Ibu Tania berusia 45 tahun, datang ke Poliklinik Saraf RSUD Arifin Achmad dengan
keluhan nyeri kepala sejak 1 hari yang lalu.
DATA TAMBAHAN
Anamnesis
1. KELUHAN UTAMA :
Nyeri kepala
Onset : 1 hari
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: sehat/sakit ringan/sakit sedang
2. Kesadaran : komposmentis
3. Inspeksi :
TERMINOLOGI
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala atau cephalalgia didefinisikan adalah rasa nyeri di daerah
seluruh kepala dan leher mulai dari dagu ke daerah tengkuk (oksipital). Rasa
nyeri kepala adalah gejala non-spesifik, yang berarti memiliki banyak
kemungkinan penyebab, bisa menjadi gejala dari pelbagai sejumlah kondisi
yang berbeda dari kepala dan leher.
Nyeri kepala adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala atau merupakan
suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala (Goadsby,
2002).
Nyeri kepala umumnya diklasifikasikan sebagai nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder, kemudian dibagi menjadi beberapa jenis nyeri kepala
tertentu.
Gangguan nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang sifatnya “idiopatik”,
nyeri kepala yang tidak terkait dengan kondisi patologi atau penyebab lain
yang mendasari. Berdasarkan pemeriksaan neurologis dan tes pencitraan
biasanya normal, tidak peduli seberapa parah gejala. Kejadian nyeri kepala
primer lebih sering terjadi dibandingkan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang dikaitkan dengan kondisi
patologis yang mendasari, seperti adanya tumor otak, aneurisma, penyakit
inflamasi. Dengan pemeriksaan neurologis dan tes pencitraan telah terbukti
membantu dalam diagnostik nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala
(area oksipital dan sebagian daerah tengkuk). International Headache Society
(IHS) pada tahun 1988 telah membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu, nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri
kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik sedangkan nyeri
kepala sekunder adalah nyeri kepala yang disertai penyebab struktural
organik (Nurwulandari, 2014).
Nyeri kepala didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak mengenakkan pada
daerah kepala yang sering dikeluhkan dari para penderitanya karena dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari (Nurwulandari, 2014).
Nyeri kepala adalah salah satu keluhan yang paling umum dikeluhkan oleh
pasien saat datang ke dokter perawatan primer dan neurolog. Meskipun
sebagian besar nyeri kepala adalah jinak (tidak membahayakan), namun
dokter dihadapkan pada tugas penting untuk membedakan gangguan nyeri
kepala yang jinak dan yang berpotensi mengancam nyawa. Mengingat
banyak penyakit sering disertai dengan keluhan nyeri kepala, perlu
pendekatan yang terfokus dan sistematis untuk memfasilitasi diagnosis dan
pengobatan yang tepat pada berbagai jenis nyeri kepala (Hidayati, 2016).
3. Frontal
Lobus frontal adalah bagian otak besar yang terbesar dan terletak di bagian
depan otak. Bagian ini berperan penting dalam mengendalikan gerakan
tubuh, menilai, dan merencanakan sesuatu, memecahkan masalah, serta
mengatur emosi dan pengendalian diri.
4. Temporal
Lobus temporal terletak di kedua sisi kepala yang sejajar dengan telinga.
Bagian otak besar yang ini bertanggung jawab terhadap fungsi pendengaran,
memori, dan emosi. Kerusakan pada lobus temporal dapat menyebabkan
masalah pada ingatan, persepsi ucapan, dan kemampuan berbahasa.
Lobus temporal (samping) yang mengendalikan indra pendengaran, ingatan,
dan emosi. Lobus temporal kiri juga berperan dalam fungsi bicara.
5. Sensasi berdenyut
6. Aura visual
Aura adalah gejala disfungsi serebral fokal yang dapat membaik dalam waktu
<60 menit. Aura dapat berbentuk gangguan visual homonim, parestesia
unilateral, kesemutan, kelelahan, atau disfasia. Aura visual merupakan aura
yang paling sering terjadi dan umumnya berbentuk fotofobia atau fotopsia
(kilatan cahaya), bentuk geometrik, atau skotoma. Aura visual umumnya
bilateral dan bergerak perlahan di dalam area lapang pandang.
Penyebab aura adalah Depresi penyebaran kortikal (CSD). CSD adalah
gelombang depolarisasi neuronal dan glial, diikuti oleh penekanan aktivitas
saraf yang berlangsung lama. Penelitian neuroimaging mendukung bahwa
CSD adalah perubahan patofisiologi awal, yang mungkin terkait dengan
penurunan kemampuan pemrosesan rangsangan kortikal dari asam amino
rangsang neurotransmitter asam glutamat di korteks oksipital. Selama CSD
ada depolarisasi saraf awal, diikuti oleh hiperpolarisasi dan keheningan saraf
relatif yang menyebar secara berurutan dari lobus oksipital ke depan
Nyeri kepala (migrain) dengan aura adalah serangan nyeri kepala berulang
yang didahului dengan gejala neurologis fokal yang reversibel secara
bertahap dalam waktu 5-20 menit. Gejala neurologis fokal ini dikenal dengan
aura dan berlangsung dalam waktu kurang dari 60 menit.
Migren dengan aura merupakan gangguan dengan serangan rekuren dan disertai
gejala neurologis fokal yang reversible berlangsung 5-20 menit dan paling lama
kurang dari 60 menit
Kriteria diagnostik migraine aura berdasarkan HIS (International Headache
Society):
7. Muntah
Kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa melalui mulut. Berbeda dari
regurgitasi (keluarnya isi lambung tanpa kontraksi), muntah disertai kontraksi
pada lambung dan otot perut. Muntah sendiri sebenarnya bukan suatu
penyakit, tetapi gejala bahwa seseorang sedang mengalami gangguan
kesehatan.
Didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung melalui mulut,
seringkali membutuhkan dorongan yang kuat.
8. Fotofobia
9. Fonofobia
Ketakutan, kemarahan atau kecemasan ketika mendengar suara-suara
tertentu yang, meskipun tidak kuat, memicu emosi yang sangat negatif.
Fonofobia diartikan sebagai ketakutan, kemarahan atau kecemasan ketika
mendengar suara-suara tertentu yang, meskipun tidak kuat, memicu emosi
yang sangat negatif. Beberapa gejala fonofobia diantara lain, yaitu :
• Ketakutan
• Kecemasan
• Berkeringat
• Sesak napas
• Peningkatan detak jantung
• Nyeri di dada • Pusing
10. Stress
Gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan.
Tekanan, ketegangan, gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal
dari luar diri seseorang.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri kepala pada ibu Tania?
2. Apa penyebab terjadinya aura visual pada ibu Tania?
3. Kenapa ibu Tania mengalami muntah, fotofobia dan fonofobia ?
4. Apakah hubungan antara stress dengan keluhan yang dialami ibu Tania?
5. Apa arti nilai Visual Analog Scale (VAS) 6-7 dan bagaimana menilainya?
6. Apa diagnosa ibu Tania?
7. Bagaimana tatalaksana awal pasien?
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri kepala pada ibu Tania?
Rangsangan yang menganggu diterima oleh nosiseptor (reseptor nyeri)
polimodal dan mekanoreseptor di meninges dan neuron ganglion trigeminal.
Pada innervasi sensoris pembuluh darah intrakranial (sebagian besar berasal
dari ganglion trigeminal) di dalamnya mengandung neuropeptida seperti
CGRP / Calcitonin Gene Related Peptide, Substance P, Nitric oxide,
bradikinin, serotonin yang semakin mengaktivasi / mensensitisasi nosiseptor.
Rangsangan di bawa menuju cornu dorsalis cervical atas. Transmisi dan
modulasi nyeri terletak pada batang otak ( periaquaductal grey matter,
nucleus raphe magnus, formasio retikularis). Hipotalamus dan sistem limbik
memberikan respon perilaku dan emosional terhadap nyeri. Pada talamus
hanya terjadi persepsi nyeri. Dan terakhir pada korteks somatosensorik dapat
mengetahui lokasi dan derajat intensitas nyeri
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu
nyeri kepala adalah sbb (Lance,2000) :
Peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium atau
ekstrakranium
Traksi pembuluh darah
Kontraksi otot kepa dan leher (kerja berlebihan otot)
Peregangan periosteum (nyeri local)
Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya artritis verterbra servikalis)
Defisiensi enkefalin (peptide otak mirip opiate, bahan aktif pada endorphin)
Terjadi peningkatan kadar 5-HT menyebabkan vasokonstriksiàmenurunkan
aliran darah kranialàterjadi iskemiaàiskemik selanjutnya akan berkurang dan
diikuti oleh periode vasodilatasi serebral, neurogenic inflammation , dan nyeri
Dampak yang disebabkan oleh faktor stres dan emosional terhadap episode
serangan individual dapat terjadi di level perifer dan sentral. Pada level
perifer, stres dapat mencetuskan inflamasi perivaskular dan ketegangan otot
perikranial. Pada level sentral, stres dapat mempengaruhi kontrol neuron
supraspinal di nukleus kaudalis trigeminal, menyebabkan peningkatan
eksitabilitas di level spinal/trigeminal dan merusak efektivitas sistem
antitnosiseptif (Nash and Thebarge, 2006).
Beberapa penelitian telah mengajukan hiperaktivitas simpatis sebagai faktor
psikologis yang mencetuskan perkembangan TTH. Ada bukti bahwa
nosiseptor otot dapat distimulasi oleh neurotransmitter endogen dan/atau
hormon-hormon seperti serotonin, norepinefrin, dan bradikinin. Hal ini
meningkatkan kemungkinan aktivasi sistem saraf simpatis dan aksis HPA
menjadi patogenesis TTH. Jika hiperaktivitas sistem saraf simpatis dalam
responnya terhadap stresor psikologis berkontribusi dalam pemrosesan nyeri
abnormal pada TTH, hal ini bisa terjadi bersamaan dengan perubahan jangka
panjang fungsi kardiovaskular dan hemodinamik.
4. Apakah hubungan antara stress dengan keluhan yang dialami ibu Tania?
Stres yang tidak normal dan berkepanjangan dapat menyebabkan nyeri
kepala kronik. Kortisol adalah hormon steroid. Zat ini dihasilkan oleh glandula
kortek adrenal, yang dilepaskan sebagai respons terhadap stres. Beberapa
penelitian telah menganalisa hubungan nyeri kepala terhadap hormon
kortisol, dan stres psikologis.
Rangsangan psikologis (stressor) termasuk stres akibat pekerjaan/perceraian
merupakan pemicu yang penting timbulnya suatu penyakit, seperti hipertensi,
penyakit jantung, dan beberapa neuropsikoatris (Harrianto, 2009). Menurut
Gregson T (2007) stress akan memberikan gejala baik secara fisik, mental
dan perilaku, salah satunya adalah nyeri kepala. Stress merupakan
rangsangan dari luar yang mengganggu. Rangsangan tersebut akan diterima
oleh nosiseptor di meninges dan neuron ganglion trigeminal. Kemudian akan
di lanjutkan menuju cornu dorsalis cervicalis atas, lalu akan di transmisi dan
modulasi nyeri pada batang otak.
Gangguan nyeri kepala harus memperhitungkan interaksi faktor psikologis
dan sosial seiring dengan proses biologis. Stres kehidupan adalah faktor
psikososial yang secara umum diakui sebagai kontributor sentral terhadap
nyeri kepala primer (Nash and Thebarge, 2006). Stres sering disebut sebagai
salah satu faktor tersering yang memperberat nyeri kepala. Penelitian
melaporkan bahwa serangan nyeri kepala dipicu oleh peningkatan insidensi
atau peningkatan tekanan dalam masalah sehari-hari selama beberapa jam
atau beberapa hari sebelum serangan, dengan adanya peningkatan
ketegangan, iritabilitas dan kelelahan yang terjadi satu hari atau lebih
sebelumnya. Sensitivitas terhadap stres juga dijumpai memiliki hubungan
dengan peningkatan durasi nyeri kepala. Perubahan hormonal juga
terkadang dapat berinteraksi dengan faktor psikologis dan berhubungan
dengan waktu serangan (Nash and Thebarge, 2006). Dampak yang
disebabkan oleh faktor stres dan emosional terhadap episode serangan
individual dapat terjadi di level perifer dan sentral. Pada level perifer, stres
dapat mencetuskan inflamasi perivaskular dan ketegangan otot perikranial.
Pada level sentral, stres dapat mempengaruhi kontrol neuron supraspinal di
nukleus kaudalis trigeminal, menyebabkan peningkatan eksitabilitas di level
spinal/trigeminal dan merusak efektivitas sistem antitnosiseptif
Stres berkontribusi sebanyak 79,7% sebagai pencetus migrain. Terlalu letih,
sibuk, kurang tidur, emosi berlebih, atau ketegangan dapat memicu kelenjar
adrenal untuk melepaskan hormon noradrenalin, tetapi beberapa kasus
migrain dapat muncul setelah ketegangan reda atau masa stres sudah lewat.
Sebagian besar literatur menunjukkan bahwa stres dan gangguan emosional
sebagai pemicu utama serangan nyeri kepala.18 Pendapat tersebut didukung
oleh berbagai penelitian yang menemukan bahwa peristiwa kehidupan yang
penuh stres dan emosi yang intens adalah pemicu yang paling umum di
seluruh sampel, di kedua jenis kelamin.
5. Apa arti nilai Visual Analog Scale (VAS) 6-7 dan bagaimana menilainya?
Meminta pasien menunjukkan tingkatan nyeri dengan menunjukkan sesuai
VAS yang ada.
Di sepanjang garis tersebut disertai tanda pada setiap sentimeternya yang
merupakan tanda dari gradasi tingkat nyeri yang dialami pasien. Ada pula
yang tidak ada tanda di setiap sentimeternya, yang terpenting rentangnya 10
cm.
Pasien diminta untuk menandai di titik mana tingkat rasa sakit yang dialami.
Dimana ujung sebelah kiri ditandai sebagai tidak ada rasa sakit dan ujung
sebelah kanan merupakan rasa paling sakit.