Anda di halaman 1dari 7

To Stay Alive

Perlahan dalam sekejap saja langit-langit menghitam begitu pekat


layaknya tinta. Disusul dengan gema langkah kakiku. Hendak pergi
meninggalkan ruang terbuka yang hanya berisi dataran luas lampang,
tanpa setitikpun sumber kehidupan selain dari manusia. Beberapa
suara lain juga ikut menggema, bukti sunyinya malam. Begitu
mencekam mencekik setiap jengkal sudut-sudut yang bahkan diluar
batas pandang mata. Dan disetiap sudut, alat-alat dengan teknologi
mutakhir dipasang di titik-titik tertentu dengan fungsi yang beragam.
Tak ayal banyak kabel yang berceceran seperti tali-tali jaring nelayan.
Menggenggam dan menghubungkan fungsi mesin-mesin yang
terpasang satu sama lain.

Ku buka pintu dilantai delapan belas, ruang apartemen tempatku


tinggal. Sekejap saja disuguhkan tempat ku berpijak beberapa saat yang
lalu. Pemandangan itu terlihat jelas dari sini karena pembatas luar
didominasi kaca, pengganti dari tembok berbahan bata yang disusun.
Jurang curam juga terlihat dari balkon kamar, dampak dari gedung-
gedung pencakar langit yang berjejer rapi. Berjalan ke tempat tidur ku
hempakan diriku dengan tanpa ragu, meski begitu entah kenapa
rasanya sulit sekali untuk tidur.
"Kegagalan sistem distrik 4 telah teratasi, mohon untuk keluarga para korban yang berada
dalam daftar nama dipersilahkan untuk menjemput masing-masing keluarga"

Tanpa kantuk mataku terjaga hampir sepanjang malam. Rasa was-was


masih menyelimuti diriku, tanpa sadar mengingat pengumuman pagi
hari tadi. Beberapa isu juga tersebar simpang siur ikut menganggu saat
ini. Isu jika teknologi yang diterapkan tidak akan mampu bekerja lagi.
Krisis bahan bakar hingga bahan pangan memperburuk pikiranku.
Sampai hingga pukul dua pagi aku baru menyelam ke batas sadar
menuju mimpi.

Belum sampai malam berganti pagi, lampu tidur disamping nakas


padam dengan mendadak membuatku gelagapan karna gelap gulita.
Perlahan ku kerjapkan mata, rasa panik mulai menghampiriku ketika
kulihat lampu-lampu diseluruh distrik ikut mati. Tak ada cahaya sama
sekali. Nafasku makin menderu rasa was-was kembali menguasai tapi
kali ini melonjak dengan ekstensi yang berkali-kali lipat. Pikirku
melayang dengan penuh prasangka buruk.

Dengan yakin ditengah rasa panikku aku merasakan suhu yang


menusuk hingga tulang rusuk. Dalam setiap detiknya benar-benar turun
dan terasa nyata. Tak lama dari kejadian tersebut alarm setra himbauan
dilayangkan ke seluruh penjuru distrik. Tanpa pikir panjang tanganku
langsung meraih knop pintu, keluar dari gedung ini sesegera mungkin.
Disi sudah tidak aman. Satu kalimat yang terlintas cepat dalam
pikiranku. Lalu lorong-lorong ramai berdesakan dengan orang-orang
yang tinggal di apartemen ini. Kulihati lift yang segera hampir menutup,
belum sampai aku menyelipkan tangan untuk mencegah akses pintu
tertutup, lift tersebut sudah mulai turun ke bawah.

"Sial!" upatku karna situasi yang tidak mendukungku.

Tanpa ba-bi-bu segara ku putar arah tujuanku, kali ini adalah tangga
darurat. Letaknya yang cukup jauh membuatku terdesak mempercepat
langkah lariku. Disela-sela itu juga rasa sesak perlahan menghantam,
akibat dari aku yang berlari tanpa henti dan pasokan oksigen yang
sepertinya makin menipis. Hal yang tidak boleh terjadi adalah ketika
oksigen sudah tidak ada diudara distrik ini. Dapat dipastikan itulah akhir
dari hidupku.

Dengan berdesakan aku mencoba menerobos kerumunan orang yang


ada ditangga darurat. Sebisa mungkin, secepat mungkin aku
mempercepat lariku. Deru nafasku pun makin tak teratur, kadar
oksigen digedung ini menipis. Beruntung dilantai berikutnya aku
berhasil masuk ke dalam lift. Sedikit terintip jika banyak orang yang
ingin ikut ke dalam lift namun tujuan kami yang didalam adalah sama.
Keluar dari gedung ini secepat mungkin.

Pintu lift terbuka, kami langsung sampai dilantai paling bawah,


sejengkal lagi dari pintu keluar. Sedikit rasa tenang menyelimuti rasa
was-was ku sebelumnya. Namun kulihati beberapa orang korban
berdesak-desakkan merintih meminta tolong, tapi kami yang masih
sanggup berlari-berlari keluar. Tanpa mengindahkan mereka karna
situasi yang darurat, dan memang hal itu dibenarkan. Andai saja
nyawaku bukan taruhannya aku akan menolongnya dengan ikhlas,
sayang situasinya tidak tepat.

"Haaah... haaah," dengan rakus dan tersengal-sengal aku menghirup


udara diluar gedung. Rasanya sesak didadaku juga belum hilang, masih
dengan sedikit tersenggal aku duduk berlutut ditanah dengan lemas.
Oksigen disini juga mulai menipis.

Tim evakuasi pun segera datang, ditatap oleh kami dengan penuh
harapan. Dengan cekatan tim evakuasi membagikan sejumlah tabung
oksigen sekecil tumbler anak sekolahan dan beberapa alat pertahanan
diri seperti pistol,pisau ataupun sekedar benda tumpul seperti pemukul
baseball. Akan tetapi berita buruk juga ikut menyertai alasan dibalik
mereka datang ketempat kami berada. Ia berkata, jika seluruh sistem
tidak dapat dioperasikan bahkan bahan pangan kami hilang dalam
sekejap. Kami dihimbau menemukan distrik terdekat. Sedangkan distrik
terdekat setidaknya memerlukan setidaknya tiga jam untuk sampai ke
sana. Namun kejanggalan juga tercium dari beberapa tim evakuasi yang
datang kemari, karna sejujurnya alat-alat seperti pisau dan pemukul
baseball tidak diperlukan. Dibanding dengan hal itu, oksigen jelas yang
kamu butuhkan. Akan tetapi tabung oksigen justru hanya sebanding
dengan seperempat barang yang dibawa.

Ini janggal!, dan mungkin ada pihak yang mengkorupsinya. Dengan


awas aku melirik tajam seluruh gerak-gerik mereka. Dan mungkin
seseorang melihatku mengawasi mereka, salah satu dari tim evakuasi
tersebut mendatangiku.

"Ada yang salah?" tanyanya padaku.

"Nothing, hanya saja rasanya sungguh aneh, apa gunanya ini?" tanyaku
sambil mengangkat pisau yang ku dapat dari salah satu rekan kerjanya.
Jujur saja persepsi brurukku berkata, benda-benda ini dibagi agar kami
bisa berebut atau sama lain untuk sekedar tabung oksigen

Hanya tersenyum, ia membalas dengan santainya. "Untuk bertahan


diri, apalagi?" Itu jelas-jelas bukan jawaban yang kuinginkan. Namun
beberapa saat kemudian, ia menawarkan hal yang benar-benar tidak
bisa ku tolak.

"Sebenarnya ada banyak stok oksigen, namun tentu saja harus tutup
mulut. Hanya menyimpan rahasia dan kami memberimu kesempatan
hidup. Jadi untuk awal kita berkerja sama, siapa namamu?" satu alisnya
terangkat seolah sedang mengejek diriku. Jelas aku tersindir, namun
egoku harus merendah kali ini. Dengan suka tidak suka aku menjabat
uluran tangannya.

"Alfred"
Untuk sekedar mengunci mulutku rupanya ia juga menyeret ku ikut
dalam tim evakuasi. Ini jelas mereka tidak mempercayaiku, dan jika aku
membocorkannya maka aku juga terkena imbasnya. Beberapa distrik
juga telah kami kunjungi, rata-rata dari mereka juga mengalami hal
yang sama seperti distrik dua, tempatku tinggal. Cara penanganan dan
pembagian tabung oksigen dilakukan dengan cara yang sama. Mereka
mengeluarkan sebagian kecil stok tabung yang ada dan sisanya
disimpan rapat-rapat untuk mereka sendiri.

Kurang dari dua belas jam empat distrik telah porak-poranda, seperti
terjarah dengan sengaja. Kejadian yang berurutan itu membuatku
berfikir tidak tenang ada disini bersama dengan mereka yang
sebelumnya bertugas sebagai tim evakuasi. Dengan diam-diam aku
mulai mengambil dua tabung oksigen sebagai bekal pelarian ku. Lali
distrik ke lima, satu-satunya distrik yang masih bertahan disekitar sini.
Satu-satunya distrik yang seperti tidak terkena musibah yang menimpa
keempat distrik lainnya, menjadi tujuanku.

Dengan dua oksigen tabung dan jas tim evakuasi yang didesain khusus
melawan suhu ekstrem. Ditengah malam yang dingin, hingga membuat
seluruh tubuhku menggigil ku terjang dengan nekat. Aku sudah tidak
mau lagi berada di kelompok orang-orang itu!. Beruntung kami
menginap ditempat yang dekat dengan distrik lima tempat yang
menjadi tujuanku, jaraknya kurang dari lima ratus meter. Meski begitu
aku tetap berlari ditengah-tengah jalan, aku tidak mau sampai
beberapa orang itu terbangun dan menyadari aku tidak disana
sedangkan jarak ku masih dekat dengan mereka. Dengan cepat aku
ingin menciptakan jarak, kalaupun ketahuan maka aku harus sudah
sampai.

Dan akhirnya aku sampai ke distrik lima, rasa khawatirku pun menguap.
Aku selamat!. Namun detik berikutnya jantungku berdebar kencang,
salah satu mobil yang pernah kutumpangi saat menjadi tim evakuasi
berada disana. Dengan pasokan tabung oksigen, bahan pangan dan
beberapa kardus barang yang tidak ku ketahui. Kali ini tabung oksigen
dan bahan pangan dibawa secara melimpah seolah-olah panen telah
datang. Terlebih lagi tempat itu terlihat seperti markas tersembunyi.

Anda mungkin juga menyukai