NIM : E1A021188/Kelas D
Green victimology atau Viktimologi Hijau merupakan suatu kajian baru dalam viktimologi.
Seperti yang kita ketahui pada dasarnya viktimologi terdiri dari viktimologi khusus, viktimologi
umum, dan viktimologi baru.
a) Viktimologi khusus : korban kejahatan sebagai objek
b) Viktimologi umum : tidak hanya korban kejahatan sebagai objek, namun ruang lingkup
objeknya lebih luas, dan berkaitan dengan alam seperti tsunami dan gempa
c) Viktimologi baru : objek adalah korban dr pelanggaran HAM.
World Society of Victimology mengatakan bahwa, "the nature and extent of victimization is
not adequately understood across the world. millions of people throughout the world suffer harm
as a result of crime, the abuse of power, terrorism and other stark misfortunes. their rights and
needs as victims of this harm have not been adequately recognized.” Intinya pendapat ini
merupakan masalah yang mana belum ada hak dan kewajiban korban yang diakui secara memadai.
"...refers to the study the social processes and institutional responses pertaining to victims
of environment crime" (Rob White:2015) yang pada intinya viktimologi mengacu pada proses
sosial dan respon kelembagaan yang berkaitan dengan korban lingkungan. Viktimologi
mengibaratkan lingkungan sebagai korban. Terdapat perbedaan antara green victimology dengan
hukum lingkungan. Jika hukum lingkungan pada saat pengelolaan lingkungan hidup lebih
mengarah kepada melindungi lingkungan hidup dalam rangka untuk kepentingan pemanfaatan
kebutuhan manusia, hal ini menunjukkan adanya perbedaan hukum lingkungan dengan green
victimology. Sebagai contoh adanya larangan pembuangan limbah industri ke sungai atau laut,
misalnya tambang emas dilarang membuang kandungan merkuri masuk ke dalam air dengan
alasan untuk mencegah efek samping pada manusia yg mana melalui hal ini menunjukkan adanya
indikasi melindungi lingkungan hidup dengan mengutamakan kebutuhan manusia.
Green victimology berawal dari terbitnya tulisan Christoper Williams pada tahun 1996
yang mengulas mengenai viktimologi lingkungan (environmental victimology) dan memasukan
kerusakan lingkungan (harm environmental) sebagai kajian viktimologi. Menurut Dr. Angkasa,
S.H., M.Hum., tahun 1996 merupakan the new era of the green victimology. Selama ini dapat
dikatakan kajian viktimologi tidak hanya mencakup masalah manusia atau lingkungan tetapi juga
bencana alam ataupun pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Namun dalam viktimologi baru,
Christoper Williams mengulas tentang viktimologi lingkungan dan memasukkan kerusakan alam.
Kenapa korban lingkungan terabaikan? Terabaikannya kajian kerusakan terhadap
lingkungan antara lain karena dampak yang ditimbulkan tidak seketika namun berlangaung
melalui proses yang sangat lama bahkan sulit terdeteksi. Salah satu terabaikannya yaitu mengenai
dampak timbulnya kejahatan lingkungan karena efeknya tidak serta merta, namun dapat dirasakan
di kemudian hari.
Dalam peristiwa tertentu tekadang pemerintah memilih memaafkan (pelaku perusakan
lingkungan terutama di bidang industri dan ekonomi) karena ada kepentingan yang berkaitan
dengan pertumbuhan ekonomi dan industri negara (buku hal 22-27). Sebagai contoh pemberian
jaminan dalam investasi melebihi 100 tahun yang jika dikaitkan dengan efek dari industri dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan. Negara dalam hal ini mempunyai andil dalam perusakan
lingkungan secara tidak langsung dengan tidak memikirkan efek samping dari limbah industri
terhadap lingkungan hidup, yang lebih diutamakan oleh pemerintah justru keuntungan ekonomi
tanpa mempertimbangkan kemungkinan buruk pada lingkungan. Sebagai contoh yaitu salah aatu
industri di Semarang membuang limbah industri dengan cara menyimpannya di sebuah
penampungan, kemudian saat sedang hujan pintu penampungan dibuka sehingga mengkibatkan
arus air bersih terkontaminasi dengan limbah industri.