Anda di halaman 1dari 20

Sutomo

pahlawan nasional Indonesia

Sutomo (3 Oktober 1920 – 7 Oktober


1981)[1] atau lebih dikenal dengan
sapaan akrab Bung Tomo adalah
pahlawan nasional Indonesia dan
pemimpin militer Indonesia pada masa
Revolusi Nasional Indonesia yang dikenal
karena peranannya dalam Pertempuran
10 November 1945.
Sutomo
(Bung Tomo)

Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang


Indonesia ke-1

Masa jabatan
12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956

Presiden Soekarno

Perdana Menteri Burhanuddin


Harahap

Pengganti Dahlan Ibrahim


Menteri Sosial Indonesia
(ad-interim)

Masa jabatan
18 Januari 1956 – 24 Maret 1956

Presiden Soekarno

Perdana Menteri Burhanuddin


Harahap

Pendahulu Soedibjo

Pengganti Fatah Jasin

Informasi pribadi

Lahir 3 Oktober 1920


Surabaya, Jawa
Timur, Hindia
Belanda

Meninggal 7 Oktober 1981


(umur 61)
Arafah, Arab Saudi
Kebangsaan Indonesia

Partai politik Gerakan Rakyat


Baru
Pemuda Republik
Indonesia

Suami/istri Sulistina

Pekerjaan Jurnalis

Penghargaan sipil Pahlawan Nasional


Indonesia

Karier militer

Pihak Indonesia

Pangkat Komandan

Komando Barisan
Pemberontakan
Rakyat Indonesia
Pertempuran/perang Pertempuran
Surabaya (1945)
Revolusi Nasional
Indonesia (1945-
1949)
Sunting kotak info (https://id.wikipedia.org/w/index.p

Riwayat Hidup

Masa muda

Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran,


Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan
Tjiptowidjojo, priyayi golongan menengah
yang pernah bekerja sebagai pegawai
pemerintah, staf perusahaan swasta,
asisten kantor pajak, hingga pegawai
perusahan ekspor-impor Belanda.
Kartawan mengaku mempunyai pertalian
darah dengan beberapa pengikut dekat
Pangeran Diponegoro.

Ibu Sutomo bernama Subastita, seorang


perempuan berdarah campuran Jawa
Tengah, Sunda, dan Madura anak
seorang distributor lokal mesin jahit
SINGER di wilayah Surabaya yang
sebelum pindah ke Surabaya pernah jadi
polisi kotapraja dan anggota Sarekat
Islam.

Sutomo sulung dari 6 orang bersaudara.


Adiknya masing-masing bernama
Sulastri, Suntari, Gatot Suprapto,
Subastuti, dan Hartini.[2]
Walaupun dibesarkan dalam keluarga
yang sangat menghargai pendidikan,
tetapi pada usia 12 tahun, Sutomo
terpaksa meninggalkan bangku MULO
akibat dampak Despresi Besar yang
melanda dunia. Untuk membantu
keluarga, ia mulai bekerja secara
serabutan. Meski begitu, belakangan
Sutomo bisa masuk HBS secara
korespondensi dan tercatat sebagai
murid yang dianggap lulus meski tidak
secara resmi.

Sutomo lalu bergabung dengan KBI


(Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada
usia 17 tahun, ia berhasil menjadi orang
kedua di Hindia Belanda yang mencapai
peringkat Pramuka Garuda. Sebelum
pendudukan Jepang pada 1942,
peringkat ini hanya dicapai oleh tiga
orang Indonesia.

Sutomo muda lebih banyak


berkecimpung dalam bidang
kewartawanan. Ia antaranya menjadi
jurnalis lepas untuk harian Soeara
Oemoem, harian berbahasa Jawa
Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan
majalah Poestaka Timoer.

Pertempuran 10 November 1945

Pada 1944, ia terpilih menjadi anggota


"Gerakan Rakyat Baru" dan pengurus
"Pemuda Republik Indonesia" di
Surabaya, yang disponsori Jepang.
Setelah ia bergabung dengan sejumlah
kelompok politik dan sosial, inilah titik
awal keterlibatannya dalam Revolusi
Nasional Indonesia. Dengan posisinya itu,
ia bisa mendapatkan akses radio yang
lantas berperan besar untuk menyiarkan
orasi-orasinya yang membakar semangat
pemuda dan rakyat untuk berjuang
mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Terlebih, sejak 12 Oktober
1945 Bung Tomo juga menjadi pemimpin
"Barisan Pemberontakan Rakyat
Indonesia" (BPRI) di Surabaya melawan
pasukan Inggris. Meskipun pada
Pertempuran Surabaya 10 November
1945, akhirnya pihak Indonesia kalah,
tetapi rakyat Surabaya dianggap berhasil
memukul mundur pasukan Inggris untuk
sementara waktu (pasukan Inggris
mundur dari Indonesia pada November
1946) dan kejadian ini dicatat sebagai
salah satu peristiwa terpenting dalam
sejarah sebagai awal dari
mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia.

Pasca Perang Kemerdekaan

Antara 1950-1956, Bung Tomo masuk


dalam Kabinet Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap sebagai Menteri
Negara Urusan Bekas Pejuang
Bersenjata/Veteran, merangkap Menteri
Sosial (Ad Interim).

Hubungan Bung Tomo dengan Sukarno


mulai memburuk di tahun 1952, dimana
Sukarno menunjukkan kemarahan
terhadap ketidaksetujuan Bung Tomo
akan hubungannya dengan Hartini, yang
saat itu masih bersuami.[3][4] Sukarno dan
Hartini kemudian menikah di tahun 1953.

Sejak 1956 Sutomo menjadi anggota


anggota Konstituante mewakili Partai
Rakyat Indonesia. Ia menjadi wakil rakyat
hingga badan tersebut dibubarkan
Sukarno lewat Dekrit Presiden 1959.
Sutomo memprotes keras kebijakan
Sukarno tersebut, termasuk
membawanya ke pengadilan meski
akhirnya gugatan tersebut ditolak.[5][6]
Akibatnya perlahan ia menarik diri dari
dunia politik dan pemerintahan.

Pada awal Orde Baru, Sutomo kembali


muncul sebagai tokoh yang mulanya
mendukung Suharto. Namun, sejak awal
1970-an, ia mulai banyak mengkritik
program-program Suharto, termasuk
salah satunya proyek pembangunan
Taman Mini Indonesia Indah. Akibatnya
pada 11 April 1978 ia ditangkap dan
dipenjara selama setahun atas tuduhan
melakukan aksi subversif.

Sekeluar dari penjara Sutomo tampaknya


tidak lagi berminat untuk bersikap vokal
pada pemerintah dan memilih
memanfaatkan waktu bersama keluarga
dan mendidik kelima anaknya. Selain itu
Sutomo juga menjadi lebih bersungguh-
sungguh dalam kehidupan imannya.

Pada 7 Oktober 1981, Sutomo meninggal


dunia di jalan pandan saat sedang
menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan
tradisi memakamkan jemaah haji yang
meninggal di tanah suci, jenazah Bung
Tomo dibawa pulang ke tanah air. Sesuai
wasiatnya, Bung Tomo tidak
dimakamkan di taman makam pahlawan,
melainkan di Tempat Pemakaman Umum
Ngagel Surabaya.
Gelar Pahlawan Nasional
Bung Tomo resmi dikukuhkan menjadi
Pahlawan Nasional pada peringatan Hari
Pahlawan tahun 2008 di Istana Merdeka.
Sang istri, Ny. Sulistina, menerima
langsung surat keputusan bernomor
041/TK/Tahun 2008 yang diserahkan
presiden.[7] Pengangkatan ini buah dari
desakan berbagai pihak, termasuk GP
Ansor dan Fraksi Partai Golkar DPR.[8]

Kontroversi
Wikisumber memiliki naskah asli yang
berkaitan dengan artikel ini:
Bung Tomo
Pada 1950-an di Surabaya, Bung Tomo
beraspirasi untuk membantu kehidupan
para tukang becak dengan menginisiasi
sebuah perkumpulan koperasi. Dengan
uang iuran yang ditarik dari para tukang
becak, lantas direncanakan pendirian
pabrik sabun yang nantinya akan dikelola
sepenuhnya oleh dan untuk tukang
becak. Akan tetapi ide pendirian pabrik
sabun ini berhenti di tengah jalan, tanpa
pernah ada pertanggungan-jawaban
keuangan.[9]

Keluarga
Bung Tomo menikahi Sulistina, seorang
bekas perawat PMI, pada 19 Juni 1947.
Pasangan ini dikaruniai empat orang
anak, masing-masing bernama Tin
"Titing" Sulistami (lahir 29 Juni 1948),
Bambang Sulistomo (lahir 22 April 1950),
Sri Sulistami (lahir 16 Agustus 1951), dan
Ratna Sulistami (12 November 1958).[10]

Referensi
1. Frederick, William H. (April 1982). "In
Memoriam: Sutomo" (http://cip.cornell.ed
u/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/11
07016901) . Indonesia. Cornell University
Southeast Asia Program. 33: 127–128.
seap.indo/1107016901.

2. Arfah, Hamzah (2016-09-01). Djumena,


Erlangga, ed. "Sosok Istri Bung Tomo di
Mata Keponakannya" (https://nasional.ko
mpas.com/read/xml/2016/09/01/12492
721/sosok.istri.bung.tomo.di.mata.kepon
akannya) . Kompas.com. Diakses tanggal
2021-05-13.

3. Templat:Cite hmmm okeee book


4. Chairunnisa, Ninis (2017-11-12). "Bung
Tomo dan Bung Karno Pernah Bertengkar
Sampai Banting Piring" (https://nasional.t
empo.co/read/1032955/bung-tomo-dan-
bung-karno-pernah-bertengkar-sampai-ba
nting-piring) . Tempo (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2022-12-04.

5. Hatta, Mohammad (1986). Hati nurani


melawan kezaliman: surat-surat Bung
Hatta kepada Presiden Soekarno, 1957-
1965 (https://books.google.com/books?i
d=aHoMAAAAIAAJ&newbks=0&printsec=
frontcover&dq=Bung+Tomo+menggugat+
Sukarno+1960&q=Bung+Tomo+menggug
at+Sukarno+1960&hl=en) . Penerbit Sinar
Harapan.

6. MAPPAPA, Imam Wahyudiyanta, PASTI


LIBERTI. "Menggugat Presiden Ala Bung
Tomo" (https://news.detik.com/berita/d-3
065035/menggugat-presiden-ala-bung-to
mo) . detiknews. Diakses tanggal
2022-12-04.

7. "Bung Tomo untuk Generasi Muda" (http


s://regional.kompas.com/read/2008/11/
08/10263625/bung.tomo.untuk.generasi.
muda) . Kompas.com. 2008-11-08.
Diakses tanggal 2021-05-13.

8. Widiyanarko, Dian (2007-11-09).


"Pemerintah Didesak Beri Gelar Pahlawan
pada Bung Tomo" (https://news.okezone.
com/read/2007/11/09/1/59809/pemerin
tah-didesak-beri-gelar-pahlawan-pada-bun
g-tomo) . Okezone.com. Diakses tanggal
2021-05-13.

9. "Da'wah pembangunan manusia becak" (h


ttps://web.archive.org/web/20110625012
047/http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/1
972/09/16/ILS/mbm.19720916.ILS6048
9.id.html) . Diarsipkan dari versi asli (htt
p://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/1972/09/
16/ILS/mbm.19720916.ILS60489.id.htm
l) tanggal 2011-06-25. Diakses tanggal
2010-11-10.

10. Sutomo, Sulistina (1995). Bung Tomo,


Suamiku (https://www.worldcat.org/oclc/
35230637) . Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. ISBN 979-416-313-9.
OCLC 35230637 (https://www.worldcat.or
g/oclc/35230637) .
Pranala luar
In Memoriam: Sutomo, oleh William H.
Frederick (https://web.archive.org/we
b/20060921180717/http://cip.cornell.e
du/DPubS/Repository/1.0/Disseminat
e/seap.indo/1107016901/body/pdf)
(Inggris)

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sutomo&oldid=24125466"

Halaman ini terakhir diubah pada 3 September


2023, pukul 12.16. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai