Anda di halaman 1dari 18

MAKNA FILOSOFIS PADA MOTIF BATIK AYAM PUGER SEBAGAI

SIMBOL KEBERANIAN MASYARAKAT BANYUMAS


Demi Terpenehinya Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Seni maka Disusunlah
Makalah Ini
Dosen Pengampuh
Dr. Drs. Hadjar Pamadhi MA.Hons
Dr. Drs. Bambang Prihadi M.Pd.

Oleh :
Ahlis Sofyan Nuswantoro
NIM. 22224251008

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SENI

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023

1
Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................ii
Daftar Gambar.........................................................................................................
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................2
C. Fokus Penelitian............................................................................................2
D. Tujuan Penelitian..........................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
KAJIAN TEORI....................................................................................................3
A. Tinjauan Pustaka...........................................................................................3
B. Penelitian yang Relevan................................................................................6
BAB III....................................................................................................................9
METODE PENELITIAN......................................................................................9
A. Jenis Penelitian..............................................................................................9
B. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................9
C. Subjek Penelitian...........................................................................................9
D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................10
E. Teknik Analisis Data...................................................................................10
BAB IV..................................................................................................................12
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................12
A. Hasil Penelitian...........................................................................................12
BAB V....................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
Daftar Pustaka......................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia, negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku dengan
keberanekaragaman budayanya. Disetiap daerah mengandung ciri khas yang
menjadikan identitas serta masing-masing memiliki keunikannya. Satu dari sekian
banyak kebudayaan yang sudah familiar adalah batik. Motif batik yang tersebar
diberbagai daerah Indonesia mempunyai karakteristik maupun keunikannya
masing-masing, dengan nilai filosofis yang ada pada tiap motif batik mampu
dijadikan sebagai identitas daerah tersebut.

Batik merupakan kain bermotif yang tersusun dari bentuk, warna, garis,
bidang, dan corak. Batik sendiri adalah hasil penorehan malam atau lilin dengan
canting sebagai alatnya pada sehelai kain yang membentuk corak (Handoyo,
2008). Dari berbagai motif yang ada, selain menghadirkan keindahan motif batik
juga memiliki nilai filosofisnya sesuai daerah tempat berkembangnya masing-
masing. Nilai filosofis yang ada pada motif batik diantaranya cerita turun
temurun, pesan pesan terkait nilai luhur yang senantiasa ditanamkan dalam
kehidupan sehari-hari, dan lain sebagainya.

Batik dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda pada tanggal 30


September 2009. Dari waktu panjang yang telah dilewati belum bisa sepenuhnya
membangkitkan kesadaran masyarakat akan pemahaman batik. Banyak
masyarakat yang masih belum mengenal batik di daerahnya yang mana menjadi
identitasnya masing-masing. Batik dikelompokkan menjadi batik pedalaman dan
batik pesisiran. Pada batik pedalaman penggunaan warna cenderung
menggunakan warna kalem, contohnya coklat, putih, biru, dan hitam. Sedangkan
pada batik pesisiran menggunakan warna yang lebih mencolok dan bervariasi
contohnya merah, ungu, kuning, dan hijau.

Daerah Jawa Tengah lebih tepatnya di Kabupaten Banyumas juga memiliki


motif batik khas yang biasanya disebut dengan motif batik Banyumasan. Batik
Banyumasan dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah motif Lumbon,
Jahe Serimpang, Babon Angrem, Serayuan, Pring Sedapur, Gemek Setekem,
Ayam Puger, dan masih ada beberapa motif yang lainnya.

Dari sekian banyak motif yang terdapat pada daerah tersebut, baik masyarakat
Banyumas itu sendiri maupun masyarakat luar daerah masih banyak yang belum
mengenal dengan baik motif-motif identitas dari daerah Banyumas tersebut. Motif
batik Banyumasan diharapkan mampu dikenal dengan luas seperti batik dari
daerah lainnya seperti Yogyakarta, Surakarta, maupun Pekalongan.

Cerita, pesan, atau nilai luhur yang terkandung perlu dipahami dengan baik
serta ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat agar tetap terjaga
eksistensinya. Salah satu motif Banyumasan yaitu motif Ayam Puger memiliki
beberapa nilai filosofis yang mana perlu diperkenalkan kepada masyarakat luas.
Tujuannya agar masyarakat diharapkan mengenal serta lebih memaknai kekayaan
budaya yang dimiliki oleh Indonesia tepatnya daerah Banyumas.

B. Identifikasi Masalah
Dari penjabaran latar belakang yang sudah disampaikan sebelumnya,
kemudian dirumuskan bahwa permasalahan yang ada berupa makna yang
terkandung dari motif Ayam Puger yang berasal dari Banyumas belum banyak
diketahui oleh masyarakat.

C. Fokus Penelitian
Penelitian ini akan berfokus dalam pengkajian makna filosofis yang dimiliki
oleh motif Ayam Puger sebagai simbol keberanian masyarakat Banyumas.

D. Tujuan Penelitian
Rumusan masalah telah disampaikan diatas, maka dapat disampaikan bahwa
tujuan dari penelitian berikut yaitu mengetahui serta mendeskripsikan makna
filosofis yang terkandung dalam motif Ayam Puger sebagai simbol keberanian
masyarakat Banyumas.

2
BAB II

KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Makna Filosofis
Makna bersinggungan dengan konsep maupun pengertian yang ada baik
secara eksternal maupun internal, dalam suatu system isyarat atau tanda,
seperti yang ada pada satuan-satuan bahasa, rambu-rambu yang digunakan
dalam lalu lintas, maupun tanda-tanda lain.
Terdapat beberapa pendapat ahli mengenai definisi filsafat, baik itu dari
filsuf terdahulu maupun filsuf modern. Sebuah pendapat dikemukakan oleh
Aristoteles (Burhanuddin salam, 2005:67) dimana disebutkan dimana filsafat
itu menelaah asas dan sebab semua benda, sedangkan Rene Descartes
(Muhammad mufid, 2009:5) berpendapat bahwa filsafat berperan sebagai
kumpulan dari semua pengetahuan yang mana mengenai alam, Tuhan, dan
manusia menjadi inti penyelidikan.
Immanuel Kant sebagai seorang tokoh filsuf modern menyatakan
pendapatnya bahwa filsafat merupakan pengetahuan terkait pokok pangkal
atau dasar dari segala perbuatan dan pengetahuan, kemudian Bertrand Russel
mengatakan bahwa definisi dari filsafat merupakan usaha untuk menjawab
masalah dengan wujud paling tinggi dengan cara kritis.
Setelah pemaparan pendapat para ahli diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa filsafat merupakan ilmu pengetahuan komprehensif
yangmana usaha dalam memahami persoalan dalam lingkup persoalan
manusia. Makna filosofis mengacu pada signifikansi sesuatu, hal ini
melampaui tingkat permukaan sesuatu dan menggali implikasinya yang lebih
dalam. Pendekatan ini membantu menumbuhkan pemikiran kritis, karena
mendorong individu untuk mempertanyakan asumsi dan mempertimbangkan
perspektif alternatif.
Makna filosofis dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk praktik budaya, karya seni, arsitektur, dan bahasa. Misalnya, studi
tentang praktik budaya dari perspektif filosofis dapat mengungkapkan nilai-
nilai dan keyakinan mendasar yang membentuk masyarakat. Demikian pula,

3
menganalisis sebuah karya dari sudut pandang filosofis dapat mengungkap
pesan dan simbolisme yang tertanam dalam karya tersebut.
2. Nilai Keberanian
Sesuai dengan pendapat Steeman (Eka Darmaputera, 1987:65), nilai
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang memberikan makna atau arti pada
hidup, yang memberikan acuan, titik tolak serta tujuan hidup. Nilai
merupakan sesuatu yang dijunjung dengan tinggi, dapat memberi warna serta
menjiwai Tindakan dari seseorang. Nilai itu lebih dari sebatas keyakinan.
Nilai senantiasa menyangkut pola pikir dan juga tindakan, maka dari itu
terdapat hubungan yang sangat erat diantara nilai dan juga etika.

(Sutarji Adisusilo:2012) Yang didefinisikan sebagai nilai yaitu standar


perbuatan serta sikap yang menentukan siapa diri kita, bagaimana kita dalam
menjalani hidup yang lebih baik, dan juga memperlakukan orang lain secara
lebih baik. Kemudian yang dimaksudkan moralitas yaitu perilaku yang
diyakini oleh banyak orang dimana sebagian benar dan juga sudah terbukti
tidak menyusahkan orang lain, bahkan sebaliknya. Berdasarkan beberapa
pendapat yang sudah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik simpulan
bahwa nilai pada dasarnya adalah standar dari perilaku, ukuran dalam rangka
menentukan kriteria seseorang tentang sesuatu hal baik maupun tidak baik,
indah maupun tidak indah, layak atau tidak layak, adil dan tidak adil.
Sehingga standar tersebut yang nantinya akan memberi warna dalam tingkah
laku seseorang.

Keberanian yaitu suatu istilah yang penggunannya dilakukan untuk


menetapkan jenis sikap maupun perasaan seseorang, mungkin dalam keadaan
berbahaya atau ketakutan yang mungkin ia adalah kekuatan dimana seseorang
mendapatkannya dalam reaksi berani atau tidak berani dalam situasi di mana
rasa bahaya, terancam, takut, maupun panik datang.

Berdasar pada definisi nilai dan juga keberanian diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa nilai keberanian yaitu sebuah ukuran yang mampu
menentukan karakter dari seseorang berkaitan dengan sikap yang diambil

4
pada waktu memberi perlawanan pada rasa takut yang dialami dalam
kehidupannya.

3. Motif Batik Banyumasan


Motif dapat diartikan sebagai pola yang dibuat secara berulang. Sebuah
motif dapat diciptakan dengan cara diulang dalam pola atau desain secara
berkali-kali ataupun hanya sekali muncul dalam sebuah karya. Batik adalah
istilah yang berasal dari bahasa Jawa yangmana merupakan suatu rangkaian
kata "mbat" dengan arti ngembat atau melempar berkali-kali,
kemudian "tik" yang memiliki arti titik. Jadi, kegiatan membatik memiliki
arti melempar titik berkali-kali diatas kain. Selain itu ada yang berpendapat
bahwa kata batik bedasarkan dari kata "amba" yang berarti lebar, atau kain
yang lebar dan kata titik. Artinya batik adalah titik-titik yang dibuat dengan
digambar diatas media kain yang sekian lebar sehingga memberi hasil berupa
pola-pola yang indah dan estetik (Musman dan Arini, 2011).

Banyumasan yaitu kata yang biasa digunakan dalam ungkapan yang


menggambarkan kepemilikan atau suatu hal yang khas dari daerah
Banyumas. Maka dari itu, motif batik Banyumasan merupakan sebuah motif
batik dengan ciri dan karakteristik tertentu yang berkembang di daerah
Banyumas. Salah satu motif khas Banyumas adalah motif Ayam Puger.

4. Semiotika Charles Sanders Pierce

Charles Sanders Pierce terkenal karena teori tandanya. Di dalam lingkup


semiotika, Sanders Pierce sebagaimana yang sudah dipaparkan oleh Letche
(dalam Hoed 2004: 40) dikatakan bahwa secara umum tanda merupakan
sesuatu yang dapat mewakili sesuatu untuk seseorang. Pierce mengemukakan
pendapatnya bahwa tanda itu sendiri adalah contoh yang berasal dari
kepertamaan, yangmana mengacu kepada objeknya yang disebut kekeduaan,
serta penafsiran berupa unsur pengantara merupakan contoh yang berasal dari
keketigaan. Keketigaan tersebut lebih dikenal dengan istilah triadic yang
mana dalam konteks pembentukan tanda mampu membangkitkan semiotika
yang tak terbatas, selama suatu penafsir membaca tanda menjadi tanda bagi
yang lain bisa diterima oleh penafsir lainnya. Untuk Pierce sendiri dalam

5
Noth (Hoed,2001: 143) “nothing is a sign unless it is interpreted as a sign”.
Maka dari itu, suatu tanda mengikutsertakan sebuah proses kognitif ke dalam
kepala seseorang dan juga proses itu dapat terjadi jika telah terdapat
representamen, acuan, dan juga interpretan.

Gambar 1. Skema dari 3 dimensi yang saling terkait


Pierce mengatakan bahwa, “by ‘semiosis’ on the contrary, an action, or
influence, which is or involves, a corporation of three subject such as a sign,
its object, its interpretan, this tri-relative influence not being in any way
resorvable into action between pairs.” Dengan kata lain, sebuah tanda
biasanya memiliki tiga dimensi yang saling berkaitan: representamen (R),
merupakan sesuatu yang dapat dilakukan persepsi (perceptible), kemudian
objek (O) merupakan sesuatu yang mengacu pada hal lain (referetial), serta
sesuatu yang dapat dilakukan interpretasi (I) (interpretable). Hubungan
tersebut dapat berdasar kepada keterkaitan, konvensi, keserupaan, maupun
gabungan dari ketiganya.

B. Penelitian yang Relevan


1. Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce Karya Patung Rajudin
Berjudul Manyeso Diri
Penelitian dengan judul “Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce
Karya Patung Rajudin Berjudul Manyeso Diri” dilaksanakan oleh Mukhsin
Patriansyah pada tahun 2014. Menurut Mukhsin karya seni dapat diartikan
sebagai salah satu fenomena dari bahasa. Maka dari itu karya seni dapat diberi
pandangan sebagai fenomena tanda.

6
Tanda-tanda yang biasanya dipakai di dalam suatu karya seni terlahir dari
olah rasa, proses kontemplasi, dan juga pikiran dari seorang seniman terhadap
lingkungan. Rajudin dalam karya Manyeso Diri berpatokan melalui konsep
langkah dalam menciptakan tanda-tanda kedalam kekaryaan patung. Sebuah
langkah yang baik dapat membantu menentukan keberhasilan kita di masa
depan, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut yang menjadikan pedoman bagi
seorang Rajudin dalam proses melahirkan karyanya yang berjudul Manyeso
Diri. Karya tersebut memiliki hubungan erat dengan latar belakang
kebudayaan Minangkabau. Pernyataan inilah yang diinginkan Rajudin untuk
disampaikan melalui karyanya.
Metode yang digunakan dalam rangka mengetahui makna yang ada di
dalam karya patung Rajudin tersebut adalah metode analisis interpretasi.
berdasarkan kesimpulan dapat diketahui bahwa tanda-tanda yang dihasilkan
mengarah pada upaya Rajudin untuk menyampaikan pesan sosial kepada para
perempuan Minangkabau.
2. Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce pada Sampul Majalah Tempo
Edisi Satu Perkara Seribu Drama
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang berjudul “Analisis Semiotika
Charles Sanders Pierce pada Sampul Majalah Tempo Edisi Satu Perkara
Seribu Drama” penelitian tersebut dilaksanakan oleh Wahyudi Ramlan di
tahun 2019. Penelitian tersebut mempunyai fokus penelitian pada interpretasi
dan juga makna yang terkandung dalam sampul majalah edisi satu perkara
seribu drama. Penelitian tersebut mempunyai tujuan mengetahui penggunaan
representamen, makna dari suatu object, kemudian interpretant dari sampul
majalah tempo edisi satu perkara seribu drama.

Fenomena yang terjadi pada cover majalah tempo edisi satu perkara seribu
drama merupakan sebuah sampul majalah dengan penggambaran kisruhnya
kasus mantan DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi, kasus Setya
Novanto telah menjadi berita hangat dalam media Indonesia, tindakannya
yang menuai kontroversi. Tujuan dilakukannya penelitian berikut adalah untuk
mencari tahu makna representamen, objek, dan juga interpretan yang mana
terdapat dalam sampul majalah tersebut. Dengan begitu, metode yang

7
digunakan yaitu analisis semiotika milik Charles Sanders Peirce. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukan dimana sampul majalah Tempo edisi Satu
Perkara Seribu Drama menjadi penggambaran atas sosok Setya Novanto
dengan masalah kasus korupsinya. Gambar yang ada pada sampul majalah
tersebut menunjukan bagaimana opini masyarakat terhadap Setya Novanto.
Tulisan Satu Perkara Seribu Drama sangat cocok dalam menggambarkan
bagaimana kasus Setya Novanto. Dimana dalam kasusnya seolah merupakan
sebuah drama yang berlarut-larut dan memiliki banyak permasalahan.

3. Semiotika Batik Banyumasan sebagai Bentuk Identitas Buadaya Lokal


Masyarakat Banyumas

Penelitian dengan judul “Semiotika Batik Banyumasan sebagai Bentuk


Identitas Budaya Lokal Masyarakat Banyumas” dilakukan oleh Hana Sarawati,
Ery Iriyanto, dan Hermi Yuliana Putri. Penelitian ini bertujuan mengetahui
bentuk dari motif batik Banyumasan sebagai salah satu bentuk identitas
kearifan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat Banyumas, kemudian
untuk mengetahui makna atau pesan yang terdapat dalam batik Banyumasan
sebagai bentuk identitas dari kearifan budaya lokal masyarakat Banyumas,
selanjutnya yaitu untuk mengetahui nilai filosofis yang terdapat dalam batik
Banyumasan sebagai bentuk identitas dari kearifan budaya lokal masyarakat
Banyumas. Penelitian berikut dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif, kemudian untuk teknik pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara, observasi, serta dokumentasi. Dari penelitian ini
menghasilkan kesimpulan berupa Banyumas mempunyai motif khas batik
Banyumasan yaitu Lumbon, Gemek Setekem, Jahe Serimpang, Babon Angrem,
Sekar Surya, Pring Sedapur, Serayuan, Godhong Kosong, Tirta Teja, Sida
Luhur, Sekar Jagad, Sida Mukti, Ayam Puger, dan Udan Riris. Corak yang ada
mampu dijadikan untuk menggambarkan masyarakat yang menyatu bersama
alam.
Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang pertama dan kedua,
dimana metode pendekatan yang dilakukan menggunakan Semiotika Sanders
Pierce. Sedangkan dengan penelitian yang ketiga memiliki topik atau fokus
penelitian yang sama yaitu menggali bentuk motif batik banyumasan dengan

8
menggunakan semiotika yang mana menjadi suatu identitas dari Masyarakat
Banyumas.

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu dengan
memberikan gambaran sedetail mungkin untuk menjelaskan data dan fakta
yang sudah peneliti peroleh dari lapangan. Rukajat (2018) berpendapat bahwa
karakteristik yang dimiliki oleh penelitian kualitatif yaitu pengungkapan
terhadap makna (meaning) yang menjadi hal esensial, digunakan dalam latar
alami (natural setting) menjadi sumber data langsung sebagaimana peneliti
sendiri yang berlaku menjadi instrumen.

Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan analisis


Semiotika Charles Sanders Pierce. Pendekatan analisis semiotika digunakan
untuk menganalisis tanda-tanda, menemukan makna dari tanda tersebut dan
lain sebagainya. Analisis semiotika pada dasarnya mengkaji bagaimana
kemanusiaan memaknai hal-hal maupun tanda ditengah kehidupan manusia.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah. Daerah
ini termasuk Kawasan produksi batik dan salah satu tempat bertahan dan
berkembangnya motif yang ada. Peneliti menggunakan aplikasi Whatsapp
untuk melakukan komunikasi dengan bapak Sudiyono selaku seniman lokal
sebagai narasumber.

Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada tanggal 3-15 Mei tahun 2023,
pada tanggal 3-8 Mei dilakukan pengumpulan data, kemudian pada tanggal 9-
15 Mei dilakukan pengolahan data hingga penyusunan laporan penelitian.
Data berupa uraian deskriptif tentang motif ayam puger

C. Subjek Penelitian
Penelitian ini memiliki data yang bersumber dari data lisan maupun
tulisan. Perolehan data lisan diperoleh dari masyarakat lokal yang

9
bersinggungan langsung dengan objek penelitian, serta data tulisan diperoleh
melalui dokumen-dokumen yang sebelumnya sudah ada dan berisikan data
tentang objek penelitian.

Ada lima ketentuan atau persyaratan minimal yang digunakan dalam


memilih informan dengan baik, dikatakan bahwa informan yang baik adalah
informan yang terenkulturasi secara penuh dengan kebudayan tersebut,
bersinggungan secara langsung dengan peristiwa atau kebudayaan yang
diteliti, mengetahui secara detail mengenai budaya yang sedang diteliti,
mempunyai cukup waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian, serta informan
yang selalu menggunakan Bahasa mereka untuk menggambarkan berbagai
kejadian atau Tindakan dengan cara yang hampir tanpa analisis mengenai arti
atau signifikansi dari kejadian atau Tindakan tersebut (Spradley, 2007:68).

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik
observasi (pegamatan), wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur, studi dokumentasi dan triangulasi. Studi literatur juga dilakukan
menggunakan buku, jurnal, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian

Penelitian ini menghadirkan beberapa karateristik dimana peneliti berperan


sebagai alat peneliti pertama atau key instrumen dengan melakukan
wawancara sendiri kepada para informan atau narasumber, serta melakukan
pengumpulan data. Selanjutnya mencatat data dengan rinci data yang
berkaitan dengan penelitian. Kemudian melakukan triangulasi terhadap data
yang sudah diperoleh.

E. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif memerlukan konseptualitas yaitu
proses menyusun konsep yang dilakukan sebelum memasuki lapangan. Kemudian
dilanjutkan dengan kategorisasi dan deskripsi dimana hal ini dilakukan pada saat
berada dilapangan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode model
Miles dan Hubermen. Proses pengumpulan data dilakukan 3 kegiatan penting
diantaranya reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), verifikasi
(verification).

10
Didalam penelitian, analisis data dapat diartikan sebagai kegiatan membahas
dan memahami data untuk menemukan makna, tafsiran dan kesimpulan tertentu
dari keseluruhan data dalam penelitian. Analisis data dapat juga diartikan sebagai
proses menyikapi data, menyusun, memilah dan mengolahnya ke dalam sebuah
susunan yang sistematis dan bermakna. Maka dari itu hal yang harus diperhatikan
dalam analisis data yaitu:

a. Pencarian data merupakan proses lapangan dengan persiapan


pralapangan.
b. Setelah mendapatkan hasil penemuan dilapangan, data tersebut ditata
secara sistematis.
c. Menyajikan temuan yang diperoleh dari lapangan.
d. Melakukan pencarian makna secara berulang

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
Data yang sudah diperoleh dengan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi dapat dilihat seperti dibawah ini:

1. Observasi

Observasi yang dilakukan oleh peneliti dilakukan dengan


memperhatikan secara langsung penggunaan motif ayam puger pada kain
yang dikenakan di daerah Banyumas seperti pada saat acara formal,
maupun kegiatan sehari-hari.

2. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan informan atau narasumber yang


berpengalaman dan mengenal dengan baik motif ayam puger, dalam hal
ini yang dimaksudkan adalah tokoh setempat, seniman lokal, dan warga
setempat

3. Dokumentasi

Pada tahapan ini peneliti melakukan analisis dokumen atau data seperti
teks budaya, catatan sejara, jurnal, atau buku-buku yang mengandung
informasi berkaitan dengan motif ayam puger. Ini akan membantu
memperkuat data yang sudah diperoleh melalui Teknik pengumpulan data
yang lainnya, terlebih lagi dalam menganalisis makna serta simbol yang
ada.
B. Pembahasan Penelitian

12
Gambar 2. Motif ayam puger
Batik di Banyumas tercipta karena adanya Kademangan-kademangan atau
Kadipaten atau sekarang disebut dengan Kabupaten di daerah Banyumas.
Kabupaten ini diibaratkan sebagai kerajaan sehingga memunculkan tradisi
membatik dan para pengrajin batik di daerah Banyumas. Hal lain yang
melatarbelakangi terciptanya Batik Banyumas yaitu karena adanya para pengungsi
dari Kerajaan Mataram. Para pengikut Pangeran Diponegoro guna mencukupi
kebutuhan pakaian maka mereka juga membuat batik.

Proses pembuatan batik Banyumasan menggunakan alat yang berupa canting


tulis atau canting cap. Kemudian menggunakan bahan lilin sebagai perintang
warna. Dalam proses mencanting dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada satu sisi
dan kemudian dibalik, hal ini dimaksudkan agar saat pewarnaan lebih mudah dan
tidak berantakan tetap sesuai dengan motif yang ada. Proses pelorodan juga
dilakukan sebanyak dua kali, proses yang dilakukan dalam tahapan pewarnaan
batik tulis dilakukan dengan menggunakan teknik mencolet dan mencelup. Batik
yang memiliki fungsi awal hanya dipergunakan dalam upacara-upacara ritual,
sekarang juga banyak dipergunakan dalam aktivitas yang lainnya dalam
kehidupan sehari-hari. Di masa kejayaan batik Banyumasan yaitu pada sekitar
tahun 70an, fungsinya sebagai identitas dari para raja, artinya bahwa Batik
Banyumasan hanya diperbolehkan dikenakan oleh kaum bangsawan untuk
menjadi simbol status sosial seseorang. Namun pada akhirnya, sekarang semua
golongan masyarakat bisa mempergunakannya. Kajian estetika dalam batik
Banyumasan sangatlah beragam, dapat dilihat berdasarkan motif, bentuk, warna
secara visual maupun nilai filosofis serta pesan yang terkandung di dalamnya.
Batik Banyumasan adalah salah satu motif batik yang mempunyai ciri pola batik
tersendiri yakni tegas dan berukuran besar, dengan ornamen tanaman dan juga
binatang menggunakan warna yang dominan gelap karena mengikuti ciri khas
batik pedalaman. Warna yang biasa digunakan yaitu warna biru weddelan dan
coklat soga dengan dasar kuning yang diproses dengan menggunakan teknik
kerokan, umumnya berlatar atau background hitam. Keindahan Batik
Banyumasan dapat dilihat dari perpaduan warna yang serasi antara bidang, garis
dan juga isian yang beragam.

13
Motif batik Ayam Puger merupakan salah satu motif batik Banyumasan atau
motif batik yang berasal dari Banyumas. Motif batik ayam puger banyumas
mempresentasikan simbol ayam jantan sebagai lambang kekuatan dan keberanian.
Pada motif ini, ayam digambarkan bertarung dengan posisi kaki terangkat, bersiul,
atau mengawasi sekitarnya dengan mata tajam. Ada beberapa interpretasi yang
terkait dengan makna motif batik ayam puger banyumas ini, di antaranya adalah:

1. Simbol kekuatan: Ayam puger banyumas melambangkan kekuatan dan


ketangkasan. Sebagai hewan yang sering digemari untuk adu tarung yang
populer di Indonesia, motif ini juga menggambarkan kepahlawanan dan
kemampuan dalam bertarung.
2. Simbol keberanian: Selain kekuatan, motif ayam puger banyumas juga
menunjukkan keberanian. Ayam jantan dikenal memiliki sifat pemberani dan
tak kenal takut, sehingga motif ini mencerminkan gambaran orang-orang
Banyumas yang gigih dalam menghadapi segala halangan dan tantangan.
3. Simbol keanggunan: Meskipun sering diasosiasikan dengan kekerasan, motif
ayam puger banyumas juga mencerminkan keanggunan. Dalam gerakan
tarungnya yang cepat dan lincah, ayam jantan juga menampilkan keindahan
gerakan dan pose yang unik, yang menjadi inspirasi bagi seniman batik
Banyumas.

Meskipun memiliki makna yang beragam, motif ayam puger banyumas tetap
menjadi salah satu warisan budaya yang kaya dari Indonesia. Motif ini kerap
digunakan dalam berbagai jenis kain batik tradisional, seperti batik tulis, batik
cap, dan batik printing, serta menjadi daya tarik bagi para penggemar batik.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dikaji dan diuraikan seperti penjabaran diatas, dapat dikatakan
bahwa penelitian ini mengungkapkan makna yang ada dibalik motif ayam
puger, dimana terdapat nilai keberanian yang mencerminkan karakteristik atau
sifat yang dimiliki oleh masyarakat Banyumas. Nilai keberanian tersebut dapat
dijadikan sebagai sifat positif yang ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari.

14
B. Saran
Sudah menjadi keharusan bagi manusia untuk memiliki sifat keberanian
dalam segala aspek kehidupan. Keberanian harus senantiasa ditanamkan
dalam berbagai hal atau kepentingan agar lebih mantap ketika mengambil
sebuah keputusan atau melangkah menuju kearah yang lebih baik. Guna
memperkenalkan sekaligus memperkenalkan motif ayam puger, perbanyak
sumber literasi yang berisikan tentang motif tersebut agar tetap Lestari. Baik
dari segi Pendidikan, ekonomi, sosial, dan sebagainya disarankan untuk ikut
serta melestarikan motif ayam puger.

Daftar Pustaka

Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama : Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, 8.

Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005), 67.

Eka Darmaputera, Pancasila: Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis dan Budaya
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 65

Moleong, L. (2010). Metode peneltian. Jakarta: Rineka Cipta.

15
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta : Prenadamedia
Group, 2009), 5.

Musman, Asti dan Arini, Ambar B. 2011. Batik Warisan Adiluhung Nusantara.
Yogyakarta: Gramedia.

Pianalto, Matthew (2012). "Moral Courage and Facing Others". Philosophical


Studies. 20 (2): 165–184

Rahardjo, M. (2010). Jenis dan metode penelitian kualitatif. Tersedia secara online
di: http://mudjiarahardjo. com/materi-kuliah/215-jenis-dan-metode-
penelitian-kualitatif. html [diakses di Yogyakarta, Indonesia: 17 Mei
2023].

Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: CV


Alfabeta.

Sutarji Adisusilo, pembelajaran Nilai-Karakter: Kontruktivisme dan VCT Sebagai


Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), 57

16

Anda mungkin juga menyukai