PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasif yang
fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya. Pembukaan bagian tubuh
diperoleh dari World Health Organization (WHO) jumlah pasien dengan tindakan
operasi mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun.
Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia,
sedangkan pada tahun 2012 data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa,
jiwa(Sartika,2013).
Berdasarkan data riskesdas tahun 2014 untuk data tahun 2012 sendiri jumlah
kasus, dan tahun 2014 terjadi peningkatan hingga mencapai 78,25 juta kasus
Sawahlunto, menurut data yang penulis dapatkan dari medical record RSUD
Sawahlunto, pada tahun 2018 terdapat 938 kasus pembedahan, dan pada tahun
adalah perdarahan dengan manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak,
pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Hipotermia adalah keadaan suhu inti tubuh dibawah 36ºC (normotermi: 36,6º
kedaruratan medis yang dapat timbul ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat
daripada produksi panas. Ketika suhu tubuh turun, sistem saraf dan organ lain
tidak dapat bekerja normal. Jika tidak ditindaklanjuti, hipotermia akhirnya dapat
Resiko terjadi fibrilasi ventrikel meningkat pada suhu dibawah 280 C. Sistem
Perry, 2009).
Hipotermi terjadi karena agen dari obat anestesi menekan laju metabolisme
tercepat selama 24 jam pertama setelah tindakan operasi yaitu 10-30%, hal ini
dingin, inhalasi gas-gas dingin, luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang
menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan pada anestesi (Press,
2013).
Hipotermi dapat diartikan suhu tubuh kurang dari 360C (Tamsuri, 2007).
Setiap pasien yang menjalani operasi berada dalam risiko mengalami kejadian
hipotermi (Setiyanti, 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2014)
pemulihan pasca anestesi yang lebih lama, gangguan penyembuhan luka, serta
tubuh. Untuk pemanasan aktif ada dua macam yaitu pemanasan internal aktif dan
eksternal aktif menggunakan selimut kain, selimut panas yang diberi udara yang
dihangatkan.
dan kenyamanan pada pasien yang mengalami hipotermia, biasanya selimut ini
biasa juga disebut elektrik blangket atau blangket warmer, mempunyai pengaturan
blangket pada pasien yang mengalami hipotermia post operasi di instalsi bedah
sentral (Ibs) rumah sakit umum daerah Palembang Bari adalah rata-rata waktu
yang diperlukan untuk mencapai suhu normal pada kelompok intervensi dengan
electric blangket adalah 15,9 menit (95% CI: 14,89-16,92), dengan standar deviasi
1,5 menit. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk kembali ke suhu normal adalah 26,7 menit (95% CI: 25,77-27,68). Dari
hasil penelitian tersebut jelas terlihat electric blangket lebih efektif daripada
selimut biasa.
tersebut dan sering digunakan pada pasien hipotermia post operasi. Dari data
operasi bulan Oktober 2019 terdapat 60 kasus pembedahan dan pasien yang
selimut biasa dan 3 grup intervensi yang diberi selimut panas. Dari hasil survei
awal tersebut didapatkan hasil pada kelompok intervensi waktu yang dibutuhkan
untuk kembali ke suhu normal berkisar 15-20 menit. Pada grup kontrol waktu
Panas terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien hipotermia post operasi
B. Rumusan Masalah
pada pasien, oleh karena itu rumusan masalah pada penelitian ini adalah
hipotermia post operasi diruangan Pacu bedah sentral RSUD sawahlunto tahun
2019.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
perubahan suhu tubuh pasien hipotermia post operasi diruangan Pacu bedah
a. Mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh pasien post operasi pada kelompok
b. Mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh pasien post operasi pada kelompok
D. Manfaat penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi bahan masukan
Penulis berharap hasil penelitian ini bisa menjadi referensi bahan penelitian
pasien hipotermia post operasi di ruangan pacu bedah sentral RSUD Sawahlunto.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Merode yang
digunakan adalah pretest posttet control grup design, dimana terdapat dua grup
kontrol dan grup intervensi. Hasil penelitian diolah dengan sistim komouterisasi
TINJAUAN TEORITIS
A. Hipotermia
1. Defenisi
Hipotermia adalah keadaan dimana suhu inti tubuh di bawah batas normal
fisiologis. Hipotermia yang tidak diinginkan mungkin dialami oleh pasien akibat
suhu yang rendah diruang operasi, infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-
gas yang dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang
menurun, usia yang lanjut atau agen obat-obatan yang digunakan. Hipotermia juga
dapat secara tidak diinginkan terjadi pada prosedur bedah tertentu untuk
Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah rentang
normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Pengaturan suhu tubuh hampir
seluruhnya dilakukan oleh mekanisme umpan balik saraf, dan hampir semua
mekanisme ini bekerja melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada
suhu, untuk menentukan bila suhu tubuh terlalu panas atau dingin. Panas akan
terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil sampingan metabolisme dan
panas tubuh juga secara terus menerus dibuang ke lingkungan sekitar (Guyton,
2007).
panas tidak cukup untuk menyediakan energi agar tubuh berfungsi. Didefinisikan
sebagai suhu tubuh < 36 ˚C, seringkali terjadi selama anestesi dan pembedahan.
Dibawah suhu ini, shivering dan respon otonom tidak mampu berkompensasi
2010).
Supaya suhu tubuh selalu stabil dan selalu berada dalam batas yang normal.
Hipotalamus yang terletak diantara hemisfer serebral, mengatur suhu inti tubuh.
Suhu lingkungan sangat nyaman atau setara dengan set point maka hipotalamus
akan berespon sangat ringan dan sedikit, sehingga suhu akan mengalami
perubahan yang ringan dan relatif stabil. Hubungan antara produksi dan
tubuh terjadi karena sel syaraf di hipotalamus anterior menjadi lebih panas
melebihi set point. Gangguan atau perubahan pada pengaturan suhu yang sangat
fatal dapat terjadi pada kondisi dimana adanya lesi dan trauma pada hipotalamus
konversi panas mulai bekerja, apabila hipotalamus posterior merespon suhu tubuh
lebih rendah dari set point Proses menggigil terjadi pada tubuh apabila
abdomen). Pada pengaturan suhu tersebut mengatur produksi dan pelepasan panas
dalam tubuh. Tubuh menghasilkan panas dengan cara adaptasi perilaku (aktivitas,
konsumsi makanan, dan perubahan emosi) dan pergerakan tonus otot/ menggigil.
Hilangnya panas dilakukan dengan salah satu cara berkeringat dan berubahnya
menjadi:
jaringan akobat kontak fisik dengan benda/zat dingin. Biasanya < 0 C).
b. Hipotermia sekunder, adanya penyakit atau pengobatan tertentu yang
hipotermi, yaitu:
lain-lain)
lain-lain)
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) penyebab hipotermia yaitu:
a. Kerusakan Hipotalamus
e. Malnutrisi
yaitu:
1) Ringan
Suhu antara 32-35°C, kebanyakan orang bila berada pada suhu ini
lebih turun lagi, pasien mungkin akan mengalami amnesia dan disartria.
2) Sedang
aritmia.
3) Berat
pasien menjadi hipotermi, hal ini terjadi akibat dari perambatan antara suhu
bakteri.
ruang peritoneum.
3) Cairan
tersebut akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan mempengaruhi suhu inti
makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Secara biologis, Depkes
dipengaruhi oleh ukuran tubuh yaitu tinggi badan dan berat badan yang
dinilai berdasarkan indeks massa tubuh yang merupakan faktor yang dapat
(Ganong, 2008).
6) Jenis Kelamin
laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh
laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Rosjidi & Isro’ain (2014) juga
7) Obat anestesi
(Aribowo, 2012).
8) Lama operasi
besar khususnya obat anestesi dengan konsentrasi yang lebih tinggi dalam
2007).
anestesi semakin lama pula. Hal ini akan menimbulkan efek akumulasi
obat dan agen anestesi di dalam tubuh semakin banyak sebagai hasil
9) Jenis operasi
Jenis operasi besar yang membuka rongga tubuh, misal pada operasi
ketika permukaan tubuh pasien yang basah serta lembab, seperti perut
yang terbuka dan juga luasnya paparan permukaan kulit (Buggy &
Crossley, 2000).
B. Tatalaksana Hipotermia
1. Penatalaksanaan Hipotermia
nutrisi yang sesuai. Menurut Setiati et al. (2008), terdapat 3 macam teknik
Teknik ini dilakukan dengan cara menyingkirkan baju basah kemudian tutupi
Teknik ini digunakan untuk pasien yang tidak berespon dengan penghangatan
eksternal pasif (selimut penghangat, mandi air hangat atau lempengan pemanas),
dapat diberikan cairan infus hangat IV (suhu 39o – 40oC) untuk menghangatkan
Ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain irigasi ruang pleura
dengan cairan NaCl 0,9% hangat (suhu 40o – 45oC) atau dengan menggunakan
a. Defenisi
tubuh pasien ketika pasien mengalami hypothermia. Alat ini pada dasarnya
media penghantar panas sehingga kondisi pasien tetap terjaga dalam keadaan
1) Mencuci tangan
menghangatkan diri maka selimut mungkin hanya apa yang mereka butuhkan.
Pasien dingin lebih hangat dengan selimut bahkan meskipun efek termal
sebenarnya blanket warmer berlangsung tidak lebih dari 10 menit. Jelas, selimut
perpindahan panas melalui kulit, serta suhu, yang dapat menjelaskan com- forting
selimut dingin dari kulit mereka. Juga bermanfaat dalam mengelola trauma klien,
manajemen klinis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
pengaruh sebuah perlakuan tertentu terhadap objek-objek yang ingin diteliti dalam
selimut hangat (blangket warmer) dan kelompok kontrol diberikan selimut biasa.
Pengukuran selanjutnya dilakukan saat suhu tubuh pasien kembali normal atau
R1 O1 X O2
R2 O3 O4
Keterangan
R1 = Kelompok Intervensi
R2 = Kelompok kontrol
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan januari- Februari 2020 di ruang Pacu
1. Populasi
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil sebagai objek yang akan
diteliti yang dianggap mewakili dari seluruh populasi (Notoatmodjo 2010). Dalam
a. Kriteria Inklusi
operasi
D. Alur Penelitian
Pengurusan surat izin
melakukan penelitian
E. Etika Penelitian
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etik yang harus
consent diberikan.
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian akan
disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
1. Jenis Data
a. Data primer
b. Data sekunder
2. Instrumen Penelitian
ini adalah berupa lembar observasi untuk mengukur perubahan suhu tubuh
pertanyaan pengetahuan jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai
0.
1. Analisa Univariat
variabel atau analisa yang dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian
2. Analisa Bivariat
signed rank test untuk uji hipotesis komparatif berpasangan dan mann-
(kontrol/perlakuan).
Uji ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan proporsi
diharapkan dengan derajat kemaknaan 0,05, bila p-value ≤ 0,05 berarti ada
hubungan yang bermakna (Ho ditolak), sedangkan bila p value > 0,05
(Notoatmodjo, 2010).
I . Kerangka Konsep
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan sistem yang terdiri
dari input, proses, dan output. Sistem adalah prosedur logis dan rasional
yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam
Dependen Independen
J. Defenisi Operasional
operasional Ukur
Independen
operasi
pembedahan
Dependen
intervensi efektif
penggunaan
selimutpanas