Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS JURNAL, DAN SOP TREATMENT

DISUSUN OLEH:
NUR HALIMAH, S.Kep
1901031020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN 2020
KOMPRES DINGIN DAN ALIRAN UDARA DINGIN MENURUNKAN
SUHU TUBUH PADA PASIEN SEPSIS DENGAN HIPERTERMI
DI ICU RSUP DR KARIADI SEMARANG

Taufik kurniawan1, Khoiriyah2, Dewi Setyowati3

1. Mahasiswa program studi S1 Keperawatan FIKKES UNIMUS, Taufik210582@gmail.com


2. Dosen Keperawatan KMB FIKKES UNIMUS, Khoiriyah@unimus.ac.id
3. Dosen Keperawatan Komunitas FIKKES UNIMUS, dewisetyawati@unimus.ac.id

Latar belakang : Intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian
terapi non farmakologi, salah satunya adalah metode kompres dan aliran udara dingin, yaitu
dengan kompres dingin di dada pasien dan mengalirkan udara dingin ketubuh pasien sehingga
suhu tubuh turun 1 sampai 2 C setelah dilakukan tindakan selama 5 sampai 7 jam.
Tujuan penelitian : untuk menganalisis efektifitas kombinasi kompres dingin dan aliran
udara dingin terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang
ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Metode penelitian : Desain penelitian yang digunakan quasi experiment (pretest-posttest
with control). Proses penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 10 Januari - 2 Februari
2018 di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang terhadap 30 pasien berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.
Hasil penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan selama 60 menit pada kelompok kontrol 0,1C,
sedangkan pada kelompok perlakuan 0,2 C dari 30 total responden
Simpulan : Terdapat pengaruh penurunan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan hipertermi di
Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah diberikan aliran udara dan
kompres dingin dengan -value = 0,007
Saran : diharapkan perawat dapat melakukan tindakan kompres dingin dan aliran udara
dingin sebagai tindakan alternatif non farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh pada
pasien sepsis dengan hipertermi

Kata Kunci : Kompres dingin, aliran udara dingin, suhu tubuh, sepsis
ABSTRACT
Background: The intervention to reduce fever could be done by giving non-pharmacological
therapy such cold compress and air flow. It is done applying cold compress on patient’s chest
and flowing cold on the patient’s body so that the temperature will be decreased for 1 - 2°C
after the 5 – 7 hours therapy.
Research Target: This research was aimed to analyze the effectiveness of cold compress and
air flow combination toward body temperature reduction of sepsis patients with hyperthermia
at ICU of RSUP Dr. Kariadi Semarang Research Method: It was quasi experimental research
with pretest-posttest control group design. The research was conducted during the period of
January 10 – February 10, 2018 at ICU of RSUP Dr. Kariadi Semarang which involved 30
patients based on determined inclusion and exclusion criteria.
Result of research : The research result showed that the body temperature average reduction
before and after the treatment in 60 minutes was 0.1°C in control group and 0.2°C in
intervention group.
Conclude: . It could be concluded that the cold compress and air flow combination was
effective for body temperature reduction of sepsis patients with hyperthermia at ICU of RSUP
Dr. Kariadi with p value = 0.007 (p<0.005).
Sugesstion: Based on the research, it is recommended for the nurses to apply cold compress
and air flow combination as an alternative for non-pharmacological treatment in reducing the
fever on sepsis patients with hyperthermia.

Keywords : Cold compress, cold air flow, body temperature, sepsis

206
PENDAHULUAN
Sepsis merupakan respon host terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan merusak
yang dapat mengarah pada sepsis berat (disfungsi organ akut pada curiga infeksi) dan syok
septik (keadaan sepsis yang disertai hipotensi). Sepsis berat dan syok septik adalah masalah
kesehatan utama, yang mempengaruhi kesehatan jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun,
menewaskan satu dari empat orang (dan sering lebih) (Dellinger, 2012).
Salah satu manifestasi klinis pada pasien sepsis adalah demam tinggi (hipertermi).
Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh adalah kecepatan metabolisme
basal, rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin,
proses peradangan, status gizi, aktivitas, gangguan organ, dan lingkungan (Latifin & Kusuma,
2014). Demam merupakan salah satu respon inflamasi sistemik akibat bakteri pathogen serta
kerusakan organ, sehingga mengakibatkan keadaan yang melatarbelakangi sindrom sepsis
(Bakta & Suastika, 2012).
Hipertermi atau demam merupakan kondisi tubuh dengan suhu di atas 38°C sementara
normalnya berkisar 36-37,5°C . Demam sering disertai gejala menggigil, lesu, gelisah, sulit
makan, susah tidur, takikardi dan hiperkapnea. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi
setiap saat (Ignatavicius, 2011; Sugani & Priandarini, 2010).
Beberapa intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian
terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemberian terapi Farmakologi dilakukan dengan
memberikan antipiretik, misalnya paracetamol, sedangkan non farmakologi yaitu dengan
mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak istirahat, dan kompres dingin.
Beberapa teknik pemberian kompres untuk menurunkan suhu tubuh antara lain kompres
hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin
kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Yohmi, 2008).
Salah satu terapi non farmakologi adalaha kompres. Kompres merupakan tindakan
mandiri perawat untuk pasien observasi hipertermi. Pemberian kompres dingin pada daerah
tubuh akan memberikan sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang yang
diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh, sehingga mencapai keadaan normal kembali
(Handy, 2016). Kain kompres dapat diletakkan tidak hanya di dahi/ kening, tapi juga perut
atau di bagian tubuh yang luas dan terbuka. Bisa juga diletakkan di wilayah yang terdapat
pembuluh-pembuluh darah besar, semisal leher, ketiak, selangkangan maupun lipatan paha
(Sugani & Priandarini, 2010).
Beberapa fenomena tentang penurunan hipertermi selain menggunakan kompres
dingin metode lain yang bisa digunakan salah satunya menggunakan metode aliran udara
dingin, yaitu dengan mengalirkan udara dingin ketubuh pasien. Studi pendahuluan pada 3
pasien menunjukkan penurunan suhu yang signifikan dan konsisten antara 1 sampai 2 0C
setelah dilakukan prosedur aliran udara dingin dan kompres dingin di daerah dada selama 5
sampai 7 jam. Blower di set pada suhu terendah yaitu 28 0C, dengan exahust diposisikan
disekitar paha pasien mengarah keatas. Kompres dingin pada daerah dada dengan
menggunakan handuk atau stik laken yang dibasahi dan diperas. Baju pasien digunakan
sebagai media untuk mengalirkan udara dingin ke tubuh bagian atas. Bed side monitor
digunakan untuk mengukur suhu tubuh dengan cara menempelkan sensor suhu di punggung
pasien. Pada saat dilakukan tindakan ini pasien dirawat pada suhu ruangan 22 sampai 23 C.
Metode kompres dingin dan aliran udara dingin sudah dilakukan di Ruang ICU RSUP Dr.
Kariadi Semarang, akan tetapi sejauh mana tingkat efektifitasnya belum pernah dilakukan
penelitian. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang efektifitas
kombinasi kompres dingin dan aliran udara dingin terhadap penurunan suhu tubuh pada
pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.

207
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain
penelitian quasi experiment (pretest-posttest with control), yaitu satu kelompok diberikan
intervensi tertentu dan satu kelompok sebagai kontrol tanpa diberikan intervensi yang sama
dengan kelompok perlakuan, serta menerapkan randomisasi secara penuh. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang sebanyak 30 responden. Alat pengumpulan data dengan menggunakan bedside
monitor untuk memantau suhu tubuh, alat tulis, lembar observasi. Preoses penelitian
berlangsung mulai tanggal 10 januari 2018 sampai dengan 10 Februari 2018. Data dianalisis
secara univariat, uji kenormalan data dilanjutkan analisa bivariat ( uji wilcoxon dan paired t-
test).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden penelitian rata-rata berumur 51,13 tahun, sebagian besar masuk kategori
dewasa menengah sebanyak 14 orang ( 46,7%), dengan mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 17 orang responden (56,7%), pendidikan S1 dan SMA masing-masing
sebanyak 13 orang responden (43,3%). Berdasarakan pekerjaan responden terbesar adalah
pensiunan PNS sebanyak 10 orang (33,3%), diagnosa medis terbesar adalah CHF dan gagal
nafas sejumlah 5 responden ( 16,7 ) responden.

Tabel .1
Distribusi Responden berdasarkan Usia di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang (n=30)

Variabel f % Mean Min Max SD


Usia 51,13 18 81 17,03
Dewasa muda (18-35 Th 5 16,7
Dewasa menengah (36- 14 46,7
55Th)
Dewasa tua (> 55 Th) 11 36,7
30 100%

Tabel .2
Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)

Jenis kelamin f (%)


Laki-laki 17 56,7
Perempuan 13 43,3
Total 30 100

208
Tabel .3
Distribusi Responden berdasarkan Diagnosa Medis di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi
Semarang (n=30)
Diagnosa medis f (%)
HIV 1 3,3
Multiple Fraktur 2 6,7
ICH, CKD 1 3,3
Post Laparatomy 3 10,0
SNH, Pneumonia 1 3,3
SGB 1 3,3
CHF, Gagal Nafas 5 16,7
Truma Tumpul Abdomen, 1 3,3
Post Laparatomy
ICH, Gagal Nafas 1 3,3
ICH, Post Craniotomy 1 3,3
Pneumonia 1 3,3
CKD 1 3,3
ICH, IVH 2 6,7
Pre Eklamsi 1 3,3
CHF 1 3,3
Difuse AxionalInjury 1 3,3
SNH 1 3,3
SNH, DM 1 3,3
LMNH, Syok Hipovolemik 1 3,3
Post Laparatomy 1 3,3
Myastenia Gravis 1 3,3
ICH 1 3,3
Total 30 100

Tabel .4
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis dengan Hipertermi
sebelum Diberikan Kompres dingin
dan aliran Udara dingin
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,58 38,00 39,90 0,48

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan kompres dingin dan aliran
udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,58 , dengan suhu paling rendah 38oC dan paling
tinggi 39,9oC , serta standar deviasi sebesar 0,48.

209
Tabel 5
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis dengan Hipertermi
sesudah Diberikan Kompres Dingin dan
aliran Udara Dingin
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,38 37,70 39,50 0,41

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan kompres dingin dan aliran udara
nilai rata-rata suhu tubuh 38,38 (hipertermi), dengan skala suhu paling rendah 37,7oC
(normal) dan paling tinggi 39,5oC (hipertermi), serta standar deviasi sebesar 0,41

Tabel 6
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis
dengan Hipertermi (Pre-test)
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,52 38,10 39,20 0,35

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol (pre-test) nilai rata-rata
suhu tubuh 38,52 , dengan skala suhu paling rendah 38,1oC dan paling tinggi 39,2oC , serta
standar deviasi sebesar 0,35.

Tabel 7
Distribusi Responden berdasarkan Suhu Tubuh pada Pasien Sepsis dengan Hipertermi (Post-
test)
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean Min Max SD
Suhu tubuh 38,41 37,80 39,20 0,37

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol (post-test) nilai rata-rata
suhu tubuh 38,41 (hipertermi), dengan skala suhu paling rendah 37,8oC (normal) dan paling
tinggi 39,2oC (hipertermi), serta standar deviasi sebesar 0,35.

210
Tabel 8
Uji Beda Sebelum dan Sesudah Diberikan
Kompres Dingin dan Aliran Udara dingin pada Kelompok Perlakuan
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel Mean z-score p-value
Suhu tubuh -2,685 0,007
Pre test 38,58
Post test 38,38
dif 0,2

Berdasarkan Tabel 8 sesudah dilakukan uji bivariat menggunakan analisis non-parametrik uji
Wilcoxon dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan
hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah diberikan
kompres dingin dan aliran udara dingin (Z-score = -2,685, P-value = 0,007). Uji Wilcoxon p-
value < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh aliran udara dingin
dan kompres dingin pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang.

Tabel 9
Uji Beda Pre-test dan Post-test pada Kelompok Kontrol
di Ruang ICU RSUP Dr. kariadi Semarang
(n=30)
Variabel mean t-score p-value
Suhu tubuh 1,621 0,127
Pre- test 38,52
Post- test 38,41
dif 0,11

Berdasarkan Tabel 9 sesudah dilakukan uji bivariat menggunakan analisis parametrik uji
Paired t-test , dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan suhu tubuh pada kelompok
kontrol baik pre-test maupun post-test (t-score = 1,621, P-value = 0,127). Uji Paired t-test, p-
value > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan suhu tubuh pada
kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test pada pasien sepsis dengan hipertermi di
Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.

211
Tabel 10
Uji beda Perubahan Suhu Tubuh Antara Kelompok Perlakuan
Dan Kelompok Kontrol di Ruang ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang

Rata-rata Standar Z Value


(C) deviasi(C) (2-tailed)
Perubahan suhu -2,895 0,004
Perlakuan 0.2 0,08
Kontrol 0.11 0,08

Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata perubahan suhu kelompok perlakuan sebesar 0,2C
sedangkan rata-rata perubahan suhu pada kelompok kontrol sebesar 0,11C. Nilai Z= -2,895
dan value = 0.004 (> 0,05) yang berarti Hipotesis diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan perubahan suhu pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
pada saat pre-test menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda dengan nilai rata-rata suhu
tubuh pada kelompok perlakuan adalah 38,58 ,sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-
rata suhu tubuh 38,52 . Kondisi tersebut disebabkan karena responden dalam penelitian ini
adalah pasien hipertermi dengan sepsis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Schortgen (2012 ) 30 sampai 60 % pasien yang dirawat di ruang ICU akan mengalami
Hipertermi dan Sepsis.
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok perlakuan sesudah diberikan kompres dingin
dan aliran udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,38 , Pada kelompok kontrol (post-test)
nilai rata-rata suhu tubuh 38,41 , Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan rata-
rata suhu badan pada kelompok perlakuan . Hipertermi atau demam adalah kondisi saat suhu
tubuh diatas 38oC. Meskipun merupakan gejala penyakit tertentu, pada umumnya demam
menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi. saat melawan infeksi, ada zat dalam
tubuh yang meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas, sehingga
menyebabkan demam (Sugani & Priandarini, 2010).
Berdasarkan analisis bivariat pada kelompok perlakuan menggunakan analisis non-
parametrik uji Wilcoxon, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan suhu tubuh pada pasien
sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah
diberikan kompres dingin dan aliran udara dingin (Z-score = -2,685, P-value = 0,007). Uji
Wilcoxon p-value < α (0,05).
Pada kelompok kontrol sesudah dilakukan uji bivariat menggunakan analisis
parametrik uji Paired t-test, dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan suhu tubuh pada
kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test (T-score = 1,621, P-value = 0,127). Uji
Paired t-test, p-value > α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
suhu tubuh pada kelompok kontrol baik pre-test maupun post-test pada pasien sepsis dengan
hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang
Perubahan suhu tubuh adalah selisih rata-rata suhu responden sebelum dilakukan
intervensi dan setelah dilakukan intervensi. Hasil penelitian ini diuji dengan uji statistik
mann-Whitney U test ,dengan membandingkan rata-rata penurunan suhu tubuh sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi antara kelompok perlakuan maupun kelompok intervensi,
diperoleh hasil nilai -value 0,004. Hal ini berarti ada perbedaan rata-rata penurunan suhu
tubuh sebelum dan sesudah tindakan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol,
212
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kompres dingin dan aliran udara dingin
pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang
Berdasarkan Ivandri (2015) penggunan cooling blanket menurunkan suhu tubuh lebih
cepat. Sementara pemberian kompres dingin memberikan penurunan suhu tubuh yang
signifikan pada pasien hipertermia . Setiawati ( 2015 ).
Berdasarkan hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa kompres dingin dan aliran udara
dengan alat blower berpengaruh pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU dengan
penurunan suhu rata-rata 0,2oC.

KESIMPULAN
Suhu tubuh pada kelompok perlakuan sebelum diberikan kompres dingin dan aliran
udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,58oC dan sesudah diberikan kompres dingin dan
aliran udara dingin nilai rata-rata suhu tubuh 38,38oC. Suhu tubuh pada kelompok kontrol
(pre-test) nilai rata-rata suhu tubuh 38,52oC dan post-test nilai rata-rata suhu tubuh 38,41oC.
Terdapat perbedaan suhu tubuh pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP
Dr. Kariadi Semarang sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin dan aliran udara dingin
(Z-score = -2,685, P-value = 0,007) dengan selisih rata – rata sebelum dan setelah dilakukan
tindakan 0,2  C

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi bagi perawat dalam
pengelolaan pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Bagi rumah sakit dapat dijadikan masukan dalam manajemen penatalaksanaan hipertermi
secara non-farmakologi, khususnya pada pasien sepsis dengan hipertermi di Ruang ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang.Bagi peneliti yang akan datang dapat digunakan sebagai data
tambahan untuk penelitian lebih lanjut, serta diharapkan menambah variabel penelitian
tentang efektivitas diberikan kompres dingin dan aliran udara dingin terhadap variabel lain,
misalnya nyeri.

213
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika.
Bakta, I.M., & Suastika, I.K. (2012). Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Behrman. (2010). Nelson Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Budiarto, E. 2009. Biostatistika: Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.
Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta.
Dahlan, M.S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba.
Davey, P. (2011). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving Sepsis
Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic
Shock. Intensive Care Med 2012; 39(2): 165-228 and Crit Care Med 2012; 41(2):
580-637.
Dinarello, CA, Gelfrand, JA. (2010). Alteration in Body Temperature: Fever and
Hyperthermia. New york: The Mc Graw Hill Companies.
Ganong, WF. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa : Adrianto, P.S. Jakarta:
EGC.
Global Sepsis Alliance. Sepsis facts [internet].[updated 2013; cited 2017 Oct 9]. Available
from: http://www.world-sepsis-day.org/?
MET=SHOWCONTAINER&vPRIMNAVISELECT=3&vSEKNAVISELECT=1&v
CONTAINERID=
Guyton, A.C. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa : Ermita I, Ibrahim.
Jakarta : EGC.
Hartanto. (2010). Mengatasi Demam pada Bayi. http://www.bayi-kita@yahoogroups.com.
Ignatavicius, D.D. 2011. Medical-Surgical Nursing: Clients–Centered Collaborative Care.
Sixth Edition, 1 & 2. Missouri: Saunders Elsevier.
Latifin, K., & Kusuma, S.Y. (2014). Panduan Dasar Klinik Keperawatan. Malang: Penerbit
Gunung Samudera.
Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nelwan, R. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba
Medika. Jakarta.
Paar, A. (2013). Hidrolika & Pneumatika. Alih bahasa: Gunawan Prasetyo .Jakarta: Erlangga.
Phua, J., Koh, Y.S., Du, B., Tang, Y.Q., Divatia, J.V., & Gomersall, C.D. Management of
Severe Sepsis in Patients Admitted to Asian Intensive Care Units: Prospective
Cohort Study. British Medical Journal. 2011 342:d3245.
Polit, D.F. dan Beck, C.T. 2014. Essentials of Nursing Research (Appraising Evidence for
Nursing Practice) edition 8th. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Pradipta, I.S. Evaluation of antibiotic use in sepsis patients at ward of internal medicine Dr.
Sardjito Hospital, Yogyakarta September-November 2013. M.Sc Thesis, Faculty of
Pharmacy, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Pratiwi, S.H., Ropi, H., & Sitorus, R. (2015). Perbedaan Efek Kompres Selimut Basah dan
Cold-pack terhadap Suhu Tubuh Pasien Cedera Kepala di Neurosurgical Critical
Care Unit. Jurnal Unpad Vol 03 No 03 (November 2017), 2015. p : 158-165.
Purnama, D.I. (2014). 100+ Hal yang Wajib Diketahui Bumil: Tanya jawab Seputar
Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Kawan Pustaka.

214
Reinhart, K., & Eyrich, K., (2015). Sepsis: An Interdisciplinary Challenge. Berlin: Springer-
Verlag.
Rubenstein, D. (2009). Kedokteran Klinis. Alih bahasa : Annisa Rahmalia. Jakarta: Erlangga.
Setiawati, T., Rustina, Y., & Kuntarti. Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu
Tubuh dan Kenyamanan pada Anak yang Mengalami Demam. Jurnal Keperawatan
‘Aisyiyah. (November 2017), 2015 Vol 02 No 02 p : 1-9.
Sherwood, L. (2013). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Alih bahasa : dr Brahm U Pendit.
Jakarta: EGC.
Sudhir, U., Venkatachalaiah, R.K., Kumar, R.A., Rao, M.Y., Kempegowda, P. (2011).
Significance of serum procalcitonin in sepsis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3097536/
Sugani, S., & Priandarini, L. (2010). Cara Cerdas: untuk Sehat. Jakarta: Transmedia
Swarjana, I.K. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
__________ . (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi).
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Uliyah, M., & Hidayat, A.A. (2008). Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta:
Erlangga.
Vincent, J.L., Sakr, Y., & Sprung, .CL. Sepsis in European Intensive Care Units: results of the
SOAP study. Crit. Care Med. 2012;34(2):344-53.
Wilmana, P.F., & Gan, S. (2009). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI.
Yohmi, E. 2008. Bedah ASI. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta.
http

215
ANALISIS PICOT JURNAL

KOMPRES DINGIN DAN ALIRAN UDARA DINGIN


MENURUNKAN SUHU TUBUH PADA PASIEN SEPSIS
DENGAN HIPERTERMI DI RUANG ICU RSUP DR
KARIADI SEMARANG

A. Analisis Picot Jurnal


1. P: Population/Problem
Masalah dan sample dalam jurnal tersebut yang dikemukakan yaitu semua pasien
pasien sepsis dengan hipertermi di ruang ICU RSUP Dr Kariadi Semarang
sebanyak 30 responden.
2. I: Intervensi
Intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian terapi
non farmakologi, salah satunya adalah metode kompres dan aliran udara dingin,
yaitu dengan kompres dingin di dada pasien dan mengalirkan udara dingin ketubuh
pasien sehingga suhu tubuh turun 1 sampai 2 0C setelah dilakukan tindakan selama
5 sampai 7 jam.
3. C: Comparation
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan
desain penelitian quasi experiment (pretest-posttest with control), yaitu satu
kelompok diberikan intervensi tertentu dan satu kelompok sebagai kontrol tanpa
diberikan intervensi yang sama dengan kelompok perlakuan, serta menerapkan
randomisasi secara penuh
Beberapa intervensi untuk menurunkan demam dapat dilakukan dengan pemberian
terapi farmakologi dan non farmakologi. Pemberian terapi Farmakologi dilakukan
dengan memberikan antipiretik, misalnya paracetamol, sedangkan non
farmakologi yaitu dengan mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak
istirahat, dan kompres dingin. Beberapa teknik pemberian kompres untuk
menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering
(buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan
selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Yohmi, 2008).
4. O: Outcome
Menentukan apakah ada pengaruh penurunan suhu tubuh pada pasien sepsis
dengan hipertermi di Ruang ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang sebelum dan
sesudah diberikan aliran udara dan kompres dingin
5. T: Time
Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Januari 2018 samapi 10 Februari 2018

216
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
TERAPI KOMPRES DINGIN DAN ALIRAN UDARA DINGIN

1. PENGERTIAN Metode Kompres dingin dan aliran


udara dingin yaitu dengan mengalirkan
udara dingin ketubuh pasien dan
kompres dingin di daerah dada. Blower
di set pada suhu terendah yaitu 28 0C,
dengan exahust diposisikan disekitar
paha pasien mengarah keatas. Kompres
dingin pada daerah dada dengan
menggunakan handuk atau stik laken
yang dibasahi dan diperas. Baju pasien
digunakan sebagai media untuk
mengalirkan udara dingin ke tubuh
bagian atas.
2. TUJUAN 1. Membantu menurunkan suhu
tubuh
2. Mengurangi rasa nyeri
3. Membantu memberikan rasa
relaksasi
4. Mencegah perdarahan
5. Mengerangi rasa sakit pada
daerah setempat
3. INDIKASI Klien dengan suhu tubuh yang tinggi

4. KONTRA INDIKASI Klien denga suhu tubuh yang normal


5. PERSIAPAN PASIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri
anda dan identifikasi responden
dengan memeriksa identitas responden
secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan, berikan
217
kesempatan pada responden untuk
bertanya dan jawab seluruh
pertanyaan.
3. Posisi pasien berbaring.
6 PERSIAPAN ALAT 1. Handuk /Stik laken
2. Mangkuk berisi air
3. Antiseptik
4. Perlak atau alas
5. Sampiran bila perlu
6. Blower
7. Bed side monitor/termometer
7. CARA BEKERJA Tahap Kerja :
1. Mulailah dengan komunikasi
teraupetik
2. Pasang sampiran
3. Menentukan suhu tubuh klien
4. Membuka kancing baju klien
dan memasang Blower di set pada
suhu terendah yaitu 28 0C, dengan
exahust diposisikan disekitar paha
pasien mengarah keatas
5. Taruh handuk/ stik laken yang
sudah di basahi dan di peras di atas
dada klien
6. Baju pasien digunakan sebagai
media untuk mengalirkan udara dingin
ke tubuh bagian atas
7. Bed side monitor digunakan
untuk mengukur suhu tubuh dengan
cara menempelkan sensor suhu di
punggung klien
8. Pada saat dilakukan tindakan
ini pasien dirawat pada suhu ruangan
218
22 sampai 23 0C
9. Metode aliran udara dingin dan
kompres dingin dilakukan selama 5-7
jam
10. Jika sudah bereskan alat
8. HASIL 1. Evaluasi respon pasien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk
kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan
baik
9. DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah
dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon
subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasi tindakan

219

Anda mungkin juga menyukai