Anda di halaman 1dari 22

KAJIAN PUISI: ELONG

DALAM SASTRA BUGIS


(PENDEKATAN SEMIOTIK)
PRESENT BY:

HERA AZZAHRA

(F021191012)
ELONG

• Elong adalah salah satu jenis sastra Bugis yang berbentuk puisi. Dilihat dari segi bentuknya
elong, terutama elong tradisional memiliki kemiripan dengan pantun dalam sastra
Indonesia, seperti empat baris dalam sebait, memiliki persajakan, serta tidak mempunyai
judul.
• Elong sebagai salah satu bentuk kesuastraan Bugis, di dalamnya mengandung renungan dan
kearfian yang tergambar melalui kesatuan dan kepadatan makna. Kesatuan dan kepadatan
makna tersebut, setidaknya dapat dilihat di dalam fungsi-fungsi sastra pada umumnya.
• Elong merupakan salah satu jenis karya sastra Bugis yang sangat tua. Bagi masyarakat
Bugis, elong mendapat tempat tersendiri karena segala perasaan suka dan duka yang
dialami oleh masyarakanya disampaikannya melalui kelong.
• Puisi-puisi Bugis ini (elong) biasa dijadikan nyanyian oleh sebagian masyarakat, biasa juga
dipergunakan dalam acara suasana tertentu, seperti pada acara prosesi pelamaran untuk
menarik perhatian dan mengairahkan suasana yang sedang berlangsung, yang mengandung
nilai-nilai kehormatan tersendiri di mata masyarakat Bugis.
PENDEKATAN SEMIOTIK

• Pendekatan semiotik merupakan pendekatan dengan mengkaji karya sastra berdasarkan


tanda-tandanya, tanda-tanda tersebut merepresentasikan hal yang lain, bukan hal yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pendekatan semiotik dalam puisi akan memperjelas makna
yang selama ini menjadi tanda-tanda dalam eskpresi seorang penyair.
• Hal ini relevan dengan pendapat Hartoko dalam Santosa yang menyebut semiotika sebagai
upaya untuk menafsirkan karya melalui tanda-tanda atau lambang-lambang (2013: 4).
Semiotika juga dimaknai oleh Eco dalam Berger sebagai semua yang dapat dianggap
sebagai tanda karena tanda dapat dianggap menggantikan sesuatu yang lain (2014: 13).
• Untuk membatasi kajian puisi dengan pendekatan semiotik ini, maka pembahasan ini akan
dilanjutkan dengan objek dalam segitiga semiotik tersebut. Berdasarkan objeknya, Pierce
menyebut tiga unsur yakni terdiri dari ikon, simbol, dan indeks.
• Menurut Pradopo, ikon merupakan hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan
petandanya (1999: 76). Dalam kata lain, ikon akan menggambarkan makna penanda sesuai
dengan petandanya. Misalnya, foto sepeda akan sama dengan sepeda yang sebenarnya.
Menurut Budiman, Ikon bukan hanya tanda-tanda yang terdapat dalam komunikasi visual,
namun hampir semua bidang semiotis, termasuk di dalamnya bahasa (2005: 62).
• Simbol merupakan penanda yang bentuknya menyerupai petanda. Menyerupai disini
dimaknai dengan bentuknya sebenarnya tidak sama, namun memiliki keserupaan.
• Indeks indeks merupakan hubungan sebab-akibat antara tanda dan objeknya yang bersifat
aktual atau imajinasi. Misalnya, dalam puisi Nisan karya Chairil Anwar, meski dalam awal
sajaknya ia menolak tentang kematian lewat kata-katanya Bukan kematian benar menusuk
kalbu, seakan tidak membahas kematian, namun sebaliknya justru kata nisan yang menjadi
judul tersebut benar-benar mempertegas indeks bahwa nisan menggambarkan kematian,
nisan menjadi sebab dan kematian menjadi akibat
HASIL DAN PEMBAHASAN

• Elong 1
Mauni sabbe narenreng
Namakuttu mabbingkung
Sorongi nalao
Artinya:
Walaupun sutera dikenakan
Tetapi malas mencangkul
Lepaskan ia pergi
• Dalam elong diatas tidak ditemukan ikon namun, dapat dilihat adanya beberapa simbol.
Simbol pertama adalah kata sabbe yang artinya sutera. Dalam arti sebenarnya sutra adalah
benang halus dan lembut yang berasal dari kepompong ulat sutra, namun dalam hal ini
sutra atau sabbe menggantikan kata kakayaan, keagungan atau kebesaran. Simbol kedua
adalah mabbingkung yang memiliki arti mencangkul menggantikan kata bekerja keras atau
berusaha. Selain simbol terdapat pula indeks dalam elong diatas. Indeks ditemukan pada
baris kedua yakni namakuttu mabbingkung merupakan indeks dari kesengsaraan atau
kemiskinan
• Puisi diatas menggunakan indeks dan simbol untuk menunjukkan bahwa sebesar apapun
kekayaan yang dimiliki kalua tidak mampu bekerja dan berusaha keras maka akan sia-sia.
Sabbe melambangkan keagungan dan kebesaran. Dalam masyarakat bugis, lipa’ sabbe hanya
diperuntukkan bagi orang-orang penting atau memilki kedududakan dalam tataran
masyarakatnya. Elong tersebut mengajarkan kita untuk tidak berbangga dahulu akan apa
yang sudah kita miliki, karena semuanya akan sia-sia jika kita tidak bisa mengatur atau
mengolahnya dengan baik. Kau hanya akan diusir jika tidak bisa bekerja keras.
• Elong 2
Sabbetogi wennangtogi
Naia pamelleri
Tangkek I maele
Artinya:
Baik sutera ataupun benang
Kalau dia yang menaruh kasih
Terima cepat lamarannya
• Dalam elong diatas terdapat beberapa simbol. Simbol pertama sabbetogi menggantikan kata
besar karena sutera yang dimaksud sudah menjadi sarung yang ukurannya lebih besar dari
benang. Sedangkan simbol kedua adalah wennang togi menggantikan kata kecil sehingga
menunjukkan perbandingan antara si besar dan sikecil yang memiliki arti lainnya si miskin dan
si kaya. Simbol ketiga yang ditemukan dari elong diatas ada pada baris ketiga yakni kata maele’
yang dalam arti sebenarnya adalah pagi atau waktu dipagi hari. Namun dalam elong diatas kata
maele menggantikan arti dari kata cepat. Pagi dan cepat memiliki kemiripan arti sehingga dua
kata tersebut layak dipersandingkan sebagai simbol. Elong diatas juga memiliki unsur indeks.
Indeks dapat dilihat pada baris kedua yaitu naia pamelleri merupakan indeks dari keseriusan.
Pamelleri artinnya menaruh kasih atau harapan besar sehingga dapat dikatakan bahwa
pamelleri adalah sebab sedangkan kesirusan adalah hasil akhirnya atau akibat.
• Bentuk elong tersebut menggunakan simbol dan indeks untuk menunjukkan maksud dan
tujuan sebenarnya dari tujuan awal penciptaan karya sastra itu sendiri. Dalam elong diatas
memberikan arti atau pemaknaan bahwa bagaimanapun keadaanmu saat ini, lamaranmu
hanya akan diterima jika kau serius untuk menjalani kedepannya. Keseriusan tidak diukur
dari bagaimana bentukmu atau bagaiman keadaanmu namun dari bagaimana tutur dan
perlakuanmu dalam menunjukkan keseriusan kepada seorang perempuan. diperlukan sikap
teguh pendirian untuk menggapai apa yang diingankan, berangkat dari bagaimanapun
bentuk awal kita hanya akan diterima jika betu-betul menunjukkan keseriusan akan hal itu.
• Elong 3
Aga lao aga nrewek
Aga natenrek papeng
Aga lao tana
Artinya:
Apa yang pergi apa yang Kembali
Apa yang dihimpit papan
Apa yang menjadi tanah
• Pada elong diatas ditemukan beberapa bentuk simbol dan indeks. Simbol pertama dapat
dilihat dari baris pertama aga lao aga nrewek yang artinya apa yang pergi apa yang
Kembali. Jika dilhat dari arti sebenarnya hanya terlihat kumpulan kata-kata yang tidak
memiliki makna, namun jika jika ditilik dari segi pemaknaannya dapat lihat bahwa kalimat
tersebut menggambarkan posisi takdir manusia yang telah ditentukan oleh tuhan. Aga lao
aga nrewek menggantikan kata kelahiran dan kematian. Selain simbol ditemukan pula
indeks dalam elong diatas. Indeks dapat dilihat pada baris ketiga yaitu aga lao tana. Frasa
lao tana yang mempunyai arti menjadi tanah merupakan indeks dari kematian. Setelah
mati kita akan berada dialam kubur menyatu dengan tanah karena kitapun manusia awal
penciptaannya berasal dari tanah maka akan pula Kembali ke tanah.
• Dalam elong diatas penulis menunjukkan makna melalui simbil-simbol dan indeks dalam
puisinya. Elong diatas memberikan pemaknaan bahwa apa yang pergi akan Kembali
keasalnya semula dan berada diantara himpitan papan dan akan menjadi tanah.Yang
dimaksud dalam pemaknaan tersebut adalah takdir manusia yang ditentukan oleh tuhan,
setelah diciptakan dan dibiarkan hidup dibumi maka setelahnya akan dikembalikan pada
tuhan dalam wujud roh karena raganya akan berada diantara himpitana papan artinya akan
dikuburkan dan dihimpit dengan papan. Dikuburkan berarti telah menyatu dan selanjutnya
akan menjadi tanah sebagaimana awal diciptakannya adam oleh tuhan.
• Elong 4
Ri mulannami pale
Unganna cenrana e
Napatengek-tengek
Artinya:
Hanya pada mulanya
Bunga cendana
Meransang bau harumnya
• Dalam elong diatas terdapat bentuk simbol, dan indeks. Hanya satu simbol yang terdapat
dalam elong diatas dapat dilihat pada baris kedua yakni unganna cenrana e. baris puisi
elong tersebut menggambarkan bunga dari kayu cendana sebagai awal atau permulaan
yang baik karena berbau harum sehingga memberikan kesan baik sebagai permulaan.
Selain simbol terdapat pula indeks pada baris ketiga yaitu napatengek-tengek yang
merupakan indeks dari memabukkan. Karena bau harumnya memberikan efek
memabukkan atau dengan kata lainnya memberikan kesan yang berlebihan.
• Bentuk elong diatas menggambarkan maksud dan tujuan penulisan karya sastra ini melalui
simbol dan indeks yang ada dalam karyanya. Elong diatas menggambarkan sebuah kondisi
atau realitas. Kondisi yang dimaksud adalah sikap yang hanya pada mulanya kelihatan baik
seperi kayu cendana namun memabukkan karena wanginya yang terlalu menyengat. Hal ini
relevan dengan kondisi saat ini, banyak manusia hanya baik pada awalnya namun ternyata
menyimpan kedok besar dibalik kebaikannya tersebut. Dalam elong ini juga dapat
disimpulkan bahwa apa yang baik pada awalnya belum tentu baik hingga akhir, bisa jadi ini
hanya menjadi pengecoh untuk kita menemui sebuah kebenaran atau realitas sebenarnya.
• Elong 5
Tanenga golla na canik
Nakkalu ricempa e
Nabbua paria
Artinya:
Daku menanam gula dengan madu
Melingkar pada pohon asam
Berbuah pare
• Pada puisi diatas terdapat bentuk simbol, dan indeks. Simbo pertama dapat dilihat dari
baris pertama yaitu tanenga golla na canik yang menggantikan kata harapan manis. Frasa
golla na canik tentunya mewakili sesuatu yang bersa manis karena keduanya memiliki rasa
yang manis. Tanenga artinya menanam menggantikan kata harapan, karena Ketika menanam
pastinya ada hasil yang diharapakn. Simbol kedua ada pada baris ketiga yaitu nabbua paria
menggantikan kata pahit yang menggambarkan kondisi yang tidak seharusnya terjadi atau
tidak sesuai denga napa yang diharapkan. Selain simbol ditemukan pula satu bentuk indeks
pada elong diatas. Indeks dapat dilihat pada baris kedua yaitu nakkalu ricempa e. pada
baris ini frasa nakkalu merupakan indeks dari tumbuh dan berkembang.
• Bentuk puisi elong diatas memperlihatkan makna melalui simbol-simbol dan indeks yang
ada dalam karya tersebut. Dalam elong diatas menggambarkan proses sebuah harapan
baik namun menjadi buruk pada akhirnya karena tempatnya bergantung bukan tempat
yang seharusnya. Hal ini menjadi sebuah pelajaran besar bagi manusia bahwa Ketika ingin
menggantungkan harapan manis harusnlah melihat prosesnya terlebih dahulu agar hasil
yang didapat pada akhirnya tidak berujung pahit seperti buah pare.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai