Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR PENENTU EFEKTIF SEKOLAH DALAM PENINGKATAN

MUTU PENDIDIKAN BERDASARKAN PANCASILA

Disusun oleh :
Enjelina Tandigorang ( 221118204 )

Marsanda Delvi ( 222118110)

Milka Petrus ( 222118096 )

HALAMAN SAMPUL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA 2023


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
dan karunianya kami dapat menyelesaian makalah ini tepat pada waktunya .
Makalah ini Membahas tentang “Faktor Penentu Efektif Sekolah Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan Berdasarkan Pancasila” . dalam mata kuliah
Manajemen Pendidikan dengan Dosen Pengampuh Sefrin Siang Tangkearung,
S.Pd., M.Pd.
Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan tugas ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kehidupan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik serta saran sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalahini.
Akhir kata semoga makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kita.
Kami ucapkan banyak terimah kasih.

Rantepao, 13 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah........................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. Peningkatan Mutu Pendidikan..............................................................................6
B. Permasalahan Keefektifan Sekolah.....................................................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian penentu kemajuan dan ketahanan suatu
bangsa di masa depan . Pendidikan merupakan jalur alternatif strategis dalam
mencerdaskan bangsa. Pendidikan modal utama Pembangunan suatu bangsa.
Pendidikan dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka
kemajuan, kesejahteraan dan Pembangunan bangsa tercapai, jika sumber daya
manusianya berkualitas. Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas
tergantung pada mutu Pendidikan.
Pemerintah dengan kebijakannya dan bertanggung jawab selalu
berupaya meningkatkan dan mengembangkan Pendidikan. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui Pendidikan belum mencapai mutu atau
kualitas yang kompetititf. Kebijakan seperti halnya otonomi daerah telah
menghasilkan pergeseran dalam mengelola persoalan-persoalan Pendidikan.
Pergeseran yang di makud adalah bahwa sistem manajemen Pendidikan yang
semula sentralistik menjadi desentralistik.
Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sekolah dalam
peningkatan efektifitas adalah : (1) Guru yang berkualitas yang berwenang
yang mampu melibatkan murid dalam proses pembelajaran yang efektif dan
mampu memanfaatkan fasilitas dan situasi secara maksimal, (2) Manajemen
sekolah dengan pimpinan kepala sekolah yang mampu memperdayagunakan
potensi, baik SDM maupun SDA , (3) Manajemen Pendidikan yang dijamin
oleh perundang-undangan yang kondusif untuk meningkatkan peran serta
Masyarakat, (4) Kohesi sosial yang mampu mengakomodasi tumbuh
kembangnya aneka ragam budaya dan alat kebiasaan, ( Komnas, 2001 : 8 )
Schheerens ( 2003 :42 ) memberikan analisis tentang factor-faktor
yang dapat meningkatkan efektivitas yaitu : (1) Prestasi, orientasi, harapan
tinggi, (2) Kepemimpinan Pendidikan, (3) Konsensus dan kohesi antar staf,
(4) Kualitas kurikulum kesempatan belajar, (5) Iklim sekolah, (6) Potensi
Evaluatif, (7) Keterlbatan orang tua , (8) Iklim kelas, (9) Waktu belajar
efektif.
Hasil analisis Depdiknas ( 2001 : 1 ) sedikitnya ada tiga factor yang
menyebabkan mutu Pendidikan di sekolah tidak mengalami peningkatan
secara merata, Ykni : (1) kebijakan dari penyelenggaraan Pendidikan nasional
menggunakan pendekatan education production function atau input-output
analysis yang dilaksanakan secara tidak konsekuen, (2) penyelenggaraan
Pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik, dan (3) peran
serta Masyarakat , khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
Pendidikan selama ini sangat minim.
Peningkatan efektivitas sekolah dipengaruhi oleh iklim organisasi
sekolah. Oleh sebab itu, perlu diusahakan berbagai langkah dan kegiatan yang
dapat meningkatkan kinerja sekolah. Untuk menemukan Upaya-upaya
tersebut kiranya perlu diketahui terlebih dahulu factor-faktor yang
menyebabkan mutu Pendidikan efektiftas sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan mutu Pendidikan di sekolah ?

2. Permasalahan keefektifan seperti apa yang ada disekolah ?


C. Tujuan
3. Memberikan informasi mengenai peningkatan mutu Pendidikan di
sekolah.

4. Mengetahui permasalahan efektif di sekolah.

BAB II PEMBAHASAN

A. Peningkatan Mutu Pendidikan


Dewasa ini bangsa Indonesia sedang menghadapi gelombang
perubahan besar baik secara internal maupun eksternal. Era globalisasi
dengan era perdagangan bebasnya yang bercirikan persaingan yang semakin
ketat merupakan gelombang besar yang harus dihadapi, dan pada saat yang
bersamaan krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis multidimensi
belum juga dapat teratasi. Banyak pihak menerangai sebagai era kompetisi
sumber daya insani menjadi sangat ketat, artinya siapa pun yang memiliki
keunggulan insani, misalnya spiritual, intelektual, dan skill dapat diduga akan
menguasai jalannya sejarah. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki
keunggulan tersebut, berarti mereka akan hidup dengan penuh ketertinggalan.
Merespons berbagai perubahan dan tuntutan itu, sedikitnya ada dua
agenda utama pembangunan yang perlu dilakukan demi kelangsungan hidup
dan masa depan bangsa. Agenda pertama, bagaimana kita mengatasi krisis
multi dimensi agar selamat dan terhindar dari keterpurukan yang dapat
merusak sendi-sendi kehidupan bangsa, dan yang kedua adalah bagaimana
kita menyiapkan generasi masa depan yang mampu dengan tegar mengarungi
era globalisasi yang sarat dengan persaingan ketat ini. Untuk menghadapi era
tersebut, tidak ada pilihan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM), dan kata kunci untuk pengembangan sumber daya
manusia adalah pendidikan.
Berbagai perubahan yang dinamis dan begitu cepat tersebut jelas
mempunyai dampak yang nyata dalam dunia pendidikan sebagai institusi
yang ada di ujung tombak pembentukan kualitas sumber daya manusia.
Belajar dari perjalanan dan pengalaman selama ini, tampaknya ada kesalahan
yang sangat fundamental dalam sistem pendidikan nasional, yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Isu mengenai mutu
pendidikan terutama pendidikan di sekolah semakin menjadi sentral, baik
tingkat kebij akan, perencanaan program, ataupun pelaksanaannya. Di sektor
pendidikan, rendahnya mutu pendidikan itu telah dirasakan dan dikuatkan
oleh hasil- hasil asesmen secara nasional maupun internasional. Dari dalam
negeri diketahui bahwa nilai ujian nasional SD sampai SLTA relatif rendah
dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dari komparasi internasional,
mutu pendidikan di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Survei yang
dilakukan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) di 76 negara, melalui tes matematika dan ilmu pengetahuan
alam menggunakan standar tes PISA tahun 2015, Indonesia menduduki
peringkat 69 dari 76 negara yang disurvei. Melihat kondisi sangat
memprihatinkan ini, Indonesia jauh tertinggal dari beberapa negara tetangga,
seperti Singapura, yang berada pada peringkat 1 dan Malaysia yang berada
pada peringkat 52.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
antara lain melalui perbaikan sarana prasarana pendidikan, pengadaan
bukubuku dan alat pelajaran, peningkatan manajemen sekolah, berbagai
pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, tampaknya belum dirasakan
adanya peningkatan mutu pendidikan yang berarti. Dari hasil penilaian
terhadap mutu pendidikan di Indonesia serta dengan melihat berbagai
fenomena yang ditemukan di tanah air tersebut menjadikan pelajaran yang
sangat berharga, dan dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan mutu
pendidikan yang selama ini dilakukan belum mampu memecahkan masalah
mendasar pendidikan di Indonesia.
Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan
merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya
manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan, untuk memenuhi
tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang. Rendahnya mutu
pendidikan terkait dengan skenario yang diterapkan oleh pemerintah dalam
membangun pendidikan selama ini. Kebij akan penyelenggaraan pendidikan
nasional selama ini lebih menekankan pada pendekatan education production
function atau input – output analysis yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen. Pemerintah berkeyakinan bahwa dengan meningkatkan mutu
input maka secara otomatis akan dapat meningkatkan mutu output. Dengan
keyakinan tersebut, kebij akan dan upaya yang ditempuh pemerintah adalah
dengan pengadaan buku dan alat pelajaran, pendidikan dan pelatihan guru,
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya maka mutu pendidikan
secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataannya, mutu pendidikan yang
diharapkan tidak terjadi karena selama ini dalam menerapkan pendekatan
education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan
kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan
sangat menentukan output pendidikan. Kenyataan tersebut memberi
gambaran umum bahwa pendekatan input–output secara makro belum
menjamin peningkatan mutu pendidikan.
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah dari masa ke masa secara
periodik ditinjau dan dievaluasi, kemudian dilakukan perubahan disesuaikan
dengan tuntutan perubahan zaman. Namun, dalam pelaksanaannya
menghadapi berbagai paradoks, antara lain di satu pihak menyangkut
universalisasi pendidikan dan di lain pihak tuntutan akan mutu pendidikan
yang tinggi. Maksudnya, selain diupayakan untuk meningkatkan mutu dan
relevansi pendidikan, pembangunan pendidikan juga dituntut untuk
meningkatkan pemerataan dan angka partisipasi pendidikan. Pada dasarnya,
misi utama pendidikan adalah pembentukan life skills, bukan sekadar
penguasaan materi pengetahuan, yang karena percepatan ilmu pengetahuan
dan teknologi akan cepat menjadi usang. Oleh karena itu, seyogianya
pendidikan direorientasikan agar lebih memusatkan pada perangkat
pembentukan kemampuan lulusan yang dimaksud, daripada terlena hanya
penerusan materi yang dipacu oleh obsesi meningkatkan daya serap. Menurut
Blazely, 1977 (Depdiknas, 2002) dari aspek pembelajaran di sekolah
cenderung sangat teoretik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana anak
berada. Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat beban menjadikan
proses pembelajaran steril terhadap keadaan dan permasalahan yang terjadi di
lingkungan peserta didik. Akibatnya, proses pendidikan menjadi rutin, tidak
menarik, dan kurang mampu mengembangkan kreativitas peserta didik untuk
belajar secara lebih efektif.

Upaya peningkatkan mutu pendidikan melalui penambahan guru serta


peningkatan kualitas guru dengan program sertifi kasi/penyetaraan juga telah
dilakukan, tetapi belum menampakkan hasilnya sampai di tingkat kelas.
Upaya memetakan kualitas guru terus dilakukan melalui program Uji
Kompetensi Guru (UKG). Rata-rata nilai UKG pada 2015 secara nasional
adalah 53,02, sedangkan pemerintah menargetkan rata-rata nilai UKG pada
angka 55. Hasil UKG tersebut menjadi cermin kualitas guru di Indonesia
untuk dilakukan peningkatan sesuai kebutuhan guru. Rendahnya mutu guru
antara lain disebabkan karena kurang berminatnya lulusan SLTA, terutama
yang berprestasi tinggi untuk memilih bidang profesi keguruan. Profesi
keguruan kurang menarik karena belum adanya penghargaan terhadap tenaga
kependidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan profesionalisme dan
pengabdiannya. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan
adalah kurang meratanya distribusi guru antarsekolah. Secara nasional, di satu
pihak kekurangan guru, tetapi di pihak lain terjadi kelebihan guru. Di samping
itu pada tingkat SMP dan SMA masih terdapat guru mata pelajaran tertentu
merangkap mengajar mata pelajaran lain yang bukan kewenangannya.
Kebijakan pendekatan input–output yang bersifat makro tersebut
kurang memperhatikan aspek yang bersifat mikro, yaitu proses yang terjadi di
sekolah. Dengan kata lain, dalam membangun pendidikan selain
menggunakan pendekatan makro juga perlu memperhatikan pendekatan
mikro, yaitu pendekatan dengan memberikan fokus secara lebih luas pada
institusi sekolah yang berkenaan dengan kondisi keseluruhan sekolah serta
individu yang terlibat di sekolah seperti kepala sekolah, guru, karyawan,
peserta didik, orang tua/komite sekolah serta peranannya masing-masing dan
hubungannya yang terjadi satu sama lain. Berkaitan dengan input, Brookover
(1979) mengungkapkan bahwa input sekolah memang penting, tetapi yang
jauh lebih penting adalah bagaimana mendayagunakan input tersebut yang
terkait dengan individu- individu di sekolah.
Pemahaman terhadap institusi sekolah secara menyeluruh sangat
penting karena basis utama pendidikan adalah kegiatan di tingkat sekolah.
Pengkajian masalah pendidikan di tingkat mikro (sekolah) yang banyak
dilakukan adalah studi mengenai keefektifan sekolah dengan melihat faktor
input, proses, dan output atau outcome sekolah secara keseluruhan serta
melihat bagaimana hubungan yang terjadi antara input, proses, dan output
atau outcome sekolah tersebut. Dengan tingkat efektivitas yang tinggi, suatu
sekolah dapat mengemban predikat sekolah yang bermutu.

B. Permasalahan Keefektifan Sekolah


Bila melihat konsep sekolah yang berkualitas maka akan selalu
berkaitan dengan tingkat efektivitas suatu sekolah. Berbagai permasalahan
efektivitas sekolah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang terlibat di
dalamnya, antara lain input, proses, dan output pendidikan yang bermutu.
Mutu yang dimaksudkan dalam hal ini adalah gambaran atau karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Sekolah yang berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara maksimal dengan waktu yang telah
ditetapkan, dan dengan tenaga dan biaya yang efi sien merupakan sekolah
yang mempunyai tingkat efektivitas yang tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat adanya kesenjangan antara
realitas dengan konsep efektivitas sekolah yang ada. Sementara itu,
masyarakat masih mempunyai anggapan bahwa kualitas suatu sekolah hanya
dilihat dari output yang dihasilkan yaitu ketercapaian hasil ujian nasional
serta anggapan yang telah mengkultur bahwa sekolah yang telah dikatakan
baik akan selalu mendapat predikat baik (favorit).
Terdapat berbagai masalah terkait dengan masalah efektivitas sekolah,
ditinjau dari aspek input, proses, serta output, di antaranya:

1. Kesiapan peserta didik menerima pelajaran belum optimal.


2. Fasilitas sarana pembelajaran belum sesuai dengan kebutuhan.
3. Sumber belajar yang dimiliki masih sangat terbatas.
4. Indeks produktivitas sekolah masih rendah.
5. Kebij akan pendidikan yang diterapkan selama ini belum membuahkan
hasil seperti yang diharapkan.
6. Pelaksanaan kurikulum menghadapi paradoks sehingga menimbulkan
esensi yang tidak baik. Di satu sisi apabila pelaksanaan kurikulum
diarahkan pada Upayapeningkatan mutu maka target pemerataan dalam
rangka wajib belajar tidak akan tercapai. Demikian sebaliknya, apabila
pendidikan diarahkan dalam Upaya pemerataan pendidikan dan wajib
belajar maka tuntutan akan target
7. mutu tidak akan dapat tercapai.
8. Belum semua guru mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan
yang dimilikinya.
9. Fasilitas pengembangan profesionalisme guru sangat terbatas.
10. Kebutuhan tenaga guru untuk mata pelajaran tertentu masih kurang.
11. Kualitas guru masih memerlukan peningkatan profesionalisme.
12. Penerapan kebijakan dari tingkat atas belum sepenuhnya memperhatikan
aspek yang bersifat mikro.
13. Adanya kesenjangan antara realitas dengan konsep efektivitas sekolah.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari makalah ini, bahwa faktor penentu efektif
sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan berdasarkan pancasila, antara
lain : faktor kurikulum, kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi
teknologi dan komunikasi dalam pendidikan serta sumber daya manusia.
Pemahaman terhadap institusi sekolah secara menyeluruh sangat penting
karena basis utama pendidikan adalah kegiatan di tingkat sekolah. Dengan
tingkat efektifitas sekolah yang tinggi,suatu sekolah dapat mengemban
predikat sekolah yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA

Wanastuti R, 2005. PENINGKATAN EVEKTIVITAS SEKOLAH. Surakarta :


UMS.
Fadhli, Muhammad. 2017. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. TADBIR
Jurnal Studi Manajemen Pendidikan 1(2): 215
http://repoditory.radenintan.ac.id.

KUMPULAN PERTANYAAN
1. Rialdi
Bagaimana cara meningkatkan mutu pendidikan dalam sekolah ?
Jawab :
Cara memingkatkan mutu pendidikan dalam sekolah itu menyediakan
sarana dan prasarana yang memadai. Meningkatkan kompetensi guru.
Memiliki visi dan misi yang jelas .
2. Selviana Lembang
Masalah apa saya yang masuk ke dalam input, output dan proses !
Jawab :
*. Input : mutu tidak akan tercapai
*Output : Fasilitas pengembangan guru sangat terbatas
*Proses : Adanya kesenjangan antara realitas dengan keefektifan sekolah

Anda mungkin juga menyukai