Anda di halaman 1dari 135

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

member ikan r ahmat dan hid ayah -Nya sehingga Penulis d apat

menyelesaikan Buku Ajar Sistem Komunikasi Satelit ini.

Penyusunan Buku ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa

dalam mempelajari materi Komunikasi Satelit dan mempermudah Dosen dalam

menyampaikan materi dalam perkuliahan. Meskipun isi dari Buku ini belum mencakup

semua materi namun diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan nilai dengan

mempelajari isi dari Buku Ajar ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa buku ini masih jauh dari yang

diharapkan. Oleh karena itu, tanggapan dan kritik yang sehat dan membangun dari

para pembaca demi perbaikan Buku ini sangat penulis harapkan.

Hormat Kami,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

DOKUMEN PENDUKUNG ........................................................................................... iv

BAB I PENGANTAR SISKOMSAT

1.1 Dasar Komunikasi Satelit ................................................................. 1

1.2 Milestone Satelit System ........................................................................ 4

1.3 Menentukan Ketinggian Satelit .............................................................. 10

1.4 Parameter Umum Sistem Komunikasi Sateli .............................................. 11

1.5 Alokasi Frekuansi Satelit ....................................................................... 14

1.6 Kelebihan dan Kekurangan satelit .......................................................... 15

BAB II ORBIT DAN SATELIT

2.1 Jenis-Jenis Orbit Satelit .......................................................................... 17

2.2 Jenis Satelit ............................................................................................ 27

2.3 Pergerakan Satelit .................................................................................. 31

BAB III GROUND SEGMENT DAN SPACE SEGMENT

3.1 Ground Segment ..................................................................................... 36

3.2 Space Segment ....................................................................................... 48

BAB IV PENGHITUNGAN PARAMETER SATELIT

4.1 Pointing Antena ...................................................................................... 56

4.2 Parameter-Parameter Siskomsat ............................................................. 58

4.3 Satuan Pengukuran Transmisi Satelit ..................................................... 64

ii
4.4 Jarak Pisah Satelit dilihat dari Stasion Bumi ............................................. 66

4.5 Menentukan Daerah Kemiringan (Slant Range) Stasion Bumi dengan

Satelit ............................................................................................................. 67

4.6 Menentukan Jarak Pisah Satelit Dilihat Dari Stasion Bumi ................................... 68

4.7 Menentukan Gain Antena ....................................................................... 70

4.8 Menentukan Lebar Berkas (Beamwidth) θ3dB ......................................... 71

4.9 Menentukan Besarnya Side Lobe Antena Stasion Bumi ............................................ 72

BAB V LINK BUDGET

5.1 Untuk Cuaca Cerah ................................................................................ 75

5.2 Thermal Noise ........................................................................................ 76

5.3 Signal To Noise Ratio ............................................................................ 76

5.4 Noise Antena .......................................................................................... 78

5.5 Uplink .................................................................................................... 84

5.6 Downlink ................................................................................................ 87

5.7 Combined Uplink and Downlink C/N Ratio ........................................... 91

5.8 Intermodulation Noise ............................................................................ 92

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 95

LAMPIRAN .................................................................................................................... 97

iii
DOKUMEN PENDUKUNG

A. Profil Lulusan Perguruan Tinggi


• Memiliki Integritas dan kedisiplinan yang tinggi, serta berkemauan keras, jujur
dan bertanggungjawab.
• Menghasilkan lulusan yang berorientasi pada dunia kerja dengan sumber daya
manusia yang memiliki keahlian di bidang Teknik Elektro.
• Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
• Lulusan mempunyai penguasaan pengetahuan dan keterampilan kerja di bidang
Teknik Elektro.
• Lulusan mempunyai jiwa wiraswasta yang mampu menciptakan lapangan kerja
serta mampu berkompetisi sebagai tenaga kerja pada bidang industri.

B. Kompetensi Lulusan
a. Kompetensi Utama
• Kemampuan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan ilmu teknologi
elektro di berbagai bidang dengan ditunjang dasar-dasar Teknik Elektronika,
Teknik Telekomunikasi, Teknik Pengendalian, Teknik Komputer dan Teknik
Informatika.
• Kemampuan dalam mengidentifikasi, menganalisis dan mengimplementasikan
kebutuhan dan spesifikasi suatu permasalahan serta mengembangkan model
solusinya berbasis teknologi elektro.
• Kemampuan dalam melakukan perancangan dan implementasi perangkat lunak
dengan menggunakan teori, metode teknik, dan alat bantu yang sesuai beserta
dengan pendokumentasinya.
• Kemampuan merancang dan mengaplikasikan perangkat keras dengan
memahami fungsi, struktur, teknik dan alat bantu yang sesuai.

iv
• Kemampuan dalam merancang arsitektur jaringan computer serta menerapkan
konsep dasar perangkat lunak dan perangkat keras untuk mengadministrasikan
sustu jaringan computer terpadu.
• Kemampuan untuk mengeksplorasi aplikasi computer multimedia interaktif dan
grafika computer, yang didasarkan pada pemrograman computer, alat desain, dan
mesin perangkat lunak.
• Kemampuan untuk mengeksplorasi berbagai teknik kecerdasan computer yang
dapat diterapkan pada pemecahan masalah di berbagai bidang.
• Kemampuan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan berbagai teknologi dan
aplikasi database.
b. Kompetensi Pendukung
• Mampu berwirausaha/bekerja mandiri/bekerjasama dalam bidang teknik elektro.
• Mampu menggunakan bahasa-bahasa pemrograman yang umum digunakan
dalam dunia enjiniring.
• Mampu menggunakan bahasa asing sebagai second language.

c. Kompetensi Lainnya
• Mampu terlibat dalam kehidupan social bermasyarakat berdasarkan budaya
bahari.
• Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki etika dan moral, berkepribadian yang luhur dan mandiri serta
bertanggungjawab terhadap masyarakat dan bangsa.
• Memiliki jiwa kepemimpinan, peneliti dan enterprenur serta mampu bersaing di
dunia kerja.
C. Garis Besar Rencana Pembelajaran
Nama Mata Kuliah : Komunikasi Satelit
Kode Mata Kuliah : 323D4102
Semester Penyajian : 3 (TIGA)

v
Kompetensi Sasaran
Kompetensi Utama : Kemampuan dalam memahami dan mengetahui sistem
komunikasi satelit
Kompetensi Pendukung : Kemampuan dalam memahami masalah-masalah yang
berkaitan dengan sistem komunikasi satelit dan mampu
memberikan solusi dengan baik.
Kompetensi Lainnya : Kemampuan dalam merancang dan mengembangkan
sistem komunikasi satelit serta mengintegrasikan dengan
berbagai sistem komunikasi yang ada termasuk sistem
komunikasi terestrial.

Sasaran Belajar : Mahasiswa mampu memahami sistem komunikasi satelit,


bagaimana satelit itu mengorbit, alokasi frekuensi yang ada pada
sistem komunikasi satelit, orbit-orbit satelit, ground segment dan
space segment, parameter-parameter penghitungan pada sistem
komunikasi satelit dan link budget.

Materi Strategi/
Pert. Sasaran Indicator Bobot
Pembelajaran / Metode
Ke Pembelajaran penilaian nilai
Topik Kajian Pembelajaran
1 Memahami Orientasi Kuliah - -
sistem dan Perkuliahan
aturan
perkuliahan,
materi pokok
dan system
evaluasi
perkuliahan

2-4 Memahami Pengertian sistem Kuliah Tugas 10


sistem komunikasi satelit, membuat
komunikasi milestone satelit artikel terkait
satelit secara komunikasi, sistem
umum parameter- komunikasi
parameter pada satelit yang
sistem komunikasi bekerja pada

vi
satelit, alokasi frekuensi L, S,
frekuensi serta C, Ku dan Ka-
kelebihan dan bands
kekurangan sistem
komunikasi satelit
5 Memahami Jenis-jenis orbit, Kuliah Tugas 10
orbit-orbit jenis-jenis satelit, membuat
satelit teknologi untuk simulasi orbit
melaunching dan baik pada
masa aktif satelit orbit LEO,
MEO dan
GEO
6-7 Memahami Ground segment Kuliah Tugas 10
ground segment dan space segment membuat
dan space proposal
segment perancangan
satelit dan
menjelaskan
spesifikasi
ground
segment dan
space segment
8 UTS Dasar-dasar Ujian Hasil ujian 20
sistem komunikasi individu
satelit, orbit satelit masing-
serta ground masing.
segment dan space
segment

9-11 Memahami Parameter- Kuliah Tugas 10


penghitungan parameter menghitung
parameter penghitungan pada parameter
satelit sistem komunikasi satelit sesuai
satelit seperti soal-soal yang
pointing loss, diberikan
menghitung
sidelobe, gain
antena, dll
12-15 Memahami link Memahami Kuliah Tugas 10
budget perhitungan link mengerjakan
budget, parameter- soal-soal yang
parameter dalam diberikan
perhitungan link berhubungan
budget, signal to dengan link

vii
noise ratio, carrier budget baik
to noise ratio, yang ada pada
perhitungan link buku ajar ini
budget untuk maupun yang
kondisi uplink dan dibuat khusus.
downlink serta
untuk kombinasi
16 UAS Mampu Ujian Hasil ujian 30
melakukan masing-
penghitungan masing
parameter- mahasiswa.
parameter satelit
dan juga
menghitung link
budget pada
perancangan
sistem komunikasi
satelit

Nama dan Kode Dosen Pengampuh Mata Kuliah:


1. Dr. Eng. Ir. Zulfajri Basri Hasanuddin, M.Eng / Kode Mata Kuliah 323D4102

Referensi Utama
Melinda, Munadi R, dan Irhamsyah M, Studi Perencanaan Link Budget Sistem Komunikasi
Satelit pada Frekuensi KU-Band di Nanggroe Aceh Darussalam, Jurnal Rekayasa
Elektrika, Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh, 2004.

Ekawati Sri, Effendy, dan K. Aries, Sintilasi Ionosfer Ekuator Indonesia Berbasis GPS,
Prosiding Seminar Nasional Fisika, ISBN: 978-979-98010-3-6, 2008.

Susilawati Indah, Teknik Telekomunikasi Dasar Kuliah 9 – Komunikasi Radio, Universitas


Mercu Buana: Yogyakarta, 2009.

Alan RW, Mogiharto Y, Analisis Kinerja OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code)
dengan Rate 1⁄2 dan 3⁄4 menggunakan 4 Antena Modulasi M-QAM Berbasis
Perangkat Lunak, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.

Huck, R. W., and J. W. B. Day. 1979. “Experience in Satellite Broadcasting Applications


with CTS/HERMES.” XIth International TV Symposium, Montreux, 27 May–1 June.

INTELSAT. 1982. “Standard A Performance Characteristics of Earth Stations in the

viii
INTELSAT IV, IVA, and V Systems.” BG-28-72E M/6/77.

Chetty, P. R. K. 1991. Satellite Technology and Its Applications. McGraw-Hill, New York.

Hyndman, J. E. 1991. Hughes HS601 Communications Satellite Bus System Design Trades.
Hughes Aircraft Company, El Segundo, CA.

Johnston, E. C., and J. D. Thompson. 1982. “INTELSAT VI Communications Payload.”


IEE Colloquium on the Global INTELSAT VI Satellite System, Digest No. 1982/76.
pp. 4/1–4/4.

Lilly, C. J. 1990. “INTELSAT’s New Generation.” IEE Review, Vol. 36, No. 3, March. pp.
111–113.

Pilcher, L. S. 1982. “Overall Design of the INTELSAT VI Satellite.” 3rd International


Conference on Satellite Systems for Mobile Communications and Navigation, IEE,
London.

Schwalb, A. 1982a. “The TIROS-N/NOAA-G Satellite Series.” NOAA Technical


Memorandum NESS 95, Washington, DC.

Schwalb, A. 1982b. “Modified Version of the TIROS-N/NOAA A-G Satellite Series


(NOAA E-J): Advanced TIROS N (ATN).” NOAA Technical Memorandum NESS
116, Washington, DC.
Spilker, J. J. 1977. Digital Communications by Satellite. Prentice-Hall, Englewood Cliffs,
NJ.

Wertz, J. R. (ed.). 1984. Spacecraft Attitude Determination and Kontrol. D. Reidel,


Holland.

Rana, H. A., J. McCoskey, and W. Check. 1990. “VSAT Technology, Trends, and
Applications.” Proc. IEEE, Vol. 78, No. 7, July, pp. 1087–1095.

Sweeting, M. N. 1992. “UoSAT Microsatellite Missions.” Electron. Commun. Eng. J.,


June, Vol. 4, No. 3, pp. 141–150.

Williamson, M. 1994. “The Growth of Microsats.” IEE Review,May, Vol. 40, No. 3, pp.
117–120.

ix
BAB I

PENGANTAR KOMUNIKASI SATELIT

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:

Mahasiswa dapat mengerti tentang dasar komunikasi satelit, sejarah perkembangan satelit

serta kelebihan dan kekurangan satelit.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

a. Memahami pengertian satelit

b. Memahami konsep tentang pergerakan satelit, penempatan satelit di orbit.

c. Memahami tentang pembagian frekuensi satelit

d. Memahami tentang kelebihan dan kekurangan satelit

1.1 Dasar Komunikasi Satelit

1.1.1 Pengertian Satelit

Satelit adalah suatu benda yang beredar di ruang angkasa dan mengelilingi bumi,

berfungsi sebagai stasiun radio yang menerima sinyal dan memprosesnya untuk selanjutnya

memancarkan kembali sinyal komunikasi radio ke stasiun penerima di bumi. Ada dua

jenis satelit yakni satelit alami dan satelit buatan. Planet bumi yang kita tempati

sekarang ini mempunyai obyek-obyek yang mengitari dirinya. Diantara obyek-obyek

tersebut adalah bulan, meteor dan benda angkasa lainya. Masing-masing planet

mempunyai jumlah satelit (bulan) yang berbeda-beda, contoh : bumi hanya satu, venus

1
minimal ada 4, merkurius ada 8 dan lain-lain. Planet bumi itu sendiri merupakan satelit

bagi benda angkasa yang lebih besar, matahari contohnya, karena bumi mengelilingi

matahari. Ingat bahwa selain berputar pada porosnya ( rotasi yang memakan waktu 24 jam)

bumi juga berevolusi yang memakan waktu 365 1/4 hari. Gambar di bawah ini akan

memperjelas uraian di atas:

Gambar 1.1 Konfigurasi Bumi, Satelit dan Matahari

Keterangan:

• Lingkaran kuning : Matahari


• Lingkaran hijau : Planet Bumi sebagai satelit matahari
• Lingkaran abu-abu : Bulan sebagai satelit bumi

1.1.2 Hubungan Satelit dengan Sistem Komunikasi

Sistem Telekomunikasi yang berkembang pasca PD II masih menggunakan sistem

komunikasi hamburan troposfier sebagai media transmisi untuk menghubungkan

dua daerah yang terpisah cukup jauh. Perkembangan selanjutnya ditemukan teknologi

gelombang mikro yang memungkinkan transmisi dilakukan secara terestrial (tidak melalui

atmosfer). Selanjutnya serat optik menjadi teknologi yang diharapkan dapat menjawab

2
solusi untuk menyatukan dunia dalam satu sistem Telekomunikasi.

Komunikasi satelit dimulai sejak seorang penulis fiksi sains, pada bulan Mei 1945,

yang bernama Arthur C. Clarke menulis artikel yang dimuat di majalah Inggris Wireless

World yang merupakan cikal bakal konsep dari sistem komunikasi satelit yang berjudul

Extra Terrestrial Relay, yang secara singkat tulisannya sebagai berikut ;

”All these problems can be solve by the use of a chain of space-stations with an

orbital period of 24 hours, which would require them to be at a distance of 42.000

Km from the center of the earth”.

Yang diartikannya ke bahasa Indonesia adalah;

“Semua kendala komunikasi dapat diselesaikan dengan menempatkan beberapa

buah stasiun satelit (pengulang) di ruang angkasa dengan periode 24 jam sehari

dengan ketinggian 42.000 Km dari pusat bumi”.

Lebih jauh dikembangkan dalam khayalan Arthur C Clarke bahwa satelit

tersebut dapat dipergunakan sebagai repeater (pengulang) untuk keperluan komunikasi,

yaitu dengan menggunakan tiga buah satelit dengan orbit seperti diatas tetapi terpisah

120 derajat maka komunikasi antara dua tempat dari hampir seluruh dunia dapat

dilakukan, hanya sebagian kecil dari bumi yaitu daerah kutub utara dan selatan yang

tidak tercakup oleh sistem demikian.

3
Gambar 1.2 Ilustrasi Khayalan Arthur C Clarke

Sejak tulisan dari Arthur C. Clarke tersebut, maka para ilmuan berlomba untuk

menemukan rekaan Arthur C. Clarke tersebut. Salah satunya adalah Keppler’s Law yang

mempublikasikan konsepnya sebagai Keppler’s Law, dengan hukum tentang pergerakan

satelit, maka hukumnya sebagai berikut ;

1. Bidang orbits dari semua satelit memotong pusat bumi sama rata

2. Bumi merupakan titik pusat dari semua orbits

1.2 Milestone Satelit System

1945 : Athur Clarke menerbitkan essay tentang “Extra Terrestial Relays”

1955 : John R. Pierce menerbitkan artikel yang berjudul "Orbital Radio Relays"

1957 : Diluncurkan pertama kali satelit sputnic

1959 : Satelit cuaca pertama, Vaguard 2

1960 : Diluncurkan satelit komunikasi Refleksi ECHO

Suksesnya peluncuran satelit DELTA yang pertama

AT & T menerapkan FCC untuk ijin ujicoba satelit komunikasi

1961 : Memulai program TELSTAR, RELAY dan SYNCOM secara formal

4
1962 : Launching satelit TELSTAR dan RELAY

Beroperasinya satelit komunikasi (U.S.)

1963 : Diluncurkan satelit komunikasi Geostasioner SYNCOM

1964 : Terbentuknya INTELSAT

1965 : Komunikasi satelit Geostasioner komersial pertama di dunia, INTELSAT I

1969 : Seri INTELSAT III menyediakan cakupan secara global

1972 : Satelit komunikasi domestik pertama ANIK (Kanada)

1975 : INTELSAT IV merupakan satelit pertama yang menggunakan dual polarisasi

1975 : RCA SATCOM merupakan satelit pertama yang mengoperasikan body-

stabilized comm.

1976 : Satelit marisat untuk komunikasi maritim dan peluncuran PALAPA

1979 : Satelit INMARSAT terbentuk

1982 : Sistem telepon dengan satelit mobile , INMARSAT 4

1988 : Sistem satelit dengan komunikasi data dan telepon mobile, INMARSAT C

1993 : Sistem telepon dengan digital satelit

1998 : Sistem satelit Global untuk Small Mobile Phones.

1999 : Peluncuran Telkom – 1

Untuk lebih lengkapnya milestone satelit dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1 Satelit yang Diluncurkan Pertama Kali oleh Negaranya


Order Negara Tahun Roket Satelit
1 Soviet Union 1957 Sputnik – PS Sputnik-1

2 United States 1958 Juno Explorer-1

5
3 France 1965 Diamant Asterix

4 Japan 1970 Lambda-4S Osumi

5 China 1970 Long March-1 Dong Fang Hong

6 United Kingdom 1971 Black Arrow Prospero X-3

7 India 1980 SLV Rohini

8 Israel 1988 Shavit Ofeq-1

- Ukraine 1992 Tsyklon-3 Strela

- Russia 1992 Soyuz-U Kosmos 2175

9 Iran 2009 Shafir-2 Omid

Tabel 1.2 Satelit yang Diluncurkan Pertama Kali oleh Negaranya maupun atas Bantuan
Negara Lain
Tahun Pertama Satelit Jumlah di Orbit
Negara
kali diluncurkan Pertama Pada Tahun 2010
Sovviet Union 1957 Sputnik 1 1437

Russia (1992) (Cosmos 2175)

United States 1958 Explorer 1 1099

United Kingdom 1962 Ariel 1 29

Canada 1962 Alouette 1 32

Italy 1964 San Marco 1 17

France 1965 Asterix 49

Australia 1967 WRESAT 11

Germany 1969 Azur 42

6
Japan 1970 Osumi 124

China 1970 Dong Fang 108

Hong 1

Poland 1973 Intercosmos 1

Copernicus 500

Netherlands 1974 ANS 5

Spain 1974 Intaasat 9

India 1975 Aryabhata 45

Indonesia 1976 Palapa A1 10

Czhechoslovakia 1978 Margion 1 5

Bulgaria 1981 Intercosmos 1

Bulgaria 1300

Brazil 1985 Brasilsat A1 11

Mexico 1985 Morelos 1 7

Sweden 1986 Viking 11

Israel 1988 Ofeq 1 10

Luxemburg 1988 Astra 1A 15

Argentina 1990 Lusat 10

Pakistan 1990 Badr-1 5

South Korea 1992 Kisat A 12

Portugal 1993 Po-SAT1 1

Thailand 1993 ThaiCom1 6

7
Turkey 1994 Thurksat 1B 5

Ukreine 1995 Sich-1 6

Chile 1995 FaSat-Alfa 1

Malaysia 1996 Measat 4

Norway 1997 Thor2 3

Philipines 1997 Mabuhay1 2

Egypt 1998 Nilesat101 3

Singapore 1998 ST-1 2

Taiwan 1999 ROCSAT-1 9

Denmark 1999 Orsted 4

South Africa 1999 SUNSAT 2

Saudi Arabia 2000 Saudisat 1A 12

United Arab 2000 Thuraya 1 3

Emirates

Morocco 2001 Maroc-Tubsat 1

Algeria 2002 Alsat 1 1

Greece 2003 Hellas Sat 2 2

Cyprus 2003 Hellas Sat 2 2

Nigeria 2003 Nigeria Sat1 2

Iran 2005 SINA-1 4

Kazakhztan 2006 KazSat1 1

Belarus 2006 BelKA 1

8
Colombia 2007 LiberTad1 1

Mauritius 2007 Rascom-QAF1 2

Vietnam 2008 VINASAT-1 1

Venezuela 2008 Venesat-1 1

Switzerland 2009 SwissCube-1 1

Tabel 1.3 Satelit TELKOM yang Sudah dan akan Diluncurkan

9
Gambar 1.3 Satelit Indonesia

1.3 Menentukan Ketinggian Satelit

Pada khayalan Arthur C. Clarke bahwa sebuah satelit yang mengorbit pada

ketinggian tertentu yang mempunyai periode sama dengan periode bumi berputar

akan sangat efektif dalam sistem komunikasi karena antena tidak perlu untuk mengikuti

pergerakan satelit. Untuk bisa menentukan ketinggian orbit satelit yang dipakai maka

diperoleh perhitungan sebagai berikut.

Ketinggian yang diperlukan untuk orbit geostasioner dapat diturunkan dari dinamika

gerak untuk suatu orbit lingkaran pada ketinggian h diatas tanah. Jika kelilingnya adalah

2n (a+h), di mana a = 6371 km adalah jari-jari bumi pergerakan dalam sebuah

lingkaran. Berarti bahwa kecepatan kelilingnya V adalah konstant, karena itu waktu satu

orbit adalah :

2𝜋(𝑎+ℎ)
𝑇= (1.1)
𝑉

10
Dari mekanika gaya sentripental pada sebuah satelit dengan massa M adalah :

𝑀𝑉 2
𝐹𝑠 = (1.2)
𝑎+ℎ

𝑀𝑉 2
𝑀𝑔′ = (1.3)
𝑎+ℎ

Dimana g’ adalah percepatan gravitasi pada ketinggian satelit dan akhirnya dihubungkan

dengan percepatan gravitasi g = 9,8 m/s pada permukaan bumi oleh persamaan :

𝑎2
𝑔′ = 𝑔 [𝑎+ℎ ] (1.4)

𝑎 2 𝑀𝑉 2
𝑀𝑔 [𝑎+ℎ ] = (1.5)
𝑎+ℎ

Karena itu diperoleh :

𝑔
𝑉 = 𝑎√𝑎+ℎ (1.6)

Dengan memasukkan persamaan di atas maka diperoleh

h = ( 5075 T 2/3 – 6371 ) km

Di mana T adalah waktu dalam jam, dengan kenaikan nilai T = 24 jam diperoleh h =

38,855 km. Dan nilai h ini sebagai ketinggian dari orbit geostasioner.

1.4 Parameter Umum Sistem Komunikasi Satelit

Dalam menjalankan sistem komunikasi dalam sebuah komunikasi satelit ada dua

elemen dasar yang ikut berperan di dalamnya mereka adalah Stasiun Bumi (Ground

Segment) dan Satelit (Space Segment). Stasiun Bumi akan mengirimkan sinyal

informasi ke arah satelit dengan menggunakan frekuensi yang dinamakan Frekuensi Up

Link dan sebaliknya satelit sebagai repeater tunggal di luar angkasa akan meneruskan sinyal

informasi ke arah tujuan dengan menggunakan Frekuensi Down Link. Masing-masing

11
besaran frekuensi up link dan down link tersebut mengikuti aturan yang distandarisasi oleh

ITU-T dengan mengkategorikan besarnya frekuensi sesuai dengan Band-nya seperti di

bawah ini:

Tabel 1.4 Frekuensi Uplink dan Donlink Komunikasi Satelit


BAND UPLINK (GHz) DOWNLINK (GHz) Bandwidth (MHz)
C 5.9 - 6.4 3.7 - 4.2 500
X 7.9 - 8.4 7.25 - 7.75 500
Ku 14 - 14.5 11.7 - 12.2 500
Ka 27 - 30 17 – 20 Not fixed
30 - 31 20 – 21 Not fixed

Tabel di atas memperlihatkan susunan Band frekuensi untuk up link dan down link

dari komunikasi satelit yang berlaku secara seragam di seluruh dunia. Sama seperti

aplikasi di komunikasi gelombang mikro maka pertimbangan pemilihan band

frekuensi didasarkan atas tingkat kebutuhan aplikasi satelit tersebut. Jika sistem

komunikasi satelit yang dibangun membutuhkan bandwidth yang lebar maka lebih baik

untuk memilih Band frekuensi yang besar seperti Ku atau Ka. Sedangkan untuk efisiensi

daya maka dipilih bandwidth yang kecil. Faktor lain yang harus diperhatikan dalam

pemilihan band frekuensi adalah bahwa semakin tinggi frekuensinya maka redaman

yang diakibatkan oleh air hujan akan semakin tinggi. Satelit yang ditempatkan di atas

ruang angkasa akan menjangkau wilayah yang luas di daratan bumi. Semakin besar

daya yang dipunyai oleh satelit tersebut maka luas wilayah yang dapat dijangkau

akan semakin lebar. Jangkauan wilayah satelit tersebut sering dikenal dengan istilah

footprint.

12
Gambar 1.4 Footprint Sebuah Satelit

Gambar 1.5 Tipe Footprint Satelit

13
Gambar 1.6 Foot Print Satelit Telkom 2

1.5 Alokasi Frekuensi Satelit

Pada umumnya transmisi VSAT menggunakan frekuansi pita C dan pita Ku. Pita Ku

banyak digunakan di wilayah Amerika Utara dan Eropa dengan menggunakan pita

frekuensi sekitar 14 GHz untuk lintasan ke atas dan 12 GHz untuk lintasan ke bawah,

dengan pita frekuensi yang relatif lebih besar ini maka antena VSAT yang digunakan relatif

lebih kecil. Sedangkan pita C digunakan di Asia dan Afrika, pita frekuensi relatif lebih

kecil sehingga antena yang digunakan relatif lebih besar.

Tabel 1.5 Alokasi Penggunaan Range Frekuensi

Frekuensi (GHz) Band


0.1 – 0.3 VHF
0.3 - 1 UHF
1–2 L
2–4 S

14
4–8 C
8 – 12 X
12 – 18 Ku
18 – 27 K
27 – 45 Ka
45 – 75 V
75 – 110 W
110 – 300 mm

1.6 Kelebihan dan Kekurangan Satelit

Salah satu keunggulan sistem komunikasi satelit adalah "kemampuan

menyelenggarakan telekomunikasi yang meliputi wilayah yang lebih luas, dengan waktu

yang relatif pendek". Sistem komunikasi satelit Palapa misalnya, digelar hanya dalam

waktu sekitar dua tahun, langsung mampu meliput kawasan Nusantara dan Asia Tenggara.

Sebaliknya, kelemahan sistem komunikasi satelit yang pernah kita alami, antara lain

peluncuran tidak mencapai orbitnya.

Tanpa diperintah, satelit meninggalkan kavlingnya dan gangguan rutin dari matahari,

sun outage. Gangguan yang terakhir ini terjadi lamanya hanya beberapa menit, terjadinya

beberapa kali setiap tahun, sifatnya lokal, dan waktu kedatangannya dapat diramalkan

dengan perhitungan komputer. Prinsip gangguan ini sangat sederhana, terjadi bila matahari,

satelit, dan sorot antena parabola pada garis lurus.

Oleh karena itu operator stasiun bumi Satelit Palapa dapat segera mematikan

perangkat penjejak satelit otomatis atau auto track-nya, agar antena parabolanya tidak

15
mencari satelitnya. Karena pada saat terjadi gangguan sinyal dari satelit, antena parabola

stasiun bumi tersembunyi di balik derau yang besar dari matahari.

16
BAB II

ORBIT DAN SATELIT

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:

Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penempatan satelit dalam orbit, jenis orbit satelit, jenis

satelit berdasarkan layananya dan tentang pengendalian satelit.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

1. Memahami jenis orbit satelit beserta karakteristiknya

2. Memahami konsep tentang pergerakan satelit, penempatan satelit di orbit.

3. Mengetahui karakteristik satelit berdasarkan jenis layanan dan

kepentingannya

4. Memahami sistem pengendalian satelit

2.1 Jenis-jenis Orbit Satelit

2.1.1 Basic Orbit

Dalam menjangkau daerah yang amat jauh dari perkotaan, misalnya daerah pedesaan

maupun daerah terpencil lainnya, termasuk di tengah laut, maka orang merekayasa sistem

Wireless Access yang lain dengan menggunakan teknologi Satelit. Maka dalam Sistem

Komunikasi Satelit, basic orbit di bagi menjadi tiga jenis basic orbit, yaitu:

1. Circular Polar Basic

17
Basic Orbit ini dapat menjangkau ke seluruh permukaan bumi secara merata. Oleh

sebab itu orbit ini dipakai untuk setelit-satelit keperluan riset ilmu pengetahuan,

meteorologi / cuaca, militer, navigasi. Namun untuk keperluan komunikasi, diperlukan

sejumlah satelit agar hubungan komunikasi tetap konstan. Berikut gambar dari Circular

Polar Orbits

Gambar 2.1 Circular Polar Orbits

2. Elliptical Inclined Orbits

Untuk keperluan komunikasi yang konstan tentunya revolusi dari orbit ini cukup

mengganggu dimana kita dapat berhubungan setiap 12 jam. Oleh karena itu, bentuk orbit

ini unik, dimana sudut inclinasinya membentuk sudut 63° (derajat) dan untuk sekali putar

dibutuhkan 12 jam sama dengan keperluan komunikasi. Untuk membentuk komunikasi

yang kontinu, perlu disusun beberapa satelit yang saling bergantian. Keuntungan dari orbit

ini adalah dapat melampaui kutub utara dan kutub selatan, sehingga orbits ini dipakai oleh

sistem komunikasi satelit Soviet.

18
Gambar 2.2 Elliptical Inclined Orbits

3. Circular Equitorial Orbits

Bidang orbit ini memotong bidang equator dan jaraknya dari permukaan bumi sejauh

35.800 Km. Satelit yang terletak di orbit ini kecepatannya sama dengan kecepatan bumi,

oleh sebab itu orbit ini disebut juga orbits Geostasioner. Karena satelit pada orbit

kecepatannya sama dengan bumi, maka untuk keperluan komunikasi dapat berlangsung

selama 24 jam. Orbit ini banyak dipakai satelit komunikasi domestik maupun internasional.

Untuk sistem INTELSAT, satelitnya berada di orbit ini.

Gambar 2.3 Circular Equitorial Orbits

19
2.1.2 Berdasarkan Ketinggian

Berdasarkan ketinggiannya, orbit dapat dibedakan atas :

1. Low Earth Orbit ( LEO )

Satelit jenis LEO merupakan satelit yang mempunyai ketinggian 320 – 800 km di atas

permukaan bumi. Karena orbit mereka yang sangat dekat dengan bumi, satelit LEO harus

mempunyai kecepatan yang sangat tinggi supaya tidak terlempar ke atmosfer. Kecepatan

edar satelit LEO mencapai 27.359 km/h untuk mengitari bumi dalam waktu 90 menit.

Aplikasi dari satelit jenis LEO ini biasanya dipakai pada sistem Remote Sensing dan

Peramalan Cuaca karena jarak mereka dengan permukaan bumi yang tidak terlalu jauh.

Pada masa sekarang satelit LEO yang mengorbit digunakan untuk aplikasi

komunikasi selular. Karena jarak yang tidak terlalu jauh dan biaya yang murah, satelit

LEO sangat banyak diluncurkan untuk berbagai macam aplikasi. Akibatnya bahwa

jumlah satelit LEO sudah sangat padat, tercatat sekarang ada 8000 lebih satelit yang

mengitari bumi pada orbit LEO seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.4 Jumlah Satelit LEO yang beredar di orbit

20
Gambar 2.5 Orbit Satelit LEO

Berikut adalah keuntungan dan kerugian satelit LEO:

a. Keuntungan Satelit LEO :

• Delay propagasi lebih kecil dibandingkan satelit MEO dan GEO

• Sudut elevasi lebih besar untuk melihat satelit LEO

• Rugi-rugi redaman propagasi kecil

• Daya terima lebih besar dan frekuensi bisa dipakai ulang

• Mudah dioperasikan dengan daya antena kecil

b. Kerugian Satelit LEO :

• Jumlah satelit di orbit LEO lebih banyak (50 – 70 satelit)

• Kurang efektif untuk cakupan layanan secara nasional/regional

• Cocok untuk trafik/kanal kapasitas kecil

• Perlu biaya (CAPEX) besar karena jumlaha satelitnya banyak

• Perlu biaya operasi dan pemeliharaan (CAPEX) yang besar karena jumlah

satelitnya banyak

• Umur satelit lebih pendek dibandingkan dengan umur satelit MEO dan GEO

21
2. MEO (Medium Earth Orbit)

Satelit pada orbit ini merupakan satelit yang mempunyai ketinggian di atas 10000

km dengan aplikasi dan jenis yang sama seperti orbit LEO. Namun karena jarak yang

sudah cukup jauh jumlah satelit pada orbit MEO tidaklah sebanyak satelit pada orbit

LEO. Satelit jenis MEO ini mempunyai delay sebesar 60 – 80 ms dengan keuntungan

dan kerugian sebagai berikut:

a. Keuntungan Satelit MEO:

• Latensi dan delay propagasi lebih rendah dibanding dengan satelit GEO

• Sudut pandang ke satelit lebih baik

• Pemakaian ulang untuk frekuensi lebih baik dari satelit GEO

• Jumlah satelit lebih sedikit (8 -16 satelit) diabndingkan satelit LEO

• Biaya OPEC dan CAPEX lebih kecil dibanding satelit LEO

• Umur satelit MEO leih panjang dibandingkan satelit LEO

b. Kekurangan Satelit MEO:

• Jumlah satelit MEO lebih banyak dibandingkan satelit GEO

• Biaya CAPEX peluncuran lebih mahal dibandingkan dengan satelit GEO

• Antena stasiun bumi lebih mahal dan lebih kompleks

• Hanya coock untuk melayani trafik dengan kanal kapasitas sedang.

3. GEO ( Geostationery Earth Orbit)

Satelit GEO merupakan sebuah satelit yang ditempatkan dalam orbit yang posisinya

tetap dengan posisi suatu titik di bumi. Karena mempunyai posisi yang tetap maka waktu

edarnya pun sama dengan waktu rotasi bumi. Posisi orbit satelit GEO sejajar dengan

22
garis khatulistiwa atau mempunyai titik lintang nol derajat.

Gambar 2.6 Orbit Satelit GEO

Satelit GEO mempunyai jarak sebesar 35786 Km dari permukaan bumi. Pada

satelit dengan orbit GEO inilah yang akan banyak dibahas dan dijadikan sebagai contoh

perhitungan soal. Keuntungan satelit orbit GEO ini salah satunya adalah dalam mentracking

antena pengendalian dari suatu stasiun bumi tidak perlu mengikuti pergerakan satelit

karena satelit tersebut sama periodenya dengan rotasi bumi. Bandingkan dengan tracking

antena pada satelit LEO yang harus mengikuti pergerakan satelitnya yang tidak sama

dengan periode bumi berputar. Kerugian dari satelit orbit GEO adalah karena jarak yang

sangat jauh dari permukaan bumi maka daya pancar sinyal haruslah tinggi dan sering terjadi

delay yang cukup signifikan. Cakupan satelit GEO pun sebenarnya tidak mencakup

semua posisi di permukaan bumi. Lokasi yang berada di kutub utara dan selatan tidak

dapat terjangkau dengan menggunakan satelit GEO karena foot print-nya yang terbatas

seperti gambar di bawah ini.

23
Gambar 2.7 Footprint satelit GEO

Selengkapnya keuntungan dan kerugian satelit GEO adalah sebagai berikut :

a. Kelebihan Satelit GEO:

• Stasiun bumi tidak memerlukan alat pelacakan satelit

• Satu satelit dapat melayani cakupan yang luas

• Umur satelit 15-18 tahun

• Perangkat tracking dan switching lebih sederhana

b. Kekurangan Satelit GEO:

• Delay propagasi 240 ms dalam 1 hop

• Biaya investasi satelit (CAPEX) sekitar IDR 1.25 – 2 Triliun dan

peluncurannya lebih rumit.

• Diameter antena stasiun bumi besar sehingga dapat menerima daya yang

besar namun dengan pola pancar sempit pada pemakaian frekuensi ulang

• Sudut pandang ke satelit lebih kecil.

Orbit berikut adalah orbit khusus yang digunakan untuk mengkategorikan satelit :

• Orbit Molniya, orbit satelit dengan perioda orbit 12 jam dan inklinasi sekitar 63°.

• Orbit Sunsynchronous, orbit satelit dengan inklinasi dan tinggi tertentu yang selalu

melintas ekuator pada jam lokal yang sama.

24
• Orbit Polar, orbit satelit yang melintasi kutub.

Gambar 2.8 Gabungan Orbit Satelit

2.1.3 Orbit Berdasarkan Posisi Relatif Satelit terhadap Bumi

Ada posisi dasar orbit, tergantung posisi relatif satelit terhadap bumi :

1. Geostasioner (geostationary). Orbit ini juga dikenal sebagai geosynchronous atau

synchronous. Ketinggian orbit ini kira-kira 22.223 mil atau 1/10 jarak ke bulan. Jalur

ini juga dikenal sebagai ”tempat parkir satelit”. Sebab begitu banyak satelit, mulai dari

satelit cuaca, satelit komunikasi hingga satelit televisi. Akibatnya, posisi masing-

masing harus tepat agar tidak saling interferensi. Penerbangan Space Shuttle yang

terjadwal, menggunakan yang lebih rendah dikenal dengan asynchronous orbit, yang

berada pada ketinggian rata-rata 400 mil (644 km).

2. 70-1.200 mil (Asynchronous Orbits) : digunakan oleh satelit pengamat, yang biasanya

mengorbit pada 300-600 mil (470-970 km), berfungsi sebagai fotografer. Misalnya

25
22
satelit Landsat 7, ia bertugas untuk pemetaan, pergerakan es dan tanah, situasi

lingkungan (semisal menghilangnya hutan hujan tropis), lokasi deposit mineral hingga

masalah pertanian; satelit SAR (search-and-rescue) dengan tugas menyiarkan ulang

sinyal-sinyal darurat dari kapal laut atau pesawat terbang yang dalam bahaya;

Teledesic, yaitu satelit yang di-backup sepenuhnya oleh Bill Gates, memberikan

layanan komunikasi broadband (high-speed) dengan sarana satelit yang mengorbit

pada ketinggian rendah (LEO, Low Earth Orbiting).

3. 3.000 - 6.000 mil (Asynchronous Orbits) : digunakan oleh satelit sains, yang biasanya

berada pada ketinggian ini (4.700 - 9.700 km) dimana satelit ini mengirimkan data-data

ke bumi via sinyal radio telemetri. Satelit ini berfungsi untuk penelitian tanaman dan

hewan, ilmu bumi, seperti memonitor gunung berapi, mengawasi kehidupan liar,

astronomi (dengan IAS, Infrared Astronomy Satellite) dan fisika.

4. 6.000 - 12.000 mil (Asynchoronous Orbits) : satelit GPS menggunakan orbit ini untuk

membantu penentuan posisi yang tepat. Ia bisa digunakan untuk kepentingan militer

maupun ilmu pengetahuan.

5. 22.223 mil (Geostationary Orbits) : digunakan oleh satelit cuaca, satelit televisi, satelit

komunikasi dan telepon.

26
Gambar 2.9 Satelit Komunikasi pada Orbit Geostasioner

2.2 Jenis Satelit

2.2.1 Jenis Satelit Berdasarkan Layanannya

Dari beberapa satelit yang sudah disebutkan di atas merupakan satelit-satelit yang

mengorbit pada ketinggian tertentu dan dengan jenis orbit yang berbeda. Masing-

masing satelit tersebut juga didesain untuk aplikasi tertentu seperti tercantum di bawah

ini:

1. FSS - Fixed Services Satellite

Merupakan satelit yang dedesain untuk melayani panggilan telepon, transmisi data

(internet) ataupun untuk TV Broadcasting. Satelit model ini mempunyai daya pancar yang

rendah sekitar 10 – 20 watt per transmit carrier sehingga diperlukan antena penerima

yang mempunyai diameter cukup besar untuk dapat menangkap frekuensi downlinknya.

2. DBS - Direct Broadcast Satelit

27
Merupakan satelit yang didesain secara khusus untuk melayani aplikasi

broadcasting TV dan Radio sehingga memerlukan daya yang sangat besar. Daya pada

satelit DBS ini berkisar sampai dengan 10 kali lipat daya pada satelit FSS. Dengan daya

yang besar maka user yang ada di Ground Segment dapat menggunakan antena dengan

diameter yang kecil untuk menangkap siarannya.

3. MSS - Mobile Satelit Services

Merupakan satelit yang khusus diaplikasikan untuk keperluan telepon nirkabel.

Konsepnya sama dengan telepon selular hanya daerah cakupanya tidak terbatas pada sel

yang bersangkutan saja tapi seluas foot print satelit yang bersangkutan. Satelit ini

menggunakan konfigurasi frekuensi up link dan down link seperti di bawah ini:

• 11,6/1,5 MHz

• 2,1/2.0 MHz

• 2,6/2,5 MHz

• 30/20 MHz

4. MPS - Medium Power Satellite

Merupakan satelit yang mempunyai daya sekitar 50 watt. Karena dayanya berada

diantara FSS dan DBS maka penggunaan satelit ini dikhususkan untuk aplikasi umum dan

juga untuk militer. Konfigurasinya ada pada gambar di bawah ini:

28
Gambar 2.10 Konfigurasi Umum Satelit untuk Broadcasting

2.2.2 Satelit Berdasarkan Aplikasi/Kepentingannya

Berdasarkan aplikasinya, satelit terdiri atas :

• Satelit astronomi adalah satelit yang digunakan untuk mengamati planet, galaksi, dan

objek angkasa lainnya yang jauh.

• Satelit komunikasi adalah satelit buatan yang dipasang di angkasa dengan tujuan

telekomunikasi menggunakan radio pada frekuensi gelombang mikro. Kebanyakan

satelit komunikasi menggunakan orbit geosinkron atau orbit geostasioner, meskipun

beberapa tipe terbaru menggunakan satelit yang mampu mengorbit rendah.

• Satelit pengamat Bumi adalah satelit yang dirancang khusus untuk mengamati Bumi

dari orbit, seperti satelit reconnaissance tetapi ditujukan untuk penggunaan non-militer

seperti pengamatan lingkungan, meteorologi, pembuatan peta, dll.

29
• Satelit navigasi adalah satelit yang menggunakan sinyal radio yang disalurkan ke

penerima di permukaan tanah untuk menentukan lokasi sebuah titik dipermukaan

bumi. Salah satu satelit navigasi yang sangat populer adalah GPS milik Amerika

Serikat selain itu ada juga Glonass milik Rusia. Bila pandangan antara satelit dan

penerima di tanah tidak ada gangguan, maka dengan sebuah alat penerima sinyal satelit

(penerima GPS), bisa diperoleh data posisi di suatu tempat dengan ketelitian beberapa

meter dalam waktu nyata.

• Satelit mata-mata adalah satelit pengamat Bumi atau satelit komunikasi yang

digunakan untuk tujuan militer atau mata-mata.

• Satelit tenaga surya adalah satelit yang diusulkan dibuat di orbit Bumi tinggi yang

menggunakan transmisi tenaga gelombang mikro untuk menyorotkan tenaga surya

kepada antena sangat besar di Bumi yang dapat digunakan untuk menggantikan sumber

tenaga konvensional.

• Stasiun angkasa adalah struktur buatan manusia yang dirancang sebagai tempat tinggal

manusia di luar angkasa. Stasiun luar angkasa dibedakan dengan pesawat angkasa

lainnya oleh ketiadaan populasi pesawat angkasa utama atau fasilitas pendaratan; Dan

kendaraan lain digunakan sebagai transportasi dari dan ke stasiun. Stasiun angkasa

dirancang untuk hidup jangka-menengah di orbit, untuk periode mingguan, bulanan,

atau bahkan tahunan.

• Satelit cuaca adalah satelit yang digunakan untuk mengamati cuaca dan iklim Bumi.

• Satelit miniatur adalah satelit yang ringan dan kecil. Klasifikasi baru dibuat untuk

mengkategorikan satelit-satelit ini: satelit mini (500–200 kg), satelit mikro (di bawah

200 kg), satelit nano (di bawah 10 kg).

30
Walaupun terdapat perbedaan yang sangat signifikan dari satelit-satelit tersebut

diatas, ada beberapa hal yang sama secara umum :

• Semuanya terdiri dari kerangka dan badan dari metal atau komposit, yang biasanya

disebut ”bus”. Bus ini menjaga agar semua yang ada di dalamnya tetap utuh selama

dalam peluncuran dan ketika berada di angkasa luar.

• Dilengkapi sumber tenaga (biasanya solar cell) dan baterai sebagai cadangan dan

penyimpan tenaga.

• Dilengkapi dengan komputer untuk mengendalikan dan memonitor sekian banyak

sistem yang berbeda.

• Perlengkapan transmiter/receiver radio dan antena juga digunakan untuk membantu

pengawas di bumi untuk mendapatkan informasi dari satelit dan memonitor

kesehatannya. Banyak satelit dapat dikendalikan dari bumi dengan banyak cara, dari

merubah orbit hingga memprogram ulang sistem komputer.

• Ada juga perlengkapan sistem kendali letak (ACS, Attitude Control System) yang

berfungsi untuk menjaga arah satelit. Sebagai contoh, Hubble Space Telescope

memiliki sistem kendali yang dapat menjaga satelit pada posisi yang selalu sama

tiap hari tiap jam pada satu waktu. Sistemnya dilengkapi dengan gyroscope,

accelerometer, reaction wheel stabilization system, thrusters dan beberapa sensor

yang memperhatikan bintang-bintang sebagai penentu posisi.

2.3 Pergerakan Satelit

Satelit yang mengitari bumi pada orbitnya akan dikendalikan oleh Master Control

31
Station di Stasiun Bumi. Pengendalian satelit yang berada puluhan ribu kilometer dari

bumi menggunakan sistem otomatis yang didasarkan atas dua sistem pengendalian sebagai

berikut:

1. Spin Stablilized Satellite

Merupakan metode pengendalian satelite dengan cara menggerakan body satelit

secara berputar untuk menuju ke suatu posisi tertentu yang diinginkan. Satelit yang secara

teori akan diam pada posisinya di orbit pada kenyataanya akan bergeser dari orbit yang

sebenarnya. Dengan metode Spin Stabillized Satellite ini dibagi atas empat kontrol dasar

yaitu:

• Spin Axis Atitude Control System

Merupakan bagian yang akan mengontrol pergerakan satelit dari arah atas dan

bawah atau dengan kata lain tinggi satelit dari permukaan bumi dikendalikan melalui

bagian ini.

• Orbit Control System

Merupakan bagian yang akan mengontrol pergerakan satelit dari arah barat dan

timur (east – west station keeping) dan simpangan utara- selatan (north – west

station keeping)

• Spin Rate Control System

Merupakan bagian yang akan mengontrol kecepatan putar satelit dalam

bergerak kembali ke posisi yang diinginkan.

• Active Nutation Control

Merupakan bagian yang mendeteksi posisi satelit pada bujur dan lintang yang

32
diinginkan. Satelit akan mengirimkan sinyal yang mendakan posisi dirinya

setiap beberapa detik sekali lewat active nutation control.

2. Three Axis Body Stabilized

Merupakan pengontrolan posisi satelit berdasarkan sumbu koordinat X, Y dan Z. Dari

ketiga sumbu koordinat tersebut akan dipetakan menjadi posisi pitch, roll dan yaw. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.11 Koordinat Satelit

Dalam mengendalikan sebuah satelit di ruang angkasa terkadang timbul beberapa

kejadian yang disebabkan oleh konfigurasi orbit dengan lingkungan sekitarnya termasuk

matahari dan bulan. Beberapa kejadian yang mengganggu kinerja sebuah satelit adalah

sebagai berikut:

1. Sun Outage

Merupakan sebuah kejadian di mana satelit berada di tengah antara bumi dan

matahari. Dengan posisi ini maka satelit akan menghalangi sinar matahari yang mengarah

ke bumi. Atau dengan kata lain bahwa pada posisi sun outage ini jarak satelit dengan matahari

mencapai jarak terdekat. Dengan jarak yang sangat dekat antara satelit dengan matahari

33
menyebabkan perangkat yang ada di space segment juga akan mengalami panas yang

meningkat drastis, akibatnya akan mengurangi performa atau kinerja satelit itu sendiri.

Gambar 2.12 Fenomena Sun Outage

2. Gerhana ( Eclipse )

Merupakan sebuah kejadian di mana posisi satelit terhalang oleh posisi bumi dari

sinar matahari. Akibat dari gerhana ini maka catu daya satelit yang

mengandalkan sinar matahari akan terganggu. Satelit akan mendapat catu daya dari

baterai selama gerhana berlangsung. Perpindahan catuan dari solar cell ke baterai

terkadang menyebabkan gangguan pada satelit.

Gambar 2.13 Fenomena Gerhana pada Satelit

34
SOAL-SOAL

1. Jelaskan 3 jenis basic orbit!

2. Jelaskan jenis-jenis orbit berdasarkan ketinggiannya!

3. Jelaskan jenis orbit berdasarkan posisi relatif satelit terhadap bumi!

4. Jelaskan jenis-jenis satelit berdasarkan layanannya!

5. Jelaskan jenis-jenis satelit berdasarkan aplikasinya!

6. Jelaskan 4 kontrol dasar pada metode Spin Stabillized Satellite!

7. Jelaskan beberapa kejadian yang mengganggu kinerja sebuah satelit!

35
BAB III

GROUND SEGMENT DAN SPACE SEGMENT

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:

Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konfigurasi Ground Segment dan Space Segment

serta dapat mengetahui dasar manajemen transponder.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

1. Memahami fungsi serta spesifikasi perangkat Ground Segment.

2. Memahami konfigurasi Space Segment beserta bagian-bagianya.

3.1 Ground Segment

Ground Segment atau yang dikenal dengan stasiun bumi adalah bagian dari sistem

transmisi satelit yang terletak di bumi dan berfungsi sebagai stasiun terminalnya; yaitu

mengubah signal base band dan/atau signal frekuensi suara menjadi signal dengan

frekuensi radio, dan sebaliknya. Pada awal operasi, stasiun bumi dibedakan menjadi 5

macam, berdasar kepada fungsi, kapasitas dan fasilitas dari stasiun bumi yang

bersangkutan. Kelima macam stasiun bumi itu yaitu : Stasiun Pengendali Utama, Stasiun

Bumi Besar, Stasiun Bumi Sedang, Stasiun Bumi Kecil, Stasiun Bumi Mini. Secara

sederhana konfigurasi stasiun bumi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

36
Gambar 3.1 Blok Diagram Stasiun Bumi secara Umum

Komponen Stasiun Bumi terdiri dari :

1. Perangkat RF

a. Antena Parabola

Antena Parabola berfungsi sebagai penguat daya dan mengubah dari

gelombang RF terbimbing menjadi gelombang RF bebas dan sebaliknya.

b. HPA (High Power Amplifier)

HPA merupakan penguat akhir dari sinyal RF sebelum dipancarkan ke satelit

melalui antenna parabola, input dari HPA adalah sinyal RF dari Up converter dengan

daya rendah sehingga dikuatkan oleh HPA sinyal RF tersebut mempunyai daya

yang cukup untuk diberikan ke antena selanjutnya dapat dipancarkan ke satelit

dengan harga EIRP yang telah disyaratkan.

c. LNA (Low Noise Amplifier)

LNA adalah suatu penguat pada arah terima yang berfungsi untuk memperkuat sinyal

yang diterima dari antenna parobola, LNA harus ditempatkan sedekat mungkin dengan

37
antena, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan G/ T (Gain to Noise Temperature

Ratio) lebih baik.

d. U/C (Up Converter)

Up Converter memiliki beberapa fungsi diantaranya : merubah sinyal intermediate

frekuensi menjadi sinyal radio frekuensi, memberikan penguatan sinyal RF,

melakukan pengaturan frekuensi agar bisa memancar tepat pada transponder

tertentu pada satelit. Sehingga up converter ini dapat dioperasikan pada

transponder yang diinginkan.

e. D/C (Down Converter)

Up Converter memiliki beberapa fungsi diantaranya : merubah sinyal radio

frekuensi menjadi sinyal intermediate frekuensi, memberikan penguatan sinyal

IF, melakukan pengaturan frekuensi agar bisa memancar tepat pada transponder

tertentu pada satelit.

2. Modulator dan Demodulator

Perangkat IF berfungsi untuk memodulasi sinyal suara atau data menjadi inyal IF 70

Mhz dan sebaliknya, biasa perangkat ini disebut MODEM (Modulator Demodulator),

adapun jenis-jenis modem tersebut adalah tergantung dari sistem yang digunakan,

sebagai contoh :

o Untuk sistem SCPC : MODEM SCPC.

o Untuk sistem IDR : MODEM IDR

o Untuk sistem VSAT : MODEM VSAT

3. Tail Link

a. ADPCM

38
ADPCM merupakan salah satu jenis perangkat penggandaan kanal untuk

komunikasi satelit.

b. Echo Canceller

Echo adalah suatu kejadian dalam suatu pembicaraan telepon, dimana suara kita

akan didengar kembali setelah selang beberapa ratus milidetik yang akan

mengganggu/menyulitkan bagi kedua pihak yang sedang berkomunikasi.

Penentuan besarnya sinyal yang diterima oleh suatu pesawat penerima secara garis

besar bergantung kepada faktor-faktor berikut :

3.1.1 Penerima

Dalam sistem komunikasi satelit dipakai istilah G/T yang menyatakan:

𝐺 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑡(𝑔𝑎𝑖𝑛) 𝑎𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎


= (3.1)
𝑇 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑢 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛

Dimana apabila dinyatakan dalam dB , maka :


𝐺
= 𝐺 − 10 log 𝑇 (𝑑𝐵/𝑜 𝐾) (3.2)
𝑇

Dengan memasukkan faktor ini ke rumus daya yang diterima, diperoleh :

𝐶 𝑃𝑇 𝐺𝑇 𝐺𝑅 1 1 𝑃𝑇𝐺𝑇 𝐺𝑅 1
= =
𝑇 𝐿𝐹𝑆 𝑇𝐿 𝐿𝐹𝑆 𝑇 𝐿

𝐶 𝐺𝑅
= 𝑃𝑇 𝐺𝑇 − 𝐿𝐹𝑆 + (𝑑𝐵𝑤/0 𝐾) (3.3)
𝑇 𝑇

Dimana :

PT = daya keluaran pemancar (dBw)

GT , GR = gain atau faktor penguat antena-antena pemancar,penerima

T = temperatur derau dari sistem penerima (system noise temperature)

L = Kehilangan lainnya

39
Seperti biasa, nilai C/T ini penting karena menentukan kualitas penerimaan suatu

hubungan radio, yaitu daya yang diterima berapa besar dibanding derau yang ada, yang

biasa dinyatakan dalam perbandingan:

C/N = C/kTB atau signal to noise ratio atau Eb/No = (C/Rs)/kT.

Jadi terlihat bahwa C/N ini sangat bergantung pada G R/T antena penerima,

sehingga faktor ini digunakan sebagai spesifikasi teknis suatu stausiun bumi.

Untuk mencapai G/T yang diperlukan, ukuran diameter antena dipilih dengan

memperhitungkan hubungan yang optimal antara besarnya penguatan dan temperature

derau daripada sistem stasiun bumi.

Temperature derau stasiun bumi berasal dari berbagai sumber derau, seperti :

a. Derau dari pesawat penerima

b. Derau yang diakibatkan oleh kerugian daya dalam tapis dan peralatan lainnya

antara antena dengan pesawat penerima.

c. Derau antena yang datangnya dari sumber-sumber derau yang berada di angkasa

luar dan atmosfir bumi, seperti:

• Benda-benda angkasa seperti bintang, bulan dan matahari

• Uap air, gas-gas O2 dan N 2 di udara.

• Mesin-mesin dan alat-alat listrik yang menimbulkan bunga api dan

gelombang elektromagnetik.

Besarnya antena noise temperature ini bergantung pada sudut dan frekuensi.

3.1.2 Antena

Banyak sekali macam/tipe gelombang mikro yang dapat digunakan untuk stasiun

40
bumi, besarnya penguatan (gain) dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan:

𝜋𝐷 2
𝐺 = 𝜂( ) (3.4)
𝜆

Dimana :

G = Faktor penguat antena

D = Diameter antena

λ = Panjang gelombang sinyal

η = Efisiensi dari antena yang bergantung kepada ketelitian bentuk permukaan

dan kekasaran permukaan reflektor antena (harganya biasanya berkisar

antara 0,54 dan 0,65)

Sebagai contoh dari besarnya penguatan tersebut, untuk stasiun-stasiun bumi yang

beroperasi dengan satelit PALAPA A1, diperlukan daya antena sebesar 50,7 dB untuk 4

GHz (penerima) dan 53,1 (pemancar), dengan diameter dari antena 10 m.

Pada stasiun-stasiun bumi yang mempunyai G/T yang tinggi, selain antena yang

besar diameternya, juga pesawat penerima harus didinginkan untuk memperoleh G/T

yang lebih besar dari 40,7 dB/ oK.

Dalam menentukan besarnya antena dari stasiun bumi selain faktor G/T, ada hal

lain yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Side lobe

Makin kecil antena, makin besar side lobe dari antena tersebut. Side lobe ini

penting sekali untuk memperhitungkan pengaruh dari/ke gelombang mikro

lainnya baik teresterial maupun satelit, tambahan derau dari bumi yang panas

serta badan-badan angkasa lainnya.

41
b. Lebar dari berkas antena

Makin kecil antenanya, makin besar/lebar berkas antenanya. Secara pendekatan,

lebar berkas suatu antena adalah θ 3dB = 70 λ/D (o), dimana, θ3dB = lebar sudut

yang membatasi berkas – 3 dB relatif.

Beberapa bentuk dasar antena yang memenuhi syarat-syarat untuk dipakai di

stasiun bumi antara lain :

a. Antena paraboloid (Focal Feed)

Pemancaran gelombang radio ke ruang bebas dimulai pada titik fokus reflektor

antena.

Kelemahan :

• Mempunyai “sistem noise” yang relatif tinggi terutama pada sudut

elevasi yang tinggi, karena pancaran dari “side lobe” primary feednya

menuju bumi yang “panas”.

• Transmision line antara penerima dan antena menjadi panjang, sehingga

kehilangan/loss yang diakibatkannya besar.

Kelebihan :

Bentuk sangat sederhana. Karena sifat ini, tepat dipakai untuk stasiun bumi yang

transportable dengan G/T yang kecil.

b. Cassegrain antena

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan dari paraboloid antena, dipakai sistem

dengan dua reflektor yang disebut cassegrain antena (menurut nama William

Cassegrain, yang pada tahun 1672 menggunakan konsep dua reflektor untuk

42
teleskop). Ada dua reflektor yaitu raflektor utama (main reflector) berbentuk

parabola dan reflektor kedua (sub reflektor) berbentuk hiperbola.

Kelebihan:

• Mempunyai derau dari “side lobe” yang relatif lebih kecil, karena

pancaran dari side primary feednya menuju angkasa yang dingin.

• Panjang “bumbung gelombang” untuk feed lebih pendek.

• Flexible dalam design “feed”-nya.

• “feed system” secara mekanis lebih stabil sehingga pengarahan antena

lebih tepat.

Kekurangan :

• Pemancar terhalang oleh sub reflektor dan bagian-bagian

penyangganya.

• Karena sub reflektor dimensinya kecil, “feed system” harus lebih

terarah.

c. Horn reflektor

Pada dasarnya, antena ini adalah offset reflektor parabola dengan “horn feed”.

Ujung berimpitan dengan titik api reflektor parabola.

Keuntungan :

“side lobe”-nya relatif kecil sekali, jika dibandingkan dengan reflektor parabola.

Kelemahan :

Konstruksinya berat dan kompleks, tatpi dalam kemajuan teknologi akhir-akhir

ini beberapa perusahaan mengintrodusir konstruksi yang ringan, misalnya dibuat

43
dari fiberglass.

d. Type reflektor bentuk khusus

Untuk mengurangi blockage oleh primary feed dan meninggikan efisiensi, dibuat

feed yang di offset ke samping tetapi bentuk reflektor disesuaikan tidak lagi

betul-betul parabola, agar “cahaya” dari feed tetap terpantul dari reflektor secara

paralel. Dengan cara ini efisiensi dapat ditingkatkan sampai 65%.

e. Antena yagi

Untuk sistem penerimaan sinyal APT dari satelit cuaca digunakan antena Yagi

karena menggunakan frekuensi VHF (136 – 137,5 MHz). Antena Helical juga

sering dipakai.

f. Sistem penjejakan (tracking)

Penjejakan adalah pengarahan antena stasiun bumi agar selalu dapat men gikuti

posisi dari suatu satelit. Khusus untuk stasiun bumi, digunakan penjejakan pasif

dimana pemancar beacon dari satelit dipakai sebagai sumber penjejakan. Ada

beberapa cara penjejakan yang digunakan untuk stasiun bumi, diantaranya

conical scanning dan sistem monopulse.

g. Antena helix

Antena helix dapat berbentuk uniform, tapered, variable pitch, envelop, dan lain

sebagainya. Adapun model helix ada yang digunakan sebagai saluran transmisi

(mode transmisi) dan ada yang berfungsi sebagai antena (mode radiasi).

Penggunaan helix sering dilakukan dengan cara disusun dalam suatu array yang

berfungsi untuk menaikkan gain antena.

h. Antena Conical horn

44
Terbagi atas dua yaitu rectangular horn dan circular horn. Circular horn terdiri

dari exponentially tapered, conical, TEM biconical, TE01 biconical.

i. Antena microstrip ring

Dapat berbentuk square, disk, rectangular, ellipse, pentagon, ring, equilateral

triangle, dan semi disk.

3.1.3 Duplexer

Karena digunakan hanya satu antena baik untuk pengiriman maupun penerimaan,

diperlukan suatu pengatur sehingga sinyal dari pemancar hanya mengarah ke antena dan

sinyal dari pemancaar hanya mengarah ke LNA. Untuk membedakan sinyal kirim dan

terima, dimanfaatkan perbedaan frekuensi (6 dan 4 GHz) dan polarisasi, sehingga

duplexer ini disebut juga OMT (Ortho Mode Transduser).

Rangkaian ini biasanya terdiri dari gabungan rangkaian-rangkaian tapis dan hibrid

yang terdiri dari komponen-komponen bumbung gelombang.

3.1.4 Rangkaian Pemancar

Sinyal yang masuk ke stasium bumi biasanya sudah berupa sinyal IF yang sudah

siap untuk dipancarkan. Jadi seluruh proses multiplexing, pre-emphasis, modulasi dan

lain-lain dianggap sudah dilaksanakan sebelumnya.

Terutama untuk stasiun-stasiun bumi kecil memang seluruh proses mulai dari

sinyal baseband masukan sampai siap dipancarkan berlangsung dalam unit yang kecil,

tetapi prinsipnya sama, yaitu sinyal IF yang masuk mula-mula dinaikkan frekuensinya

ke frekuensi RF di up-converter (U/C).

Untuk pemancar-pemancar besar, tahap akhir biasanya dilengkapi dengan

rangkaian pengukur untuk pengamatan (monitoring) dan kontrol dari pemancarnya.

45
Pemilihan frekuensi pemancaran dilakukan pada tahap terakhir penguatan.

3.1.5 Sistem RFE dan VSAT

Rangkaian pengiriman/penerimaan yang digunakan dalam suatu VSAT umumnya

lebih compact dan biasa disebut RFE (Radio Frequency Equipment). Untuk RFE yang

bekerja secara Full-Duplex di daerah C-Band dengan daerah frekuensi yang bergerak

dari 5,925 GHz sampai 6,425 GHz untuk arah stasiun bumi ke satelit dan frekuensi 3,7

sampai 4,2 GHz untuk arah satelit ke stasiun bumi, peralatannya dari salah satu tipe

RFE terdiri dari beberapa bagian :

a. LNA (Low Noise Amplifier)

LNA dalam arah penerimaan berfungsi untuk memperkuat sinyal yang sangat

lemah yang diterima dari satelit. Sinyal radio yang diterima dalam daerah

frekuensi 5,925 – 6,425 GHz diperkuat di LNA dengan faktor penguat antara 40

sampai dengan 60 dB baru diteruskan ke unit ODU.

b. Indoor Unit (IDU)

IDU yang berfungsi untuk :

• Mengubah frekuensi IF transmit 70 MHz yang datang dari peralatan

komunikasi VSAT, ke 185 MHz untuk diteruskan ke ODU.

• Mengubah frekuensi IF penerima dengan frekuensi 1040 MHz dari ODU ke

70 MHz untuk diteruskan ke VSAT.

• Membangkitkan frekuensi 10 MHz untuk referensi ke synthesizer di ODU.

• Membangkitkan tegangan DC untuk digunakan di IDU dan ODU.

c. Outdoor Unit

46
Penguat (Solid State Power Amplifier, SSPA) 10 W ODU berfungsi untuk :

• Mengubah frekuensi pemancaran dari 185 MHz ke 5925 MHz – 6425 MHz,

untuk kemudian diperkuat menjadi 10 watt sebelum dipancarkan ke arah

satelit lewat antena parabola.

• Mengubah frekuensi penerimaan dari 3700 MHz sampai 4200 MHz menjadi

Frekuensi IF 1040 MHz sebelum diteruskan ke unit IFM.

Prinsip yang sama juga berlaku untuk VSAT yang berbeda di daerah KU band.

d. Duplexer

Berfungsi untuk meneruskan sinyal transmit ke horn dan sinyal receive hanya ke

LNA. Duplexer terdiri dari tapis mode (mode-filter) yang berupa bandpass dan

bandreject, yang beroperasi yang berdasarkan perbedaan frekuensi dan polarisasi

serta perta medan (mode) dalam salurannya.

3.1.6 Fungsi

Dalam sistem satelit, fungsi stasiun bumi dapat dibagi menjadi dua golongan,

yaitu stasiun bumi pengendali dan stasiun bumi pengirim-penerima.

a. Stasiun bumi pengendali

Tipe stasiun bumi yang pertama melakukan pengukuran parameter-parameter dari

satelit dari jarak jauh yang disebut telemetering. Tugasnya adalah mengikuti

gerakan-gerakan satelit (penjejakan = tracking) baik selama transisi, antara

peluncuran sampai dengan kedudukan lintasan yang telah ditentukan, maupun

selama satelit bergerak pada orbit yang ditentukan.

b. Stasiun bumi komunikasi

47
Tipe stasiun bumi kedua adalah stasiun-stasiun bumi yang bertindak sebagai

stasiun pengirim dan/atau penerima sinyal-sinyal gelombang radio, sesuai dengan

misi sitem satelit tersebut.

c. Stasiun bumi lainnya

Dalam sistem satelit observasi, termasuk sistem cuaca dan sumber alam, terdapat

sebuah atau lebih stasiun bumi yang berfungsi untuk menangkap dan mengolah

data-data yang dikirimkan oleh DPC (Data Collection Platform) lewat satelit.

d. Closed user group

Dalam daerah pancaran sebuah satelit, ada kalanya dibangun suatu jaringan

komunikasi yang “tertutup”. Jaringan ini khusus hanya untuk berkomunikasi antar

sesamanya dengan menggunakan sebagian atau satu transponder dari satelitnya.

Jadi, jaringan ini seolah-olah membentuk suatu sub network.

3.2 Space Segment

3.2.1 Fungi Satelit pada Space Segmen

Satelit merupakan suatu Microwave Repeater Station (stasiun pengulang

gelombang mikro) yang berfungsi untuk memperkuat sinyal yang berasal dari stasiun

bumi serta memproses translasi frekuensi dari Uplink frequency yang terletak pada lebar

bidang frekuensi mulai dari 5,925 Ghz sampai dengan 6,425 Ghz menjadi Downlink

frequency dari 3,7 Ghz sampai dengan 4,2 Ghz. Secara sederhana blok diagram fungsi

satelit digambarkan seperti pada gambar berikut:

48
Gambar 3.2 Diagram Fungsi Satelit

Sinyal-sinyal RF dari stasiun bumi dengan frekuensi pancar 6 Ghz setelah diterima

oleh antena akan dilewatkan pada Band Pass Filter (BPF) untuk melewatkan frekuensi

yang dikehendaki saja dan terjadi proses pemisahan sinyal komando dari sinyal

komunikasi.

Sinyal komunikasi yang mempunyai lebar bidang frekuensi 5925 Mhz – 6425 Mhz

setelah diperkuat oleh Low Noise Amplifier (LNA) kemudian dicampur dengan

frekuensi 2225 Mhz yang dihasilkan oleh Local Oscillator (LO) sehingga keluaran mixer

merupakan sinyal yang mempunyai lebar bidang frekuensi antara 3700 Mhz – 4200 Mhz.

Sebelum sinyal tersebut dipancarkan kembali ke bumi, terlebih dahulu diperkuat oleh High

Power Amplifier (HPA) dan dilakukan dalam sebuah Band Pass Filter bersama-sama

dengan sinyal yang berasal dari telemetry transmitter yang berisi antara lain data kondisi

peralatan satelit.

Sedangkan sinyal komando akan diproses oleh Command Receiver, sehingga

49
dapat diditeksi apa isi perintah dari stasiun bumi pengendali utama. Sinyal komando ini

dimaksudkan untuk kegiatan pemeliharaan dan atau perbaikan peralatan satelit, posisi

satelit dan lain sebagainya.

3.2.2 Subsistem pada Satelit

Secara garis besar seluruh peralatan yang ada dalam satelit contohnya satelit palapa

A maupun satelit palapa B dapat dikategorikan sebagai berikut :

• Peralatan komunikasi (Communication Subsystem)

• Peralatan catudaya (Power Subsystem)

• Peralatan Komando dan Telemetry (Command and Telemetry Subsystem)

• Peralatan pengontrol satelit

Hubungan antara subsistem tersebut dapat dilihat pada gambar 3.3

Gambar 3.3 Blok Diagram Subsistem Satelit

50
Sedangkan fungsi serta manfaat dari masing-masing peralatan seperti gambar di

atas adalah sebagai berikut :

a. Peralatan komunikasi

Peralatan komunikasi satelit palapa terdiri dari :

1. Antena yang berfungsi untuk menerima dan memancarkan sinyalsinyal

komunikasi bersama dengan sinyal telemetry dari stasiun bumi dan memancarkan

kembali sinyal komunikasi bersama dengan sinyal telemetry ke Stasiun Bumi.

Antena satelit ada dua jenis yaitu antenna reflector parabola dengan gain

(penguatan) yang tinggi digunakan untuk komunikasi maupun untuk kontrol,

dan pengendali pada saat satelit berada pada posisi tetap di kedudukan yang

telah ditentukan, dan sebuah antena omnidirectional yang ditempatkan

pada ujung atas dari antenna parabola berfungsi untuk pengiriman maupun

penerimaan sinyal komando dan telemetry pada saat satelit belum pada posisi

stasioner. Antena satelit harus diam tak berputar (despun), sedangkan badan

(body) satelit terus menerus berputar (spinning), maka dari itu antena satelit yang

diam dan badan satelit yang berputar dihubungkan dengan peralatan rotary join.

2. Microwave repeater yang berfungsi untuk menerima, memperkuat serta

mentranslasikan sinyal-sinyal dari stasiun bumi, untuk selanjutnya

dipancarkan kembali ke stasiun bumi yang dituju.

b. Peralatan catu daya (Power Subsystem)

Peralatan catu daya dalam suatu satelit terdiri atas sel surya (solar cell) yang

dipasang pada sisi luar badan satelit, battery, bus limiter, battery charge,

reconditioning unit serta peralatan pengontrol. Sel surya sebagai sumber utama untuk catu

51
daya satelit tetapi pada saat terjadi gerhanan dimana bayangan bumi mengenai satelit

(dalam 1 tahun rata-rata terjadi gerhana 2 kali dan lama waktu terjadinya gerhana antara 5

– 72 menit), maka catu daya satelit hanya disangga oleh battery.

c. Peralatan komando dan telemetry

Peralatan komando dan telemetry pada satelit terdiri dari pesawat penerima

komando (Command Receiver) dan pesawat pemancar telemetry (telemetry

Transmitter). Antena bicone (bicone antenna) digunakan pada satelit berada pada

transfer orbit, sedangkan pada saat satelit berada pada posisi orbitnya digunakan antena

grid reflector, bersamaan dengan sinyal komunikasi dan selanjutnya antena

biconedigunakan sebagai back up. Peralatan telemetry berfungsi untuk

memberikan data informasi ke stasiun pengendali tentang status kondisi, posisi dan attitude

(sikap) satelit serta digunakan untuk keperluan ranging tone pada saat satelit berada pada

kedudukan transfer orbit, sebelum mencapai kedudukan stasioner. Peralatan komando

terdiri dari 2 set peralatan yang identik, redundant dan bekerja secara bersamaan untuk

menerima, mendemodulasi serta mendekodekan sinyal-sinyal komando dari bumi untuk

keperluan pemeliharaan dan perbaikan bagian-bagian yang rusak pada satelit.

d. Peralatan kontrol reaksi

Peralatan kontrol reaksi (Reaction Control Subsystem / RCS) berfungsi untuk

memperbaiki/ memelihara posisi satelit pada posisi sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan. Peralatan unit terdiri dari tangki-tangki propellant (Hydrazine), jet-jet

(Hydrazine thruster), propellant filter, pressure transducer serta pengontrol temperatur.

Jet-jet tersebut berfungsi untuk melakukan maneuver(pengaktifan thruster) jika

ada perintah dari MSC dalam rangka memperbaiki posisi satelit.

52
3.2.3 Pembagian Transponder Pada Satelit

Lebar bidang frekuensi yang digunakan dalam sistem komunikasi satelit khusus pada

satelit Palapa generasi A dan B adalah sebesar 500 MHz, yaitu pada arah pancaran dari

stasiun bumi (arah pancaran satelit) adalah 3.700 - 4.200 MHz. Sifat dari gelombang

elektromagnetik adalah mempunyai dua polarisasi yakni polarisasi horizontal yaitu jika

medan listrik dari gelombang elektromagnetik searah dengan perambatannya dan

polarisasi vertical jika medan listriknya tegak lurus dengan arah perambatannya, kedua

polarisasi tersebut dimanfaatkan dalam sistem komunikasi satelit dengan menggunakan

suatu alat pada subsistem antena yang disebut polarizer (alat untuk memilih polarisasi),

sehingga dalam komunikasi satelit mempunyai dua polarisasi.

Lebar bidang frekuensi dalam satu transponder sebesar 40 MHz, maka sesuai

dengan lebar bidang frekuensi yang digunakan pada satelit terdapat 18 transponder

dengan polarisasi vertikal dan 18 transponder dengan polarisasi horizontal dengan

demikian jumlah keseluruhannya ada 36 transponder. Namun demikian dalam operasinya

lebar bidang frekuensi transponder yang digunakan sebesar 36 MHz, 2 MHz disisi kiri

dan kanan dari spektrum lebar bidang frekuensi transponder merupakan frekuensi

gap (guard band frequency) yang dimaksudkan untuk pengamanan agar

tidak terjadi interferensi antar transponder.

53
Gambar 3.4 Pembagian Transponder pada Sistem Komunikasi Satelit

Catatan :

➢ BW tiap XPDR 36 MHz

➢ Guard Band 4 MHz

➢ Beacon 4199.875 MHz (Hor)

➢ Beacon 3701.75 MHz (Ver)

54
SOAL-SOAL

1. Sebutkan jenis-jenis stasiun bumi?

2. Sebutkan dan jelaskan komponen stasiun bumi?

3. Sebutkan bentuk dasar antena yang memenuhi syarat-syarat untuk dipakai di

stasiun bumi serta jenis antenna apa yang paling cocok digunakan di stasiun

bumi?

4. Sebutkan kelebihan dan kelemahan dari Antena paraboloid (Focal Feed)?

5. Jelaskan mengenai OMT (Ortho Mode Transduser)?

6. Sebutkan dan jelaskan peralatan dari RFE (Radio Frequency Equipment)?

7. Sebutkan dan jelaskan secara garis besar seluruh peralatan yang ada dalam satelit?

8. Apakah yang dimaksud dengan guard band frequency ?serta jelaskan

fungsinya?

9. Jelaskan pembagian Transponder pada satelit?

55
BAB IV

PENGHITUNGAN PARAMETER SATELIT

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:

Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pointing Antena Stasiun Bumi, serta dapat

menghitung parameter lain yang dibutuhkan pada sistem komunikasi satelit.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

1. Menghitung sudut Azimuth dan Elevasi

2. Menghitung parameter umum dalam sistem komunikasi satelit

3. Menggunakan satuan transmisi satelit dengan benar

4.1 Pointing Antena

Untuk komunikasi satelit, agar komunikasi berlangsung dengan optimal, antena

stasiun bumi harus benar-benar terarah ke satelitnya. Biasanya harus diketahui sudut-sudut

azimuth dan elevasi stasiun terhadap satelitnya. Dalam mengoptimalkan kinerja dari

sistem komunikasi satelit, antena yang berada di stasiun bumi harus tepat diarahkan pada

satelit yang dituju. Pengarahan antena memperhatikan; sudut azimuth dan elevasi stasiun

terhadap satelit yang dituju.

Sudut elevasi dihitung dari arah horizontal sedang sudut azimuth dihitung dari arah

utara sesuai dengan arah jarum jam. Besarnya harga sudut elevasi dan azimuth tergantung

kepada latitude stasiun bumi dan beda longitude antara titik sub-satelitnya (titik equator

yang persis berada di bawah satelitnya). Biasanya titik sub satelit ini disebut sebagai posisi

parkir satelitnya.

i
4.1.1 Sudut Azimuth dan Elevasi

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa satelit pada orbit

geostasioner tampak relatif tetap bila dilihat dari bumi, oleh karena itu bila stasiun bumi

berada di daerah cakupan satelit, maka dapat saling berkomunikasi dengan cara

mengarahkan antena pengirim atau penerima ke satelit.

Posisi stasiun bumi baik stasiun bumi pemancar ataupun penerima

memegang peranan penting dalam komunikasi satelit, sedangkan satelit hanya berperan

sebagai pengulang (repeater) untuk itu stasiun bumi harus diletakan pada posisi yang

tepat dan berada pada daerah cakupan satelit agar sinyal yang dikirim dapat diterima

satelit dan dipancarkan kembali pada stasiun penerima.

Untuk meletakan s tas iun bu mi p ada pos isi yang tepat ag ar bis a

berkomunikasi dengan satelit, harus diketahui sudut elevasinya sehingga rugi-rugi

yang mungkin terjadi khususnya rugi-rugi pancaran antena dapat diminimalkan

dan daya yang dipancarkan atau yang diterima bisa optimal.

Sudut elevasi (E) adalah sudut yang dihasilkan oleh arah utara sebenarnya dari titik

yang akan kita pasang antena dengan arah vertikal antara satelit dengan antena. Sudut

azimut (A) teoritis berada diantara 0° dan 360°, tergantung dari lokasi stasiun bumi

dengan mengambil titik acuan pada titik subsatelit, sudut azimut didapat:

1. Sebelah Utara Khatulistiwa

Stasiun bumi berada di barat satelit : A = 180° - A’

Stasiun bumi berada di timur satelit : A = 180 + A’

2. Sebelah Selatan Khatulistiwa

Stasiun bumi berada di barat satelit : A = A’

Stasiun bumi berada di timur satelit : A = 360 – A’

57
Dengan A’ adalah sudut positif, untuk menghitung A’:

tan|𝜃𝑠−𝜃1|
𝐴′ = 𝑡𝑎𝑛 −1 ( )
sin 𝜃1

tan|𝑙𝑜𝑛𝑔 𝑆𝐵−𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑎𝑡|
𝐴′ = 𝑡𝑎𝑛 −1 ( ) (4.1)
sin 𝑙𝑎𝑡 𝑆𝐵

Menghitung Sudut Elevasi

Sudut Azimuth dan Elevasi diperlukan untuk membantu mengarahkan posisi

antena stasiun bumi ke arah antena satelit, sehingga tidak terjadi pointing loss. Nilai

sudut elevasi ini akan dicari untuk masing-masing posisi yang memungkinkan untuk

ditempatkanya stasiun bumi. Besarnya sudut elevasi dapat dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut:

1−𝑐𝑜𝑠2 𝜑𝑔𝑐𝑜𝑠2 ∆𝜆
𝑐𝑜𝑠𝜃 = (𝑅𝑒 + ℎ)√ℎ2+2𝑅
𝐸 (𝑅𝐸 +ℎ)(1−𝑐𝑜𝑠𝜑𝐺𝑐𝑜𝑠Δ𝜆

(4.2

Dimana :

h = orbit satelit geostasioner (35786 km)

Re = jari-jari bumi (6378)

cos 𝜑 = selisish longitude stasiun bumi dengan satelit

cos∆ = nilai latitude dari stasiun bumi

cos 𝑙.𝑐𝑜𝑠𝐿−0,151
𝐸 = 𝑡𝑎𝑛 −1 [ ] (4.3)
√1−(𝑐𝑜𝑠𝑙.𝑐𝑜𝑠𝐿)2

Dimana :

l = latitude VSAT (o)

L= longitudinal difference of satellite with VSAT (o)

E = elevation angle of satellite thru’ VSAT (o)

4.2 Parameter-Parameter Siskomsat

4.2.1 Noise

58
Noise secara umum didefenisikan sebagai bentuk signal yang tidak

diinginkan pada sirkuit telekomunikasi. Ada 4 (empat) kategori noise yang perlu kita

ketahui :

4.2.1.1 Thermal Noise

Thermal noise adalah noise yang muncul pada setiap media transmisi dan pada

setiap perangkat telekomunikasi sebagai akibat dari gerakan elektron secara acak.

Noise ini mempunyai sifat menyebar merata ke seluruh band frekuensi. Setiap

komponen pada perangkat dan setiap media transmisi selalu memberikan kontribusi

thermal noise pada sistem, jika bekerja pada temperatur di atas temperatur mutlak.

Besaran noise ini biasanya dinyatakan dalam derajat Kelvin. Karena

penyebarannya merata pada seluruh band frekuensi, maka noise ini dinamakan White

noise. Besarnya thermal noise dirumuskan sebagai berikut:

P n = k . T (W/Hz) (4.4)

Di mana :

K = konstanta boltzman = 1,3803 x 10 –23 J/°K

T = temperatur mutlak = K

Rumus di atas menyatakan bahwa thermal noise berbanding lurus dengan

bandwidth dan temperatur. Pada bandwidth tertentu thermal noise menjadi :

Pn = k . T . B Watt (4.5)

Contoh :

Suatu amplifier mempunyai effective noise temperature 100° K pada bandwidth 10 MHz.

Berapa besarnya thermal noise dari amplifier tersebut ?

Pn = 10 log 1,3803 x 10 –23 + 10 log 100 + 10 log 107

= -228,6 + 20 + 70

= - 138,6 dBw

4.2.1.2 Intermodulation noise

59
Intermodulation noise ditimbulkan oleh intermodulation product. Jika kita

memasukkan 2 frekuensi, f 1 dan f2 pada sebuah komponen non linier, maka pada

output akan terdapat frekuensi spurious. Frekuensi spurious ini dapat muncul di

dalam atau di luar frekuensi perangkat yang bersangkutan.

Second order : f1 ± f2

Third order : f 1 ± 2f 2 ; 2f 1 ± f 2

Fourth order : 2f1 ± 2f2 ; 3f1 ± f2

Misal :

f1 = 100 ; f2 = 101

f 1 + f2 = 201 2f1 – 2f2 =2

f2 – f1 =1 3f1 + f2 = 401

2f 1 + f2 = 301 3f 1 – f2 = 199

2f 1 – f2 = 99 f 1 + 2f2 = 302

2f 1 + 2f2 = 402 f 1 – 2f2 = 102

Intermodulasi muncul jika :

• Level setting salah (level input terlalu tinggi).

• Dengan level input yang tinggi, maka bekerjanya perangkat akan

dikemudikan pada daerah non linier.

• Salah adjustmen sehingga perangkat bekerja pada daerah non linier.

Gambar 4.1 Intermodulation noise

60
Dampak fatal akibat intermodulasi :

• Terjadi crosstalk

• Broken call atau pembicara terputus tiba-tiba

• Penurunan kualitas kanal

• Penurunan SCR

• Gangguan pada transponder yang berdekatan

4.2.1.3 Crosstalk

Crosstalk adalah pengkopelan yang tidak kita inginkan pada jalur signal. 3 macam

penyebab crosstalk, yaitu :

a. Electrical coupling antar media transmisi, contoh : electrical coupling antar

kabel voice.

b. Frekuensi respon yang buruk sebagai akibat rusaknya filter atau disain filter

yang jelek

c. Non linierity pada sistem multi channel (FDM).

Crosstalk ada 2 macam, yaitu :

• Near end crosstalk

• Far end crosstalk

Kedua crosstalk tersebut besarnya harus > 43 dB untuk Long Distance Circuit dan > 58

dB untuk kabel dari langganan ke sentral.

(Ref. CCITT Rec. G 151 D)

4.2.2 Signal to noise ratio (S/N)

Teknisi transmisi lebih sering berurusan dengan signal to noise ratio (S/N)

dibandingkan dengan kriteria lain. S/N adalah perbandingan level signal dengan level

noise yang dinyatakan dalam dB.

𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑤𝑎𝑡𝑡)


𝑆/𝑁 = 10𝑙𝑜𝑔 dB (4.6)
𝑁𝑜𝑖𝑠𝑒 (𝑤𝑎𝑡𝑡)

61
Atau :

S/N (dB) = level signal (dBm) – level noise (dBm) (4.7)

Contoh :

Level noise = 5 dBm ; Level signal 20 dBm

S/N = 20 – 5 = 15 dB (lihat jelas gambar berikut)

Untuk memperbesar S/N dapat dilakukan dengan cara :

• Memperbesar daya signal

• Memperkecil daya derau (noise)

• Memperbesar daya signal sekaligus memperkecil daya derau

Gambar 4.2 Sinyal to Noise

4.2.3 G/T (Figure of Merite)

Gain to Noise Temperatur Ratio (G/T) merupakan ukuran penampilan baik buruknya

(peformance) sistem penerimaan pada suatu SB. Secara matematik G/T dirumuskan

sebagai berikut :

𝐺 𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐴𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎 (𝑑𝐵)


= 𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑆𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 (𝑜) (dB/oK) (4.8)
𝑇

Di mana :

G = penguatan antena Rx

T = temperature sistem (antena / LNA / recevier)

Semakin besar G/T, berarti semakin sensitif dan semakin baik kualitas

62
penerimaannya. Untuk mendapatkan harga G/T yang besar dapat dilakukan dengan

cara :

• Memperbesar penguatan antena

• Menggunakan penerima dengan temeratur derau yang rendah (semakin kecil

temperatur LNA, semakin baik mutu penerimaannya)

4.2.4 EIRP (Effectife Isotropic Radiated Power)

EIRP adalah besarnya daya suatu carrier yang dipancarkan oleh suatu antena,

satuannya dinyatakan dalam dB Watt. Harga EIRP adalah hasil penjumlahan

antara daya keluaran HPA dengan penguatan antena dikurangi dengan redaman IFL

(Interfacility Link). Besarnya EIRP dapat dirumuskan sebagai berikut :

EIRP = P out HPA (dBw) + G antena (dB) – loss IFL (dB) (4.9)

Harga EIRP dapat diperkecil atau diperbesar dengan cara :

• Memperkecil/memperbesar output HPA

• Memperkecil/memperbesar penguatan antena

• Memperpanjang/memperpendek IFL

Contoh perhitungan EIRP :

Output HPA = 30 Watt; Gain antena = 43 dB; Loss IFL = 1,5 dB. Berapakah

besarnya EIRP ?

EIRP = 14,7 dBw + 43 dB – 1,5 dB = 56,2 dBw

4.2.5 Noise figure

Seperti yang diuraikan di atas setiap sirkit pasif dan aktif pada setiap media

trasmisi menyumbangkan noise pada sistem transmisi. Noise figure adalah perbandingan

antara noise yang dihasilkan perangkat dalam kenyataan dibandingkan dengan noise

pada perangkat ideal. Untuk perangkat linier, noise figure (NF) dinyatakan :

63
𝑆/𝑁𝑖𝑛
𝑁𝐹 = 𝑆/𝑁𝑜𝑢𝑡 (4.10)

Dalam dB : NF = S/N in (dB) – S/N out (dB)

Contoh (menghitung S/N in) :

Recevier dengan : NF = 10 dB dan S/N out = 50 dB

NF = S/N in – S/N out

10 = S/N in – 50

S/N in = 60 dB

4.3 Satuan Pengukuran Transmisi

4.3.1 Desibel (dB)

Suatu saluran menyatakan besaran perbandingan logaritnik daya keluar dengan

daya masuk dimana daya tersebut merupakan harga relatif. Dari defenisi tersebut, misalkan

suatu peralatan mempunyai penguatan 2 kali (input = 1 W, output 2 W), bila dinyatakan

dalam dB, maka penguatan tersebut = 3 dB. Harga tersebut didapat dari penurunan rumus

𝑃𝑖𝑛
𝐺𝑎𝑖𝑛 (𝑑𝐵) = 10 log
𝑃𝑜𝑢𝑡

= 10 log 2 /1

= 3,0103 dB

Misalkan suatu peralatan mempunyai redaman 1/1000 kali (input = 1000 W,

output = 1W), bila dinyatakan dalam dB, maka penguatan tersebut = - 30 dB. Harga

tersebut didapat dari penurunan rumus :

𝑃2
𝐺𝑎𝑖𝑛 (𝑑𝐵) = 10 log
𝑃1

= 10 log 1/1000

= -30 dB

64
Karena hasilnya negatif, peralatan tersebuut bukan penguatan, tetapi redaman sebesar 30

dB.

4.3.2 dBm

Satuan harga mutlak suatu perbandingan daya terhadap daya 1 miliwatt yang

dituliskan dengan rumus :

𝑑𝑎𝑦𝑎 (𝑚𝑊)
𝑑𝑎𝑦𝑎 (𝑑𝐵𝑚) = 10𝑙𝑜𝑔 (4.11)
1𝑚𝑊

Contoh :

Suatu amplifier mempunyai penguatan 1 mW, berapa dBm besar penguatan tersebut ?

Daya (dBm) = 1/1 = 0 dBm

Jadi 1 mW = 0 dBm

4.3.3 dBW

Satuan harga mutlak suatu daya terhadap daya 1 Watt

Contoh :

Misal diketahui daya 13 Watt, berapa dBw daya tersebut ? Daya

Daya (dBw) = 10 log 13/1 W

= 11,13 dBw

4.3.4 dBmo

dBmo adalah satuan harga mutlak suatu daya dalam dBm yang mengacu kepada 0

TLP (Zero test level point). 0 TLP setiap titik mempunyai nomial level yang berbeda-

beda dan dinyatakan dalam level dBr (dB referensi) sebagai misal ; nominal level TX VF

= -16 dBr = - 16dB. Hubungan antara dBm, dBm0 dan dBr dapat dinyatakan dalam rumus

sebagai berikut :

dBm = dBm0 + dBr (4.12)

Contoh :

65
- 26 dBm - 16 dBm

Suatu titik pengukuran terukur level –26 dBm, di mana level nominal referensi

dari titik ukur tersebut adalah – 16 dBm, maka harga pengukuran tersebut bila

dinyatakan dalam dBm0 adalah – 10 dBm0 yang artinya level pada titik pengukuran

tersebut 10 dB di bawah nominal level.

4.4 Jarak Pisah Satelit

Meskipun telah diketahui jarak pisah antara satelit Telkom 2 dengan Thaicom

dan posisi derajat masing-masing satelit dalam derajat, namun belum diketahui jarak

sebenarnya antara kedua satelit dalam kilometer. Untuk menentukan jarak tersebut

menggunakan rumus berdasarkan gambar 4.3 berikut ini:

d2 = 2r2 − 2r2 Cos R = 2r2 (1− Cos R) (4.13)

Parameter-parameter di atas didefinisikan dengan:

0 = jarak pisah antara dua buah satelit dilihat dari antena stasiun bumi

R = jarak pisah antara dua buah satelit dilihat dari selisih longitudenya

di = slant range antara stasiun bumi dengan satelit

r = orbit geostasioner yang panjangnya 42164 km

d = jarak pisah antara dua buah satelit dalam km.

Dari rumus di atas maka dapat dicari jarak pisah antara satelit Thaicom dengan

satelit Telkom 2 sebagai berikut:

- Longitude Thaicom 120 °

- Longitude Telkom 2 118°

d2 = 2 x 421642 (1 – cos R)

66
d2 = 2165197,98

d = 1471 km

Hasil perhitungan teknis ini akan selalu berubah-ubah karena satelit akan selalu

bergerak menurut orbitnya sehingga jarak pasti pada suatu waktu akan sangat sulit

ditentukan.

Gambar 4.3 Jarak Pisah Dua Buah Satelit dilihat dari Stasiun Bumi

4.5 Menentukan Daerah Kemiringan (Slant Range) Stasiun Bumi dengan Satelit.

Daerah kemiringan (slant range) antara stasiun bumi dengan satelit adalah

jarak sebenarnya yang diukur dari stasiun bumi ditarik garis lurus menuju posisi satelit di

atas. Nilai slant range menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐷 = √ℎ2 + 2𝑅𝐸 (𝑅𝐸 + ℎ)(1 − 𝑐𝑜𝑠𝜑𝐺 𝑐𝑜𝑠Δ𝜆 (4.14)

Di mana:

h = orbit satelit geostasioner (35786 km)

Re = jari-jari bumi (6378 km)

cos 𝜑 = selisish longitude stasiun bumi dengan satelit

cos ∆ = nilai latitude dari stasiun bumi

Nilai slant range diperlukan untuk menghitung lebih lanjut sudut

67
toposentris antara dua satelit yang dilihat dari stasiun bumi. Nilai slant range yang

dihitung mengarah pada slant range ke satelit Telkom 2 dan slant range ke satelit Thaicom

untuk masing-masing posisi stasiun bumi yang akan diletakkan.

Contoh perhitungan :

Posisi stasiun bumi di kota Bogor:

Latitude: 6,57°

Longitude: 106,75°

Slant Range Thaicom : D2 = √357862 + (2)(6378)(42164)(1 − 𝑐𝑜𝑠13,25𝑐𝑜𝑠6,57)

D = 35978,3 km

Slant Range telkom2 : D2 = √357862 + (2)(6378)(42164)(1 − 𝑐𝑜𝑠11,25𝑐𝑜𝑠6,57)

D = 36033,2 km

4.6 Menentukan Jarak Pisah Satelit Dilihat Dari Stasiun Bumi

Jarak pisah sebesar 2° antara satelit Thaicom dan Telkom 2 merupakan jarak

pisah antara satelit dalam lingkup orbit geostasioner. Sedangkan jarak pisah antara

dua buah satelit tersebut dilihat dari stasiun bumi dicari berdasarkan Gambat 4.3 di atas.

Besarnya nilai jarak pisah kedua satelit (bila dilihat dari stasiun bumi) dengan

koordinat tertentu adalah:

𝑑𝐴 2 +𝑑𝐵2 −2𝑟2 (1−𝑐𝑜𝑠𝛽)


𝜃 = 𝑐𝑜𝑠 −1 [ ] (4.15)
2𝑑𝐴 𝑑𝐵

Keterangan :

θ = jarak pisah antara dua buah satelit dilihat dari antenna stasiun bumi

β = jarak pisah antara dua buah satelit dilihat dari selisih longitudenya

r = orbit geostasioner yang panjangnya 42164 km

d = jarak pisah antara dua buah satelit dalam km

Besarnya nilai sudut toposentris tersebut akan berbeda-beda sesuai dengan

68
posisi stasiun buminya. Sudut Toposentris ini akan berguna untuk menentukan besarnya

side lobe antena yang mengarah ke satelit Thaicom. Untuk daerah yang terdapat dalam

4 kawasan tersebut akan mempunyai nilai yang berbeda yang akan berpengaruh

terhadap nilai interferens terhadap kedua satelit tersebut. Sebagai contoh, di bawah

ini merupakan hasil perhitungan nilai sudut toposentris untuk masing-masing daerah

dalam pembagian seperti di atas:

1) Daerah dalam kawasan Utara Khatulistiwa dan di sebelah barat satelit.

- Nama Kota : Medan

- Slant Range (118) : 36221,67

- Slant Range (120): 36311,51

36221,672 +36311,512 −2165978,98


- Nilai Sudut Toposentris (θ) =
2 𝑥 36221,67 𝑥 35311,51

= 2,32093°

2) Daerah dalam kawasan Utara Khatulistiwa dan di sebelah timur satelit

- Nama Kota : Manado

- Slant Range (120) : 35816,62

- Slant Range (118) : 35843,56

35816,622 +35843,562 −2165978,98


- Nilai Sudut Toposentris (θ) =
2 𝑥 35816,62 𝑥 35843,56

= 2,3532°

3) Daerah dalam kawasan Selatan Khatulistiwa dan di sebelah barat satelit

- Nama Kota : Bogor

- Slant Range (120) : 35978,3

- Slant Range (118) : 36033,2

35978,32 +36033,22 −2165978,98


- Nilai Sudut Toposentris (θ) =
2 𝑥 35978,3 𝑥 36033,2

69
= 2,34048 °

4) Daerah dalam kawasan Selatan Khatulistiwa dan di sebelah timur satelit

- Nama Kota : Ambon

- Slant Range (120) : 35888,4

- Slant Range (118) : 35930,05

35888,42 +35930,052−2165978,98
- Nilai Sudut Toposentris (θ) = = 2,342°
2 𝑥 35888,4 𝑥 35930,05

4.7 Menentukan Gain Antenna

Mencari nilai penguatan (gain) antena dimaksudkan untuk mengetahui

karakterisitik antena yang dipergunakan stasiun bumi sehingga dapat dicari nilai side

lobe-nya. Gain antena dicari dengan menggunakan rumus 4.16 dimana :

Gmax = 10 log η(πDf/c) 2 (4.16)

dengan mengasumsikan nilai η adalah sebesar 0,6 dan frekuensi yang digunakan adalah

frekuensi up link untuk C-Band sebesar 6 Ghz. Parameter diameter antena akan ditentukan

mulai dari antena sebesar 2,4 m sampai dengan antena sebesar 1,7 meter.

- Untuk antena dengan diameter 2,4 maka nilai Gmax akan bernilai:

Gmax = 10 log η(πDf/c) 2

= 10 log 0,6(3,14 x 2,4 x 6x 109 / 3x 108)2

= 41,344 dBi

- Untuk antena dengan diameter 2,2 maka nilai Gmax akan bernilai:

Gmax = 10 log 0,6 (3,14 x 2,2 x 6x 109 / 3x 108)2

= 40,589 dBi

- Untuk antena dengan diameter 2,1 maka nilai Gmax akan bernilai:

Gmax = 10 log 0,6 (3,14 x 2,1 x 6x 109 / 3x 108)2

= 40,185 dBi

70
Tabel 4.1 Nilai Gain Antena berdasarkan Diameter
Diameter Antena Nilai Gmax

1. Antena 2,4 Meter 41,334 dBi

2. Antena 2,2 Meter 40,589 dBi

3. Antena 2,1 Meter 40,185 dBi

4. Antena 2 Meter 39,76 dBi

5. Antena 1,8 Meter 38,846 dBi

6. Antena 1,7 Meter 38,35 dBi

4.8 Menentukan Lebar Berkas (Beamwidth)θ3dB

Lebar berkas suatu antena sering disebut dengan beam widthθ3dB. Harga ini

berarti harga penguatan pada posisi sudut sesuai pengarahan di mana gain akan bernilai

setengah dari nilai maksimumnya. Semakin lebar diameter antenanya maka nilai

θ3dB akan semakin kecil, artinya berkas sinyal yang dipancarkan akan semakin

kohern. Hasil perhitungan besarnya lebar berkas berdasarkan diameter antena adalah

sebagai berikut:

θ3dB = 70(λ/D) = 70(c/fD) (derajat) (4.17)

Nilai θ3dB untuk antena yang berdiameter 2,4 m adalah sebagai berikut:

θ3dB = 70(c/fD)

= 70 (3x 108/ (6x 109)(2,4))

= 1,458°

Tabel 4.2 Nilai Lebar Berkas Antena berdasarkan Diameter


Diameter Antena Nilai θ3dB

2,4 m 1,458°
2.2 m 1,59°
2.1 m 1,67°

71
2m 1,75°
1,8 m 1,94°
1,7 m 2,05°

4.9 Menentukan Besarnya Side Lobe Antena Stasion Bumi

Untuk menentukan besarnya level side lobe antena stasion bumi

digunakan rumus 4.18 dengan asumsi bahwa hasil perhitungan tersebut tidak boleh

melebihi ketentuan dari ITU-T yang mengacu pada rumus 4.19.

G(θ) d Bi = G m a z, d Bi - 12 (θ/θ 3 dB ) 2 (dBi) (4.18)

G = 29 – 25 log θ (4.19)

Besarnya nilai side lobe tersebut tidak boleh melebihi ketentuan dari ITU-T yaitu

sebesar G = 29 – 25 log θ (Rec.ITU-R S.580-5) berlaku untuk nilai sudut

toposentris 0 lebih dari1 °. Sebelumnya terdapat aturan yang lama sebesar G = 32 –

25 log θ (Rec. ITU-R S.580-5) berlaku untuk nilai sudut toposentris θ lebih dari 1°

untuk antena yang terpasang sebelum tahun 1995. Besarnya nilai side lobe dicari pada

setiap posisi stasiun bumi yang akan diletakan sehingga diketahui level

interferens ke satelit Thaicom. Semakin kecil diameter antena yang dipakai maka semakin

besar nilai sidelobe-nya. Fenomena ini harus dihindari supaya tidak menimbulkan

interferens bagi satelit di dekatnya. Salah satu contoh hasil perhitungannya adalah

sebagai berikut:

Posisi Stasiun Bumi : Medan

Sudut Toposentris :

2,32093°

Diameter antena : 2,4 m

G(θ) d Bi = G m a z, d Bi - 12 (θ/θ 3 d B ) 2 (dBi)

72
= 41,334 – 12 ( 2,32093 / 1,458 )2

= 10.936 (dBi)

Jika kita melihat hasil perhitungan sudut toposentris maka terlihat rata-rata nilai

sudut tersebut berkisar pada nilai 2,3°, oleh karena itu jika aturan dari ITU-T diaplikasikan

maka:

G(θ) = 29 – 25 log 2,3°

= 19,96 dBi

Artinya bahwa nilai side lobe maksimal yang diperbolehkan dipasang pada suatu

wilayah menggunakan antena jenis apapun nilainya tidak boleh melebihi 19,96 dBi.

Apabila diperhatikan lebih lanjut pada tabel hasil perhitungan, maka diameter antena 2 m

– 2,4 m aman digunakan karena level side lobenya kecil, sedangkan untuk antena dengan

diameter ≤ 1,9 m akan sangat riskan digunakan karena side lobenya sudah melebihi

ketentuan dari ITU-T. Pada kenyataanya di lapangan antena dengan diameter tersebut di

atas masih banyak digunakan sehingga kemungkinan menginterferensi satelit terdekat

akan sangat besar.

73
SOAL-SOAL

1. Bagaimana mengoptimalkan sistem kerja dari komunikasi satelit?

2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengarahan antena. Jelaskan!

3. Apa perbedaan sudut azimuth dan sudut elevasi?

4. Bagaimana cara menghitung sudut azimuth (A) ?

5. Bagaimana cara menghitung sudut elevasi ?

6. Apakah parameter-parameter siskomsat? Jelaskan.

7. Suatu amplifier mempunyai effective noise temperature 100° K pada bandwidth

10 MHz. Berapa besarnya thermal noise dari amplifier tersebut ?

8. Apakah yang menyebabkan munculnya intermodulasi?

9. Apakah dampak dari adanya intermodulasi?

10. Output HPA = 30 Watt; Gain antena = 43 dB; Loss IFL = 1,5 dB. Berapakah

besarnya EIRP ?

11. Apakah yang dilakukan untuk memperbesar S/N?

12. Diketahui daya 13 Watt, berapa dBw daya tersebut ?

13. Diketahui : - Longitude Thaicom 120 °

- Longitude Telkom 2 118°

- Latitude: 6,57°

- Longitude: 106,75°

Tentukan Slangt Range-nya !

74
BAB V

LINK BUDGET

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:

Mahasiswa dapat menghitung link budget dan merencanakan suatu sistem telekomunikasi.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

1. Mahasiswa dapat menghitung rugi-rugi yang terdapat pada sistem komunikasi satelit.

2. Mahasiswa dapat menghitung daya-daya baik daya pancar maupun daya terima pada

sistem komunikasi satelit.

3. Mahasiswa dapat menghitung parameter-parameter pada lintasan uplink dan downlink.

Pada bab ini akan dibahas mengenai persamaan-persamaan dalam menghitung link

budget dalam suatu komunikasi satelit.

5.1 Untuk Cuaca Cerah

Rugi-rugi untuk kondisi cuaca cerah diberikan oleh persamaan berikut:

[LOSSES] = [FSL] + [RFL] + [AML] + [AA] + [PL] (5.1)

Persamaan daya yang diterima dalam decibel menjadi :

[PR] = [EIRP] + [GR] – [LOSSES] (5.2)

Dimana :

[PR] = Daya yang diterima, dBW

[EIRP] = Equivalent Isotropic Radiated Power, dBW

[FSL] = Free Space Loss, dB

[RFL] = Receiver Feeder Loss, dB

[AML] = Antenna Misalignment Loss, dB

75
[AA] = Atmospheric Absorbtion, dB

[PL] = Polarization Loss, dB

5.2 Thermal Noise

Thermal noise adalah noise yang terjadi pada semua media transmisi dan dalam

semua peralatan komunikasi yang timbul dari pergerakan elektron secara acak. Thermal

noise proporsional terhadap bandwidth dan temperature.

Pn = kT (W/Hz) (5.2)

Dimana : kT = Konstanta Boltzman = 1,3803 . 10-23 J/K

T = Temperature mutlak untuk termal noise (oK)

Pada temperatur ruang, T = 17o C atau 290o K

Pn = 4,00 . 10-21 W/Hz of bandwitdh

= - 204 dBW/Hz

= - 174 dBm/Hz

Untuk sistem dengan bandwidth spesifik (sistem terbatas bandwidth)

Pn = kTB (W) (5.3)

B merujuk kepada apa yang dinamakan noise bandwidth (Hz). Pada 0oK.

Pn = - 228,6 dBW/Hz (5.4)

Untuk sistem dengan bandwidth spesifik :

Pn = -228,6 dBW = 10 log T + 10 log B (5.5)

5.3 Signal to Noise Ratio

Jika signal to Noise Ratio di ekpresikan dalam dB maka dapat dilihat pada gambar

berikut :

76
Gambar 5.1 Signal to Ratio

Signal 1000 Hz mempunyai SNR 10 dB. Level noise adalah 5 dBm dan signal, 15 dBm.

S/NdB = levelsignal(dBm) – levelnoise(dBm) (5.6)

Sistem Noise

Sumber utama noise listrik pada peralatan adalah yang muncul dari gerakan

elektron-elektron secara acak pada berbagai peralatan resistive dan active pada penerima.

Thermal noise juga dibangkitkan dari komponen-komponen antenna yang mengalami

lossy.

Daya noise (noise power) dari sumber noise thermal diberikan oleh:

PN = k TN BN (5.7)

Dimana :

TN = equivalent noise temperature

BN = equivalent noise bandwidth

K adalah konstanta Boltzman (1,38 . 10-23 J/K)

Karakteristik utama noise thermal adalah memiliki flat spektrum frekuensi; sehingga

daya noise (noise power) per unit bandwidth konstan. Noise power per unit bandwidth

disebut kepadatan spectral daya noise atau the noise power spectral density dan

dinotasikan sebagai :
𝑃
𝑁0 = 𝐵𝑁 = 𝑘𝑇𝑁 (5.8)
𝑁

77
Temperatur noise berhubungan secara langsung dengan temperatur fisik. Dari

sumber noise, tetapi tidak selalu sama dengannya.

Contoh :

Sebuah antenna memiliki temperature noise 35 K, dan terhubung dengan penerima yang

memiliki temperature noise 100 K. Hitunglah (a) Noise Power Density dan (b) Daya Noise

untuk bandwidth 36 MHz.

Jawab :

(a) N0 = (35 + 100) x 1,38 x 10-23 = 1,86 x 10-21 J

(b) PN = 1,86 x 36 x 106 = 0,067 pW

5.4 Noise Antena

Noise antena secara umum diklasifikasikan ke dalam dua grup: noise yang berasal

dari rugi-rugi antena (antenna losses) dan sky noise. Sky noise adalah term yang

digunakan untuk menggambarkan radiasi gelombang mikro yang terdapat pada alam

semesta.

5.4.1 Amplifier Noise Temperature

Gambar 5.2 Amplifier Noise

Input Noise energi dari antena adalah :

N0,ant = kTant (5.9)

78
Output noise energy adalah: N0,out = GN0,out ditambah kontribusi yang dihasilkan oleh

amplifier. Semua noise pada amplifier merujuk kepada equivalent input temperatur noise

(equivalent input noise Temperature, T1. Output noise menjadi :

N0,out = Gk(Tant + Te) (5.10)

Total noise pada input :


𝑁0,𝑜𝑢𝑡
𝑁0,𝑖𝑛 = = 𝑘(𝑇𝑎𝑛𝑡 + 𝑇𝑒 ) (5.11)
𝐺

Te bisa didapat dari pengukuran , tipikal nilainya berada pada range 35 sampai 100 K.

5.4.2 Amplifier in Cascade

Koneksi cascade diperlihatkan pada gambar (b). Keseluruhan Gainnya adalah :

G = G1G2 (5.12)

Noise energi amplifier 2 merujuk pada inputnya adalah kTe2. Noise input amplifier 2 dari

stage sebelumnya adalah G1k (Tant+ Te1), dan selanjutnya total noise energi merujuk pada

input amplifier 2 adalah:

N0,2 = G1k(Tant + Te1) + kTe2 (5.13)

Noise energi ini bisa dihubungkan dengan noise energi pada input amplifier 1

dengan membaginya dengan power gain amplifier 1,

N 0, 2 Te 2
N 0,1 = = k (Tant + Te1 + ) (5.14)
G1 G1

Sistem noise temperature sekarang boleh didefinisikan sebagai Ts dengan

N0,1 = kTs (5.15)

Disini dapat terlihat bahwa Ts diberikan oleh:

Te 2 (5.16)
Ts = Tant + Te1 +
G1

Dari hasil ini dapat dikembangkan untuk beberapa stages dalam cascade,

79
Te 2 T
Ts = Tant + Te1 + + e3 (5.17)
G1 G1G2

5.4.3 Noise Factor

Output noise dari amplifier adalah :

N 0,out = FGkT0 (5.18)

G adalah power gain amplifier, F adalah noise factor. Selanjutnya dapat ditulis hubungan:

Gk (T0 + Te ) = FGkT0 (5.19)

Te = ( F − 1)T0 (5.20)

Noise Figure adalah merupakan noise factor F yang diekspresikan dalam decibels:

Noise Figure = [ F ] = 10log F (5.21)

Contoh :

Sebuah LNA terhubung dengan sebuah penerima yang memiliki noise figure 12 dB.

Penguatan antena sebesar 40 dB dan temperatur noise bernilai 120 K. Hitunglah

keseluruhan temperatur noise merujuk pada input LNA.

Jawab :

12 dB is a power ratio of 15.85:1, and therefore

Te 2 = (15.85 − 1)  290 = 4306 K

A gain of 40 dB is a power ratio of 10000:1, and therefore

4306
Tin = 120 + = 120.43 K
10000

5.4.4 Noise Temperature of Absorptive Networks

Jaringan absorptive mengandung elemen-elemen resistive. Disini akan

diperkenalkan rugi-rugi oleh penyerapan energi dari sinyal dan mengkonversikannya

menjadi panas. Peredam resistive, transmission lines, dan gelombang terbimbing

merupakan contoh jaringan-jaringan absorptive. Juga termasuk hujan dapat menyerap

80
energi dari sinyal-sinyal radio yang melewatinya yang dapat dianggap sebagai bentuk

jaringan absorptive. Oleh karena jaringan absorptive mengandung sifat resistif, ia dapat

membangkitkan thermal noise.

Anggap sebuah jaringan absorptive memiliki power loss L dan terhubung dengan

sumber input. Katakanlah sumbernya pada temperature Tx maka noise energinya adalah

kTx. Jaringan “power gain” adalah 1/L dan oleh karenanya kontribusi sumber terhadap

output noisenya adalah kTx/L. Selanjutnya katakanlah TNW,0 merepresentasikan noise

temperature jaringan. Merujuk ke output, jadi kontribusi jaringan terhadap output noisenya

adalah kTNW,0. Total output noise selanjutnya adalah

kTx
N 0,out = + kTNW, 0 (5.22)
L

Mari menginisialkan jaringan pada temperatur Tx yang sama sebagai sumber. Sebab

jaringan terhubung dengan sumber, energy noise pada output diberikan oleh kTx,

selanjutnya:

kTx
kTx = + kTNW,0 (5.23)
L

atau

 1
TNW,0 = Tx 1 −  (5.24)
 L

Noise temperature dari lossy network merujuk pada inputnya,

TNW,i = LTNW,0 = Tx ( L − 1) (5.25)

Jika lossy network harus terjadi pada kondisi temperatur ruangan, yaitu Tx = To, maka

perbandingan persamaan 5.20 dan 5.25 menunjukkan bahwa

F=L

Ini menunjukkan bahwa pada temperatur ruangan, noise factor pada lossy network sama

dengan Power loss nya.

81
5.4.5 Overall System Noise Temperature

Gambar 5.3 Koneksi-Koneksi yang Digunakan untuk Menggambarkan Overall Noise

Temperature System.

Gambar 5.3a diatas memperlihatkan tipikal sistem penerima. Sistem noise

temperature pada input :

( L − 1)T0 L( F − 1)T0
TS = Tant + Te1 + + (5.26)
G1 G1

Contoh :

Untuk system yang ditunjukkan oleh gambar 5.3a, penerima noise figure adalah 12 dB,

rugi kabel 5 dB, penguatan LNA 50 dB, dan noise temperature 100 K. noise temperature

antenna 35 K. Hitunglah noise temperature merujuk pada inputnya.

Jawab :

F = 101.2 = 15.85. For the cable, L = 100.5 = 3.16. For the LNA, G = 105. Hence
(3.16 − 1)  290 3.16  (15.85 − 1)  290
TS = 35 + 100 + +  135 K
105 105

Contoh :

Ulangi perhitungan yang sama pada gambar (a) yang di atur sesuai dengan gambar (b).

Jawab :

3.16  (15.85 − 1)  290


TS = 35 + (3.16 − 1)  290 + 3.16 100 + = 977.54 K
105

82
5.4.6 Carrier to Noise Ratio

Pengukuran performansi dari suatu link satelit adalah CNR pada input penerima, dan

perhitungan link budget sering berhubungan dengan penentuan ratio ini. Secara

konvensional ratio ini sering dinotasikan oleh C/N (CNR) yang mana equivalent dengan

PR/PN.

Dalam bentuk desibel :

C 
 N  = PR  − PN  (5.27)

Persamaan-persamaan di atas bisa digunakan untuk nilai masing-masing pada PR dan PN,

menghasilkan:

C 
 N  = EIRP  + GR  − LOSSES  − k  − TS  − BN  (5.28)

Ratio G/T adalah merupakan parameter kunci dalam menentukan performansi sistem

penerima. Gain antenna GR dan sistem noise temperature TS bisa dikombinasikan dalam

persamaan di atas sebagai :

G / T  = GR  − TS  dBK -1 (5.29)

Selanjutnya persamaan link menjadi :

C  G 
 N  = EIRP  +  T  − LOSSES  − k  − BN  (5.30)

Rasio carrier power terhadap noise power density PR/N0 boleh jadi merupakan

kuantitas yang secara aktual dibutuhkan. Dari PN = kTNBN = N0BN maka kemudian

C   C   C 
 N  =  N B  =  N  − BN  (5.31)
 0 N   0

Dan kemudian

83
 C  C 
  =   + BN  (5.32)
 N0   N 

[C/N] adalah rasio power yang sebenarnya dalam unit decibels, dan BN dalam

decibels relatif terhadap satu hertz, atau dBHz. [C/N 0] dalam dBHz.

C G 
  = EIRP  +   − LOSSES − k  dBHz (5.33)
 N0  T 

Contoh :

Dalam sebuah perhitungan link budget pada 12 GHz, FSL 206 dB, antenna pointing loss 1

dB, dan rugi penyerapan atmosfer 2 dB. Penerima G/T rasio 19.5 dB/K dan rugi-rugi

feeder penerima 1 dB. EIRP 48 dBW. Hitunglah C/No.

Jawab:

Kecepatan data baik jika ditampilkan dalam bentu tabel. Untuk kemudahan, nilai dari

parameter yang ada ditampilkan dalam decilog dan setiap nilai loss diberikan tanda negatif

sesuai pada pers. 5.1. Nilai konstanta diberikan -228.6 decilogs, sehingga –[k]=228.6

decilogs. Masukkan data atau nilai untuk mendapatkan hasil dengan melakukan

penjumlahan terhadap semua nilai parameter. Tabel yang dimaksud seperti dibawah ini :

Quantity Decilogs
Free-space loss -206.00
Atmospheric absorption loss -2.00
Antenna pointing loss -1.00
Receiver feeder losses -1.00
Polarization mismatch loss 0.00
Receiver G/T ratio 19.50
EIRP 48.00
-[k] 228.60
[C/No],Eq.(1.43) 86.10

5.5 Uplink

Uplink memiliki pengertian dimana disatu sisi stasiun bumi memancarkan signal dan

disisi lain satelit menerima signal dari stasiun bumi tersebut. Pers 5.34 bisa diaplikasikan

84
untuk uplink dengan memberikan subscript U untuk menyatakan pengertian uplink.

Persamaan diberikan:

C  G 
  = EIRP U +   − LOSSES U − k  dBHz (5.34)
 N0  U T U

Pada persamaan, nilai-nilai yang digunakan adalah EIRP stasiun bumi, satellite receiver

feeder losses, dan satellite receiver G/T. Free-space loss dan losses lain yang bergantung

frekuensi, juga dihitung untuk frekuensi uplink.

5.5.1 Saturation Flux Density

Flux density yang dibutuhkan pada antena penerima untuk menghasilkan saturasi

dari TWTA (Traveling Wave Tube Amplifier) disebut Saturation Flux Density. Saturation

flux density adalah sebuah kuantitas yang penting dalam perhitungan link budget, dan

dengan mengetahuinya kita dapat menghitung EIRP yang dibutuhkan pada stasiun bumi.

Untuk memperlihatkan ini, kita lihat lagi persamaan berikut:

EIRP
M = (5.35)
4r 2

Dalam desibel :

 M  = EIRP  + 10log 1
(5.36)
4r 2

Untuk Free Space Loss :

2
− FSL = 10log
1
+ 10log (5.37)
4 4r 2

 M  = EIRP  − FSL − 10log 


2

(5.38)
4

λ2/4π menunjukkan dimensi area, yang pada kenyataannya adalah merupakan

effective area dari antena isotropik. Dengan menotasikannya dengan A o memberikan:

A0  = 10log 
2

(5.39)
4

85
A0  = −(21.45 + 20log f ) (5.40)

EIRP  =  M  + A0  + FSL (5.41)

EIRP  =  M  + A0  + FSL + AA + PL + AML (5.42)

EIRP  =  M  + A0  + LOSSES- RFL (5.43)

Persamaan diatas untuk kondisi clear-sky. Dengan nilai-nilai saturasi yang dinotasikan

dengan subscript S, dapat ditulis ulang:

EIRPS U =  S  + A0  + LOSSESU - RFL (5.44)

Contoh :

Pada hubungan uplink yang beroperasi pada 14 GHz, dan flux density yang dibutuhkan

untuk mensaturasikan transponder 120 dB(W/m2). FSL 207 dB, dan rugi-rugi propagasi

lainnya berkisar 2 dB. Hitunglah EIRP stasiun bumi yang dibutuhkan untuk saturasi,

asumsikan kondisi cuaca cerah. Asumsikan RFL diabaikan.

Jawab :

Pada 14 GHz

[A0] = -(21,45 + 20 log 14) = -44,37 dB

Rugi-rugi pada propagasi adalah sebesar = 207 + 2 = 209 dB

[EIRPS]V = -120 - 44,37 + 209 = 44,63 dB.

5.5.2 Input Back-Off

EIRP U = EIRPS U − BOi (5.45)

Carrier to Noise Density diberikan oleh

C  G 
  =  S  + A0  − BO i +   − k  − RFL  (5.46)
 N 0 U  T U

Contoh :

Sebuah hubungan uplink yang beroperasi pada 14 GHz membutuhkan saturation flux

86
density -91.4 dBW/m2 dan input back-off 11 dB. G/T satelit -6.7 dB/K dan RFL berkisar

0.6 dB. Hitunglah C/No.

Jawab :

Quantity Decilog
Saturation flux density -91.4
[Ao] pada 14 GHz -44.4
Input back-off -11.0
Saturasi satelit -6.7
-[k] 228.6
Feeder Loss Penerima -0.6
Total 74.5
Jadi Total C/N pada satelit penerima didapatkan sebesar 74.5 dBHz

5.5.3 The Earth Station HPA

High Power Amplifier dari stasiun bumi mensuplai power, ditambah dengan transmit

feeder losses yang dinotasikan dengan TFL, atau [TFL] dalam dB. Disini termasuk

waveguide, filter, dan rugi-rugi coupler antara output HPA dan antena pancar. Output

power HPA diberikan oleh:

PHPA  = EIRP − GT + TFL (5.47)

Saturasi output power HPA diberikan oleh:

P HPA,sat  = P  + BO 
HPA HPA (5.48)

5.6 Downlink

Downlink memiliki pengertian dimana disatu sisi satelit memancarkan signal dan di

sisi lain stasiun bumi menerima sinyal yang dipancarkan tersebut. Persamaan pada uplink

bisa diaplikasikan untuk downlink, tetapi subscript D akan digunakan untuk menyatakan

downlink. Persamaan menjadi

C  G 
  = EIRP D +   − LOSSESD − k  dBHz (5.49)
 N0  D T D

87
Nilai-nilai yang digunakan pada persamaan di atas adalah EIRP satelit, RFL stasiun

bumi dan penerima G/T stasiun bumi. Free-space dan rugi-rugi lain dihitung untuk

frekuensi downlink. Hasil carrier to noise density ratio dari persamaan di atas adalah yang

muncul pada Detektor penerima stasiun bumi. Selanjutnya dengan mengasumsikan signal

bandwidth B sama dengan noise bandwidth BN:

C  G 
 N  = EIRP D +  T  − LOSSESD − k  − B (5.50)
D D

Contoh :

Sebuah sinyal TV satelit menduduki penuh bandwidth transponder sebesar 36 MHz, dan

harus memberikan rasio C/N pada stasiun bumi tujuan sebesar 22 dB. Katakanlah total

rugi-rugi transmisi adalah 200 dB dan rasio G/T stasiun bumi tujuan 31 dB/K, hitunglah

EIRP satelit yang dibutuhkan.

Jawab :

C  G 
 N  = EIRP D +  T  − LOSSESD − k  − B
D D

Masukkan data-data parameter diatas pada tabel dan ingat bahwa +[k] = -228.6 dB. Dan

nilai Loss sama dengan 200 dB. Sehingga,

Quantity Decilog
[C/N] 22
-[G/T] -31
[LOSSES] 200
[k] -228.6
[B] 75.6
[EIRP] 38
Sehingga didapatkan besar nilai EIRP sebesar 38 dBW atau setara dengan 63 kW

5.6.1 Output Back-off

Jika EIRP satelit untuk kondisi saturasi dilambangkan sebagai [EIRPS]D, maka

[EIRP]D=[EIRPS]D-[BO]o dan persamaan menjadi:

88
C  G 
  = EIRPS D − BO o +   − LOSSESD − k  (5.51)
 N0  D T D

Gambar 5.4 Hubungan antara Input dan Output Back-off untuk Satellit TWTA
[BO]=[BO]o + 5 dB
Contoh :

Parameter-parameter yang sesuai untuk saturasi satelit pada downlink adalah EIRP sebesar

25 dBW; output back-off 6 dB; FSL 196 dB; rugi-rugi downlink lainnya sebesar 1.5 dB;

dan G/T stasiun bumi sebesar 41 dB/K. Hitunglah C/No pada stasiun bumi.

Jawab :

Untuk menghitung nilai uplink lebih baik dihitung dalam bentuk tabel.

Quantity Decilog
EIRP 25.0
Free Space Loss -196.0
Loss lainnya -1.5
Output back-off -6.0
[G/T] Stasiun Bumi 41.0
-[k] 228.6
Total 91.1
Sehingga total C/N pada stasiun bumi dalam satuan dBHz yakni 91.1

5.6.2 Satellite TWTA Output

Output power TWTA diberikan oleh

PTWTA  = EIRP D − GT D + TFLD (5.52)

Bila [PTWTA] diketahui, saturasi output power diberikan oleh

89
PTWTA S = PTWTA  + BOo (5.53)

Contoh :

Sebuah satelit beroperasi pada EIRP 56 dBW dengan output back-off 6 dB. RFL pemancar

berkisar 2 dB, dan penguatan antena 50 dB. Hitunglah output power TWTA, asumsikan

dibutuhkan untuk memberikan saturasi penuh EIRP.

Jawab :

PTWTA  = EIRP D − GT D + TFL D


= 56 - 50 + 2
= 8 dBW
PTWTA S = 8 + 6 = 14 dBW (or 25 W)
5.6.3 Downlink Rain-Fade Margin

Effective noise temperature dari hujan diberikan oleh

 1
TRAIN = Ta 1 −  (5.54)
 A

Dimana

Ta : apparent absorber temperature

A : rain attenuation

Total sky-noise temperature adalah temperature clear-sky ditambah temperature hujan.

Hujan selanjutnya menurunkan [C/No] yang diterima dalam 2 cara:

1. Dengan meredam gelombang carrier

2. Meningkatkan temperature sky-noise

Downlink C/N power ratio berhubungan dengan nilai clear-sky oleh :

N N  T 
  =    A + ( A − 1) a  (5.55)
 C  RAIN  C  CS  TS,CS 

Dimana :

Ts,CS: subscript kondisi clear-sky dan TS,

90
CS: system noise temperature dalam kondisi clear-sky

Contoh :

Dalam kondisi cuaca cerah [C/N] downlink adalah 20 dB, temperatur noise efektif sistem

penerima 400oK. Jika redaman hujan 1.9 dB untuk 0.1% dari waktu, hitunglah nilai jatuh

[C/N] untuk 0.1% dari waktu. Asumsikan Ta = 280oK.

Jawab:

Redaman 1.9 dB sama dengan 1.55:1 rugi daya. Temperatur noise ekuivalen dari hujan

kemudian bisa didapat

TRAIN = 280(1 – 1/1.55) = 99.2oK

Temperatur noise sistem yang baru adalah 400 + 99.2 = 499.2 oK. Decibel mengalami

penambahan pada daya noise yang kemudian didapat [499.2] – [400] = 0.96 dB. Pada

waktu yang sama, carrier (pembawa) berkurang menjadi 1.9 dB dan kemudian [C/N]

dengan redaman hujan 1.9 dB turun menjadi 20 – 1.9 – 0.96 = 17.14 dB. Ini adalah nilai

[C/N] yang turun untuk 0.1% dari waktu yang ditentukan.

5.7 Combined Uplink and Downlink C/N Ratio

Kombinasi noise spectral density to carrier ratio (N/C) diberikan oleh

N0  N0   N0 
=  +  (5.56)
C  C U  C  D

Contoh :

Untuk rangkaian satelit, link rasio carrier to noise spectral density individual adalah:

uplink 100 dBHz; downlink 87 dBHz. Hitunglah rasio kombinasi C/N0.

Jawab :

91
N0
= 10−10 + 10−8.7 = 2.095  10− 9
C
Therefore
C 
  = −10log2.095  10 = 86.79 dBHz
-9

 N0 

5.8 Intermodulation Noise

Intermodulation terjadi dimana sejumlah carrier melewati rangkaian dengan

karakteristik yg non-linier. Dalam sistem komunikasi satelit, biasanya terjadi pada TWTA

pada satelit. Amplitudo dan fasa yang non-linier dapat menyebabkan intermodulasi.

Selanjutnya dapat ditulis:

N0  N0   N0   N0 
=  +  +  (5.57)
C  C U  C  D  C  IM

N N N N


=  +  +  (5.58)
C  C U  C  D  C  IM
Contoh :

Untuk sebuah rangkaian satelit nilai-nilai Carrier to Noise Ratio (C/N) adalah: UL 23 dB,

DL 20 dB, dan intermodulasi 24 dB. Hitunglah keseluruhan CNR dalam desibel.

Jawab :

N
= 10− 2.4N+ = − 2. 3
1010 − 2.+
−2
4 10 − =
+ 10 2.3 0+.0019
10− 2 = 0.0019
C C
Therefore
Sehingga Therefore
C   Clog0.0019

 N  = −10 = 17.2 dB
 N  = −10log0.0019 = 17.2 dB
   

92
SOAL-SOAL

1. Sebuah stasiun bumi A memiliki daya pancar sebesar 50 watt. Antena pada stasiun

bumi tersebut mempunyai penguatan sebesar 70 dB dan beroperasi pada frekuensi 2.5

GHz. Jika jarak antara stasiun bumi ( transmitter dan receiver ) dan satelit adalah 30

km.

• Hitunglah besar EIRP

• Hitunglah daya yang diterima oleh penerima jika gain antena sebesar 80 dB

2. Sebuah antena mempunyai noise temperatur 50 K dan matching dengan reciever yang

memiliki noise temperatur 140 K. Hitunglah

• Noise Power Density (No)

• Noise Power (PN) untuk bandwidth sebesar 50 MHz

3. Sebuah LNA terhubung dengan receiver yang mempunyai noise figure 15 dB. Rugi-

rugi kabel sebesar 7 dB. LNA memiliki penguatan 45 dB dan noise temperatur 18 o C.

Noise temperatur antena 31 K. Hitunglah noise temperature yang terhubung ke input

LNA

4. Uplink sebuah satelit beroperasi pada frekuensi 20 GHz dan membutuhkan fluks

density sebesar -100 dB(W/m2) untuk mensaturasikan transponder. FSL dari sistem

komunikasi ini adalah 150 dB dan rugi-rugi propagasi yang lain sebesar 9 dB.

Hitunglah EIRP yang dibutuhkan untuk saturasi (asumsikan dalam keadaan clear sky )

5. Sebuah satelit TV membutuhkan bandwidth sebesar 45 MHz dan sistem ini harus

menyediakan C/N ratio pada stasiun bumi penerima sebesar 34 dB. Jarak antara

stasiun bumi dan satelit adalah 42 km dan sistem ini beroperasi pada frekuensi 14

GHz. Rasio G/T dari stasiun bumi penerima adalah 28 dB/K. Hitunglah EIRP dari

satelit.

93
6. Hitunglah C/No Ratio dari sebuah sistem komunikasi satelit yang mempunyai noise

spectral density 128 dBHz (uplink) dan 65 dBHz (downlink)

7. Hitunglah CNR dari sebuah satelit yang memiliki noise rasio 23 dB untuk Uplink dan

19 dB untuk Downlink. Intermodulation sebesar 29 dB

94
DAFTAR PUSTAKA

Melinda, Munadi R, dan Irhamsyah M, Studi Perencanaan Link Budget Sistem


Komunikasi Satelit pada Frekuensi KU-Band di Nanggroe Aceh Darussalam, Jurnal
Rekayasa Elektrika, Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh, 2004.

Ekawati Sri, Effendy, dan K. Aries, Sintilasi Ionosfer Ekuator Indonesia Berbasis GPS,
Prosiding Seminar Nasional Fisika, ISBN: 978-979-98010-3-6, 2008.

Susilawati Indah, Teknik Telekomunikasi Dasar Kuliah 9 – Komunikasi Radio,


Universitas Mercu Buana: Yogyakarta, 2009.

Alan RW, Mogiharto Y, Analisis Kinerja OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code)
dengan Rate 1⁄2 dan 3⁄4 menggunakan 4 Antena Modulasi M-QAM Berbasis
Perangkat Lunak, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.

Huck, R. W., and J. W. B. Day. 1979. “Experience in Satellite Broadcasting Applications


with CTS/HERMES.” XIth International TV Symposium, Montreux, 27 May–1 June.

INTELSAT. 1982. “Standard A Performance Characteristics of Earth Stations in the


INTELSAT IV, IVA, and V Systems.” BG-28-72E M/6/77.

Chetty, P. R. K. 1991. Satellite Technology and Its Applications. McGraw-Hill, New York.

Hyndman, J. E. 1991. Hughes HS601 Communications Satellite Bus System Design


Trades. Hughes Aircraft Company, El Segundo, CA.

Johnston, E. C., and J. D. Thompson. 1982. “INTELSAT VI Communications Payload.”


IEE Colloquium on the Global INTELSAT VI Satellite System, Digest No. 1982/76.
pp. 4/1–4/4.

Lilly, C. J. 1990. “INTELSAT’s New Generation.” IEE Review, Vol. 36, No. 3, March. pp.
111–113.

Pilcher, L. S. 1982. “Overall Design of the INTELSAT VI Satellite.” 3rd International


Conference on Satellite Systems for Mobile Communications and Navigation, IEE,
London.

Schwalb, A. 1982a. “The TIROS-N/NOAA-G Satellite Series.” NOAA Technical


Memorandum NESS 95, Washington, DC.

Schwalb, A. 1982b. “Modified Version of the TIROS-N/NOAA A-G Satellite Series


(NOAA E-J): Advanced TIROS N (ATN).” NOAA Technical Memorandum NESS
116, Washington, DC.
Spilker, J. J. 1977. Digital Communications by Satellite. Prentice-Hall, Englewood Cliffs,
NJ.

Wertz, J. R. (ed.). 1984. Spacecraft Attitude Determination and Kontrol. D. Reidel,


Holland.

95
Rana, H. A., J. McCoskey, and W. Check. 1990. “VSAT Technology, Trends, and
Applications.” Proc. IEEE, Vol. 78, No. 7, July, pp. 1087–1095.

Sweeting, M. N. 1992. “UoSAT Microsatellite Missions.” Electron. Commun. Eng. J.,


June, Vol. 4, No. 3, pp. 141–150.

Williamson, M. 1994. “The Growth of Microsats.” IEE Review,May, Vol. 40, No. 3, pp.

117–120.

96
LAMPIRAN

JAWABAN

BAB II

1. 3 Jenis basic orbit, yaitu :

a. Circular Polar Basic

Basic Orbit ini dapat menjangkau ke seluruh permukaan bumi secara merata, oleh

sebab itu orbit ini dipakai untuk setelit-satelit keperluan riset ilmu pengetahuan,

meteorologi / cuaca, militer, navigasi. Namun untuk keperluan komunikasi,

diperlukan sejumlah satelit agar hubungan komunikasi tetap konstan.

b. Elliptical Inclined Orbits

Untuk keperluan komunikasi yang konstan tentunya revolusi dari orbit ini cukup

mengganggu dimana kita dapat berhubungan setiap 12 jam. Oleh karena itu, bentuk

orbits ini unik, dimana sudut inclinasinya membentuk sudut 630 (derajat), dan untuk

sekali putar dibutuhkan 12 jam sama dengan keperluan komunikasi. Untuk

membentuk komunikasi yang kontinu perlu disusun beberapa satelit yang saling

bergantian. Keuntungan dari orbits ini adalah dapat melampaui kutub utara dan kutub

selatan, sehingga orbits ini dipakai oleh sistem komunikasi satelit Soviet.

c. Circular Equitorial Orbits

Bidang orbits ini memotong bidang equator, dan jaraknya dari permukaan bumi

sejauh 35.800 Km. Satelit yang terletak di orbits ini kecepatannya sama dengan

kecepatan bumi, oleh sebab itu orbits ini disebut juga orbits Geostasioner. Karena

satelit pada orbits kecepatannya sama dengan bumi, maka untuk keperluan

komunikasi dapat berlangsung selama 24 jam. Orbits ini banyak dipakai satelit

komunikasi domestik maupun internasional. Untuk sistem INTELSAT, satelitnya

97
berada di orbit ini.

2. Berdasarkan ketinggiannya, orbit dapat dibedakan atas :

a. Low Earth Orbit ( LEO )

Satelit jenis LEO merupakan satelit yang mempunyai ketinggian 320 – 800 km di

atas permukaan bumi. Karena orbit mereka yang sangat dekat dengan bumi, satelit

LEO harus mempunyai kecepatan yang sangat tinggi supaya tidak terlempar ke

atmosfer. Kecepatan edar satelit LEO mencapai 27.359 km/h untuk mengitari bumi

dalam waktu 90 menit. Aplikasi dari satelit jenis LEO ini biasanya dipakai pada

sistem Remote Sensing dan Peramalan Cuaca karena jarak mereka dengan

permukaan bumi yang tidak terlalu jauh. Pada masa sekarang satelit LEO yang

mengorbit digunakan untuk aplikasi komunikasi selular. Karena jarak yang tidak

terlalu jauh dan biaya yang murah, satelit LEO sangat banyak diluncurkan

untuk berbagai macam aplikasi. Akibatnya bahwa jumlah satelit LEO sudah sangat

padat, tercatat sekarang ada 8000 lebih satelit yang mengitari bumi pada orbit LEO.

Berikut adalah keuntungan dan kerugian satelit LEO:

Keuntungan Satelit LEO :

• Delay propagasi lebih kecil dibandingkan satelit MEO dan GEO

• Sudut elevasi lebih besar untuk melihat satelit LEO

• Rugi-rugi redaman propagasi kecil

• Daya terima lebih besar dan frekuensi bisa dipakai ulang

• Mudah dioperasikan dengan daya antena kecil

Kerugian Satelit LEO :

• Jumlah satelit di orbit LEO lebih banyak (50 – 70 satelit)

• Kurang efektif untuk cakupan layanan secara nasional/regional

98
• Cocok untuk trafik/kanal kapasitas kecil

• Perlu biaya (CAPEX) besar karena jumlaha satelitnya banyak

• Perlu biaya operasi dan pemeliharaan (CAPEX) yang besar karena jumlah

satelitnya banyak

• Umur satelit lebih pendek dibandingkan dengan umur satelit MEO dan GEO

b. MEO (Medium Earth Orbit)

Satelit pada orbit ini merupakan satelit yang mempunyai ketinggian di atas

10000 km dengan aplikasi dan jenis yang sama seperti orbit LEO. Namun karena

jarak yang sudah cukup jauh jumlah satelit pada orbit MEO tidaklah sebanyak

satelit pada orbit LEO. Satelit jenis MEO ini mempunyai delay sebesar 60 – 80

ms dengan keuntungan dan kerugian sebagai berikut:

Keuntungan Satelit MEO:

• Latensi dan delay propagasi lebih rendah dibanding dengan satelit GEO

• Sudut pandang ke satelit lebih baik

• Pemakaian ulang untuk frekuensi lebih baik dari satelit GEO

• Jumlah satelit lebih sedikit (8 -16 satelit) diabndingkan satelit LEO

• Biaya OPEC dan CAPEX lebih kecil dibanding satelit LEO

• Umur satelit MEO leih panjang dibandingkan satelit LEO

Kekurangan Satelit MEO:

• Jumlah satelit MEO lebih banyak dibandingkan satelit GEO

• Biaya CAPEX peluncuran lebih mahal dibandingkan dengan satelit GEO

• Antena stasiun bumi lebih mahal dan lebih kompleks

• Hanya coock untuk melayani trafik dengan kanal kapasitas sedang.

c. GEO ( Geostationery Earth Orbit)

Satelit GEO merupakan sebuah satelit yang ditempatkan dalam orbit yang

99
posisinya tetap dengan posisi suatu titik di bumi. Karena mempunyai posisi yang tetap

maka waktu edarnya pun sama dengan waktu rotasi bumi. Posisi orbit satelit GEO

sejajar dengan garis khatulistiwa atau mempunyai titik lintang nol derajat.

Satelit GEO mempunyai jarak sebesar 35786 Km dari permukaan bumi. Pada

satelit dengan orbit GEO inilah yang akan banyak dibahas dan dijadikan sebagai

contoh perhitungan soal. Keuntungan satelit orbit GEO ini salah satunya adalah dalam

mentracking antena pengendalian dari suatu stasiun bumi tidak perlu mengikuti

pergerakan satelit karena satelit tersebut sama periodenya dengan rotasi bumi.

Bandingkan dengan tracking antena pada satelit LEO yang harus mengikuti

pergerakan satelitnya yang tidak sama dengan periode bumi berputar. Kerugian dari

satelit orbit GEO adalah karena jarak yang sangat jauh dari permukaan bumi maka

daya pancar sinyal haruslah tinggi dan sering terjadi delay yang cukup signifikan.

Cakupan satelit GEO pun sebenarnya tidak mencakup semua posisi di permukaan

bumi. Lokasi yang berada di kutub utara dan selatan tidak dapat terjangkau dengan

menggunakan satelit GEO karena foot printnya yang terbatas seperti gambar di

bawah ini. Selengkapnya keuntungan dan kerugian satelit GEO adalah sebagai berikut:

Kelebihan Satelit GEO:

• Stasiun bumi tidak memerlukan alat pelacakan satelit

• Satu satelit dapat melayani cakupan yang luas

• Umur satelit 15-18 tahun

• Perangkat tracking dan switching lebih sederhana

Kekurangan Satelit GEO:

• Delay propagasi 240 ms dalam 1 hop

• Biaya investasi satelit (CAPEX) sekitar IDR 1.25 – 2 Triliun dan

peluncurannya lebih rumit.

100
• Diameter antena stasiun bumi besar sehingga dapat menerima daya yang

besar namun dengan pola pancar sempit pada pemakaian frekuensi ulang

• Sudut pandang ke satelit lebih kecil.

3. Ada posisi dasar orbit, tergantung posisi relatif satelit terhadap bumi :

• Geostasioner (geostationary). Orbit ini juga dikenal sebagai geosynchronous atau

synchronous. Ketinggian orbit ini kira-kira 22.223 mil atau 1/10 jarak ke bulan.

Jalur ini juga dikenal sebagai ”tempat parkir satelit”, sebab begitu banyak satelit,

mulai dari satelit cuaca, satelit komunikasi hingga satelit televisi. Akibatnya, posisi

masing-masing harus tepat agar tidak saling interferensi. Penerbangan Space

Shuttle yang terjadwal, menggunakan yang lebih rendah dikenal dengan

asynchronous orbit, yang berada pada ketinggian rata-rata 400 mil (644 km).

• 70-1.200 mil (asynchronous orbits) : digunakan oleh satelit pengamat, yang

biasanya mengorbit pada 300-600 mil (470-970 km), berfungsi sebagai fotografer.

Misalnya satelit Landsat 7, ia bertugas untuk pemetaan, pergerakan es dan tanah,

situasi lingkungan (semisal menghilangnya hutan hujan tropis), lokasi deposit

mineral hingga masalah pertanian; satelit SAR (search-and-rescue) juga disini,

dengan tugas menyiarkan ulang sinyal-sinyal darurat dari kapal laut atau pesawat

terbang yang dalam bahaya; Teledesic, yaitu satelit yang di-backup sepenuhnya

oleh Bill Gates, memberikan layanan komunikasi broadband (high-speed), dengan

sarana satelit yang mengorbit pada ketinggian rendah (LEO, Low Earth Orbiting).

• 3.000 - 6.000 mil (asynchronous orbits) : digunakan oleh satelit sains, yang

biasanya berada pada ketinggian ini (4.700 - 9.700 km), dimana mereka

mengirimkan data-data ke bumi via sinyal radio telemetri. Satelit ini berfungsi

untuk penelitian tanaman dan hewan, ilmu bumi, seperti memonitor gunung berapi,

101
mengawasi kehidupan liar, astronomi (dengan IAS, infrared astronomy satellite)

dan fisika.

• 6.000 - 12.000 mil (asynchoronous orbits) : satelit GPS menggunakan orbit ini

untuk membantu penentuan posisi yang tepat. Ia bisa digunakan untuk kepentingan

militer maupun ilmu pengetahuan.

• 22.223 mil (geostationary orbits) : digunakan oleh satelit cuaca, satelit televisi,

satelit komunikasi dan telepon.

4. Jenis satelit berdasarkan layanannya :

a. Fixed Services Satellite

Merupakan satelit yang dedesain untuk melayani panggilan telepon, transmisi data

(internet) ataupun untuk TV Broadcasting. Satelit model ini mempunyai daya pancar

yang rendah sekitar 10 – 20 watt per transmit carrier sehingga diperlukan

antena penerima yang mempunyai diameter cukup besar untuk dapat menangkap

frekuensi downlinknya.

b. Direct Broadcast Satelit

Merupakan satelit yang didesain secara khusus untuk melayani aplikasi

broadcasting TV dan Radio sehingga memerlukan daya yang sangat besar. Daya

pada satelit DBS ini berkisar sampai dengan 10 kali lipat daya pada satelit FSS.

Dengan daya yang besar maka user yang ada di Ground Segment dapat menggunakan

antena dengan diameter yang kecil untuk menangkap siarannya.

c. Mobile Satelit Services

Merupakan satelit yang khusus diaplikasikan untuk keperluan telepon

nirkabel. Konsepnya sama dengan telepon selular hanya daerah cakupanya tidak

terbatas pada sel yang bersangkutan saja tapi seluas foot print satelit yang bersangkutan.

Satelit ini menggunakan konfigurasi frekuensi up link dan down link seperti di bawah

102
ini :

• 11,6/1,5 MHz

• 2,1/2.0 MHz

• 2,6/2,5 MHz

• 30/20 MHz

d. Medium Power Satellite

Merupakan satelit yang mempunyai daya sekitar 50 watt. Karena dayanya

berada diantara FSS dan DBS maka penggunaan satelit ini dikhususkan untuk

aplikasi umum dan juga untuk militer.

5. Berdasarkan aplikasinya, satelit terdiri atas :

• Satelit astronomi adalah satelit yang digunakan untuk mengamati planet, galaksi,

dan objek angkasa lainnya yang jauh.

• Satelit komunikasi adalah satelit buatan yang dipasang di angkasa dengan tujuan

telekomunikasi menggunakan radio pada frekuensi gelombang mikro. Kebanyakan

satelit komunikasi menggunakan orbit geosinkron atau orbit geostasioner,

meskipun beberapa tipe terbaru menggunakan satelit pengorbit bumi rendah.

• Satelit pengamat Bumi adalah satelit yang dirancang khusus untuk mengamati

Bumi dari orbit, seperti satelit reconnaissance tetapi ditujukan untuk penggunaan

non-militer seperti pengamatan lingkungan, meteorologi, pembuatan peta, dll.

• Satelit navigasi adalah satelit yang menggunakan sinyal radio yang disalurkan ke

penerima di permukaan tanah untuk menentukan lokasi sebuah titik dipermukaan

bumi. Salah satu satelit navigasi yang sangat populer adalah GPS milik Amerika

Serikat selain itu ada juga Glonass milik Rusia. Bila pandangan antara satelit dan

penerima di tanah tidak ada gangguan, maka dengan sebuah alat penerima sinyal

103
satelit (penerima GPS), bisa diperoleh data posisi di suatu tempat dengan ketelitian

beberapa meter dalam waktu nyata.

• Satelit mata-mata adalah satelit pengamat Bumi atau satelit komunikasi yang

digunakan untuk tujuan militer atau mata-mata.

• Satelit tenaga surya adalah satelit yang diusulkan dibuat di orbit Bumi tinggi yang

menggunakan transmisi tenaga gelombang mikro untuk menyorotkan tenaga surya

kepada antena sangat besar di Bumi yang dapat digunakan untuk menggantikan

sumber tenaga konvensional.

• Stasiun angkasa adalah struktur buatan manusia yang dirancang sebagai tempat

tinggal manusia di luar angkasa. Stasiun luar angkasa dibedakan dengan pesawat

angkasa lainnya oleh ketiadaan populasi pesawat angkasa utama atau fasilitas

pendaratan; Dan kendaraan lain digunakan sebagai transportasi dari dan ke stasiun.

Stasiun angkasa dirancang untuk hidup jangka-menengah di orbit, untuk periode

mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan.

• Satelit cuaca adalah satelit yang digunakan untuk mengamati cuaca dan iklim

Bumi.

• Satelit miniatur adalah satelit yang ringan dan kecil. Klasifikasi baru dibuat untuk

mengkategorikan satelit-satelit ini: satelit mini (500–200 kg), satelit mikro (di

bawah 200 kg), satelit nano (di bawah 10 kg).

6. Dengan metode Spin Stabillized Satellite ini dibagi atas empat kontrol dasar yaitu:

• Spin Axis Atitude Control System

Merupakan bagian yang akan mengontrol pergerakan satelit dari arah atas dan

bawah atau dengan kata lain tinggi satelit dari permukaan bumi dikendalikan

melalui bagian ini.

104
• Orbit Control System

Merupakan bagian yang akan mengontrol pergerakan satelit dari arah barat dan

timur (east – west station keeping) dan simpangan utara- selatan (north – west

station keeping).

• Spin Rate Control System

Merupakan bagian yang akan mengontrol kecepatan putar satelit dalam

bergerak kembali ke posisi yang diinginkan.

• Active Nutation Control

Merupakan bagian yang mendeteksi posisi satelit pada bujur dan lintang yang

diinginkan. Satelit akan mengirimkan sinyal yang mendakan posisi dirinya

setiap beberapa detik sekali lewat active nutation control.

7. Beberapa kejadian yang mengganggu kinerja sebuah satelit adalah sebagai berikut:

a. Sun Outage

Merupakan sebuah kejadian di mana satelit berada di tengah antara bumi dan

matahari. Dengan posisi ini maka satelit akan menghalangi sinar matahari yang

mengarah ke bumi. Atau dengan kata lain bahwa pada posisi sun outage ini jarak satelit

dengan matahari mencapai jarak terdekat. Dengan jarak yang sangat dekat antara satelit

dengan matahari menyebabkan perangkat yang ada di space segment juga akan

mengalami panas yang meningkat drastis, akibatnya akan mengurangi performa atau

kinerja satelit itu sendiri.

b. Gerhana ( Eclipse )

Merupakan sebuah kejadian di mana posisi satelit terhalang oleh posisi bumi

dari sinar matahari. Akibat dari gerhana ini maka catu daya satelit yang

mengandalkan sinar matahari akan terganggu. Satelit akan mendapat catu daya

105
dari baterai selama gerhana berlangsung. Perpindahan catuan dari solar cell ke

baterai terkadang menyebabkan gangguan pada satelit.

BAB III

1. Sebutkan jenis-jenis stasiun bumi?

Jawab :

Stasiun Pengendali Utama, Stasiun Bumi Besar, Stasiun Bumi Sedang, Stasiun Bumi

Kecil, Stasiun Bumi Mini.

2. Sebutkan dan jelaskan komponen stasiun bumi?

106
Jawab :

1. Perangkat RF

a. Antena Parabola

Antena Parabola berfungsi sebagai penguat daya dan mengubah dari gelombang

RF terbimbing menjadi gelombang RF bebas dan sebaliknya.

b. HPA (High Power Amplifier)

HPA merupakan penguat akhir dari sinyal RF sebelum dipancarkan ke satelit

melalui antenna parabola, input dari HPA adalah sinyal RF dari Up converter

dengan daya rendah sehingga dikuatkan oleh HPA sinyal RF tersebut

mempunyai daya yang cukup untuk diberikan ke antena selanjutnya dapat

dipancarkan ke satelit dengan harga EIRP yang telah disyaratkan.

c. LNA (Low Noise Amplifier)

LNA adalah suatu penguat pada arah terima yang berfungsi untuk memperkuat

sinyal yang diterima dari antenna parobola, LNA harus ditempatkan sedekat

mungkin dengan antena, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan G/ T (Gain to

Noise Temperature Ratio) lebih baik.

d. U/C (Up Converter)

Up Converter memiliki beberapa fungsi diantaranya : merubah sinyal

intermediate frekuensi menjadi sinyal radio frekuensi, memberikan penguatan

sinyal RF, melakukan pengaturan frekuensi agar bisa memancar tepat pada

transponder tertentu pada satelit. Sehingga up converter ini dapat dioperasikan

pada transponder yang diinginkan.

e. D/C (Down Converter)

Up Converter memiliki beberapa fungsi diantaranya : merubah sinyal radio

frekuensi menjadi sinyal intermediate frekuensi, memberikan penguatan sinyal

107
IF, melakukan pengaturan frekuensi agar bisa memancar tepat pada transponder

tertentu pada satelit.

2. Modulator dan Demodulator

Perangkat IF berfungsi untuk memodulasi sinyal suara atau data menjadi inyal IF

70 Mhz dan sebaliknya, biasa perangkat ini disebut MODEM (Modulator

Demodulator), adapun jenis-jenis modem tersebut adalah tergantung dari sistem

yang digunakan, sebagai contoh :

o Untuk sistem SCPC : MODEM SCPC.

o Untuk sistem IDR : MODEM IDR

o Untuk sistem VSAT : MODEM VSAT

3. Tail Link

a. ADPCM

ADPCM merupakan salah satu jenis perangkat penggandaan kanal untuk

komunikasi satelit.

b. Echo Canceller

Echo adalah suatu kejadian dalam suatu pembicaraan telepon, dimana suara kita

akan didengar kembali setelah selang beberapa ratus milidetik yang akan

mengganggu/menyulitkan bagi kedua pihak yang sedang berkomunikasi.

3. Sebutkan bentuk dasar antena yang memenuhi syarat-syarat untuk dipakai di

stasiun bumi serta jenis antenna apa yang paling cocok digunakan di stasiun bumi?

Jawab :

a. Antena paraboloid (Focal Feed)

Pemancaran gelombang radio ke ruang bebas dimulai pada titik fokus reflektor

antena.

108
b. Cassegrain antena

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan dari paraboloid antena, dipakai

sistem dengan dua reflektor yang disebut cassegrain antena (menurut nama

William Cassegrain, yang pada tahun 1672 menggunakan konsep dua reflektor

untuk teleskop). Ada dua reflektor yaitu raflektor utama (main reflector)

berbentuk parabola dan reflektor kedua (sub reflektor) berbentuk hiperbola.

c. Horn reflektor

Pada dasarnya, antena ini adalah offset reflektor parabola dengan “horn feed”.

Ujung berimpitan dengan titik api reflektor parabola.

d. Type reflektor bentuk khusus

Untuk mengurangi blockage oleh primary feed dan meninggikan efisiensi,

dibuat feed yang di offset ke samping tetapi bentuk reflektor disesuaikan tidak

lagi betul-betul parabola, agar “cahaya” dari feed tetap terpantul dari reflektor

secara paralel. Dengan cara ini efisiensi dapat ditingkatkan sampai 65%.

e. Antena yagi

Untuk sistem penerimaan sinyal APT dari satelit cuaca digunakan antena Yagi

karena menggunakan frekuensi VHF (136 – 137,5 MHz). Antena Helical juga

sering dipakai.

f. Sistem penjejakan (tracking)

Penjejakan adalah pengarahan antena stasiun bumi agar selalu dapat mengikuti

posisi dari suatu satelit. Khusus untuk stasiun bumi, digunakan penjejakan pasif

dimana pemancar beacon dari satelit dipakai sebagai sumber penjejakan. Ada

beberapa cara penjejakan yang digunakan untuk stasiun bumi, diantaranya

conical scanning dan sistem monopulse.

g. Antena helix

109
Antena helix dapat berbentuk uniform, tapered, variable pitch, envelop, dan lain

sebagainya. Adapun model helix ada yang digunakan sebagai saluran transmisi

(mode transmisi) dan ada yang berfungsi sebagai antena (mode radiasi).

Penggunaan helix sering dilakukan dengan cara disusun dalam suatu array yang

berfungsi untuk menaikkan gain antena.

h. Antena Conical horn

Terbagi atas dua yaitu rectangular horn dan circular horn. Circular horn terdiri

dari exponentially tapered, conical, TEM biconical, TE01 biconical.

i. Antena microstrip ring

Dapat berbentuk square, disk, rectangular, ellipse, pentagon, ring, equilateral

triangle, dan semi disk.

4. Sebutkan kelebihan dan kelemahan dari Antena paraboloid (Focal Feed)?

Jawab :

Kelemahan :

• Mempunyai “sistem noise” yang relatif tinggi terutama pada sudut

elevasi yang tinggi, karena pancaran dari “side lobe” primary feednya

menuju bumi yang “panas”.

• Transmision line antara penerima dan antena menjadi panjang, sehingga

kehilangan/loss yang diakibatkannya besar.

Kelebihan :

Bentuk sangat sederhana. Karena sifat ini, tepat dipakai untuk stasiun bumi

yang transportable dengan G/T yang kecil.

5. Jelaskan mengenai OMT (Ortho Mode Transduser)?

110
Jawab :

OMT (Ortho Mode Transduser) merupakan suatu suplexer yang digunakan untuk

membedakan sinyal kirim dan terima, dimanfaatkan perbedaan frekuens i (6 dan 4

GHz) dan polarisasi. Rangkaian ini biasanya terdiri dari gabungan rangkaian-

rangkaian tapis dan hibrid yang terdiri dari komponen-komponen bumbung

gelombang.

6. Sebutkan dan jelaskan peralatan dari RFE (Radio Frequency Equipment)?

Jawab :

a. LNA (Low Noise Amplifier)

LNA dalam arah penerimaan berfungsi untuk memperkuat sinyal yang sangat

lemah yang diterima dari satelit. Sinyal radio yang diterima dalam daerah

frekuensi 5,925 – 6,425 GHz diperkuat di LNA dengan faktor penguat antara 40

sampai dengan 60 dB baru diteruskan ke unit ODU.

b. Indoor Unit (IDU)

IDU yang berfungsi untuk :

• Mengubah frekuensi IF transmit 70 MHz yang datang dari peralatan

komunikasi VSAT, ke 185 MHz untuk diteruskan ke ODU.

• Mengubah frekuensi IF penerima dengan frekuensi 1040 MHz dari ODU ke

70 MHz untuk diteruskan ke VSAT.

• Membangkitkan frekuensi 10 MHz untuk referensi ke synthesizer di ODU.

• Membangkitkan tegangan DC untuk digunakan di IDU dan ODU.

c. Outdoor Unit

Penguat (Solid State Power Amplifier, SSPA) 10 W ODU berfungsi untuk :

• Mengubah frekuensi pemancaran dari 185 MHz ke 5925 MHz – 6425 MHz,

111
untuk kemudian diperkuat menjadi 10 watt sebelum dipancarkan ke arah

satelit lewat antena parabola.

• Mengubah frekuensi penerimaan dari 3700 MHz sampai 4200 MHz menjadi

Frekuensi IF 1040 MHz sebelum diteruskan ke unit IFM.

Prinsip yang sama juga berlaku untuk VSAT yang berbeda di daerah KU

band.

d. Duplexer

Berfungsi untuk meneruskan sinyal transmit ke horn dan sinyal receive hanya ke

LNA. Duplexer terdiri dari tapis mode (mode-filter) yang berupa bandpass dan

bandreject, yang beroperasi yang berdasarkan perbedaan frekuensi dan polarisasi

serta perta medan (mode) dalam salurannya.

7. Sebutkan dan jelaskan secara garis besar seluruh peralatan yang ada dalam satelit?

Jawab :

Peralatan komunikasi satelit palapa terdiri dari :

1. Antena yang berfungsi untuk menerima dan memancarkan sinyal¬sinyal

komunikasi bersama dengan sinyal telemetry dari stasiun bumi dan

memancarkan kembali sinyal komunikasi bersama dengan sinyal telemetry ke

Stasiun Bumi.

Antena satelit ada dua jenis yaitu antenna reflector parabola dengan gain

(penguatan) yang tinggi digunakan untuk komunikasi maupun untuk kontrol,

dan pengendali pada saat satelit berada pada posisi tetap di kedudukan yang

telah ditentukan, dan sebuah antena omnidirectional yang ditempatkan pada

ujung atas dari antenna parabola berfungsi untuk pengiriman maupun

penerimaan sinyal komando dan telemetry pada saat satelit belum pada posisi

112
stasioner. Antena satelit harus diam tak berputar (despun), sedangkan badan

(body) satelit terus menerus berputar (spinning), maka dari itu antena satelit

yang diam dan badan satelit yang berputar dihubungkan dengan peralatan rotary

join.

Microwave repeater yang berfungsi untuk menerima, memperkuat serta

mentranslasikan sinyal-sinyal dari stasiun bumi, untuk selanjutnya dipancarkan

kembali ke stasiun bumi yang dituju.

2. Peralatan catu daya (Power Subsystem)

Peralatan catu daya dalam suatu satelit terdiri atas sel surya (solar cell) yang

dipasang pada sisi luar badan satelit, battery, bus limiter, battery charge,

reconditioning unit serta peralatan pengontrol. Sel surya sebagai sumber utama

untuk catu daya satelit tetapi pada saat terjadi gerhanan dimana bayangan bumi

mengenai satelit (dalam 1 tahun rata-rata terjadi gerhana 2 kali dan lama waktu

terjadinya gerhana antara 5 – 72 menit), maka catu daya satelit hanya disangga

oleh battery.

3. Peralatan komando dan telemetry

Peralatan komando dan telemetry pada satelit terdiri dari pesawat penerima

komando (Command Receiver) dan pesawat pemancar telemetry (telemetry

Transmitter). Antena bicone (bicone antenna) digunakan pada satelit berada

pada transfer orbit, sedangkan pada saat satelit berada pada posisi orbitnya

digunakan antena grid reflector, bersamaan dengan sinyal komunikasi dan

selanjutnya antena biconedigunakan sebagai back up. Peralatan telemetry

berfungsi untuk memberikan data informasi ke stasiun pengendali tentang status

kondisi, posisi dan attitude (sikap) satelit serta digunakan untuk keperluan

ranging tone pada saat satelit berada pada kedudukan transfer orbit, sebelum

113
mencapai kedudukan stasioner. Peralatan komando terdiri dari 2 set peralatan

yang identik, redundant dan bekerja secara bersamaan untuk menerima,

mendemodulasi serta mendekodekan sinyal-sinyal komando dari bumi untuk

keperluan pemeliharaan dan perbaikan bagian-bagian yang rusak pada satelit.

4. Peralatan kontrol reaksi

Peralatan kontrol reaksi (Reaction Control Subsystem / RCS) berfungsi untuk

memperbaiki/ memelihara posisi satelit pada posisi sesuai dengan spesifikasi

yang telah ditentukan. Peralatan unit terdiri dari tangki-tangki propellant

(Hydrazine), jet-jet (Hydrazine thruster), propellant filter, pressure transducer

serta pengontrol temperatur. Jet-jet tersebut berfungsi untuk melakukan

maneuver(pengaktifan thruster) jika ada perintah dari MSC dalam rangka

memperbaiki posisi satelit.

8. Apakah yang dimaksud dengan guard band frequency? serta jelaskan

fungsinya?

Jawab :

Guard Band Frequency merupakan bidang frekuensi yang berfungsi

sebagai penyekat untuk menghindari terjadinya interferensi antar

trasnfonder

9. Jelaskan pembagian Transponder pada satelit?

Jawab :

Lebar bidang frekuensi dalam satu transponder sebesar 40 MHz, maka sesuai dengan

lebar bidang frekuensi yang digunakan pada satelit terdapat 18 transponder dengan

polarisasi vertikal dan 18 transponder dengan polarisasi horizontal dengan demikian

114
jumlah keseluruhannya ada 36 transponder. Namun demikian dalam operasinya lebar

bidang frekuensi transponder yang digunakan sebesar 36 MHz, 2 MHz disisi kiri dan

kanan dari spektrum lebar bidang frekuensi transponder merupakan frekuensi gap

(guard band frequency).

BAB IV

1. Bagaimana mengoptimalkan sistem kerja dari komunikasi satelit?

115
Jawab :

Dalam mengoptimalkan kinerja dari sistem komunikasi satelit, antena yang berada di

stasiun bumi, baik pemancar (transmitter) dan penerima (receiver) harus tepat

diarahkan pada satelit yang dituju.

2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengarahan antena. Jelaskan!

Jawab :

Hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu sudut elevasi dan sudut azimuth. Sudut elevasi

dihitung dari arah horisontal sedang sudut azimuth dihitung dari arah utara sesuai

dengan arah jarum jam. Besarnya harga sudut elevasi dan azimuth tergantung kepada

latitude stasiun bumi dan beda longitude antara titik sub-satelitnya (titik equator yang

persis berada di bawah satelitnya). Biasanya titik sub satelit ini disebut sebagai posis

parkir satelitnya.

3. Apa perbedaan sudut azimuth dan sudut elevasi?

Jawab :

Sudut elevasi (E) adalah sudut yang dihasilkan oleh arah utara sebenarnya dari titik

yang akan kita pasang antena dengan arah vertikal antara satelit dengan antena. Sudut

azimut (A) teoritis berada diantara 0 dan 360°, tergantung dari lokasi stasiun

bumi dengan mengambil titik acuan pada titik subsatelit.

4. Bagaimana cara menghitung sudut azimuth (A) ?

Jawab :

1. Sebelah Utara Khatulistiwa

Stasiun bumi berada di barat satelit : A = 180° - A’

116
Stasiun bumi berada di timur satelit : A = 180 + A’

2. Sebelah Selatan Khatulistiwa

Stasiun bumi berada di barat satelit : A = A’

Stasiun bumi berada di timur satelit : A = 360 – A’

Dengan A’ adalah sudut positif, untuk menghitung A’:

tan|𝜃𝑠 − 𝜃1|
𝐴′ = 𝑡𝑎𝑛 −1 ( )
sin 𝜃1

tan|𝑙𝑜𝑛𝑔 𝑆𝐵 − 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑎𝑡|
𝐴′ = 𝑡𝑎𝑛 −1 ( )
sin 𝑙𝑎𝑡 𝑆𝐵

5. Bagaimana cara menghitung sudut elevasi ?

Jawab :

1 − 𝑐𝑜𝑠 2 𝜑𝑔 𝑐𝑜𝑠 2 ∆𝜆
𝑐𝑜𝑠𝜃 = (𝑅𝑒 + ℎ)√
ℎ 2 + 2𝑅𝐸 (𝑅𝐸 + ℎ)(1 − 𝑐𝑜𝑠𝜑𝐺 𝑐𝑜𝑠Δ𝜆

Dimana :

h = orbit satelit geostasioner (35786 km)

Re = jari-jari bumi (6378)

cos 𝜑 = selisish longitude stasiun bumi dengan satelit

cos∆ = nilai latitude dari stasiun bumi

cos 𝑙. 𝑐𝑜𝑠𝐿 − 0,151


𝐸 = 𝑡𝑎𝑛 −1 [ ]
√1 − (𝑐𝑜𝑠𝑙. 𝑐𝑜𝑠𝐿)2

Dimana :

l = latitude VSAT (o)

L= longitudinal difference of satellite with VSAT (o)

117
E = elevation angle of satellite thru’ VSAT (o)

6. Apakah parameter-parameter siskomsat? Jelaskan.

Jawab :

1. Noise, bentuk signal yang tidak diinginkan pada sirkuit telekomunikasi. Ada 4

(empat) kategori noise yang perlu kita ketahui :

• Thermal noise

• Intermodulation noise

• Crosstalk

• Impulse noise

2. Signal to noise ratio (S/N), perbandingan level signal dengan level noise

3. Figure of Merite (G/T), ukuran penampilan baik buruknya (peformance) sistem

penerimaan pada suatu SB.

4. EIRP (Effectife Isotropic Radiated Power), besarnya daya suatu carrier yang

dipancarkan oleh suatu antena, satuannya dinyatakan dalam dB Watt.

5. Noise figure, perbandingan antara noise yang dihasilkan perangkat dalam kenyataan

dibandingkan dengan noise pada perangkat ideal.

7. Suatu amplifier mempunyai effective noise temperature 100° K pada bandwidth 10

MHz. Berapa besarnya thermal noise dari amplifier tersebut ?

Jawab :

Pn = 10 log 1,3803 x 10 –23 + 10 log 100 + 10 log 107

= -228,6 + 20 + 70

= - 138,6 dBw

8. Apakah yang menyebabkan munculnya intermodulasi?

118
Jawab :

• Level setting salah (level input terlalu tinggi).

• Dengan level input yang tinggi, maka bekerjanya perangkat akan

dikemudikan pada daerah non linier.

• Salah adjustmen sehingga perangkat bekerja pada daerah non linier.

9. Apakah dampak dari adanya intermodulasi?

Jawab :

• Terjadi crosstalk

• Broken call atau pembicara terputus tiba-tiba

• Penurunan kualitas kanal

• Penurunan SCR

• Gangguan pada transponder yang berdekatan

10. Output HPA = 30 Watt; Gain antena = 43 dB; Loss IFL = 1,5 dB. Berapakah

besarnya EIRP ?

Jawab :

EIRP = 14,7 dBw + 43 dB – 1,5 dB = 56,2 dBw

11. Apakah yang dilakukan untuk memperbesar S/N?

Jawab :

• Memperbesar daya signal

• Memperkecil daya derau (noise)

• Memperbesar daya signal sekaligus memperkecil daya derau

12. Diketahui daya 13 Watt, berapa dBw daya tersebut ?

119
Jawab :

Daya (dBw) = 10 log 13/1 W

= 11,13 dBw

13. Diketahui : - Longitude Thaicom 120 °

- Longitude Telkom 2 118°

- Latitude: 6,57°

- Longitude: 106,75°

Berapa Slatt Range-nya !

Jawab :

Slant Range Thaicom : D2 = √357862 + (2)(6378)(42164)(1 − 𝑐𝑜𝑠13,25𝑐𝑜𝑠6,57)

D = 35978,3 km

Slant Range telkom2 : D2 = √357862 + (2)(6378)(42164)(1 − 𝑐𝑜𝑠11,25𝑐𝑜𝑠6,57)

D = 36033,2 km

120
BAB V

1. Sebuah stasiun bumi A memiliki daya pancar sebesar 50 watt. Antena pada stasiun

bumi tersebut mempunyai penguatan sebesar 70 dB dan beroperasi pada frekuensi 2.5

GHz. Jika jarak antara stasiun bumi ( transmitter dan receiver ) dan satelit adalah 30

km.

• Hitunglah besar EIRP

• Hitunglah daya yang diterima oleh penerima jika gain antena sebesar 80 dB

Jawab :

Pt = 50 watt = 16.9 dBW

Gt = 70 dB

f = 2.5 GHz = 2500 MHz

d = 60 km

Gr = 80 dB

EIRP = Pt + Gt

= 16.9 + 70

= 86.9 dBW

FSL = 32.4 + 20 log f + 20 log d

= 32.4 + 20 log 2500 + 20 log 60

= 135.9 dB

Pr = EIRP + Gr – FSL

= 86.9 + 80 – 135.9

= 31 dBW

2. Sebuah antena mempunyai noise temperatur 50 K dan matching dengan reciever yang

memiliki noise temperatur 140 K. Hitunglah

• Noise Power Density (No)

121
• Noise Power (PN) untuk bandwidth sebesar 50 MHz

Jawab :

k = 1.38. 10-23 J/K

TN = ( 50 + 140 ) K = 190 K

BN = 50 MHz = 5 107 KHz

No = k TN

= 1.38. 10-23 (190)

= 262.2 10-23 J

PN = k TN BN

= No BN

= 262.2 10-23 (5 107)

= 1311. 10-16 W

3. Sebuah LNA terhubung dengan receiver yang mempunyai noise figure 15 dB. Rugi-

rugi kabel sebesar 7 dB. LNA memiliki penguatan 45 dB dan noise temperatur 18 o C.

Noise temperatur antena 31 K. Hitunglah noise temperature yang terhubung ke input

LNA

Jawab :

F = 1015/10 = 31.6

L = 107/10 = 5.01

G = 1045/10 = 104.5

(5.01−1 ) 𝑥 290 (31.6−1 ) 𝑥 290


Ts = 31 + (18+273) + + = 322.3 K
104.5 104.5

4. Uplink sebuah satelit beroperasi pada frekuensi 20 GHz dan membutuhkan fluks

density sebesar -100 dB(W/m2) untuk mensaturasikan transponder. FSL dari sistem

122
komunikasi ini adalah 150 dB dan rugi-rugi propagasi yang lain sebesar 9 dB.

Hitunglah EIRP yang dibutuhkan untuk saturasi ( asumsikan dalam keadaan clear sky

Jawab :

f = 20 GHz

[Ao] = -(21.45 + 20 log 20 ) = -47.47 dB

 S  = 100 dB (W/m2)

Rugi-rugi pada propogasi sebesar = 150 + 9 = 159 dB

EIRP S U =  S  + A0  + LOSSESU


= -100 – 47.47 + 159

= 11.53 dB

5. Sebuah satelit TV membutuhkan bandwidth sebesar 45 MHz dan sistem ini harus

menyediakan C/N ratio pada stasiun bumi penerima sebesar 34 dB. Jarak antara

stasiun bumi dan satelit adalah 42 km dan sistem ini beroperasi pada frekuensi 14

GHz. Rasio G/T dari stasiun bumi penerima adalah 28 dB/K. Hitunglah EIRP dari

satelit.

Jawab :

[C/N] = 34 dB

-[G/T] = -28 dB/K

[LOSSES] = 32.4 + 20 log 14000 + 20 log 42 = 147.78 dB

[k] = -228.6 dB

[B] = 76.5 dBHz

EIRP D =  C  G 
−   + LOSSESD + k  + B
 N D  T D

123
= 34 – 28 + 147.78 – 228.6 + 76.5

= 1.68 dBW

6. Hitunglah C/No Ratio dari sebuah sistem komunikasi satelit yang mempunyai noise

spectral density 128 dBHz (uplink) dan 65 dBHz (downlink)

Jawab :

N0
= 10 −12.8 + 10 −6.5 = 3.16  10 −7
C

C  −7
  = −10log 3.16  10 = 64.9 dBHz
 N0 

7. Hitunglah CNR dari sebuah satelit yang memiliki noise rasio 23 dB untuk Uplink dan

19 dB untuk Downlink. Intermodulation sebesar 29 dB

Jawab :

N
= 10 − 2.3 + 10 −1.9 + 10 − 2.9 = 0.018
C

C 
 N  = −10log 0.018 = 17.44 dB
 

124
LEMBAR KONSULTASI
PEMBUATAN BUKU AJAR TAHUN 2014

Nama Mata Kuliah : Komunikasi Satelit (Kode MK: 323D4102)

Nama Peserta : Dr.Eng. Ir. Zulfajri Basri Hasanuddin, M.Eng

No. Tanggal Materi yang Saran Paraf

Konsultasi dikonsultasikan Perbaikan


Fasilitator Peserta

Makassar,
Fasilitator

(Dr. Sri Suryani, DEA)


NIP. 19580508198312200

125

Anda mungkin juga menyukai