Anda di halaman 1dari 5

TELAAH JURNAL KEPERAWATAN ANAK

Judul : Perbedaan Kompres Hangat Konvensional dan Teknik Kompres Hangat Tepid Sponge
Pada Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Demam Tifoid
Penulis : Aulya Kartini Dg Karra, Muh. Aswar Anas, Muh. Anwar Hafid, dan Rosdiana Rahim
Publikas : Jurnal Ners
i
Penelaah :

Komponen Jurnal Hasil Analisis


I. Pendahuluan Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif Salmonella Typhi. Bakteri ini terdapat pada makanan atau
minuman yang berhubungan dengan kebersihan yang buruk dan daerah
dengan sanitasi yang buruk. Demam tifoid merupakan masalah
kesehatan yang serius dan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas bayi di negara berkembang (Almeida & Almeida, 2008).
Demam yang tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat
menyebabkan dehidrasi, kerusakan saraf dan kejang demam
(Arbianingsih, 2011).
Laporan dari WHO mengungkapkan bahwa 21 juta kasus dan > 600.000
kematian setiap tahun di seluruh dunia disebabkan oleh demam tifoid.
Negara berkembang memiliki jumlah kasus demam tifoid tertinggi yang
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat, peningkatan
urbanisasi dan keterbatasan air dan kebersihan layanan kesehatan
(Gebreyesus & Negash, 2015) Daerah dengan endemisitas tinggi
meliputi Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika Selatan
(Gebreyesus & Negash, 2015). Almeida & Almeida, 2008). Sebuah
studi yang dilakukan di daerah perkotaan di beberapa negara Asia yang
berfokus pada anak-anak berusia 5 - 15 tahun menunjukkan bahwa
kejadian kultur darah positif mencapai 180-194 per 100.000 anak di
Asia Selatan pada mereka yang berusia 5-15 tahun. Itu 400–500 per
100.000 penduduk di Asia Tenggara dan di Asia Timur Laut, itu kurang
dari 100 kasus per 100.000 penduduk (Burnside dan M.C Glynn, 2014).
Di Indonesia, demam tifoid harus mendapat perhatian serius dari
berbagai pihak karena penyakit ini endemik dan mengancam kesehatan
masyarakat. Masalah tersebut semakin kompleks dengan meningkatnya
kasus karir (carrier) atau kekambuhan dan resistensi terhadap obat yang
digunakan, sehingga semakin mempersulit upaya pengobatan dan
pencegahan untuk merespon. Pada tahun 2008, angka kesakitan tifoid di
Indonesia dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, dengan
distribusi menurut kelompok umur 0,0/100.000 penduduk (0-1 tahun),
148,7/100.000 penduduk (2-4 tahun), 180,3 / 100.000 (5-15 tahun) dan
51,2 / 100.000 (= 16 tahun). Angka tersebut menunjukkan bahwa
jumlah penderita terbanyak berada pada kelompok umur 2-15 tahun
(Kemenkes, 2006).
Salah satu upaya untuk menurunkan demam adalah dengan kompres
hangat. Menurut penelitian, kompres hangat dapat digunakan sebagai
tindakan mandiri oleh perawat untuk membantu menurunkan suhu tubuh
pasien (Surakarta & Ambarwati, n.d.) Kompres hangat konvensional
Komponen Jurnal Hasil Analisis
(daerah dahi) dapat menurunkan suhu tubuh tetapi kompres hangat pada
dahi menghasilkan penurunan suhu yang tidak signifikan (Edbor, Arora,
& Mukherjee, 2011).
Tindakan lain yang digunakan untuk mengurangi panas adalah tepid
sponge. Tepid sponge adalah prosedur yang digunakan untuk
meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan
konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami demam
tinggi. Tujuan dari tindakan tepid sponge adalah untuk menurunkan
suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia (Gebreyesus &
Negash, 2015). Teknik tepid sponge lebih efektif menurunkan suhu
tubuh dalam 15 menit pertama. Penelitian yang dilakukan dengan
mengombinasikan ibuprofen dengan teknik tepid sponge menunjukkan
bahwa dapat menurunkan suhu tubuh lebih baik daripada hanya
menggunakan ibuprofen saja (Hidayati, 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Kania, 2015), penurunan suhu
tubuh menggunakan tepid sponge dengan obat antipiretik secara
signifikan lebih cepat daripada hanya menggunakan antipiretik dan
paracetamol. Namun, efek ketidaknyamanan lebih ringan.
II. Metode
a. Populasi & − Populasi target dan populasi terjangkau penelitian : Populasi diambil
Sampel dari Puskesmas Kampili
− Sampel penelitian dan kriteria sampel: Sampel dalam penelitian ini
adalah anak usia 3 - 12 tahun (prasekolah dan sekolah) yang dirawat
di Ruang Rawat Inap Puskesmas Kampili, yang menderita demam
tifoid berdasarkan diagnosis medis (suhu; 37,2oC - 39,5oC ) dan
yang telah menerima terapi cairan dan terapi antipiretik.
− Metode sampling yang digunakan untuk memilih sampel dari
populasi target : sampel diambil dengan teknik purposive sampling
− Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian: Jumlah sampel 20
orang terdiri dari 10 orang pada kelompok intervensi hangat
konvensional dan 10 orang pada kelompok teknik tepid sponge.
b. Desain penelitian − Desain penelitian yang digunakan : quasi-experiment dengan dua
c. Pengukuran atau kelompok pre-post test.
pengumpulan − Variabel yang diukur dalam penelitian : Independen (Kompres
data hangat dan water tepid sponge, Dependen ( suhu tubuh )
− Metode pengumpulan data: lembar observasi
− Alat ukur apa yang digunakan untuk mengumpulkan data: alat
kompres hangat konvensional, alat kompres hangat tepid sponge,
jam tangan, alat tulis dan termometer air raksa untuk pengukuran
aksila.
d. Analisis data/uji Analisis data menggunakan uji General Linear Model - Univariate.
statistik Selain itu, uji General Linear Model – Repeated Measure juga
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan
pada variabel-variabel yang diukur secara berulang.
III. Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 responden
a. Alur penelitian yang menggunakan kompres hangat konvensional dan teknik tepid
dan data base line sponge, [Tabel 1] menunjukkan data demografi yaitu sebaran responden
berdasarkan usia tertinggi pada 7 - 12 tahun terutama pada referensi
Komponen Jurnal Hasil Analisis
dengan teknik tepid sponge (60,0%). Secara konvensional, yang berusia
antara 3-6 tahun dan 7-12 tahun (masing-masing 50%), sedangkan
distribusi responden berdasarkan jenis kelamin adalah bahwa (70%)
adalah perempuan dalam kelompok kompres hangat konvensional
sedangkan jenis kelamin masing-masing 50% dalam teknik tepid
sponge. Data variabel bentuk dan lama demam yang diderita setelah 4-6
hari pengompresan adalah sebanyak 13 responden (65%), yang
merupakan lama demam yang paling banyak diderita. Distribusi
responden berdasarkan lama perawatan yang dilakukan adalah 1 hari
perawatan untuk 13 responden (65%), yang merupakan waktu
perawatan yang paling umum. [Tabel 2] menunjukkan bahwa distribusi
responden berdasarkan tingkat demam, untuk kompres hangat
konvensional pada pengukuran pre-test, berada pada tingkat demam
tertinggi yaitu 38,5oC. Nilai demam tertinggi adalah 37,9oC. Untuk
teknik tepid sponge, skor tertinggi adalah 38,6oC dan demam tertinggi
adalah 38,2oC. Temperatur kompresi tertinggi pada penelitian ini adalah
38,6oC dengan teknik tepid sponge. [Tabel 3] Setelah dilakukan uji
General Linear Model-Repeated Measure diperoleh hasil sebagai
berikut: Perubahan suhu antara pre-test dan post-test pada kelompok
kompres hangat konvensional adalah sebagai berikut: pada 5 menit
setelah pengompresan, p nilai 0,07 (p>α) atau 0,07> 0,05 yang berarti
kompres hangat konvensional tidak signifikan secara statistik tetapi
mampu menurunkan suhu tubuh rata-rata secara kualitas sebesar 0,15oC.
Pada menit ke-15 didapatkan nilai p sebesar 0,01 (p<α) atau 0,01<0,05
yang artinya kompres hangat konvensional pada menit ke-15 setelah
pengompresan menyebabkan penurunan suhu tubuh. Pada menit ke-30
didapatkan nilai p value sebesar 0,78 (p>α) atau 0,78 > 0,05 yang
artinya tidak terjadi penurunan suhu tubuh bahkan cenderung meningkat
dari nilai pre-test. Pada menit ke-60 didapatkan nilai p sebesar 0,21
(p>α) atau 0, 21 > 0,05 yang artinya kompres hangat konvensional 60
menit setelah kompresi tidak menurunkan suhu tubuh bahkan cenderung
meningkat dari nilai pre test. .
Perubahan suhu antara pre-test dan post-test pada kelompok kompres
hangat untuk teknik tepid sponge adalah sebagai berikut. Pada 5 menit
setelah pengompresan didapatkan nilai p sebesar 0,01 (p< α) atau 0,01 <
0,05 yang berarti teknik tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan
suhu tubuh. Pada menit ke-15 didapatkan nilai p 0,01 (p<α) atau 0,01 <
0,05 yang artinya teknik tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan
suhu tubuh dalam waktu 15 menit setelah pengompresan. Pada 30 menit
setelah pengompresan didapatkan nilai p sebesar 0,02 (p>α) atau 0,02 >
0,05 yang berarti teknik tepid sponge secara statistik tidak signifikan
tetapi mampu menurunkan suhu tubuh rata-rata sebesar 0,110oC 30
menit setelah pengompresan. Pada menit ke-60 didapatkan nilai p
sebesar 0,11 (p>α) atau 0,11 > 0,05 yang artinya teknik tepid sponge
tidak menurunkan suhu tubuh 60 menit setelah pengompresan bahkan
lebih tinggi dari nilai pre test [Tabel 4] .
b. Hasil Penelitian Uji multivariat dilakukan dengan melihat Tabel 4.8. Dari semua
pengujian disimpulkan bahwa mereka semua menolak Ho karena semua
pengujian menghasilkan nilai p yang sama, yaitu 0,03 < 0,05. Terdapat
Komponen Jurnal Hasil Analisis
perbedaan yang signifikan pada perubahan suhu tubuh dengan kompres
hangat konvensional. Untuk teknik tepid sponge, semua pengujian
menghasilkan nilai p yang sama, yaitu 0,01 < 0,05. Ada perbedaan yang
signifikan dalam perubahan suhu tubuh. Dari kedua jenis kompres
berdasarkan analisis, teknik tepid sponge lebih bermakna secara statistik
karena nilai p lebih rendah dibandingkan dengan kompres hangat
konvensional (0,01 < 0,03).
IV. Diskusi (Discuss) Penatalaksanaan demam nonfarmakologis yang dapat dilakukan antara
lain kompres. Teknik kompres yang dapat digunakan berupa kompres
hangat konvensional atau teknik tepid sponge. Kompres air hangat lebih
efektif sebesar 74,6% dalam menurunkan suhu tubuh pasien anak yang
demam dibandingkan kompres plester (Yuliani, 2006). Tepid sponge
merupakan salah satu teknik kompres hangat yang menggabungkan
teknik blok yang berhubungan dengan pembuluh darah besar superfisial
dengan teknik seka seluruh tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan terdapat perbandingan efektifitas yang signifikan antara
kompres tepid sponge dan kompres air hangat terhadap penurunan suhu
tubuh pada anak demam tifoid dengan hipertermia. Kompres tepid
sponge menunjukkan penurunan jumlah yang lebih besar dibandingkan
dengan kompres air hangat (Susanti, 2012). Asuhan keperawatan anak
menggunakan prinsip family care center yaitu adanya kontak keluarga
yang berhubungan dengan pengasuhan anak. Perawat terkait
memberikan informasi yang tepat bagi mereka untuk membuat
keputusan, menilai kebutuhan keluarga dan mengumpulkan keluarga
untuk membantu mereka mempelajari sumber daya yang sesuai di
lingkungan mereka (Suyanto, 2011).
Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu dengan mengompresi 1
responden selama 15-20 menit (untuk menghindari fenomena rebound).
Responden adalah anak-anak yang mengalami demam tifoid di ruang
rawat inap Puskesmas Kampili yang berjumlah 20 responden.
Responden dalam penelitian ini masing-masing mendapatkan terapi
cairan parenteral berupa IVFD Ringer Laktat dan terapi antiperetik.
Tidak ada responden yang memiliki penyakit sekunder. Hal ini
didasarkan pada diagnosis medis yang disimpulkan dari pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan laboratorium (uji widal). Para peneliti juga
terlebih dahulu memeriksa adanya luka,; jika tidak ditemukan luka,
maka dapat dilakukan kompresi. Nilai rata-rata suhu tubuh responden
sebelum dikompres (pre test) adalah 37,8oC untuk kompres hangat
konvensional sedangkan untuk teknik tepid sponge adalah 38.04oC.
Dari uji Differential Univariate-General Linear Model dan General
Linear Model-Repeated Measure diketahui bahwa kompres hangat
konvensional dan teknik tepid sponge berpengaruh signifikan terhadap
perubahan suhu tubuh. Berdasarkan hasil pengujian dengan
menggunakan Univariate-General Linear Model menunjukkan nilai p <
α (0,03<0,05) yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara
kompres hangat konvensional dengan teknik tepid sponge (H0 ditolak).
Berdasarkan uji General Linear Model-Repeated Measure didapatkan
nilai p untuk kompres hangat konvensional setelah pengompresan:
setelah 5 menit (0,07) > 0,05 rata-rata efek yang diberikan adalah
Komponen Jurnal Hasil Analisis
penurunan suhu tubuh sebesar 0,15oC, dalam 5 menit dan sampai
dengan 15 (0,01) < 0,05, rata-rata efek yang diberikan adalah penurunan
suhu tubuh sebesar 0,28oC, pada 30 menit (0,78) > 0,05, rata-rata efek
yang diberikan adalah penurunan suhu tubuh sebesar 0,010oC dan pada
60 menit (0,21) > 0,05, rata-rata efek yang diberikan adalah peningkatan
suhu tubuh sebesar 0,69oC dari suhu awal kompres.
Berdasarkan hasil uji statistik perubahan suhu tubuh setelah dikompres,
penurunan suhu hanya terjadi pada periode 5 sampai 15 menit untuk
kompres hangat konvensional sedangkan teknik tepid sponge
menurunkan suhu antara 5 sampai 30 menit; 60 menit setelah kedua
jenis kompres digunakan, terjadi peningkatan suhu lagi. Karena
penelitian ini hanya bersifat empiris, maka peneliti berasumsi bahwa hal
tersebut dipengaruhi oleh penempatan kain kompresi. Neuron peka
panas konvensional kurang peka karena kompres hanya ditempatkan
pada 1 titik. Impuls dari serabut saraf aferen yang diterima oleh
hipotalamus untuk mengontrol suhu tubuh ditentukan oleh reseptor.
Berbeda halnya dengan kompres hangat, teknik tepid sponge dan
penempatan kain kompres pada 3 titik serabut saraf aferen
memungkinkan rangsangan ke reseptor lebih kuat sehingga
memungkinkan penurunan suhu lebih lama, hingga 30 menit. setelah
dikompres.

Anda mungkin juga menyukai