajaan, para
bangsawan, dan pendeta. Golongan lapisan tengah terdiri dari saudagar besar,
pedagang, tuan tanah, dan pegawai pemerintahan. Golongan kelas bawah
terdiri dari petani, buruh, masyarakat umum, dan budak. Masyarakat yang
berada pada golongan kelas bawah dapat dikatakan tidak dapat menikmati
sepenuhnya anugerah yang diberikan oleh Sungai Nil. Hampir seluruh harta
kekayaan mereka habis digunakan untuk membayar pajak dan pungutan dari
pemerintah, bahkan hak-hak mereka pun banyak yang tidak dapat dipenuhi.
Awalnya wilayah Sungai Nil terbagi menjadi dua kerajaan besar yang saling
betentangan. Namun pada 3400 SM sampai 3160 SM, seorang penguasa
bernama Menes berhasil menyatukan kedua kerajaan tersebut menjadi satu
kerajaan besar yang disebut Mesir. Kerajaan Mesir kemudian dipimpin silih
berganti oleh raja-raja yang diberi gelar Firaun. Posisi raja pada pemerintahan
Mesir Kuno berada di atas segalanya, dan setiap kebijakannya bersifat
mutlak. Masyarakat Mesir Kuno percaya bahwa setiap Firaun yang
memimpin mereka adalah dewa keturunan Osiris. Pusat pemerintahan Mesir
Kuno berada di Kota Thinis, yang dilpilih karena letaknya yang sangat
strategis.
Kondisi Sungai Nil yang sangat subur memungkinkan masyarakat untuk
melakukan kegiatan bertani dan berladang tanpa takut kekurangan sumber
air. Aliran Sungai Nil memberikan kemudahan untuk para petani
mendapatkan pasokan air sepanjang tahun. Pembangunan berbagai saluran
irigasi dan waduk penampung air juga turut mengoptimalkan hasil pertanian
masyarakat Mesir Kuno. Persoalan pengaturan air untuk setiap wilayah
biasanya dilakukan oleh penguasa tiap daerahnya sendiri secara mandiri.
Sebagian besar hasil pertanian masyarakat Mesir Kuno terdiri dari komoditas
gandum, jamawut, padi, dan jagung.
ADVERTISEMENT

Jalannya pemerintahan Mesir mengalami pasang surut setiap periodenya,


yang semakin lama semakin mengarah kepada perpecahan antar wilayah.
Sampai akhirnya muncul seorang penguasa Mesir pada 2160 SM bernama
Raja Sesotrs III berhasil mempersatukan kembali wilayah Mesir. Bahkan
diketahui bahwa ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Mesir hingga
daerah Palestina dan Sudan. Namun, terjadi sebuah serangan yang dilakukan
oleh bangsa Hykos ke wilayah Mesir, yang akhirnya berhasil menguasai
sebagian besar wilayah Mesir. Setelah beratus-ratus tahun dikuasai oleh
bangsa Hykos, barulah pada 1500 SM Raja Akmosis berhasil mengalahkan
dominasi bangsa Hykos di kawasan Mesir. Tak hanya itu, Raja Akmosis dan
raja-raja setelahnya dapat memperluas wilayah kekuasaan Mesir hingga
wilayah Syria dan Mesopotamia.
Sumber : Alvarendra, H. Kenzou. 2017. Buku Babon Sejarah Dunia.
Yogyakarta : Brilliant Book.

Iptek kurikulum

Sistem pendidikan di Mesir telah mengalami berbagai revolusi dan reformasi, dan kurikulum
dikembangkan oleh tim yang terdiri dari konsultan, pengawas, ahli, profesor pendidikan, dan guru
berpengalaman. Kurikulum tersebut kemudian diserahkan ke Dewan Pendidikan Pra-Universitas untuk
persetujuan dan implementasi resmi. Kurikulum dapat disesuaikan untuk mengakomodasi kondisi lokal
atau kebutuhan khusus. Proses pengembangan kurikulum melibatkan berbagai pemangku kepentingan,
termasuk asosiasi akademik dan ahli materi pelajaran.

Kurikulum di Mesir secara umum lebih terpusat dan tidak sekompleks di Indonesia. Sistem pendidikan di
Mesir bertujuan untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat sebagai prasyarat pembangunan
sosial dan ekonomi. Kurikulum dikembangkan oleh tim yang terdiri dari konsultan, pengawas, pakar,
dosen pendidikan, dan guru berpengalaman. Kurikulum tersebut kemudian diserahkan ke Dewan
Pendidikan Pra-Universitas untuk persetujuan dan implementasi resmi. Kurikulum dapat disesuaikan
untuk mengakomodasi kondisi lokal atau kebutuhan khusus. Proses pengembangan kurikulum
melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi akademik dan ahli materi pelajaran

Anda mungkin juga menyukai