Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN ANESTESIA PADA OPERASI SECTIO CAESAREA PASIEN

DENGAN TUMOR FOSSA POSTERIOR


Aditya B. Farhan *) Dhania A. Santosa**)

*) Residen Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas


Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya
**)Staf Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya

1. Pendahuluan
Cedera pada sistem saraf pusat termasuk subarachnoid (SAH) dan
perdarahan intrakranial (ICH), cedera otak traumatis akut, dan tumor otak primer atau
metastasis merupakan sumber utama morbiditas dan mortalitas non-obstetri selama
kehamilan. Operasi tumor otak selama kehamilan adalah sesuatu yang perlu
diwaspadai. Tidak ada data statistika yang akurat untuk prevalensi. Tumor yang
paling umum adalah tumor hipofisis, meningioma, glioma, metastasis karsinoma
payudara. Prosedur gabungan operasi Caesar dan Craniotomi biasa dilakukan dalam
keadaan ini. Namun, tindakan bedah saraf untuk lesi neoplastik kadang ditunda
sampai setelah melahirkan, tetapi jika perjalanan klinis tumor otak menyebabkan
kerusakan, intervensi sebelumnya untuk meningkatkan luaran ibu dan janin mungkin
diperlukan. 1,2,3
Perubahan hormon dalam kehamilan dapat mempercepat pertumbuhan tumor
intrakranial, edema, dan pembengkakan pembuluh darah, dan peningkatan
konsentrasi estrogen dan human chorionic gonadotropin tampaknya menurunkan
ambang kejang. Pasien hamil yang mengalami trauma SSP, lesi tulang belakang atau
epidural atau perdarahan juga mungkin memerlukan pembedahan segera. Banyak
masalah mempengaruhi anestesi, karena interaksi antara banyak faktor yang berbeda,
karena perubahan fisiologis selama kehamilan, termasuk, perubahan kardiovaskular
dan perubahan pernapasan. 1,2
Tumor sistem saraf pusat primer terjadi pada sekitar 6 dalam 100.000
wanita, tetapi tidak lebih sering selama kehamilan. Gejala dapat hadir atau diperburuk
karena peningkatan pertumbuhan tumor atau edema, peningkatan vaskularisasi atau
imunotoleransi terkait kehamilan. Meningioma adalah neoplasma intrakranial primer
yang paling umum dan beberapa tumor ini tumbuh lebih cepat selama kehamilan
karena mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Kerusakan neurologis akut
dari kedua tumor sudut suprasellar dan serebellopontine selama kehamilan, yang
mengharuskan reseksi, telah dilaporkan. 3
Pemberian anestesi untuk pasien bedah saraf yang membutuhkan perawatan
bedah saat hamil adalah tantangan besar. Keseimbangan antara tujuan klinis yang
bersaing atau bahkan kontradiktif mungkin perlu dicapai. penerapan beberapa teknik
neuroanaestesia atau intervensi protektif dapat bermanfaat bagi ibu tetapi membawa
risiko pada janin. Secara umum, prinsip anestesi untuk perawatan pasien bedah saraf
baik yang hamil maupun yang tidak hamil sepenuhnya berlaku dalam kedua situasi.
Teknik neuroanaestesia harus dirancang untuk menghindari hipoksia janin,
hiperkarbia, hipotensi, teratogenisitas, dan induksi persalinan prematur dan
memperhatian perubahan terkait kehamilan dalam fisiologi ibu. Langkah-langkah
neuroprotektif seperti hiperventilasi hanya boleh digunakan dengan hati-hati dan
sampai batas tertentu, karena hipokarbia, berkurangnya perfusi uterus, dan
hiperosmolaritas atau dehidrasi janin menimbulkan ancaman serius bagi janin. Oleh
karena itu, ahli neuroanestesia harus berusaha untuk menawarkan perawatan yang
optimal untuk ibu dan meminimalkan atau menghilangkan risiko pada janin,
sementara itu juga memastikan paparan sesingkat mungkin untuk obat anestesi pada
janin . Semua prosedur bedah saraf selama kehamilan harus dianggap sebagai
intervensi utama. 1
Oleh karena itu, strategi dan pendekatan tim yang multi-disiplin dan
terencana dengan baik disarankan dalam semua skenario. Jika keadaan darurat terjadi
selama kehamilan, stabilisasi awal ibu harus diprioritaskan, meskipun penilaian dan
perawatan selanjutnya harus mempertimbangkan ibu dan anak. Masalah terjadi,

2
selama diagnosis, dan pengobatan tumor dan selama operasi, interaksi dengan obat
anestesi, kehilangan darah dan transfusi, pencegahan persalinan prematur, serta
anestesi untuk operasi caesar darurat selama operasi untuk pengangkatan tumor otak.
Banyak kasus reseksi otak selama kehamilan ini saya berharap dapat memberikan
pengalaman ini untuk setiap anestesi untuk menghadapi kasus tersebut. 1,3
2.1 Definisi Tumor Otak
Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) / tumor otak adalah suatu neoplasma
yang berasal dari dalam otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor
metastatik yang berasal dari tempat lain. Neoplasma SSP primer sedikit berbeda
dengan neoplasma yang timbul di tempat lain, dalam artian bahwa bahkan lesi
yang secara histologis jinak, dapat menyebabkan kematian karena penekanan
terhadap struktur vital. Selain itu, berbeda dengan neoplasma yang timbul di luar
SSP, bahkan tumor otak primer yang secara histologis ganas jarang menyebar
kebagian tubuh lain.4
2.2 Epidemiologi
Kanker otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan saraf
pusat. Di Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas dan jinak adalah 21.42 per
100.000 penduduk per tahun (7.25 per 100.000 penduduk untuk kanker otak
ganas, 14.17 per 100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak jinak). Angka
kejadian untuk kanker otak ganas di seluruh dunia berdasarkan angka standar
populasi dunia adalah 3.4 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas adalah 4.25
per 100.000 penduduk per tahun. Mortalitas lebih tinggi pada pria. Data cancer
registry dari RSK Dharmais, RSCM, RS Persahabatan, IAPI, KPKN. Dari
seluruh tumor primer susunan saraf pusat, astrositoma anaplastik dan
glioblastoma multiforme (GBM) meliputi sekitar 38% dari jumlah keseluruhan,
dan meningioma dan tumor mesenkim lainnya 27%. Sisanya terdiri dari tumor
otak primer yang bervariasi, meliputi tumor hipofisis, schwannoma, limfoma
SSP, oligodendroglioma, ependimoma, astrositoma derajat rendah, dan
meduloblastoma.4

3
Tumor intrakranial dalam kehamilan sangat jarang tetapi serius dan
mengancam jiwa. Kejadian pada kehamilan sama dengan pada individu yang
tidak hamil. Gejala neurologis lebih dulu muncul selama kehamilan harus
dibedakan dari komplikasi kehamilan. Insiden tumor SSP primer kurang dari 6
per 100.000 perempuan. Tanpa gejala pasien akan menjadi simtomatik dan
simtomatik pasien akan mengalami eksaserbasi gejala selama kehamilan.2
2.3 Klasifikasi
WHO telah mengklasifikasikan tumor otak berdasarkan jenis histologi
dan gambaran molekularnya. Adapun klasifikasi terbaru yang diterbitkan oleh
WHO update tahun 2016 adalah sebagai berikut ini5:
Tabel 2.1 Klasifikasi tumor otak berdasarkan WHO Tahun 20163
• Diffuse astrocytic and oligodendroglial • Meningiomas
tumors • Mesencymal, non-
• Other astrocytic tumors meningothelial tumors
• Ependymal tumors • melanocytic tumor
• Other Gliomas • Lymphomas
• Choroid Plexus tumors • Histyocytic tumors
• Neuronal and mixed neuronal-glial • Germ cell tumors
tumors • Tumor of the sellar region
• Tumor of Pineal Region • Metastatic tumors
• Embryonal tumors
• Tumor of the cranial and paraspinal
nerves
Dikutip dari

2.4 Tumor Otak pada kehamilan


a. Tumor Sel Glial
Gambaran Klinis
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari lokasi dan
tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering ditemukan adalah
peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat disertai muntah proyektil),
defisit neurologis yang progresif, kejang, penurunan fungsi kognitif. Pada glioma
derajat rendah gejala yang biasa ditemui adalah kejang, sementara glioma derajat

4
tinggi lebih sering menimbulkan gejala defisit neurologis progresif dan tekanan
intrakranial meningkat.4,5

Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang
tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan meningkatkan
efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya direkomendasikan untuk hampir
seluruh jenis kanker otak yang operabel. Kanker otak yang terletak jauh di dalam
dapat diterapi dengan tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak
memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik operasi
meliputi membuka sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor.
Tumor diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli
patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor.4,5
Pada glioma derajat tinggi maka operasi dilanjutkan dengan radioterapi dan
kemoterapi. Pilihan teknik anestesi untuk operasi intrakranial adalah anestesi umum
untuk sebagian besar kasus, atau sedasi dalam dikombinasikan dengan blok kulit
kepala untuk kraniotomi awake (sesuai indikasi).4,5
Tatalaksana Nyeri
Pada kanker otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.
Berdasarkan patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini berbeda dengan nyeri kanker pada
umumnya. Gejala klinis nyeri biasanya bersifat lokal atau radikular ke sekitarnya,
yang disebut nyeri neuropatik. Pada kasus ini pilihan obat nyeri adalah analgesik
yang tidak menimbulkan efek sedasi atau muntah. Oleh karena itu dapat diberikan
parasetamol dengan dosis 20mg/berat badan per kali dengan dosis maksimal 4g/hari,
baik secara oral maupun intravena sesuai dengan beratnya nyeri. Jika komponen nyeri
neuropatik yang lebih dominan, maka golongan antikonvulsan menjadi pilihan utama,
seperti gabapentin 100-1200mg/hari, maksimal 3600mg/hari. Nyeri kepala tersering
adalah akibat peningkatan tekanan intrakranial, yang jika bersifat akut akibat edema
peritumoral. Oleh karena itu tatalaksana utama bukanlah obat golongan analgesik,

5
namun golongan glukokortikoid seperti deksametason atau metilprednisolon
intravena atau oral sesuai dengan derajat nyerinya. 4,5

Gambar 2.1 Alur Tatalaksana Tumor Glial4


b. Meningioma
Merupakan tumor jinak yang tersering. Berasal dari arachnoid cap cells dari
duramater dan umumnya tumbuh lambat. Lesi Meningioma umumnya memiliki batas
yang jelas, tapi dapat saja memberikan gambaran lesi yang difus, sebagai contoh
adalah meningioma yang tumbuh di sphenoid ridge. Meningioma dapat tumbuh
intrakranial maupun pada kanalis spinalis.2,4,5
Terapi
Terapi tergantung dari gejala klinis yang ditimbulkan, usia pasien, dan ukuran
serta letak lesi tumor. Sebagai contoh, pasien usia tua dengan banyak masalah
kesehatan lain yang memperberat, dengan lesi tumor yang kecil dan tidak

6
memberikan gejala dari menigioma dapat dilakukan terapi konservatif. Pasien
tersebut memerlukan pemantauan MRI setiap tahunnya selama 3 tahun dan dapat
dilanjutkan dengan follow-up secara klinis saja, bila tidak ada hal baru. 4,5
Embolisasi Endovaskular
Embolisasi terhadap pembuluh darah yang mensuplai tumor, dapat
menggunakan coil atau glue. Embolisasi endovasular biasanya dilakukan sebelum
tindakan pembedahan, dengan tujuan mengurangi resiko perdarahan yang banyak saat
operasi. Embolisasi dapat menyebabkan nekrosis dari lesi meningioma, yang dapat
meragukan dalam pemeriksaan patologi anatomi dari spesimen tumor setelah
operasi.4,5
Pembedahan
Tumor dan dura pada tumor direseksi. Tujuan pembedahan adalah reseksi
total, tapi dapat saja tidak tercapai, seperti bila meningioma dekat dengan struktur
yang penting, atau pada meningioma en plaque. Pembedahan dapat memberikan
komplikasi berupa invasi massa tumor ke struktur di sekitarnya, seperti pada
meningioma parasagital, yang dapat menginvasi ke dalam sinus dura. 4,5
Stereotactic radiosurgery dapat memberikan kontrol lokal tumor yang sangat
baik. Kortikosteroid preoperatif dan pascaoperatif signifikan dalam menurunkan
angka mortalitas dan morbiditas terkait dengan reseksi dari tumor. Obat antiepilepsi
seharusnya dimulai sebelum operasi untuk operasi pembedahan supratentorial dan
diteruskan paling tidak selama 3 bulan. 4,5

7
Gambar 2.2 Alur Tatalaksana Meningioma4
c. Schwannoma
Schwannoma adalah neurilemoma akustik, neurinoma akustik, atau
schwannoma vestibular. Neuroma akustik (AN) adalah tumor saraf vestibulokohlearis
(N. VIII) yang berasal dari selubung saraf sel Schwann. Biasanya schwannoma
termasuk tumor jinak dan tumbuh lambat, tapi dapat menimbulkan gejala efek desak
dan tekanan pada struktur lokal yang akhirnya mengancam. Pola pertumbuhan
bervariasi dan sebagian kecil dapat tumbuh cepat (2 kali lipat dalam 6 bulan). Dengan
mempertimbangkan kemungkinan yang ada, dapat dilakukan diagnosis dini sehingga
dapat meningkatkan pilihan terapi dan menurunkan angka kematian. 4,5
Di daerah cerebellopontine angle (CPA), tumor dapat tumbuh dengan
diameter 4 cm dan pertumbuhan lambat memungkinkan peregangan tanpa
mempengaruhi fungsi. Namun tumor lain dalam kanalis auditoris interna, akan
menimbulkan gejala-gejala lebih awal dengan gangguan pendengaran (gejala umum
yang ditimbulkan) atau gangguan vestibuler. AN mewakili 6-10% dari kebanyakan

8
tumor intrakranial, tetapi merupakan bentuk tersering dari tumor CPA. Tumor-tumor
sporadik yang jumlahnya 95%. 4,5
Pembedahan
Di Inggris, mayoritas penderita mendapatkan bedah mikro. Pendekatan bedah
diambil berdasarkan lokasi tumor, ukuran dan fungsi pendengaran. Pengangkatan
tumor sangat dimungkinkan pada 95% kasus. Risiko pembedahan meliputi: kematian,
kebocoran cairan otak dan meningitis, stroke, cedera serebelum, epilepsi, paralisis
fasial, kehilangan pendengaran, gangguan keseimbangan, dan nyeri kepala. 4,5

Gambar 2.3 Alur Tatalaksana Schwannoma4

d. Tumor Hipofisis
Tumor hipofisis biasanya jinak dan dapat disembuhkan. Tumor hipofisis dapat
menyebabkan masalah akibat produksi hormon yang berlebihan, efek lokal dari
tumor, dan produksi hormon yang inadekuat dari kelenjar hipofisis yang tersisa. 4,5

9
Gambaran Klinik
Tergantung pada hormon yang disekresikan oleh tumor pertumbuhan tumor
dalam sella tursica. Efek lokal yang pendesakan massa tumor dapat menimbulkan
sakit kepala, defek neurooftalmologi atau nyeri trigeminal tergantung pada ukuran
dan arah pembesaran. Sakit kepala biasanya retroorbita atau bitemporal. Cenderung
memburuk ketika bangun. Sakit kepala katastropik mendadak bisa disebabkan oleh
apopleksi hipofisis. Tumor hipofisis yang sangat besar dapat mengakibatkan
obstruksi cairan otak, menyebabkan hidrosefalus. 4,5
Defek lapangan pandang umum terjadi namun seringkali asimptomatik.
Hemianopia bitemporal adalah kelainan klasik namun dapat juga timbul defek
lapangan pandang bilateral atau unilateral. Pembesaran ekstensif ke hipotalamus
dapat mengakibatkan gangguan selera makan, haus, dan gangguan regulasi suhu serta
kesadaran. 4,5
Manifestasi pada dewasa cenderung berupa oligo/amenorrhea, penurunan
libido, disfungsi ereksi, dan infertilitas. Defisiensi LH dan GH dapat mengakibatkan
penurunan massa otot, jumlah bulu pada tubuh, obesitas sentral dan testis yang kecil
dan lunak. Pada anak-anak, gejala hipopituitarisme seringkali muncul dalam bentuk
pubertas yang terlambat atau gangguan pertumbuhan. Diabetes insipidus merupakan
tampilan yang jarang namun dapat muncul setelah operasi adenoma hipofisis.
Hiperseksresi dari hormone hipofisis yang terlibat, seperti acromegali, prolaktinemia,
sindrom Cushing, tirotoksikosis.
Terapi
Terapinya tergantung pada tipe tumor hipofisis dan apakah terdapat perluasan
ke sekitar hipofisis. Tumor penghasil hormon dapat ditangani dengan operasi, terapi
radiasi atau dengan obat-obatan seperti bromokriptin (adenoma penghasil prolaktin)
atau analog somastatin (adenoma penghasil GH). 4,5
Pembedahan
Operasi transsphenoid merupakan terapi pilihan untuk lesi yang terbatas pada
sella tursica dan adenoma penghasil ACTH (adrenocorticotrophic hormone).

10
Kraniotomi frontal jarang diperlukan. Lesi yang meluas keluar fossa sella seringkali
merupakan jenis adenoma kromofob nonfungsional dan membutuhkan terapi radiasi
tambahan. 4,5

Gambar 2.4 Alur Tatalaksana Tumor Hipofisis4

3.1. Perubahan Fisiologi pada Kehamilan


Terjadi perubahan fisiologi pada wanita hamil dibandingkan dengan saat tidak
hamil yang berhubungan dengan manajemen anestesi pada wanita hamil dengan
tumor otak. Adapun perubahan tersebut meliputi:
a. Perubahan sistem pernapasan dan keseimbangan asam basa
Ventilasi alveolar meningkat 25% pada bulan keempat kehamilan dan
45% menjadi 70% saat aterm. Hal ini menyebabkan terjadinya alkalosis
respiratori kronis, dengan PaCO2 dari 28 hingga 32 mm Hg, sedikit lebih basa

11
(sekitar 7,44), dan terjadi penurunan kadar bikarbonat dan basa penyangga.
Selain itu terjadi peningkatan konsumsi oksigen selama kehamilan, dimana PaO2
biasanya sedikit meningkat atau tetap dalam kisaran normal.6
Tabel 2.2 Analisa Gas Darah selama Kehamilan5
Parameter Tidak Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3
PaCO2 (mmHg) 40 30 30 30
PaO2 (mmHg) 100 107 105 103
pH 7.40 7.40 7.44 7.44
HCO3- (mEq/L) 24 21 20 20
Dikutip dari

Kapasitas residual fungsional pada wanita hamil berkurang sekitar 20%


ketika rahim membesar, yang menghasilkan penurunan cadangan oksigen dan
potensi penutupan jalan napas. Obesitas, distensi intraabdominal perioperatif;
pasien dalam posisi terlentang, trendelenburg, atau litotomi, menyebabkan
penutupan jalan nafas mungkin cukup untuk menyebabkan hipoksemia. Pada
wanita hamil, terjadinya hipoksemia yang cepat dan asidosis selama periode
hipoventilasi atau apnea yang mana disebabkan oleh penurunan kapasitas
residual fungsional, peningkatan konsumsi oksigen.
Tabel 2.3 Perubahan Fisologi Respirasi pada Kehamilan Aterm7
Parameter Perubahan relative pada ibu hamil
Volume Paru:
• Volume inspiratory reserve meningkat 5%
(IRV) meningkat 45%
• Tidal Volume menurun 25%
• Expiratory Reserve Volume menurun 15%
(ERV)
• Residual Volume
Kapasitas Paru
• Kapasitas Inspirasi Meningkat 15%
• Kapasitas Fungsional Residu Menurun 20%
(FRC) tidak berubah
• Kapasitas Vital Menurun 5%
• Kapasitas Paru Total Meningkat 45%
• Dead space tidak berubah
• Laju nafas
Ventilasi
Minute Ventilation meningkat 45%
Alveolar Ventilation Meningkat 45%
Dikutip dari

12
Pada kala 1 persalinan, dapat terjadi hiperventilasi, ventilasi akan
meningkat 70–140%. Pada kala 2, ventilasi semenit meningkat 120–200%.
PaCO2 menurun 10-15 mmHg dan dapat menimbulkan asidosis fetal. Konsumsi
oksigen akan meningkat 40% diatas normal sebelum persalinan pada kala 1 dan
meningkat 75% pada kala 2. Volume darah ibu meningkat selama kehamilan,
dimulai pada trisemester pertama 15% dan meningkat dengan cepat pada
trisemester kedua 50% dan trisemester ketiga 55%, termasuk peningkatan
volume plasma, sel darah merah dan sel darah putih. Volume plasma meningkat
40–50%, sel darah merah meningkat 15–20% yang menyebabkan terjadinya
anemia fisiologis. Akibat hemodilusi, viskositas darah menurun kurang lebih
20%. Peningkatan volume darah mempunyai beberapa fungsi penting untuk
memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan
unit feto-placenta, mengisi peningakatan reservoir vena, melindungi ibu dari
perdarahan pada saat melahirkan dan selama kehamilan ibu menjadi
hiperkoagulapi. Volume darah akan kembali normal, delapan minggu setelah
melahirkan.8
b. Perubahan sistem kardiovaskular
Terjadi peningkatan curah jantung hingga 30% hingga 50% selama
kehamilan karena peningkatan denyut jantung dan stroke volume; resistensi
vaskuler sistemik dan paru menurun. Pada usia kehamilan delapan minggu, 57%
peningkatan pada curah jantung, 78% peningkatan stroke volume, dan 90%
penurunan resistensi vaskular sistemik yang biasanya dicapai pada usia
kehamilan 24 minggu.
Selama paruh kedua kehamilan, berat uterus menekan vena cava inferior
ketika ibu berbaring telentang; hal ini mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung sekitar 25% hingga 30%. Meskipun tekanan darah ekstremitas atas dapat
dipertahankan dengan kompensasi vasokonstriksi dan takikardia, perfusi
uteroplasenta menurun setiap kali ibu telentang. Faktor-faktor yang dapat

13
mengubah aliran darah uteroplasenta, antara lain kontraksi uterus, penurunan
aliran darah uterus, kondisi patologis, agen farmakologis. 6
Ketika tekanan arteri ibu menurun atau secara signifikan meningkatkan
resistensi pembuluh darah rahim akan menurunkan aliran darah plasenta uterus
dan, akhirnya, aliran darah umbilikal. Pada kehamilan aterm, 10% dari curah
jantung (700 mL / mnt) memasok ke uterus. Pembuluh darah ke plasenta tetap
tercurahkan secara maksimal.6
c. Perubahan volume darah dan konstituen darah
Terjadi peningkatan volume darah pada trimester pertama kehamilan
sebesar 30% dan menjadi 45% pada kehamilan aterm. Peningkatan volume sel
darah merah yang lebih kecil daripada volume plasma menghasilkan anemia
dilusional.4
Kehilangan darah jumlah sedang masih dapat ditoleransi dengan baik
selama kehamilan. Namun jika perdarahan hebat terjadi, maka simpanan
hemoglobin sebelumnya akan terpakai. Transfusi darah segar diperlukan untuk
mengkompensasi kehilangan darah selama operasi tumor otak.6
Diketahui bahwa kehamilan itu sendiri dapat menginduksi keadaan
hiperkoagulasi, dengan peningkatan fibrinogen; faktor VII, VIII, X, dan XII; dan
produk degradasi fibrin. Kehamilan dikaitkan dengan peningkatan pergantian
trombosit, pembekuan, dan fibrinolisis, dan ada banyak perbedaan dalam jumlah
trombosit normal; dengan demikian kehamilan merupakan keadaan koagulasi
intravaskular yang dipercepat tetapi dikompensasi. Selama periode pasca operasi,
pasien bedah hamil berisiko tinggi untuk komplikasi tromboemboli.6
d. Perubahan pada sistem renal
Glomerular filtration rate (GFR) meningkat selama kehamilan karena
peningkatan renal plasma flow. Renal blood flow (RBF) dan GFR meningkat
150% pada trisemester pertama kehamilan, tetapi menurun lagi sampai 60% pada
kehamilan aterm.8

14
e. Perubahan pada saluran cerna
Uterus yang gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan
merubah posisi normal gastrooesophageal junction. Alkali fosfatase meningkat.
Plasma cholinesterase menurun kira-kira 28%, kemungkinan disebabkan karena
sintesanya yang menurun dan karena hemodilusi. Aktivitas serum cholinsterase
berkurang 24% sebelum persalinan dan paling rendah 33% pada hari ketiga post
partum. Karena perubahan tersebut, wanita hamil harus selalu diperhitungkan
lambung penuh, dengan tidak mengindahkan waktu makan terakhir, walaupun
puasa sudah lebih dari 6 jam, lambung terkadang masih penuh. Penggunaan
antasida yang non partikel secara rutin adalah penting sebelum seksio saesarea
dan sebelum induksi regional anestesi. Perubahan gastrointestinal ini akan
kembali dalam 6 minggu postpartum.8
f. Perubahan susunan saraf pusat (SSP) dan susunan saraf perifer
Peningkatan konsentrasi progesteron dan endorfin akan menyebabkan
penurunan MAC 25-40% selama kehamilan. Halotan menurun 25%, isoflurane
40%, methoxyflurane 32%. Terdapat penyebaran dermatom yang lebih lebar
pada wanita hamil setelah epidural anestesi. Hal ini disebabkan ruangan epidural
menyempit karena pembesaran plexus venosus epidural akibat kompresi
aortocaval pada penekanan uterus yang membesar. Berdasarkan hal itu, maka
dosis pada anestesi umum, anestesi regional dan lokal harus dikurangi.8
g. Perubahan sistim musculoskeletal, dermatologi, mammae dan mata
Hormon relaksin menyebabkan relaksasi ligamentum dan melunakkan
jaringan kolagen. Terjadi hiperpigmentasi kulit daerah muka, leher, garis tengah
abdomen akibat melanocyt stimulating hormon. Tekanan intraokuler menurun
selama kehamilan karena peningkatan kadar progesterone, adanya relaxin,
penurunan produksi humor aqueus akibat peningkatan sekresi chorionic
gonadotrophin. Mamae yang membesar akan mempersulit tindakan intubasi,
terutama pada ibu hamil dengan leher pendek.8

15
h. Perubahan respons terhadap anestesi
Pada wanita hamil terjadi penurunan minimum alveolar concentration
(MAC) untuk agen anestesi inhalasi. Terjadi penurunan kebutuhan thiopental
mulai di awal kehamilan. Kadar cholinesterase plasma menurun sekitar 25% dari
awal kehamilan sampai hari ke tujuh pascapersalinan oleh karenanya perlu
perhatian khusus dalam penggunaan remifentanil dan suksinilkolin. Pengikatan
protein yang menurun terkait dengan konsentrasi albumin yang rendah selama
kehamilan dapat menghasilkan fraksi yang lebih besar dari obat yang tidak
terikat, dengan potensi toksisitas obat yang lebih besar selama kehamilan.8
3.2 Pengaruh Perubahan Fisiologis Ibu Hamil terhadap Perkembangan Tumor
Otak
Selama kehamilan terdapat beberapa perubahan fisiologis dalam tubuh
ibu yang bertujuan untuk pertumbuhan janin dan persiapan persalinan. Pada
lingkungan yang adaptif ini, keadaan patologis seperti tumor otak dapat muncul
sebagai karakteristik dan perilaku biologis yang sangat berbeda. Perubahan
patofisiologi dan morfologi tumor dalam kehamilan merupakan proses yang
kompleks yang masih terus diteliti. Terdapat dua mekanisme utama yang
mendasari perubahan itu yaitu perubahan dari sisi endokrin dan vaskular.9
a. Perubahan Endonkrin
Pertumbuhan tumor otak seperti meningioma, dapat meningkat pada fase
luteal yang didominasi progesteron dari siklus menstruasi. Setelah masa
konsepsi, dalam empat minggu pertama, sekresi estrogen dan progesteron
menjadi terbatas khususnya pada ovarium. Dalam hal ini human chorionic
gonadotropin (hCG) yang diproduksi oleh sinsitiotrofoblas sangat diperlukan
untuk mempertahankan korpus luteum, oleh karena itu hCG memainkan peran
kunci dalam dua puluh minggu pertama kehamilan. Namun, sejak minggu ke-10
plasenta mengambil alih produksi estrogen dan progesteron. Selama kehamilan,
kadar FSH dan LH serta prolaktin rendah karena mekanisme umpan balik negatif
yang mempengaruhi hipofisis anterior. Penelitian menunjukkan bahwa

16
glikoprotein FSH, LH dan hCG dalam kultur sel in vitro menghambat proliferasi
sel tumor; sebaliknya, protein hPL dan PRL menstimulasi penyebaran tumor.
Perubahan konsentrasi plasma dari hormon-hormon yang disebutkan di atas
selama kehamilan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan meningioma sejalan
dengan gagasan, bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan tumor (termasuk
meningioma) pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Namun, efek
patognomonik dari estrogen masih dipertanyakan. Reseptor estrogen tidak
diekspresikan dalam mayoritas meningioma dan fenomena ini tidak berbeda
sehingga disebut meningioma gestasional.
Pada penelitian in vitro menggunakan reverse transcription PCR (RT-
PCR) telah menunjukkan bahwa ekspresi reseptor estrogen pada meningioma
hadir dalam proporsi kasus yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
imunohistokimia. Hasil yang kontras ini mungkin disebabkan oleh sensitivitas
yang berbeda dari teknik yang diterapkan; Namun, aktivitas fungsional reseptor
tetap tidak diketahui. Peran reseptor progesteron (PR) telah dipelajari dalam
beberapa penelitain. Terdapat hubungan yang terbalik antara ekspresi protein
dan tingkat tumor. Sementara tingkat pembelahan sel (mitosis) meningkat
dengan tingkat yang lebih tinggi, meningioma pada kehamilan didominasi
dengan tingkat pembelahan sel yang rendah (WHO I) dengan aktivitas mitosis
yang dapat diabaikan. Oleh karena itu, dipertanyakan apakah pertumbuhan tumor
yang cepat berkaitan dengan proliferasi sel yang diinduksi progesteron atau
tidak.9
Peran progesteron pada pertumbuhan tumor masih diperdebatkan.
Mayoritas meningioma mengekspresikan reseptor progesteron, yang dapat
dideteksi juga oleh immunohistokimia. Pertumbuhan tumor biasanya terjadi pada
fase luteal dari siklus menstruasi atau pada trimester kedua atau ketiga
kehamilan, ketika konsentrasi plasma progesteron lebih tinggi, menunjukkan
peran hormon seks dalam mekanisme pertumbuhan tumor. Hal yang
bertentangan menyebutkan, ekspresi reseptor progesteron tidak hanya pada

17
meningioma wanita tetapi juga pada pria dan anak-anak; lebih jauh lagi, puncak
insiden tumor jauh melampaui usia subur ketika tingkat serum progesteron relatif
rendah. Risiko meningioma yang meningkat secara moderat pada wanita yang
didiagnosis dengan kanker payudara adalah sesuai dengan risiko kanker payudara
yang lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya memiliki meningioma,
mendukung peran potensial dari mekanisme hormonal dalam perkembangan
tumor. Selain itu, terapi penggantian hormon jangka panjang juga meningkatkan
kemungkinan penyakit, meskipun korelasi tersebut belum ditunjukkan setelah
penggunaan kontrasepsi oral.9
b. Perubahan Kardiovaskular
Selama kehamilan sistem kardiovaskular menunjukkan beberapa
perubahan fisiologis yang signifikan. Stroke volume, yaitu volume darah yang
dikeluarkan dari ventrikel kiri per denyut, meningkat sebesar 30-40%, sejak
minggu ke-6 sampai dengan minggu ke-28, dan seiring dengan perubahan-
perubahan ini, denyut jantung juga meningkat 15 -20 kali per menit
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Volume plasma dan jumlah sel
darah merah meningkat masing-masing sebesar 40-50% dan 20-30%, yang
mengarah pada hemodilusi fisiologis dan penurunan viskositas darah sebesar
20%. Resistensi perifer total berkurang sehingga tekanan darah istirahat tidak
boleh melebihi 140/90 mmHg. Menurunnya produksi albumin hati bersamaan
dengan meningkatnya jumlah total cairan tubuh menyebabkan adanya edema.9
Beberapa penelitian mendapatkan sel foamy, sel bengkak, dan sel edema
dalam sampel histopatologi meningioma yang direseksi dari wanita hamil. Studi
lain telah mendapatkan terjadi peningkatan vaskularisasi dan perubahan patologis
fokal, seperti edema intra atau ekstraseluler, secara signifikan lebih tinggi dalam
kasus meningioma gestasional, berbeda dengan meningioma pada wanita yang
tidak hamil. Meskipun ukuran tumor bisa menurun setelah kelahiran anak.
namun tumor tersebut dapat tumbuh lagi selama kehamilan berikutnya.

18
Akibatnya, perubahan hemodinamik dengan sifatnya yang reversibel, mungkin
memainkan peran penting dalam patogenesis dan pertumbuhan tumor.
Perubahan yang disebutkan di atas tidak terdeteksi pada semua wanita
hamil dengan meningioma. Hal ini mungkin terjadinya karena peran progesteron
dalam pengaturan fungsi pembuluh darah otak dalam hubungannya dengan
perubahan endokrin pada perubahan vaskular. Kemungkinan besar mekanisme
endokrin dan vaskular tidak bekerja secara independen, tetapi keduanya berperan
dalam terjadinya meningioma gestasional.9
Tabel 2.5 Hipotesis Pertumbuhan Cepat Meningioma pada Kehamilan 9
Efek Progesteron Perubahan Hemodinamik Reversibel
Mendukung Hipotesis: Mendukung Hipotesis:
 Wanita predominan terhadap  Banyak sel inflamasi
meningioma  Meningkatkan vaskularisasi, edema intra
 Pertumbuhan massa terjadi pada atau ekstraseluer
trimester 2 dan 3 dan juga pada fase  Reversibilitas: regresi setelah persalinan
luteal dari siklus menstruasi (ketika
tingkat progesterone meningkat)
Melawan hipotesis: Melawan hipotesis:
 Progesteron reseptor juga  Edema peritumoral juga terjadi pada
diekspresikan pada meningioma yang meningioma pada pasien yang tidak
terjadi pada laki-laki dan anak-anak hamil
 puncak terjadinya pada postmenopous  Perubahan ini tidak selalu terdeteksi
pada meningioma dalam kondisi gestasi
Belum jelas: Belum jelas:
 Terkait dengan proliferasi sel  Terkait perubahan hormonal
 Berperan pada efek fisiologi pembuluh
darah
Dikutip dari

19
4.1 Pertimbangan Pembedahan Tumor Otak pada Kehamilan
Diagnosis klinis patologi intrakranial sering ditunda pada wanita hamil karena
gejala neurologis mungkin disalahartikan akibat perubahan fisiologis kehamilan.
Operasi bedah saraf mempertimbangkan kondisi pasien hamil, keputusan untuk
melakukan operasi harus didasarkan pada pertimbangan bedah saraf daripada
pertimbangan kebidanan 5.
Indikasi untuk operasi tergantung pada penilaian neurologis klinis dan
penentuan lokasi dan histologi lesi. Untuk operasi bedah saraf elektif, kehamilan
dapat dilanjutkan hingga aterm. Operasi bedah saraf dengan kondisi neurologis pasien
yang stabil, perpanjangan usia kehamilan dapat dilanjutkan dengan pemantauan ketat
ibu dan janin. Setelah kehamilan mencapai 32 minggu. 5
Persalinan pervaginam atau operasi sesar dapat dilakukan, diikuti oleh
kraniotomi. Hal ini didasarkan bukan didasarkan karena ambang batas untuk
kelangsungan hidup janin dimulai pada 32 minggu, tetapi karena risiko kelahiran
prematur bahkan pada usia kehamilan ini diyakini secara proporsional memiliki risiko
lebih rendah pada janin dibandingkan jika janin harus menerima terapi larutan
hiperosmotik yang diberikan pada ibunya.5,6
Pada saat operasi bedah saraf perlu dilakukan pada keadaan darurat, operasi
sesar harus dilakukan jika ada janin juga dalam jangka waktu yang segera. Pada
pasien yang tidak stabil pada tahap awal kehamilan diperlukan bedah saraf darurat
akan dilakukan dengan janin dalam kandungan. Dalam situasi ini risiko pada janin
harus dijelaskan pada keluarga.

20
Gambar 2.5. Waktu Operasi Bedah Saraf dalam Hubungannya dengan Usia
Kehamilan dan Neuroanestesi9
4.2 Manajemen Anestesia pada Pasien Tumor Otak dengan Kehamilan
Jika intervensi bedah saraf telah dilakukan pada awal kehamilan (pada 24
minggu), keputusan tentang manajemen janin selanjutnya dapat didasarkan pada
pertimbangan kebidanan. Jika janin layak pada saat operasi bedah saraf yang
direncanakan, keputusan juga harus dibuat apakah persalinan tepat atau tidak. Ahli
anestesi mungkin menghadapi satu dari tiga skenario9:
a. Bedah saraf dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan janin dalam
kandungan di awal kehamilan. Prinsip umum anestesi bedah saraf dan obstetrik
berlaku. Prosedur bedah saraf sebelumnya dan neuropatologi saat ini mungkin
memiliki implikasi untuk manajemen anestesi untuk persalinan sesar kemudian.
b. Persalinan sesar sebelum prosedur bedah saraf. Prinsip-prinsip anestesi obstetri
dan bedah saraf mungkin perlu dimodifikasi.

21
c. Persalinan sesar diikuti oleh bedah saraf kemudian.

4.2.1 Anestesi untuk bedah saraf kranial selama kehamilan


Sebelum induksi anestesi, profilaksis aspirasi asam penting untuk wanita yang
kehamilannya telah melewati trimester pertama, terutama jika ada riwayat refluks
gastroesofagus. Sodium sitrat direkomendasikan, ditambah oleh inhibitor sekresi
asam lambung. Mengingat kombinasi cadangan ibu terbatas dan respon janin
berlebihan terhadap hipoksia ibu, hiperkapnia, dan asidosis, hipoksia ibu harus

22
dicegah. Karena desaturasi yang cepat pada wanita hamil terjadi dengan tekanan
oksigen arteri menurun setidaknya dua kali lipat dari pada wanita yang tidak hamil
jika terjadi hipoventilasi dan apnea, pra-oksigenasi yang cermat adalah wajib. 9
Algoritma manajemen jalan nafas yang sulit seperti algoritma ASA yang
dimodifikasi mungkin membantu untuk mengatur jalan nafas, tetapi tidak ada
pedoman yang secara khusus menangani pasien hamil. Meskipun insiden intubasi
gagal 17 kali lipat lebih besar daripada pada populasi bedah umum, jalan nafas paten
perlu dipastikan bahkan pada pasien hamil dengan gangguan jalan nafas, gangguan
pernapasan, atau gangguan kesadaran. Intubasi trakea pada pasien gemuk yang tidak
sehat mungkin sangat sulit. Persiapan optimal untuk memastikan posisi sniffling,
induksi urutan cepat dengan tekanan krikoid, laringoskop bergagang pendek dan
tabung dengan diameter kecil dari normal dapat membantu mencapai intubasi yang
berhasil. 9
Namun, jika upaya untuk melakukan intubasi atau menyelamatkan
manajemen jalan nafas dengan perangkat supraglotis gagal, ada sedikit ruang untuk
menunda melakukan kricothyrotomy darurat langsung atau trakeostomi. Itu mungkin
satu-satunya pilihan yang tersedia untuk menyelamatkan ibu dan janin. Idealnya,
intubasi fibreoptic terjaga harus digunakan ketika ada jalan nafas yang diketahui atau
diduga sulit atau cedera tulang belakang leher atau wajah. Seorang ibu yang terjaga
dapat memberikan kondisi terbaik untuk mencegah ketidakstabilan dan aspirasi
hemodinamik selama intubasi. 9
Induksi intravena urutan cepat yang lancar diperlukan pada awal trimester
kedua. Agen harus segera diberikan untuk melemahkan respons hipertensi terhadap
laringoskopi dan intubasi trakea, dan hipotensi yang terkait dengan induksi. Teknik
anestesi intravena inhalasi, seimbang, dan total semuanya telah berhasil digunakan
untuk mempertahankan anestesi. Untuk mendeteksi perubahan hemodinamik dan
menjaga stabilitas, pemantauan tekanan darah intra-arterial (IABP) harus dilakukan
sebelum induksi. Pemberian cairan dan vasopresor digunakan untuk mempertahankan
perfusi otak dan uteroplasenta. 9

23
Jika layak secara bedah saraf, pasien harus ditempatkan pada posisi lateral kiri
untuk menghindari kompresi aorto-kaval selama prosedur panjang. Meskipun efedrin
secara historis telah menjadi vasopresor pilihan, fenilefrin sekarang sering digunakan.
Ini mungkin menawarkan beberapa keuntungan seperti stabilitas kardiovaskular ibu
yang lebih baik dan peningkatan status asam-basa neonatal. 9
Kisaran target yang tepat untuk tekanan darah selama prosedur intrakranial
belum ditentukan, tetapi secara umum, BP harus dijaga dalam tingkat normotensif
awal atau harus ditargetkan ke ~ 140/90 mmHg. Jika tekanan intrakranial (ICP)
meningkat, mengurangi TD tidak dapat disarankan, sedangkan TD sistolik <150 mm
Hg telah direkomendasikan untuk pasien normotensif dengan aneurisma otak yang
tidak aman [21]. Tujuan ventilasi harus ditentukan oleh capnography end-tidal dan
pengukuran gas darah arteri. Tekanan oksigen arteri tinggi dan, pada kehamilan
lanjut, hiperventilasi ringan harus dilembagakan dalam parameter fisiologis yang
sesuai untuk usia kehamilan. Kehamilan menginduksi alkalosis pernapasan
kompensasi yang akhirnya menghasilkan paCO2 ibu 30-32 mmHg dan pH 7,4-7,45. 9
Suhu tubuh pada pasien bedah saraf hamil harus dijaga dalam batas normal.
Jika hipotermia secara sengaja diinduksi sebagai strategi perlindungan saraf, suhu
janin akan berubah seiring dengan suhu ibu. Meskipun tidak sepenuhnya diselidiki,
hipotermia ringan hingga sedang tampaknya tidak meningkatkan morbiditas janin.
Jika asidosis respiratorik ibu dicegah, gas darah janin dan status asam-basa sejajar
dengan ibu. Meskipun peningkatan resistensi pembuluh darah rahim dan penurunan
aliran darah uterus selama hipotermia, transfer oksigen tidak terpengaruh. Denyut
jantung ibu dan janin menurun selama pendinginan, diikuti oleh peningkatan selama
penghangatan kembali. Penggunaan hiperventilasi neuroprotektif jangka pendek perlu
dibatasi hingga periode minimum yang dimungkinkan. Pada pasien bedah saraf
hamil, peningkatan alkalosis ibu mengkonstriksi pembuluh darah pusar sensitif-pH,
yang mengurangi aliran darah dan menginduksi pergeseran ke kiri pada kurva
disosiasi oxyhaemoglobin. Akibatnya, afinitas meningkat hemoglobin ibu untuk
oksigen dan dengan demikian terjadi penurunan transfer oksigen plasenta.

24
Hipokapnia yang dihasilkan oleh ventilasi tekanan positif berlebihan meningkatkan
tekanan intrathoracic rata-rata, menurunkan aliran balik vena, dan mengurangi curah
jantung, sehingga mengurangi aliran darah uterus, hipoksia janin, dan asidosis. 9
Selain itu, nilai paCO2> 32 mmHg mewakili hiperkapnia, yang berhubungan
dengan peningkatan aliran darah otak dan asidosis pernapasan janin. Untuk
mengontrol ICP, manitol yang diberikan pada pasien bedah saraf hamil dapat
mempengaruhi janin dengan menginduksi hipotensi ibu dan hipoperfusi uterus. Zat-
zat hiperosmolar juga dapat memaksa air bebas dari janin dan cairan ketuban kepada
ibu, yang dapat menyebabkan kontraksi volume darah janin, sianosis, dan bradikardia
janin. Karena kekhawatiran tentang efek dehidrasi janin, penggunaan cairan
hiperosmotik harus dibatasi. Dosis manitol yang rendah telah diberikan tanpa hasil
yang merugikan janin, tetapi harus digunakan dengan hati-hati; dosis tinggi harus
dihindari. 9
4.2.2 Anestesi untuk operasi sesar kombinasi dan bedah saraf intrakranial
Setelah kehamilan mencapai akhir trimester kedua atau ketiga, persalinan
melalui operasi caesar diikuti dengan bedah saraf darurat hampir selalu dilakukan
dengan anestesi umum. Risiko perdarahan postpartum sekunder akibat atonia uteri
selama bedah saraf berikutnya, meskipun penggunaan perawatan oksitosik mungkin
memerlukan perubahan anestesi berbasis volatil yang digunakan untuk operasi caesar
menjadi anestesi intravena untuk bedah saraf. Total anestesi intravena dengan
propofol telah dikaitkan dengan sedikit penurunan skor kinerja neurobehavioral
neonatal dibandingkan dengan anestesi seimbang menggunakan thiopental dan
pemeliharaan dengan agen volatil. Oksitosin sintetis dapat menyebabkan hipotensi
dan mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan curah jantung, tetapi telah
digunakan tanpa efek samping pada pasien tumor otak.
Ergometrine, suatu venokonstriktor yang kuat, dapat menghasilkan hipertensi
dan peningkatan pada apa yang mungkin telah meningkat ICP di hadapan penghalang
darah-otak yang telah kehilangan integritasnya, tetapi juga dapat menurunkan volume
darah intrakranial melalui konstriksi vena serebral.9

25
4.2.3 Anestesi untuk operasi sesar setelah tindakan bedah saraf kranial
Jika operasi bedah saraf telah berhasil dilakukan pada akhir trimester kedua
atau ketiga dan janin tetap bertahan, kehamilan dapat terus sampai dengan persalinan
pervaginam sebagai tujuan utama. Jika diperlukan operasi caesar, anestesi epidural
adalah mode yang lebih disukai jika ibu melahirkan waspada, kooperatif dan tidak
meningkatkan ICP. Jika ICP meningkat, analgesia obstetri dan anestesi lebih
kontroversial karena tidak ada pilihan yang tidak berbahaya. Herniasi batang otak dan
perdarahan intrakranial merupakan risiko potensial jika tusukan dural yang tidak
disengaja harus terjadi, dan blok epidural merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan ICP. Injeksi epidural dari anestesi lokal juga telah menyebabkan
peningkatan yang signifikan pada ICP yang disebabkan oleh kompresi dural dan
perpindahan cairan serebrospinal sefalad ketika terdapat lesi yang menempati ruang
atau hipertensi intrakranial berat. Namun, ini dapat dikurangi dengan suntikan lambat
volume tambahan dosis pemuatan dikombinasikan dengan infus terus menerus untuk
pemeliharaan analgesia. Di sisi lain, kemungkinan efek buruk anestesi umum pada
ibu hamil dengan hipertensi intrakranial adalah peningkatan ICP dan edema serebral
lebih lanjut selama induksi dan kemunculan, aspirasi paru isi lambung, intubasi trakea
yang gagal, dan depresi neonatal. Keuntungan dan kerugian dari masing-masing
teknik anestesi harus dipertimbangkan pada setiap pasien. 9
Ahli anestesi harus memahami perubahan fisiologis kehamilan, implikasinya,
dan risiko spesifik anestesi selama kehamilan, sehingga rencana dapat dikembangkan.
Manajemen kasus individu harus disesuaikan dengan persyaratan bedah dan
neuroanestetik dan usia kehamilan. Ketika waktu memungkinkan, pendekatan
multidisiplin dan koperasi yang melibatkan ahli bedah saraf, ahli bedah saraf, ahli
anestesi, dokter kandungan, bidan, dan ahli neonatologi direkomendasikan.9
Terapi antikonvulsan mungkin perlu diimplementasikan atau dilanjutkan pada
fase pra operasi, dan perubahan yang diinduksi kehamilan terjadi pada pembersihan,
fraksi tidak terikat dan waktu paruh dari beberapa obat antikonvulsan. 9

26
Meskipun tidak didukung oleh tingkat bukti yang baik, profilaksis aspirasi
dianggap penting sebelum anestesi selama kehamilan, karena wanita hamil lebih
mungkin mengalami regurgitasi simtomatik dan diam. Inhibitor sekresi asam
lambung, seperti ranitidin 150-300 mg, dapat diberikan secara oral 1 jam sebelum
anestesi atau sebagai dosis 50 mg IV setelah keputusan untuk melanjutkan
pengiriman operatif telah dibuat. Tiga puluh mililiter 0,3 M natrium sitrat
direkomendasikan dalam 30 menit setelah induksi anestesi umum.9
Selama kehamilan, kebutuhan oksigen meningkat dan mekanisme pernapasan
berubah karena efek dari rahim yang berat dan kenaikan berat badan. Pengurangan
dalam kapasitas residual fungsional dapat menyebabkan desaturasi ibu yang cepat
selama hipoventilasi atau apnea. Karena tekanan oksigen arteri berkurang dua kali
lipat dari yang tidak hamil, pemberian oksigen secara menyeluruh sangat penting. 9
Diperlukan penilaian jalan napas dan perencanaan manajemen yang cermat.
Sebagai akibat dari penumpukan lemak dan edema mukosa saluran napas bagian atas,
wanita hamil dianggap lebih sulit untuk diintubasi. Tabung trakea oral yang lebih
kecil dari biasanya bermanfaat; peralatan tambahan untuk mengelola jalan napas yang
sulit harus tersedia, dan intubasi fiberoptik yang terjaga harus dipertimbangkan ketika
kesulitan yang signifikan diantisipasi.9
Sebuah laporan kasus menggambarkan penggunaan airway mask laring
(LMA) dalam kasus ventilasi dan intubasi yang sulit pada pasien hamil. 38 Ventilasi
menjadi mungkin dengan penggunaan LMA dan tabung trakea dimasukkan melalui
LMA untuk akhirnya mengamankan jalan napas selama persalinan sesar. Meskipun
LMA telah berhasil digunakan untuk manajemen jalan nafas selama persalinan sesar
pada sejumlah besar wanita hamil, 39 penggunaannya pada pasien bedah saraf hamil
tidak boleh melampaui penggunaan darurat sebagai alat penyelamatan untuk intubasi
sulit yang tidak terduga.9
Induksi urutan cepat disarankan dini pada trimester kedua untuk mengurangi
risiko aspirasi. Kemiringan panggul yang efektif minimal 15 derajat ke kiri untuk

27
meminimalkan kompresi aortocaval diperlukan setelah usia kehamilan 20 minggu
dengan alat pinggul atau meja miring.9
4.3 Manajemen pra operasi
Premedikasi mungkin diperlukan untuk menghilangkan kecemasan ibu.
Kewaspadaan terhadap aspirasi asam harus mencakup pemberian antagonis reseptor
H2 dan 30 mL antasida sebelum induksi anestesi.6
a. Pilihan anestesi
Pilihan anestesi harus dipandu oleh indikasi ibu dan harus mempertimbangkan
lokasi dan sifat operasi. Tidak ada penelitian yang mengkorelasikan peningkatan hasil
janin dengan teknik anestesi apa pun. Bila mungkin, anestesi lokal atau regional
(dengan pengecualian blok paracervical) lebih disukai; ini memungkinkan pemberian
obat tanpa bukti teratogenesis laboratorium atau klinis. Selain itu, komplikasi
pernapasan ibu lebih jarang terjadi dengan teknik anestesi lokal dan regional. Teknik-
teknik ini cocok untuk kasus yang melibatkan cervical cerclage, prosedur urologis
atau ekstremitas bawah, dan operasi pada lengan atau tangan. Sebagian besar operasi
perut memerlukan anestesi umum, karena sayatan biasanya meluas ke perut bagian
atas, yang menciptakan risiko aspirasi yang tidak dapat diterima pada pasien hamil
dengan jalan napas yang tidak terlindungi. 6
b. Pencegahan kompresi aortocaval
Dimulai pada usia kehamilan 18 hingga 20 minggu, pasien yang hamil harus
diangkut ke sisinya, dan rahim harus dipindahkan ke kiri ketika dia diposisikan di
meja operasi.6
c. Pemantauan
Pemantauan ibu harus mencakup pengukuran tekanan darah non-invasif atau
langsung, elektrokardiografi, oksimetri nadi, kapnografi, pemantauan suhu, dan
penggunaan stimulator saraf. FHR dan aktivitas uterus harus dipantau baik selama
dan setelah operasi jika secara teknis memungkinkan.6

28
d. Teknik anestesi
Anestesi umum mengamanatkan intubasi endotrakeal dimulai pada sekitar 18
sampai 20 minggu kehamilan atau lebih awal jika fungsi gastrointestinal abnormal.
Denitrogenasi (mis., Pra oksigenasi) harus mendahului penerapan tekanan krikoid,
induksi urutan cepat, dan intubasi endotrakeal. Obat-obatan dengan riwayat
penggunaan yang aman selama kehamilan termasuk thi-opental, morfin, meperidin,
fentanil, suksinilkolin, dan sebagian besar relaksan otot nondepolarisasi. Banyak ahli
anestesi obstetri sekarang akan menambahkan propofol ke daftar obat "aman" untuk
digunakan selama kehamilan. 6
Teknik yang umum digunakan menggunakan konsentrasi oksigen yang tinggi,
pelemas otot, dan opioid dan / atau konsentrasi sedang dari zat terhalogenasi yang
mudah menguap. Bukti ilmiah tidak mendukung menghindari oksida nitrat selama
kehamilan, terutama setelah minggu keenam kehamilan. Penghilangan nitro oksida
dapat meningkatkan risiko janin jika hasil anestesi yang tidak adekuat atau jika zat
volatile dosis tinggi menyebabkan hipotensi pada ibu. Pendekatan yang berhati-hati
akan membatasi pemberian nitro oksida hingga konsentrasi 50% atau kurang dan
akan membatasi penggunaannya dalam operasi yang sangat lama. Hiperventilasi
harus dihindari; sebaliknya, CO 2 pasang-akhir harus dipertahankan dalam kisaran
normal untuk kehamilan. 6
Sebelum pemberian anestesi spinal atau epidural, infus intravena cepat 1 L
kristaloid tampaknya bijaksana, meskipun ahli anestesi tidak boleh berasumsi bahwa
ini akan mencegah hipotensi ibu. Vasopresor yang tepat harus tersedia untuk
mengobati hipotensi jika itu terjadi. Tindakan pencegahan yang biasa harus dilakukan
untuk menjaga terhadap toksisitas anestesi lokal blok yang tinggi dan sistemik. 4
Terlepas dari teknik yang digunakan, penghindaran hipoksemia, hipotensi,
asidosis, dan hiperventilasi adalah elemen yang paling penting dari manajemen
anestesi. 6

29
4.4 Manajemen anesthesia pada tumor Fossa Posterior
Fossa posterior merupakan ruang yang terbatas, dengan banyak struktur saraf
dan vaskuler yang ada didalamnya, menjadikan tantangan tersendiri bagi seorang
anestesiologis, dimana goal intraoperatifnya adalah memfasilitasi akses operatif,
meminimalisir trauma saraf, dan menjaga stabilitas dari sistem respirasi dan
kardiovaskuler. Monitor untuk pembedahan Fossa Posterior
a. Preinduksi dan Induksi : EKG, Tensimeter, Pulse Oksimetri, Stetoskop
precordial, Capnography
b. Post Induksi : CVC, probe precordial doppler, stetoskop esofagus, probe
temperatur esofagus, EtCO2.
Pilihan posisi pasien :
1. Posisi Duduk
Pada posisi duduk, kepala difiksasi pada 3 tempat pin dengan sebelumnya
diberikan infiltrasi pada tempat fiksasi. Tulang-tulang yang menonjol diberi
bantalan dengan baik dan menimbulkan masalah khusus untuk pengelolaan
anestesi. Modifikasi “Lounge Chair” dari posisi duduk dengan sudut 30-450,
mungkin berguna pada posisi lateral. Perbaikan fungsi saraf kranial post operasi
dilaporkan pada pasien reseksi akustik neuroma pada posisi duduk dibandingkan
yang dioperasi dengan posisi horizontal. Kontra indikasi relatif termasuk defek
intra kardiak, arteri venous pulmonal malformasi, kaheksia dan hipovolemia berat,
hidrosefalus berat dan lesi vaskular.
Terdapat perubahan fisiologik pada posisi duduk, yaitu elevasi kepala
diatas atrium kanan menurunkan tekanan sinus dural yang menurunkan perdarahan
vena tetapi meningkatkan resiko vena air embolism (VAE). Efek kardiovaskular
termasuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan pulmonal dan
menurunkan cardiac output, venous return dan CPP untuk setiap 1,25 cm diatas
level kepala. Vital kapasitas dan FRC pulmonal meningkat, tetapi hipovolemia
dapat menurunkan perfusi paru-paru bagian atas menyebabkan perfusi atau
ventilasi abnormalitas dan hipoksemia.

30
Penggunaan N2O pada prosedur yang dapat menimbulkan emboli udara
masih mengundang kontroversi. Dinitrogen oksida lebih larut dalam air dan
berdifusi lebih cepat ke dalam emboli udara dibandingkan dengan difusi nitrogen
keluar dari emboli. Insiden pneumosefalus dilaporkan sampai dengan 100% pada
posisi duduk, 72% pada posisi park bench, dan 57% pada posisi prone.
Pneumosefalus biasanya asimptomatis dan menghilang secara spontan.
2. Posisi Telungkup
Posisi telungkup dihubungkan dengan lebih rendahnya insiden VAE. Tetapi kepala
pasien biasanya diangkat diatas jantung untuk menurunkan perdarahan vena;
sehingga resiko VAE tidak dapat dihapuskan. Akses struktur fossa posterior
superior dan kemudahan manipulasi kepala tidak disukai dibandingkan dengan
posisi duduk. Penekanan terhadap wajah dan mata harus diperhatikan.
3. Posisi lateral, ¾ telungkup dan park-bench.
Posisi lateral digunakan untuk prosedur neurosurgical unilateral pada fossa
posterior lebih atas. ¾ telungkup, modifikasi posisi lateral dan telungkup, dan
posisi park-bench digunakan untuk prosedur untuk memberikan rotasi kepala yang
lebih besar dan akses yang lebih ke struktur aksial. Pemilihan posisi pembedahan
berdasarkan hasil diskusi antara ahli anestesi dan bedah saraf, manfaat dan resiko
yang akan dihadapi.

Pertimbangan Anestesi:
Pertimbangan Pemilihan obat-obat anestesi berdasarkan kepada, pertama
adalah efek inhalasi vs anestesia intravena terhadap kemampuan paru untuk menahan
udara yang masuk sirkulasi vena, mencegah masuk ke sirkulasi arteri. Kedua adalah
pemeliharaan CPP yang adekuat, anestesi intravena kurang berefek terhadap
kardiovaskular dibandingkan inhalasi. Ketiga adalah menghindari obat-obat
antikolinergik atau penghambat β-adrenergik long-acting yang dapat membuat efek
masking kardiovaskular selama manipulasi struktur batang otak dimana merupakan

31
informasi berharga buat ahli anestesi dan bedah. Pertimbangan tambahan adalah
penggunaan N2O dimana resiko VAE meningkat.
1. Premedikasi.
Pemberian premedikasi bersifat individual berdasarkan status fisik pasien,
peningkatan TIK dan derajat kecemasan pasien. Obat Antihipertensi tetap
dilanjutkan, kortikosteroid dan AB perioperatif, rutin dimintakan oleh ahli bedah
saraf. Premedikasi narkotik dihindarkan. Oral benzodiazepin efektif menurunkan
kecemasan dan efek terhadap ICP tidak signifikan.
2. Induksi dan rumatan anestesi.
Induksi dilakukan sehalus mungkin dan menggunakan obat pelumpuh
otot nondepolarisasi yang onset cepat. Respon hipertensi saat intubasi dicegah
dengan pemberian tambahan obat anestesi intravena. Apabila terjadi hipotensi
harus segera diatasi. Pada rumatan anestesi dapat digunakan kombinasi fentanyl
4-6 mg/kg, N2O, relaksan dengan suplemen obat anestesi inhalasi, biasanya dapat
menghasilkan analgesi dan amnesia yang memadai, serta dapat mempertahankan
aktivitas sistem saraf otonom. Dengan teknik ini, apabila obat anestesi inhalasi
dihentikan pada akhir pembedahan, pasien akan segera bangun. Kewaspadaan
ditingkatkan pada waktu perubahan posisi.
Monitoring yang rutin digunakan untuk anestesi kraniotomi, juga
diperlukan monitoring invasif untuk tekanan darah (arterial line) dipasang setelah
induksi. Pada keadaan tertentu perlu dipasang sebelum induksi, agar pengendalian
tekanan darah dan CPP dapat diamati lebih ketat. Monitoring suhu (core
temperature) dan produksi urine harus dilakukan. Sasaran anestesi adalah
mencegah peningkatan Tekanan darah tiba-tiba karena efek bangun cepat,
kembalinya kekuatan motorik dan meminimalkan batuk atau mengejan.
pertimbangan ekstubasi pada akhir pembedahan atau melanjutkan pernapasan
buatan di ICU ditentukan oleh sifat dan lamanya operasi.

32
3. Emboli udara
Letak vena lebih tinggi dari atrium kanan dan tekanan intravena lebih
rendah dari tekanan vena sentral. Makin tinggi letak vena terhadap atrium kanan,
makin rendah tekanan vena tersebut, sehingga pada posisi head up 65 atau lebih,
vena-vena di otak mempunyai tekanan dibawah tekanan atmosfer, sehingga bila
vena terbuka, udara dapat masuk ke dalamnya menyebabkan terjadinya emboli
udara. Gelembung udara ini akan mengikuti aliran vena ke jantung yang
selanjutnya ke sirkulasi pulmonal.
Gelembung udara yang masuk perlahan-lahan biasanya kecil, akan
terhenti di kapiler paru dan menyebabkan penurunan fungsi di kapiler bed paru
sehingga terjadi peningkatan tekanan di arteri pulmonalis dan vena sentral. Bila
kenaikan tekanan arteri pulmonalis tinggi, akan terjadi gagal jantung kanan dan
penurunan curah jantung. Bila gelembung udara masuk dengan cepat, yang
berupa rentetan gelembung besar, akan menyebabkan terjadinya pusaran udara di
vena cava superior, atrium kanan atau ventrikel kanan. Meskipun kenaikan
tekanan arteri pulmonalis yang terjadi awalnya lebih rendah daripada akibat
emboli yang berjalan lambat, tetapi emboli cepat menyebabkan hambatan yang
hebat pada aliran darah dari jantung kanan, sehingga curah jantung dan tekanan
darah menurun, iskemia miokardial dab cerebral, disritmia adan kolaps
kardiovaskular. Faktor terjadinya emboli udara pada lapangan operasi yang
banyak pembuluh darahnya seperti fossa posterior dan derajat elevasi kepala dan
tekanan negatif antara atrium kanan dan tempat operasi.
Monitoring emboli udara dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
precordial doppler ultrasonografi, end-tidal CO2, end tidal nitrogen, kateterisasi
arteri pulmonalis, dan ekokardiograf. Doppler ultrasonografi merupakan monitor
yang paling sensitif, karena dapat mendeteksi emboli dengan volume yang kecil.
Probe precordial ditempatkan sebelah kanan sternum dan beberapa inchi diatas
xyphoid, sampai signal maksimal dideteksi, dan secara terus menerus
didengarkan.

33
Capnography atau end-tidal CO2 (EtCO2) mempunyai peranan spesifik
terhadap kemungkinan deteksi lokasi emboli udara dari peningkatan gradient
arterial terhadap end-tidal CO2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan
capnography termasuk respiratory rate yang cepat, Cardiac output yang rendah,
COPD. End-tidal nitrogen merupakan monitor yang lain untuk emboli paru,
dengan keunggulan spesifik untuk mendeteksi lebih awal dibandingkan
capnography ketika udara memasuki sirkulasi pulmonal.
4. Pencegahan emboli udara
Tidak ada tindakan apapun yang dapat mencegah 100% terjadinya VAE,
jika terdapat perbedaan antara lapangan pembedahan dan atrium kanan, tanpa
memperhatikan posisi pasien. Angka kejadian dan beratnya VAE dapat
diturunkan dengan menggunakan pernapasan positif terkontrol (PEEP), hidrasi
yang memadai, posisi head-up seminim mungkin yang tidak mengganggu
jalannya pembedahan.
5. Pengelolaan VAE
Pengelolaan VAE dilakukan selama pembedahan berlangsung, dan
dilanjutkan pada periode pascabedah. Apabila selama pembedahan berlangsung
terjadi VAE, maka tindakan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Segera menginformasikan keadaan kepada dokter bedah
2. Menghentikan N2O dan meningkatkan aliran O2
3. Mendalamkan anestesi
4. Membilas lapangan pembedahan dengan cairan
5. Manuver valvasa (menekan v.jugularis)
6. Aspirasi melalui kateter atrium kanan
7. Suport kardiovaskuler
8. Mengubah posisi pasien, menurunkan posisi kepala lebih rendah.
Pemberian terapi dilanjutkan selama periode pasca bedah dengan tujuan
mencegah hipoksemia atau ancaman gangguan napas yang lain, deteksi iskemia

34
otot jantung, dan melakukan tindakan bila terjadi emboli di arteri. Tindakan yang
dilakukan sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen
2. Dilakukan pemeriksaan EKG dan foto thoraks
3. Pemeriksaan analisis gas darah berkala
4. Bila dicurigai adanya emboli udara di arteri, bila mungkin dilakukan kompresi
Hiperbarik

35
Daftar Pustaka

1. Eberhard F. Kochs. Pregnancy and neurosurgery. Department of Anaesthesia,


Technische Universität München, Klinikum rechts der Isar, Munich, Germany:
2011
2. Goma HM. Management of brain tumor in pregnancy- An anesthesia window.
InTech Open Science. 2013; 24: 555-67.
3. Wang LP, Paech MJ. Neuroanesthesia for the pregnant woman. international
Anesthesia Research Society. 2008;107(1):193–200
4. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan penatalaksanaan tumor otak.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta: 2017. .
5. Louis DN, Perry A, Reifenberger G, Deimling A Von, Figarella D, Webster B, et
al. The 2016 World Health Organization Classification of Tumors of the Central
Nervous System : a summary. Acta Neuropathol. 2016. DOI 10.1007/s00401-
016-1545-1
6. Cottrell JE, Young WL. Cottrell and young neuroanesthesia. 5 th ed,
Philladephia: Mosby Elseveir; 2010; 416–22.
7. Mangastuti RS, Bisri DY, Oetoro BJ, Saleh SC. Penatalaksanaan anestesi
subarachnoid hemoragik pada ibu hamil. JNI.2016; 5(1): 57-67.
8. Hortobágyi T, Bencze J, Murnyák B, Kouhsari MC, Bognár L, Marko-Varga G.
Pathophysiology of meningioma growth in pregnancy. Open Med.
2017;12(1):195–200.
9. Kochs EF. Pregnancy and neurosurgery. European Society of Anaesthesiology
2011;1–14.

36

Anda mungkin juga menyukai