Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEJARAH PELAYANAN KEBIDANAN

Mata Kuliah :
Manajemen Kepemimpinan dalam Pelayanan Kebidanan

Dosen Pengajar :
Syamsuryanita, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok II
Kesya Trimardona A1A223080
Titin Sariani Sahid A1A223081
Rahayu A1A223109
Herlina A1A223134
Nurmuhaemi A1A223135

PROGRAM STUDI STRATA I KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah

memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah, dengan judul “Sejarah Pelayanan Kebidanan”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bahwa masih banyak kekurangan

dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun

isi. Oleh sebab itu penulis mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran dari

pembaca, karna tanggapan dari pembaca merupakan motivasi bagi kami dalam

memperbaiki makalah ini.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat

menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk

masyarakat luas. Aamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 16 Oktober 2023

KELOMPOK II

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................................3

D. Manfaat.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................4

A. Sejarah Kebidanan.................................................................................................4

B. Kajian Kolesson Learn terhadap Sejarah Pelayanan Kebidanan di Indonesia.......8

C. Situasi Perempuan pada multiperiode di indonesia..............................................14

D. Rekonstruksi Budaya dan Penguatan Identitas Budaya Setempat........................17

BAB III PENUTUP....................................................................................19

A. Kesimpulan.........................................................................................................19

B. Saran...................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang
khusus mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi.
Dengan demikian, yang menjadi objek ilmu ini ialah kehamilan, persalinan,
nifas, dan bayiyang baru dilahirkan. Kata "obstetri" atau "obstetrix" dalam
bahasa Latin rupanya ada hubungannya dengan kata "obstare", yang berarti
berdiri di sampingnya dalam hal ini di samping wanita yang sedang bersalin.
Akan tetapi, keterangan ini tidak diterima oleh semua pihak. Pendapat lain
menyebutkan bahwa kata aslinya ialah "adstetrix" ymg berani membantu
seseorang yang sedang bersalin (Saifuddin, AB. 2020)
Tenaga yang sejak dulu kala sampai sekarang memegang peran penting
dalam pelayanan kebidanan ialah dukun bayi (nama lain: dukun beranak,
dukun bersalin, dukun peraji) dalam lingkungannya dukun bayi merupakan
tenaga terpercaya dalam segala soal yang bersangkutan dengan reproduksi. Ia
diminta pertimbangannya pada masa kehamilan, mendampingi wanita yang
bersalin sampai persalinan selesai, dan mengurus ibu serta bayinya dalam
masa nifas. Ia menyelenggarakan pula abortus buatan dan kontrasepsi
(Saifuddin, AB. 2020).
Praktik kebidanan modern dimasukkan di Indonesia oleh dokter-dokter
Belanda yang bekerja pada pemerintahan Hindia Belanda atau pada pihak
swasta dalam tahun 1850 dibuka kursus bidan yang pertama yang kemudian
ditutup pada tahun 1873. Pendidikan bidan dimulai lagi pada tahun 1879 dan
sejak itu jumlah sekolah bidan serta jumlah yang lulus sebagai
bidan terus bertambah. Pendidikan dokter secara sangat sederhana dimulai
pada tahun 1815 dengan didirikannya Sekolah dokter jawa titik pendidikan
Ini lambat laun ditingkatkan dan diperluas; ilmu kebidanan yang mula-mula
tidak diajarkan, mulai tahun 1902 dimasukkan dalam kurikulum. Pada tahun
1927 pendidikan mencapai tingkat universitas dengan didirikannya

1
2

Geneeskundige Hoogeschool. Dr. N.J.A.F. Boerma diangkat sebagai guru


besar pertama dan di bawah pimpinannya dimulailah pendidikan pascasarjana
dalam bidang Obstetri dan Ginekologi (Saifuddin, AB. 2020).
Dalam perkembangan pelayanan kebidanan didapatkan bahwa
pelayanan yg adekuat hanya didapatkan oleh sebagian kecil masyarakat.
Hanya mereka yang tinggal di kota-kota dan cukup mampu yang memperoleh
pelayanan sempurna Sedangkan untuk sebagian besar masyarakat terutama
yang tinggal di daerah pedesaan, pelayanan yang adekuat tidak sampai pada
mereka. Keadaan ini melahirkan konsep pusat kesehatan masyarakat
(Community Health Centre) (Saifuddin, AB. 2020).
Penanganan kematian ibu telah dimulai semasa pemerintahan kolonial
Belanda pada awal abad ke-19 titik waktu itu diakui bahwa kematian ibu
merupakan masalah kesehatan yang mendesak dan membutuhkan penanganan
secepatnya dengan cara bertahap. Dukun sebagai penolong persalinan secara
biomedik tidak mempunyai pengetahuan dan bahkan membahayakan titik
mereka berasal dari keluarga dukun atau mendapat panggilan melalui mimpi,
kemudian membantu dukun yang lebih tua dan menambah pengalaman dari
praktik. Dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga terpercaya dalam
semua hal yang bersangkutan dengan kesehatan reproduksi untuk
Ibu dan bayinya (Saifuddin, AB. 2020).
Dalam tahun 1952 telah setelah kemerdekaan Indonesia di tiap
Kabupaten mulai didirikan Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA). Sampai
akhir tahun 1973 telah didirikan 6810 BKIA yang kemudian diintegrasikan ke
dalam Puskesmas. Dalam pertengahan Repelita III (1980-1984) telah
dikembangkan 5000 Puskesmas dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) mulai
didirikan di tiap desa, di bawah binaan dan pengawasan Puskesmas, dengan 5
kegiatan atau meja untuk perawatan anak balita, ibu hamil, dan keluarga
berencana. Posyandu mencerminkan peran serta masyarakat dalam upaya
penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir yang dilakukan
oleh kader kesehatan (Saifuddin, AB. 2020).
3

Tahun 1978 peran dukun masih dominan titik jumlah persalinan oleh
dukun kurang lebih 72,6%. Departemen Kesehatan melalui program
penempatan bidan di desa sebanyak 54.956, dapat meningkatkan cakupan
persalinan dari 52 per send menjadi 64%. Persalinan dukun menurun menjadi
36% tetapi persalinan di rumah ibu hamil masih tinggi (Saifuddin, AB. 2020).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penulisan makalah yaitu bagaimanakah sejarah pelayanan kebidanan ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah
yaitu untuk mengetahui sejarah pelayanan kebidanan.

D. Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai yaitu penulis dan pembaca dapat
memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah pelayanan
kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kebidanan
Pada suatu masa dalam sejarah evolusi manusia di dunia terdapat
kepercayaan di antara semua bangsa bahwa kehidupan manusia serta alam di
sekitarnya dikuasai oleh kekuatan-kekuatan gaib. Kekuatan-kekuatan ini
dapat mempunyai pengaruh baik atau buruk atas keselamatan manusia,
termasuk kesehatannya; Oleh karena itu orang yang sakit serta keluarganya
berupaya dengan berbagai Jalan agar pengaruh yang membahayakan dapat
disingkirkan dari lingkungan orang yang sedang menderita. Dalam hubungan
ini terdapat orang-orang yang oleh masyarakat sekitarnya dianggap lebih
mampu untuk menjadi perantara antara manusia biasa dan kekuatan gaib
mereka yang mempunyai kemahiran demikian itu merupakan golongan yang
disegani dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam masyarakat
(Saifuddin, AB. 2020).
Akan tetapi, di samping adanya kepercayaan yang diuraikan di atas,
manusia dianugerahi pula dengan daya observasi daya berpikir, daya
menghubungkan apa yang dialami dengan apa yang dipikirkan, serta daya
untuk mengumpulkan dan menyimpan pengalaman-pengalaman dalam
ingatannya. Gaya observasi dan daya asosiasi memungkinkan dia untuk
menambah pengetahuannya mengenal anatomi dan fungsi berbagai alat dalam
tubuh manusia titik dengan pengetahuan yang terbatas dan sering salah
tentang anatomi dan fisiologi alat-alat itu, ia dapat menghubungkan berbagai
anatomi dan fisiologi alat-alat itu, ia dapat menghubungkan berbagai penyakit
dengan terganggunya fungsi alat-alat tertentu. Hal itu dipakai sebagai dasar
bagi usaha-usaha untuk menyembuhkan penderita dari penyakit-
penyakit bersangkutan (Saifuddin, AB. 2020).
Dalam sejarah manusia terdapat peradaban-peradaban diantaranya yaitu
peradaban Yunani Romawi India Tiongkok di mana praktik kedokteran sudah
mencapai tingkat yang tinggi titik tanpa mengurangi jasa-jasa orang lain yang

4
5

telah memajukan teori dan praktik kedokteran, perlu disebut nama


Hippocrates yang hidup dari tahun 460 sampai 377 sebelum masehi dan
dianggap sebagai Bapak ilmu kedokteran. Sedang para dokter pria
menjalankan praktik kedokteran terhadap beraneka ragam penyakit,
pertolongan pada wanita-wanita dalam masa kehamilan dan taat persalinan
hampir seluruhnya diserahkan pada wanita-wanita penolong bersalin. Hanya
bilamana timbul kesulitan yang tidak dapat mereka atasi, barulah diminta
bantuan tenaga tenaga pria yang karena kebanyakan diantara mereka tidak
mempunyai pengetahuan dan pengalaman khusus dalam bidang kebidanan
umumnya tidak dapat memberi pertolongan yang sempurna (Saifuddin, AB.
2020).
Wanita-wanita yang memberi pertolongan pada kehamilan dan
persalinan Kecuali mereka yang hidup dalam zaman Yunani dan Romawi
umumnya tidak mempunyai pengetahuan banyak tentang kebidanan titik
mereka memperoleh pengetahuannya dari penolong-penolong bersalin lain
yang menjadi gurunya dan dari apa yang mereka alami dalam praktik sehari-
hari. Kiranya mereka dapat disamakan dengan dukun bayi di negeri kita
(Saifuddin, AB. 2020).
Walaupun para dokter pria pada umumnya tidak melakukan praktik
dalam bidang kebidanan namun diantara mereka terdapat orang-orang yang
menaruh perhatian besar terhadap fisiologi dan patologi kehamilan dan
persalinan termasuk diantaranya Hippocrates, Soranus, Rufus, Galenus,
Celsus, dan lain-lain. Pada umumnya para dokter yang hidup dalam zaman itu
hanya mengulangi apa yang sudah diketahui sebelumnya tanpa banyak
menambah pengetahuan dengan penemuan-penemuan atau pikiran-pikiran
baru, sehingga tidak tampak banyak kemajuan dalam pengetahuan di bidang
kebidanan. Keadaan mulai berubah sesudah bedah mayat menjadi lebih
umum. Pengetahuan tentang anatomi alat-alat dalam tubuh manusia sangat
diperkaya olehnya dan pengetahuan tentang fisiologi menyusun titik dengan
bedah mayat perubahan-perubahan patologi pada berbagai penyakit dapat
pula lebih dikenal. Hal itu lebih memperdalam pengertian tentang berbagai
6

penyakit dan penyempurnaan diagnosis serta pengobatannya diantara ilmu-


ilmu ilmu bedah menunjukkan kemajuan yang pesat (Saifuddin, AB. 2020).
Bersama-sama dengan perkembangan tersebut di atas mulai dari abad
ke-16 para ahli bedah Perancis di bawah pimpinan Ambroise Pare
memberikan banyak Perhatian Kepada kesulitan-kesulitan dalam persalinan
yang memerlukan Penyesuaian dengan jalan pembedahan. Berkat usaha
mereka ilmu kebidanan khususnya bagian pembedahannya menjadi cabang
ilmu bedah lambat laun, dengan lebih mendalamnya pengetahuan tentang
panggul, tentang anatomi dan fisiologi alat-alat kandungan, tentang fisiologi
serta patologi sebagai ilmu persalinan ilmu kebidanan berhasil mencapai
kedudukan sebagai ilmu tersendiri dalam rangka ilmu-ilmu kedokteran
lainnya. Hal itu menyebabkan meningkatnya minat banyak dokter untuk
khusus mencurahkan pikiran dan tenaganya dalam perkembangan teori dan
praktik kebidanan (Saifuddin, AB. 2020).
Sementara itu dirasakan keperluan untuk menyempurnakan pendidikan
para wanita yang memberi pertolongan dalam persalinan, dalam tahun 1513
Eucharius Roeslin menerbitkan buku pelajaran tentang penolong bersalin
yang berjudul "Der Schwangern Fraue und Hebammen Rosengarten".
Walaupun buku ini tidak menyiarkan hal-hal baru, Namun artinya terletak
dalam hal bahwa untuk pertama kali ilmu kebidanan tidak ditulis dalam
bahasa Latin melainkan dalam bahasa nasional. Sekolah bidan pertama yang
memberi pelajaran teratur dibuka pada tahun 1598 di Munchener
Gebaranstalt, yang kemudian diikuti oleh sekolah bidan lain. Yang terkenal
ialah sekolah di Hotel Dieu di Paris dan Gebdranstalt des Burgerspitals di
Starssburg. Sekolah yang terakhir ini menjadi contoh sekolah-sekolah bidan
di Jerman titik sekarang sekolah-sekolah bidan ditemukan di
seluruh pelosok dunia (Saifuddin, AB. 2020).
Perkembangan baru yang berdasar atas kemajuan pengetahuan dalam
fisiologi dan patologi ilmu kebidanan, dimulai dalam abad ke-19 dan
berlangsung terus dalam abad sekarang. Perkembangan ini menekankan hal
prevensi dalam kebidanan titik lambat laun meluas kesadaran bahwa banyak
7

penyakit dan kelainan dalam masa hamil persalinan dan nifas dapat dicegah
atau dapat diketahui lebih tinggi sehingga dapat diusahakan menghindarkan
akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkannya (Saifuddin, AB. 2020).
Walaupun dalam buku-buku yang diterbitkan sebelumnya soal-soal
bersangkutan dengan penyakit-penyakit dalam masa hamil sudah disebut
secara sepintas lalu namun buku pertama yang khusus membahas penanganan
wanita hamil ditulis dalam tahun 1837 oleh Thomas. Pinard dalam tahun
1878 menulis pula tentang bahaya kelainan letak janin dalam uterus dan
menganjurkan pemeriksaan wanita hamil untuk mengetahui letak janin dalam
kandungan titik selanjutnya dalam tahun 1895 beliau memberitahukan
tentang adanya rumah di Paris untuk merawat wanita hamil yang terlantar dan
menerangkan bahwa bayi-bayi yang dilahirkan oleh wanita-wanita ini
umumnya lebih besar dan sehat daripada bayi wanita-wanita yang bekerja
terus sampai persalinan dimulai (Saifuddin, AB. 2020).
Di Inggris (Edinburg) dalam tahun 1899 mulai disediakan pula tempat
untuk merawat wanita hamil pada The Royal maternity Hospital titik dokter
yang paling berjasa dalam menganjurkan diadakannya promaternity Hospital
untuk wanita hamil yang memerlukan perawatan ialah dokter Ballentyne.
Selanjutnya di Amerika Serikat tepatnya di Boston dilangsungkan usaha baru,
di mana anggota-anggota Instructive Nursing Association mengadakan
kunjungan rumah secara rutin pada wanita-wanita hamil. Akhirnya dalam
tahun 1911 didirikan klinik antenatal di Boston lying-in hospital untuk
pemeriksaan dan penanggulangan wanita hamil. Prakarsa ini dicontoh oleh
negara-negara lain dan kini klinik antenatal sudah tersebar di seluruh dunia
dengan hal ini dan dengan peningkatan usaha pencegahan pada pertolongan
persalinan kebidanan memasuki lingkungan preventive health (Saifuddin,
AB. 2020).
Di negara-negara maju penyelenggaraan pelayanan kebidanan beraneka
ragam. Bentuknya sangat tergantung dari perkembangan historis di negara
masing-masing. Bila di Amerika Serikat dokter yang menyelenggarakan
pengawasan antenatal serta pertolongan persalinan di hampir semua wanita
8

hamil, di Eropa baik di barat maupun di timur bidan mempunyai peranan


penting titik masih ada negara seperti di Belanda di mana bidang mempunyai
kedudukan yang bebas titik akan tetapi, lambat laun dimana-mana bidan tidak
berdiri sendiri lagi, melainkan merupakan anggota suatu tim yang
bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan wanita serta anaknya
dalam masa hamil persalinan dan nifas. Mengenai tenaga-tenaga yang bekerja
dalam pelayanan kebidanan terdapat : Dokter spesialis kebidanan, Dokter
bukan spesialis yang mempunyai banyak pengalaman dalam kebidanan ,
Dokter umum, Bidan , Public health nurse, dan Home help. Selanjutnya
diadakan kerjasama yang baik dengan tenaga tenaga yang bekerja dalam
bidang kesehatan anak, kesehatan masyarakat, dan pelayanan sosial
(Saifuddin, AB. 2020).

B. Kajian Kolesson Learn terhadap Sejarah Pelayanan Kebidanan di


Indonesia
Kajian Kolesson Learn terhadap Sejarah pelayanan kebidanan
mempelajari dan menganalisa sejarah pelayanan kebidanan dari awal
terbentuknya hingga saat ini untuk dapat dipahami perbedaan-perbedaan
pelayanan kebidanan yang dahulu hingga terbaru dalam Upaya
meningkaatkan kesehatan ibu dan anak.
Penanganan kematian ibu telah dimulai semasa pemerintahan kolonial
Belanda pada awal abad ke-19 titik waktu itu diakui bahwa kematian ibu
merupakan masalah kesehatan yang mendesak dan membutuhkan penanganan
secepatnya dengan cara bertahap. Dukun sebagai penolong persalinan secara
biomedik tidak mempunyai pengetahuan dan bahkan membahayakan. Mereka
berasal dari keluarga dukun atau mendapat panggilan melalui mimpi,
kemudian membantu dukun yang lebih tua dan menambah pengalaman dari
praktik. Dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga terpercaya dalam
semua hal yang bersangkutan dengan kesehatan reproduksi untuk
Ibu dan bayinya (Saifuddin, AB. 2020).
Pemahaman bahwa kehamilan dan persalinan adalah nyawa taruhannya
9

menunjukkan masyarakat sadar kalau setiap persalinan menghadapi resiko


atau bahaya yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan bayi baru
lahir. Peribahasa sedia payung sebelum hujan dengan pola pikir pencegahan
proaktif dan pengertian antisipasinya telah ada di masyarakat(Saifuddin, AB.
2020).
Tenaga yang sejak dulu kala sampai sekarang memegang peran penting
dalam pelayanan kebidanan ialah dukun bayi (nama lain: dukun beranak,
dukun bersalin, dukun peraji) dalam lingkungannya dukun bayi merupakan
tenaga terpercaya dalam segala soal yang bersangkutan dengan reproduksi. Ia
diminta pertimbangannya pada masa kehamilan, mendampingi wanita yang
bersalin sampai persalinan selesai, dan mengurus ibu serta bayinya dalam
masa nifas. Ia menyelenggarakan pula abortus buatan dan kontrasepsi
(Saifuddin, AB. 2020).
Pada tahun 1807 semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Hendrik
Deandels. Dukun dilatih melakukan pertolongan persalinan namun tidak lama
karena tidak ada pelatihan kebidanan, saat itu pelayanan kebidanan hanya
untuk orang Belanda di Indonesia.
Praktik kebidanan modern dimasukkan di Indonesia oleh dokter-dokter
Belanda yang bekerja pada pemerintahan Hindia Belanda atau pada pihak
swasta dalam tahun 1850 dibuka kursus bidan yang pertama yang kemudian
ditutup pada tahun 1873. Pendidikan bidan dimulai lagi pada tahun 1879 dan
sejak itu jumlah sekolah bidan serta jumlah yang lulus sebagai
bidan terus bertambah. Pendidikan dokter secara sangat sederhana dimulai
pada tahun 1815 dengan didirikannya Sekolah dokter jawa titik pendidikan
Ini lambat laun ditingkatkan dan diperluas; ilmu kebidanan yang mula-mula
tidak diajarkan, mulai tahun 1902 dimasukkan dalam kurikulum. Pada tahun
1927 pendidikan mencapai tingkat universitas dengan didirikannya
Geneeskundige Hoogeschool. Dr. N.J.A.F. Boerma diangkat sebagai guru
besar pertama dan di bawah pimpinannya dimulailah pendidikan pascasarjana
dalam bidang Obstetri dan Ginekologi (Saifuddin, AB. 2020).
Pada tahun 1850 didirikan sekolah bidan pribumi dengan tujuan untuk
10

mengambil alih peran dukun beranak . Pada tahun 1873 sekolah bidan ditutup
karena masyarakat masih lebih memilih melahirkan dengan dukun. Pada
tahun 1879 sekolah bidan yang diasuh oleh dokter militer dibuka kembali
titik sejak itu sekolah bidan dan jumlah bidan bertambah(Saifuddin, AB.
2020).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan pelayanan
kesehatan anak mulai tahun 1950-an dilaksanakan program Kesejahteraan Ibu
dan Anak (KIA) yang didirikan tidak saja di kota-kota, tetapi juga di daerah
luar kota. Balai-balai KIA umumnya dipimpin oleh seorang bidan. Pada
balai-balai ini diselenggarakan pemeriksaan antenatal, pemeriksaan postnatal,
pemeriksaan dan pengawasan bayi dan anak di bawah 5 tahun atau balita,
Keluarga Berencana, penyuluhan kesehatan khususnya dalam bidang gizi,
dan pelatihan dukun bayi. Walaupun banyak pula Balai Kia didirikan (sampai
tahun 1973 jumlahnya 6.810) hasilnya tidak seberapa memuaskan titik ini
disebabkan oleh karena umumnya balai-balai tersebut dikunjungi oleh mereka
yang tinggalnya tidak terlampau jauh dari tempat tersebut, sehingga yang
mendapat pengawasan hanya sebagian kecil dari masyarakat (Saifuddin, AB.
2020).
Pada tahun 1902 ilmu kebidanan mulai diajarkan dan masuk ke dalam
kurikulum Sekolah dokter jawa yang dengan pendidikan sederhana telah
didirikan sebelumnya pada tahun 1815. Pada tahun 1937 terdapat perubahan
yaitu desentralisasi penanganan kesehatan rakyat, penyerahan kepada
pemerintah provinsi, kabupaten kota, juga peningkatan atau pengembangan
pelayanan kebidanan (Saifuddin, AB. 2020).
Pada tahun 1950 setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh seluruh
dunia, terdapat 475 dokter dan kurang lebih 4000 tenaga paramedis. Jumlah
dokter spesialis dalam bidang obstetri dan ginekologi hanya 6 orang. Berkat
peningkatan dalam segala bidang pendidikan termasuk pendidikan kesehatan
Dalam tahun 1952 telah setelah kemerdekaan Indonesia di tiap
Kabupaten mulai didirikan Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA). Sampai
akhir tahun 1973 telah didirikan 6810 BKIA yang kemudian diintegrasikan ke
11

dalam Puskesmas. Dalam pertengahan Repelita III (1980-1984) telah


dikembangkan 5000 Puskesmas dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) mulai
didirikan di tiap desa, di bawah binaan dan pengawasan Puskesmas, dengan
5 kegiatan atau meja untuk perawatan anak balita, ibu hamil, dan keluarga
berencana. Posyandu mencerminkan peran serta masyarakat dalam upaya
penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir yang dilakukan
oleh kader kesehatan (Saifuddin, AB. 2020).
Pada tahun 1960, Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi
program layanan bidan diseluruh Puskesmas. Selanjutnya pelayanan keluarga
berencana dikembangkan secara nasional pada tahun 1974 dan bidan
diizinkan memberikan layanan Keluarga Berencana (KB) dengan metode
sederhana, metode hormonal ( KB pil, suntik, implant) dan IUD ( Intra
Uterine Device).
Pada pertengahan Tahun 1979 terdapat lebih dari 8.000 dokter 286
dokter spesialis obstatry dan kinekologi dan lebih dari 16.888 bidan. Dengan
bertambah banyaknya tenaga yang dapat memberi pelayanan kebidanan
bertambah pula lah usaha-usaha dalam bidang itu. Walaupun demikian, hanya
sebagian kecil dari masyarakat menikmati pelayanan kebidanan yang
sempurna berupa pengawasan antenatal, pertolongan persalinan, pengawasan
nifas, dan perawatan. Khususnya pelayanan kebidanan untuk masyarakat desa
masih untuk sebagian besar di tangan tenaga tenaga tradisional, seperti halnya
untuk pelayanan kesehatan pada umumnya. Pada tahun 1978, kira-kira 90%
dari persalinan ditangani oleh dukun 6% oleh bidan dan 1% oleh dokter
(Saifuddin, AB. 2020).
Di atas juga disebut bahwa di balai KIA diadakan pelatihan untuk
dukun-dukun bayi. Pertimbangan dalam hal ini ialah, karena tenaga-tenaga
dukun bayi masih sangat diperlukan, maka Diharapkan dengan memberikan
latihan elementer pada mereka, mereka dapat lebih cepat mengenal tanda-
tanda bahaya yang dapat timbul dalam kehamilan dan persalinan dan segera
meminta pertolongan kepada bidan. Sampai pertengahan Tahun 1979 telah
dilatih kurang lebih 110.000 dukun bayi Sangat disayangkan bahwa
12

pelaksanaan pelatihan-pelatihan dukun tidak disertai dengan usaha lain yang


melengkapi gagasan peningkatan kemampuan dukun tersebut dari penelitian
lapangan tahun 1973 dijumpai bahwa hanya 10-20% saja dukun yang masih
berhubungan dengan Puskesmas atau bidan pemberi pelatihannya; selebihnya
sama sekali tidak diketahui cara pertolongannya sesudah dilatih, ataupun
tingkat keamanan pelayanan yang diberikannya (Saifuddin, AB. 2020).
Demikian pula, para dukun yang sudah lebih mengetahui tanda-tanda
bahaya secara Dini sehingga saat ini masih diharapkan kepada kesukaran
rujukan karena bermacam-macam penyebab; seperti tempat tinggal kasus
yang ditolong, sarana Perhubungan ke tempat rujukan, sikap pasrah
masyarakat, dan lain-lainnya. Secara singkat dapat disebutkan bahwa usaha
yang sudah dilaksanakan memang layak menjadi perhatian kita; tetapi,
kenyataan menunjukkan bahwa jumlah kasus dirujuk yang datang terlambat
ke rumah sakit masih tetap banyak yang sebelumnya telah ditolong oleh para
dukun bayi Titik maka perlu sekali diusahakan mendidik tenaga yang terlatih
(bukan dukun) untuk mengawasi ibu hamil dan anaknya dan segera
mengambil tindakan atau merujuk pasien bila ada penyimpangan dari jalur
yang seharusnya Normal atau fisiologi (Saifuddin, AB. 2020).
Dalam perkembangan pelayanan kebidanan didapatkan bahwa
pelayanan yg adekuat hanya didapatkan oleh sebagian kecil masyarakat.
Hanya mereka yang tinggal di kota-kota dan cukup mampu yang memperoleh
pelayanan sempurna Sedangkan untuk sebagian besar masyarakat terutama
yang tinggal di daerah pedesaan, pelayanan yang adekuat tidak sampai pada
mereka. Keadaan ini melahirkan konsep pusat kesehatan masyarakat
(Community Health Centre). Pusat ini diadakan di ibukota Kecamatan dan
bertujuan memberi pelayanan kesehatan dalam bidang preventif dan kuratif.
Aktivitas mencakup pengobatan penyakit, kesejahteraan ibu dan anak,
Keluarga Berencana, pemberantasan penyakit menular hygiene dan sanitasi
perbaikan gizi, penyuluhan kesehatan, kesehatan gigi, kesehatan mental,
kesehatan sekolah, penyelenggaraan laboratorium sederhana, perawatan
kesehatan masyarakat, dan pengumpulan data untuk keperluan evaluasi dan
13

perencanaan. Pembentukan pusat Kesehatan Masyarakat atau puskesmas


dimulai di Pelita I (1969-1974), akan tetapi baru berkembang pesat dalam
Pelita II (1974-1979). Pada pertengahan 1979 terdapat 4353 Puskesmas; di
sampingnya, terdapat 6.593 Puskesmas Pembantu. Selain di tingkatkannya
jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu diadakan Pulau Puskesmas
keliling dan Puskesmas dengan fasilitas perawatan (Saifuddin, AB. 2020).
Usaha lain yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan ialah penertiban
pendidikan tenaga tenaga paramedis. Dalam perkembangan aktivitas-aktivitas
dalam berbagai bidang kesehatan telah diadakan banyak jenis pendidikan
yang menghasilkan beraneka ragam tenaga dengan kemampuan yang sangat
terbatas. Karena hal ini dianggap tidak efisien dan banyak pendidikan lebih
berorientasi ke klinik, direncanakanlah pendidikan dasar dalam bidang
kesehatan untuk meningkatkan perawat kesehatan yang lebih berorientasi ke
kebutuhan masyarakat. Tenaga ini dididik 3 tahun sesudah lulus dari Sekolah
Menengah Pertama dan bersifat serbaguna. Sesudah pendidikan ini, terbuka
kemungkinan untuk melanjutkan ke arah keahlian tertentu misalnya untuk
menjadi bidan, dalam pendidikan perawat kesehatan diberikan mata pelajaran
KIA, termasuk pelayanan kebidanan dengan baik dalam batas-batas tertentu.
Direncanakan bahwa perawat kesehatan banyak diperlukan untuk Puskesmas
dan Puskesmas Pembantu. Oleh karena itu, pendidikannya disebarluaskan di
seluruh Indonesia (Saifuddin, AB. 2020).
Masalah pelayanan kesehatan yang tidak merata ternyata merupakan
suatu masalah yang terdapat di banyak negara khususnya di negara-negara
berkembang titik dalam hubungan ini pada pertengahan dasawarsa 70
berkembang wawasan yang disponsori oleh WHO yang pokoknya memberi
layanan kesehatan yang merata untuk masyarakat dengan partisipasi
masyarakat. Tujuan Primary Health Care ialah memajukan dan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, dari rakyat untuk rakyat dan
oleh rakyat. Pelayanan ini harus dilihat sebagai bagian dari pembangunan
nasional dalam keseluruhan, dan erat hubungannya dengan aktivitas-aktivitas
dalam pendidikan pertanian, perbaikan gizi, penyediaan obat-obatan esensial,
14

dan lain-lain. Partisipasi masyarakat harus tercermin dalam pengambilan


keputusan, penyediaan dana kesehatan, dan pelaksanaan sehari-hari. Tiap-tiap
orang dan tiap-tiap keluarga harus merasa bertanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatannya sendiri sebaik-baiknya. Di Indonesia Primary
Health Care terbentuk pembangunan kesehatan masyarakat desa (Village
Community Healt Development) atau PKMD, dan dimulai pada tahun 1975
akan tetapi sebelumnya gagasan serupa sudah direalisasikan dalam kurang
lebih 200 desa di Indonesia (Saifuddin, AB. 2020).
Pada tahun 1990 pelayanan kebidanan yang diberikan oleh bidan di
Indonesia dilakukan secara merata dan lebih dekat dengan masyarakat yang
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Perkembangan KIA mengarah
pada keselamatan keluarga dan pelayanan bidan berkaitan dengan
peningkatan peran Wanita dalam mewujudkan kesehatan keluarga.
Pada tahun 1992 tertuang dalam instruksi presiden yang diutarakan
secara lisan saat sidang kabinet mengenai pentingnya pendidikan bidan untuk
ditempatkan di Desa. Adapun tugas pokok bidan desa adalah pelaksana
layanan KIA, khususnya layanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi
baru lahir termasuk pembinaan dukun bayi, KB, pembinaan Posyandu dan
mengembangkan pondok bersalin (Wijayanti, Ika. et. al. 2022).
Pada tahun 1994 terjadi titik tolak dari Konferensi kependudukan dunia
di Kairo yang memberikan oenekanan pada reproduktif atau kesehatan
reproduksi memperluas cakupan pelayanan kebidanan, area itu meliputi :
family planning (Keluarga Berencana), penyakit menular seksual termasuk
infeksi saluran alat reproduksi, safe motherhood meliputi bayi baru lahir dan
perawatan abortus, kesehatan reproduksi orang tua, kesehatan reproduksi
remaja (Wijayanti, Ika. et. al. 2022).

C. Situasi Perempuan pada multiperiode di indonesia


Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek
kehidupan, di seluruh dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang
cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat
15

diskriminasi sangat bervariasi diberbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu
wilayah pun di negara di dunia ketika dimana perempuan telah menikmati
kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender
dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan
partisipasi politik terjadi dimana-mana.
Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat
ketidak setaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu
merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan
persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.
1. Permasalahan perempuan saat ini
a. Tingginya angka pernikahan anak
Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia
Pasifik yang memiliki prevalensi pernikahan anak yang tinggi
(UNICEF,2014). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
2018 BPS tercatat angka perkawinan anak di indonesia terbilang
cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian. Dari jumlah tersebut
proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin
sebelum umur 18 tahun adalah 11,21% dari total jumlah anak
artinya sekitar 1dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat
usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki dimana 1
dari 100 laki-laki berumur 20-24 tahun menikah saat usia anak.
Ada sejumlah 20 dari 34 provinsi di Indonesia memiliki proporsi
perempuan di bawah usia 18 tahun yang pernah menikah lebih
tinggi dari angka nasional, khususnya di pedesaan.
Peraturan pemerintah tentang pelaksanaan Undang-undang
perkawinan menyusul ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu usia minimum perkawinan
menjadi 19 Tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan serta
menanggapi peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019
tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
16

b. Angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi


Angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi di Indonesia
menunjukkan tren yang menurun. Menurunkan angka KB yang
tidak terpenuhi merupakan bagian dari aksi bersama yang disebut
“Keluarga Berencana” 2020 untuk mendukung Perempuan dan
anak Perempuan mendapatkan hak dan kemandiriannya.
Penggunaan metode kontrasepsi telah berkontibusi terhadap
penurunan angka kematian ibu dan praktik aborsi yang tidak aman.
Hal tersebut telah menyelamatkan jutaan hidup Perempuan.
c. Tujuan Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development atau
SDGs)
1) Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum
Perempuan dimanapun
2) Menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan
usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat Perempuan.
3) Mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan
pekerjaan rumah tanggung jawab tidak dibayar melalui
penyediaan pelayanan public, instratuktur dan kebijakan
perlindungan social, dan peningkatan penanggung jawab
bersama dalam rumah tangga dan keluarga yang tepat secara
nasional
4) Menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan
yang sama bagi Perempuan untuk memimpin disemua tingkat
pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi
dan Masyarakat.
5) Menjamin akses universal terhadap Kesehatan seksual dan
reproduksi, dan hak reproduksi yang telah disepakati sesuai
dengan programme of action of the international Conference
on Ppopulation and Development and the Beijing Platform
serta dokumen-dokumen hasil reviu dari konferensi-
konferensi tersebut
17

6) Melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada


Perempuan terhadap sumber daya ekonomi, serta akses
terhadap kepemilikan dan control atas tanah dan bentuk
kepemilikan lain. Jasa uang, warisan dan sumber daya alam,
sesuai dengan hukum nasional.
7) Meningkatkan penggunaan teknologi yang memampukan,
khususnya teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan pemberdayaan Perempuan.
8) Menghadapi dan memperkuat kebijakan yang baik dan
perundang-undangan yang berlaku untuk peningkatan
kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum Perempuan
disemua tingkatan.
D. Rekonstruksi Budaya dan Penguatan Identitas Budaya Setempat
Pendekatan psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psikologi dan sosial.
Kata psikologi mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku,
hal-hal yang diyakini, sikap, persepsi dan pemahaman akan diri. Kata sosial
merujuk pada orang lain, lingkungan, termasuk tatanan sosial, norma, nilai
aturan, sistem ekonomi, sistem kekerabatan, agama atau religi serta
keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Pendekatan psikososial diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam
interaksi antara manusia, dimana tingkah laku, pikiran dan emosi individu
akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain atau pengalaman sosial.
Dukungan psikososial melibatkan 3 domain utama sumber daya dalam
komunitas, yaitu: human capital, social capital dan cultural capital. Human
capital menjelaskan sumber daya seperti kesehatan dan kesejahteraan fisik
dan psikologis, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki, termasuk
didalamnya mata pencaharian anggota komunitas. Sedangkan social capital
menggambarkan sumber daya suatu komunitas yang berupa relasi sosial di
dalam keluarga, kelompok sebaya, institusi agama dan budaya, akses
terhadap layanan publik yang disediakan pemerintah, dll. Sumber daya yang
tidak kalah pentingnya adalah cultural capital: nilai, norma, belief/keyakinan
18

dan tradisi yang hidup dan dihayati di dalam komunitas. Ketiga domain ini
saling berhubungan satu sama lain, misal: kondisi psikologis yang baik akan
mendukung efektifnya jaringan sosial dan pada akhirnya berkontribusi
terhadap tetap langgengnya nilai kekeluargaan/gotong-royong yang dianggap
penting dalam suatu komunitas tertentu.
Undang-Undang No 4 Tahun 2019 menyebutkan bahwa bidan
memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum
hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi baru
lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan Reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Selain memberikan asuhan kebidanan, bidan juga merupakan garda
terdepan yang dapat memberikan dukungan kesejahteraan emosional bagi
para klien/pasiennya. Seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai
keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-
sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan
rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama”. Dalam
implementasinya: “Praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan
perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan,
sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional, sosial, budaya, spiritual serta
pengalaman reproduksi”. Profesi bidan berperan dalam memberikan asuhan
yang aman, bersifat holistik, dan berpusat pada individu di segala batasan usia
dan berbagai setting kehidupan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berperan dalam kesehatan ibu
dan anak diharapkan agar dapat memberikan asuhan dengan pemahaman
holistik terhadap wanita. Mengutip dari Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018)
"merekonstruksi bangunan keseimbangan kesehatan dengan sinergitas fisik,
psikis, dan spiritualitas perlu dilakukan melalui pendidikan dan pelayanan
kebidanan"
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah menunjukkan bahwa Pelayanan kebidanan terus mengalami


perkembangan dari tahun ke tahun walau melalui masa yang cukup lama.
Pelayanan bidan pada awalnya hanya mempersiapkan ibu hamil agar dapat
melahirkan secara alamiah, membantu ibu dalam masa persalinan dan
merawat bayi. Namun berdasarkan Konferensi kependudukan dunia di Kairo,
menekankan pada reproduktif health dan memperluas area Garapan
pelayanan bidan (safe motherhood, Family planning, PMS termasuk infeksi
saluran alat reproduksi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan
reproduksi pada orang tua.
Melihat dari letak geografis Indonesia yang merupakan negara
kepulauan sehingga banyak daerah yang sulit dijangkau oleh tenaga medis
dan banyak kasus resiko tinggi yang tidak dapat ditangani terutama di daerah
yang jauh dari pelayanaan kesehatan. Bidan dituntut menjadi garda terdepan
dalam pelayanaan kebidanan pada seluruh keluarga di Indonesia.

B. Saran

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat
maupun isi. Oleh sebab itu penulis mengharapkan tanggapan, kritikan dan
saran dari pembaca, karna tanggapan dari pembaca merupakan motivasi bagi
kami dalam memperbaiki makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Bidan Indonesia (IBI). 2022. Modul Pelatihan Midwifery Update.

Saifuddin, AB. 2020. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Cetakan ke-6. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Titin Dewi,S,S. 2020. Kajian Lesson Learn Terhadap Sejarah Pelayanan


Kebidanan.

Wijayanti, Ika. et. al. 2022. Konsep Kebidanan. Sumatra Barat : PT. Global
Eksekutif Teknologi

Anda mungkin juga menyukai