Anda di halaman 1dari 29

Agribisnis Global

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP AGRIBISNIS LOKAL

Oleh :

ZAKKI MUHTARAM
2205202010007

MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
TAHUN 2023
Dampak Globalisasi Terhadap Agribisnis Lokal

Abstrak: Dalam era globalisasi perkembangan perekonomian dunia begitu pesat, seiring
dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan
teknologi. Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang terkena pengaruh dari
globalisasi ini. Bagaimana tidak, pertanian merupakan penyedia kebutuhan manusia di
mulai dari kebutuhan pangan, kebutuhan sandang maupun kebutuhan papan. globalisasi
pada sektor pertanian khususnya di Indonesia membawa manfaat yang sangat besar. Salah
satu manfaatnya adalah globalisasi mampu membantu petani dalam memperjualbelikan
produk pertanian keseluruh penjuru dunia melalui penjualan secara online maupun eksport.
Globalisasi juga mampu membuat banyak produk pertanian yang dikelola oleh petani lokal
semakin dikenal oleh masyarakat di berbagai negara. Walaupun globalisasi menawarkan
banyak manfaat terhadap pertanian di Indonesia, bukan berarti globalisasi tidak memberikan
ancaman untuk pertanian. Dampak yang tidak diinginkan juga muncul jika produk-produk
yang diperdagangkan pada posisi lemah dan tidak memiliki daya saing. Produk-produk
pertanian yang kita miliki ditakutkan tidak mampu bersaing baik dari segi harga maupun
kualitas dengan petani dari negara lain menyebabkan barang produksi dalam negeri menjadi
tidak laku. Oleh karena itu diperlukan startegi dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi agribisnis lokal untuk menghadapi globalisasi. Dari
latarbelakang tersebut penulis hendak menyusun strategi agribisnis lokal dalam menghadapi
globalisasi dengan menggunakan metode deskriptif dan literature review.
Kata kunci: Agribnis lokal, globalisasi, dampak globalisasi, perdangan internasional.
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi saat ini, perekonomian dunia berkembang pesat, dan permintaan
masyarakat akan sandang, pangan dan teknologi semakin meningkat. Dengan bertambahnya
jumlah penduduk setiap bulannya, kebutuhan ini semakin bertambah dan persaingan bisnis
menjadi semakin ketat. Hal ini tercermin dari upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Oleh karena itu, banyak yang bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang layak
dan juga melupakan norma-norma yang berlaku. Salah satu elemen kunci globalisasi adalah
perdagangan internasional yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Perdagangan internasional merupakan mata rantai yang saling berhubungan. Perkembangan
sistem ekonomi global telah membawa perubahan paradigma yang signifikan yang
menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar dunia. Karena perkembangan peradaban
manusia, teknologi canggih telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir untuk
memenuhi kebutuhan serta keinginan manusia semakin meningkat.

Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang terkena dampak globalisasi.
Bagaimana tidak pertanian merupakan salah satu sektor penyedia kebutuhan manusia, dari
pangan, sandang hingga papan. Globalisasi di bidang pertanian khususnya di Indonesia
membawa manfaat yang sangat besar. Salah satu manfaat globalisasi adalah kemampuan
petani untuk memperdagangkan produk mereka di seluruh dunia melalui penjualan dan
ekspor online. Globalisasi juga berarti banyak produk pertanian yang ditanam oleh petani
lokal dapat dikenal oleh orang-orang di berbagai negara. Selain itu, petani dapat mengatasi
permasalahan dengan lebih baik dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Sementara itu,
globalisasi telah membuat petani lebih mengenal teknologi termutakhir dalam dunia
pertanian. Dengan demikian kinerja petani lebih optimal dan pekerjaan petani menjadi lebih
mudah. Globalisasi juga memberikan informasi inovasi produk yang dapat ditiru oleh petani
lokal Indonesia. Globalisasi memberikan informasi tentang pengelolaan lahan pertanian di
negara-negara maju. Bagi petani lokal, akan menjadi bahan ajar pengelolaan lahan pertanian
untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas.Walaupun globalisasi menawarkan
banyak manfaat terhadap pertanian di Indonesia, bukan berarti globalisasi tidak memberikan
ancaman untuk pertanian. Dampak yang tidak diinginkan juga muncul jika produk-produk
yang diperdagangkan memiliki posisi lemah dipasaran dan tidak memiliki daya saing.
Produk-produk pertanian yang kita miliki ditakutkan tidak mampu bersaing baik dari segi
harga maupun kualitas dengan petani dari negara lain menyebabkan barang produksi dalam
negeri menjadi tidak laku. Selain itu, distribusi perdagangan dunia tergantung dari tingkat
kesiapan suatu negara dalam memanfaatkan peluang yang ada, karena tujuan globalisasi
adalah tercapainya "the same level ofplayingfield". Hal ini menjadikan globalisasi menjadi
tantangan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pertanian di Indonesia.

Tantangan pembangunan pertanian dalam menghadapi era globalisasi adalah kenyataan


bahwa pertanian Indonesia didominasi oleh usaha kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta
pelaku utama bidang pertanian, perikanan dan kehutanan berlahan sempit, bermodal kecil
dan memiliki produktifitas yang rendah. Kondisi ini memberi dampak yang kurang
menguntungkan terhadap persaingan di pasar global. Sehingga dibutuhkan strategi pertanian
Indonesia dalam menghadapi globalisasi serta merencanakan antisipasi dampak buruk dari
globalisasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:

1. Apa saja dampak dari globalisasi?


2. Apa tantangan Agribisnis dalam menghadapi globalisasi?
3. Apa strategi Agribisnis Indonesia dalam menghadapi globalisasi?
4. Tindakan antisipasi apa yang dapat dilakukan dalam menghadapi globalisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk memaparkan dampak dan tantangan globalisasi
terhadap pertanian di Indonesia, serta strategi dan hal-hal yang harus diperhatikan untuk
mengantisipasi dampak dan tantangan globalisasi tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam pertanian untuk
menghadapi globalisasi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Globalisasi
Globalisasi merupakan kata yang berasal dari kata global yang berrati universal.
Tujuan dari globalisasi yaitu untuk menyamakan sistem seluruh dunia (world system)
sehingga antara satu negara dengan negara lainnya akan memiliki sistem yang sama. Para
ahli berpendapat bahwa globalisasi adalah sebagai suatu proses kehidupan yang serba luas
dan meliputi segala aspek kehidupan, seperti politik, ideologi, sosial budaya,ekonomi yang
dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia (tanpa batas) (Syarbaini, 2015). Selain
globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat
jauh sehingga peristiwa disuatu tempat dapat dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di
tempat lain sekian kilometer jauhnya dan sebaliknya.

Globalisasi ekonomi berjalan beriringan dengan perdagangan bebas, yang


menghilangkan hambatan perdagangan internasional. Kendala tersebut seperti biaya impor
dan ekspor yang sangat mahal sehingga berdampak pada harga produk yang tinggi. Pada
dasarnya, globalisasi berusaha menghilangkan atau mengurangi masalah ekonomi yang
muncul dalam perdagangan internasional. Globalisasi dapat didefinisikan sebagai proses
berkembangnya kegiatan ekonomi lintas wilayah dan lintas batas. Hal ini terlihat pada
pergerakan informasi, modal, tenaga kerja, barang dan jasa melalui jalur perdagangan dan
investasi (Halwani, 2002).

2.1.2 Agribisnis

Menurut Ismed (2018), agribisnis adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi


subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem produksi (pertanian), subsistem
pengolahan hasil, subsistem pemasaran dan subsistem jasa penunjang. Subsistem adalah unit
yang paling kohesif untuk membentuk sistem yang lengkap. Berbagai persyaratan
diperlukan agar pertanian dapat berkembang dengan baik. Hal ini meliputi perusahaan harus
efisien, produk yang dihasilkan harus berkualitas tinggi, dan harus mampu memanfaatkan
peluang pasar yang ada. Tujuan akhir dari setiap kegiatan pertanian adalah pasar atau
konsumen. Pertanian terdiri dari setidaknya empat subsistem.
Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang
menghasilkan (downstream agribusiness) dan menyediakan aset utama pertanian (seperti
industri pupuk, obat-obatan, bibit atau bibit, alat dan mesin pertanian). Pertanian subsistem
(agribisnis on-farm) disebut sektor pertanian primer. Subsistem agribisnis down stream yaitu
kegiatan ekonomi mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan siap santap
atau siap konsumsi, serta pasar komersial di pasar domestik dan internasional. Subsistem
untuk layanan pendukung seperti lembaga keuangan, pinjaman, dan transportasi. Saran dan
layanan informasi tentang pertanian dan banyak lagi. Konsep dari agribinis adalah suatu
sistem yang integratif dan terdiri dari beberapa subsistem yaitu 1) Subsistem pengadaan
sarana produksi (agroindustri hulu), 2) subsistem produksi usahatani, 3) subsistem
pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir), 4) subsistem pemasaran, 5)
subsistem kelembagaan penunjang.

Menurut teori agribisnis merupakan semua aktifitas, mulai dari pengadaan sarana
produksi (input) sampai dengan pemasaran produk yang dihasilkan oleh usahatani serta
agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Sistem agribisnis merupakan suatu sistem
yang terdiri dari berbagai subsistem :
a. Subsistem Pengadaan Sarana Produksi
Pengadaan sarana produksi pertanian meliputi benih, bibit, pupuk, pestisida,
alat/mesin dan alat produksi pertanian. Perorangan, perusahaan swasta, dan pemerintah
menjadi pemain utama dalam pengadaan dan distribusi alat produksi. Pentingnya subsistem
ini berasal dari kebutuhan untuk mengintegrasikan berbagai elemen agar berhasil di bidang
pertanian. Industri yang menyediakan sarana produksi pertanian disebut juga agribisnis hulu.
b. Subsistem usahatani
Usaha menghasilkan produksi berupa makanan, hasil perkebunan, buah-buahan,
bunga dan tanaman hias, hasil hewani, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem
ini meliputi petani, peternak, dan kontraktor tambak.
c. Subsistem pengolahan hasil pertanian/Agroindustri
Terdapat berbagai kegiatan dalam subsistem ini, dimulai dengan pengumpulan hasil
pertanian dan diakhiri dengan pengolahan dan penyimpanan. Subyek kegiatan subsistem ini
adalah pengumpul produk, pengolah, pedagang, pengalengan, dan sebagainya. Industri yang
mengolah hasil pertanian dikenal dengan istilah agribisnis hilir. Perannya sangat penting
jika diperkenalkan di pedesaan karena dapat menjadi penggerak ekonomi pedesaan dengan
menyerap/menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan dan kekayaan
pedesaan.
d. Subsistem pemasaran hasil pertanian
Subsistem pemasaran hasil adalah memasarkan produk untuk sampai ke konsumen
akhir. Sebagian besar produk kami dijual langsung ke konsumen. Bagi yang lain,
pengolahan dilakukan terlebih dahulu baru kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku
kegiatan subsistem ini adalah pedagang hingga konsumen.
e. Subsistem jasa penunjang
Subsistem Layanan Pendukung adalah segala jenis kegiatan yang dirancang untuk
mendukung, melayani, dan mengembangkan lebih lanjut kegiatan Subsistem Hulu,
Pertanian, Agribisnis, dan Pemasaran. Organisasi yang terlibat dalam kegiatan ini adalah
organisasi penasehat dan penasehat yang memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan
petani dan mengembangkan teknik produksi dan budidaya pertanian. Lembaga keuangan
seperti bank memberikan layanan dalam bentuk pinjaman. Sedangkan lembaga penelitian,
baik pusat penelitian maupun perguruan tinggi, menyediakan jasa seperti teknik industri,
informasi, dan teknologi untuk pengelolaan hasil penelitian dan pengembangan.

2.2 Penelitan Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Akdoğan tahun 2019 menyatakan bahwa Efisiensi
modal kerja merupakan penentu utama profitabilitas perusahaan. Jadi, pemahaman tentang
dinamika modal kerja sangat penting bagi para manajer, tetapi juga bagi pembuat kebijakan,
karena pengelolaan modal kerja yang tidak efisien merupakan sumber penyakit industri yang
penting. Studi ini berfokus pada dampak profitabilitas dari kebijakan modal kerja agribisnis
Turki, dan bertujuan untuk menyelidiki efek potensial globalisasi pada hubungan yang
saling terkait ini. Temuan yang diperoleh dari analisis panel gabungan menunjukkan bahwa
agribisnis Turki dapat meningkatkan profitabilitas dan nilainya dengan mengadopsi
kebijakan modal kerja yang konservatif melalui perpanjangan siklus konversi kas hingga ke
tingkat yang optimal. Selain itu, globalisasi ditemukan memperburuk efisiensi dan
profitabilitas mereka di mana globalisasi ekonomi tampaknya memiliki dampak tertinggi
yang menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas agribisnis Turki dalam menghadapi
persaingan. Dengan demikian, baik pengelola maupun pembuat kebijakan harus
memperhatikan dampak daya saing dari globalisasi.
Irawan (2003) melakukan penelitian berdasarkan latarlakang selama dua dekade
terakhir perdagangan pangan di pasar dunia bergeser ke produk hortikultura seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran. Konsumsi rumah tangga terhadap produk tersebut juga
cenderung meningkat di pasar domestik karena peningkatan pendapatan per kaput yang
didorong oleh pertumbuhan ekonomi. Kedua kecenderungan tersebut mengungkapkan
bahwa pasar produk hortikultura ke depan akan meningkat baik di pasar domestik maupun
dunia, dan barier of entry to market akan dihilangkan di era liberalisasi perdagangan.
Memang Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan produk hortikultura, terutama
berasal dari perdagangan buah-buahan, namun surplus ini terus menurun akibat penurunan
daya saing agribisnis lokal dibandingkan dengan negara-negara Afrika dan Amerika Selatan
khususnya. Untuk meningkatkan daya saing agribisnis lokal, pengembangan sektor
hortikultura ke depan harus difokuskan pada tiga upaya : (1) Pengembangan agribisnis yang
terintegrasi secara vertikal sehingga agribisnis hortikultura mampu merespon permintaan
pasar secara efektif. Upaya ini dapat diimplementasikan melalui pengembangan sistem
bisnis kemitraan antara pedagang input, petani dan pedagang hasil. (2) Stabilisasi harga
produk hortikultura, dapat ditempuh dengan pembentukan kelembagaan agribisnis regional
lintas daerah produsen. Tugas utama lembaga ini adalah mengatur jumlah pasokan produsen
secara keseluruhan disesuaikan dengan kebutuhan pasar. (3) Fasilitasi infrastruktur
pascapanen kepada petani guna menghambat penurunan kualitas produk dan meningkatkan
posisi tawar petani dalam pembentukan harga di pasar produsen.
Wahyuni (2021) melakukan penelitian dengan judul “Strategi Memanfaatkan
Peluang Pasar Produk Pertanian Dalam Perdagangan Internasional”. Tujuan dari peneltian
ini adalah 1) Mengetahui peluang pasar produk pertanian dalam perdagangan internasional
dan 2) Mengetahui bagaimana strategi memanfaatkan peluang pasar produk pertanian dalam
perdagangan Internasional. Penulisan artikel ini dilakukan dengan metode deskriptif
kualitatif terhadap hasil analisis dari berbagai referensi sesuai dengan tujuan penulisan.
Kesimpulan pada tulisan ini adalah 1) Peluang pasar ekspor sangat terbuka lebar bagi para
petani di Indonesia, sehingga diharapkan produk komoditas yang dihasilkan para petani
dalam negeri bisa bersaing dengan produk lainnya dari negara tetangga, 2) Produk-produk
pertanian yang termasuk ke dalam produk perkebunan yang memiliki peluang ekspor yang
cukup baik dalam perdagangan internasional diantaranya adalah teh, karet, kopi, sawit, rotan,
cengkeh, kapulaga, kulit manis, pala, gambir, tebu (gula), dan coklat, 3) Produk-produk
pertanian yang termasuk ke dalam produk hortikultura yang memiliki peluang ekspor adalah
sayuran seperti Cabbage (sayur pangsit) dan bayam, buah-buahan seperti manggis, pepaya,
pisang, dan salak, serta tanaman hias seperti Palem Jari (Raphis Excelsa), 4) Produk-produk
pertanian yang termasuk kedalam peternakan yang memiliki peluang ekspor yaitu produk
olahan hasil peternakan yaitu rendang diekspor ke negara-negara Amerika dan negara-
negara lainnya di seluruh dunia, 5) Strategi untuk memanfaatkan peluang pasar produk
pertanian dimulai dari pemberdayaan petani sehingga petani dapat menghasilkan produk
yang baik. Selanjutnya, produk pertanian harus mempunyai standar mutu yang baik sesuai
dengan yang disyaratkan dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu, perbaiki dan
perkuat lobi perdagangan para eksportir agar eksportir Indonesia dapat menjual hasil
pertaniannya kepada importir luar negeri dengan harga yang lebih tinggi. Terakhir,
diperlukan nilai tambah lebih untuk meningkatkan nilai eceran produk pertanian. Oleh
karena itu, perlu untuk mendorong pengembangan industri pengolahan hasil pertanian.
Pada tahun 2013 Irwansyah melakukan penelitian yang berjudul “Adaptasi
Teknologi Pertanian di Desa Kopi Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masyarakat petanisawah mampu
menggunakan teknologi pertanian dan untuk mengetahui apakahdengan hadirnya teknologi
pertanian bisa meningkatkan taraf hidup masyarakatpetani meningkat. Kegunaan penelitian
ini diharapakan agar dapat memberikansumbangsi kepada pemerintah Desa Kopi, supaya
pemerintah yang berada didaerah memperhatikan petani sawah yang di desa tersebut.
berdasarkan hal itumaka di bahas dalam rumusan masalah apakah masyarakat mampu
menggunakanteknologi pertanian yang berada di Desa Kopi Kecamatan Bintauna
KabupatenBolaaang Mongondow Utara, dan apakah penggunaan teknologi pertanian
bisameningkatkan taraf hidup masyarakat petani yang berada di Desa Kopi
kecamatanBintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Untuk mencapai tujuan
tersebutmaka peneliti mengunakan pendekatan metode deskriptif dengan
pendekatankualitatif artinya berdasarkan data dan fakta yang di himpun yang berhasil
dihimpun, dengan dasar penelitian yaitu melaluai wawancara, observasi dan tekniklain.Hasil
penelitian ini yang melandasi penyebab apakah masyarakat tidakmampu menggunakan
teknologi pertanian karena masyarakat setempat tidak maubelajar dalam melakukan
pengoperasiannya dan juga faktor kurangnya ilmupengetahuan dan teknologi, sehingga
kehidupan masyarakat petani dari segipendapatan penghasilan sebelum mengunakan
teknologi pertanian tidak bisamemenuhi kebutuhan hidupnya, kemudian ketika masyarakat
setempat mampumenggunakan teknolgi pertanian maka penghasilan dari penggunaan
teknologipertanian tersebut setidaknya bisa lebih meringankan beban kehidupan
ekonomi.Seharusnya pemerintah memberikan solusi atau bantuan bagi para petani
untukmeningkatkan hasil panen dan dalam teknik pengolahan sawah.
Suprapto ddk (2023) berpendapat bahwa globalisasi adalah hasil dari kemajuan
teknologi dan inovasi. Kemajuan teknologi telah membuka peluang peningkatan
perdagangan internasional melalui globalisasi. Transaksi internasional menjadi lebih mudah
dan lebih cepat untuk semua negara berkat teknologi yang komprehensif ini. Hal ini tidak
dapat dihindari karena setiap negara biasanya memiliki lingkungannya sendiri dan
globalisasi dalam hal ini berarti ekspansi lintas batas. Riset tentang globalisasi sedang
dilakukan baik oleh negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, yang
berupaya memanfaatkan perdagangan ini. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut sedang
dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi pengaruh globalisasi di Indonesia,
khususnya di bidang ekonomi. Pengumpulan data pada topik ini adalah studi kualitatif yang
mengumpulkan data dari sumber internet, majalah, buku, dll untuk mendapatkan wawasan
tentang topik globalisasi ini. Dalam artikel ini, penulis memaparkan dampak globalisasi
terhadap sektor ekonomi Indonesia. Temuan ini menegaskan bahwa ketidaksetaraan yang
bergantung pada perdagangan lintas batas yang tidak disengaja dapat membahayakan bisnis
lokal, tetapi juga visibilitas produk Indonesia di negara lain. Kajian tersebut menunjukkan
bahwa globalisasi secara umum memberikan dampak positif yang sangat luas bagi Indonesia,
namun pemerintah secara umum mengakui dampak negatif globalisasi dapat menimbulkan
kerugian bagi bisnis lokal.
2.3 Kerangka Pemikiran

Globalisasi pada
Pertanian

Analisis Dampak Analisis Tantangan


Globalisasi pada Globalisasi pada
Pertanian Pertanian

Startegi dalam
Menghadapi Globalisasi

Tindakan Antisipasi
Pengaruh Buruk
Globalisasi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Pengambilan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dikarenakan tema
yang dibahas merupakan agribisnis lokal yan berati penelitian harus dilakukan di Indonesia.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2023.

3.2 Objek dan Ruang Lingkup Penelitian


Objek penelitian ini berfokus pada kegiatan pertanian berupa produksi, distribusi dan
pemasaran yang berada di seluruh dunia. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada peluang
dan ancaman globalisasi terhadap agribisnis lokal.

3.3 Populasi dan sampel


Populasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam
agribisnis lokal yang berada di Indonesia.

3.4 Jenis dan Pengumpulan data


Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari literasi baik
laporan penelitian, jurnal, maupun artikel yang membahas tentang dampak globalisasi
terhadap agribisnis lokal di Indonesia.

3.5 Konsep dan Batasan Variabel


Adapun batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dampak globalisasi adalah terjadinya perubahan tata nilai dan sikap,
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat kehidupan.
2. Globalisasi proses yang mendunia antarsesama manusia saling terbuka dan
bergantung satu sama lain tanpa batas waktu maupun jarak.
3. Pembangunan pertanian dapat dimaknai sebagai suatu proses yang memiliki tujuan
untuk menambah hasil produksi pertanian pada setiap pelaku ekonomi (produsen)
yakni petani. Pertambahan hasil pertanian pada akhirnya akan mempengaruhi
peningkatan produktifitas dan pendapatan petani.
3.6 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk
menggambarkan permasalahan yang sedang atau sedang berlangsung. Tujuannya adalah
untuk menggambarkan apa yang seharusnya terjadi pada saat investigasi dilakukan. Di sini,
metode deskriptif dan tinjauan literatur digabungkan. Tinjauan literatur adalah metode yang
sistematis, eksplisit, dan dapat direproduksi untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
mensintesis artikel dan ide penelitian yang dihasilkan oleh peneliti dan praktisi. Tujuan
survei literatur adalah untuk melakukan analisis dan sintesis pengetahuan yang ada terkait
dengan topik yang diteliti untuk menemukan ruang terbuka untuk melakukan penelitian.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Dampak Globalisasi


Adanya globalisasi mempengaruhi negara-negara di dunia. Akibatnya, tantangan pasti
akan meningkat seiring dengan meningkatnya persaingan. Selain itu, penghapusan
hambatan perdagangan membuka lebih banyak peluang perdagangan. Keuntungan umum
globalisasi untuk perdagangan bebas adalah peningkatan total perdagangan dunia.

Efek yang tidak diinginkan juga terjadi ketika komoditas yang diperdagangkan lemah
dan tidak kompetitif. Selain itu, karena tujuan globalisasi adalah untuk mencapai “level
playing field”, alokasi perdagangan dunia bergantung pada kemauan negara untuk
memanfaatkan peluang yang ada.

Pengalaman Indonesia dalam pembukaan pasar dan pengurangan subsidi memiliki


dampak sebagai berikut (Octaviani Sawit, 2005). Dalam hal IDR (rasio ketergantungan
impor), impor pangan meningkat tajam sejak tahun 2000, dan meningkat dua kali lipat sejak
tahun 1998. Secara khusus, rupiah tahun 2003 adalah 10% beras, 20% jagung, 55% kedelai,
dan 50% gula. Hal ini akan meningkatkan risiko ketahanan pangan karena Indonesia akan
sangat tergantung pada pangan impor. Situasi ini juga berbahaya bagi pekerjaan, karena
sebagian besar penduduk sangat bergantung pada pertanian. Selain Indonesia, negara
berkembang lainnya juga mengalami berbagai kerugian akibat semakin terbukanya
perdagangan internasional. Di negara berkembang, pembukaan pasar dan penghapusan
subsidi mengakibatkan: Penurunan pembangunan pedesaan, peningkatan total anggaran
untuk pasokan pangan, kemiskinan yang berkepanjangan, melemahnya ketahanan pangan,
pergeseran dari negara pengekspor ke negara pengimpor, penurunan harga hampir semua
komoditas pertanian, terutama pangan, dan lingkungan persaingan negara di pasar
internasional belum membaik .

Hal ini bisa terjadi karena pembukaan pasar yang terlalu liberal (radical liberalization)
dan pemotongan subsidi dalam negeri yang terlalu radikal. Akibatnya, langkah-langkah
yang diambil terhambat oleh program penyesuaian struktural. Bahkan, akibat liberalisasi,
pemerintah tidak lagi leluasa mengambil kebijakan karena Indonesia tidak sepenuhnya siap
seperti yang direncanakan. Keuntungan ekspor hanya masuk ke pelabuhan, sedangkan
kegiatan lain seperti transportasi, perbankan dan asuransi diambil alih oleh negara maju.
Artinya, globalisasi saat ini gagal menciptakan level playing field. Karena perbedaan tingkat
pembangunan ekonomi, infrastruktur dasar, sumber daya manusia dan teknologi, keadaan
ini jauh dari yang diharapkan. Karena negara maju tidak memiliki kewajiban untuk
membantu negara berkembang, dan karena akses pasar di negara maju tetap tinggi,
perlakuan khusus dan diskriminatif terhadap negara berkembang tidak banyak gunanya
(penurunannya relatif kecil dan tingkat dasar tahunan). . masih mahal). Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya dukungan domestik di negara-negara maju. Kenyataannya, negara
maju hanya memindahkan subsidi dari satu kotak ke kotak lain (terutama blue box).

4.2 Tantangan Globalisasi


Negara didunia pasti akan menghadapi globalisasi yang membutuhkan negara lain
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sekalipun produk pertanian Indonesia belum siap
menghadapi globalisasi, produk pertanian (agribisnis) merupakan komoditas penting secara
empiris dan politis (political will) sehingga perlu dilindungi.Saat ini sudah menjadi
konsensus di seluruh dunia. Mencapai non-diskriminasi dalam perdagangan membutuhkan
koordinasi kebijakan (harmonisasi dan kompatibilitas). Tujuannya adalah untuk
meminimalkan kerugian dengan melindungi kepentingan domestik. Memanfaatkan peluang
untuk meningkatkan kinerja sangat penting bagi kepentingan agribisnis lokal.

Di beberapa negara maju, perlindungan kepentingan domestik terlalu banyak


diberikan kepada petani. Dukungan ini datang dalam berbagai bentuk, termasuk subsidi
produksi, fasilitas pembiayaan, bantuan pengembangan teknologi, subsidi harga, dan
pembelian saham oleh pemerintah (yang kemudian dijual dengan harga lebih rendah).
Sebagai hasil dari berbagai bentuk bantuan ini, harga produk pertanian di negara maju secara
konsisten lebih rendah, sehingga menghasilkan produk pertanian yang lebih berkualitas dan
lebih tersedia. Dukungan dalam negeri ini, ditambah dengan subsidi ekspor seperti Food
Assistance Fund, memberi petani di negara maju pasar yang berbeda melalui peran
pemerintah yang sangat kuat. Dukungan domestik untuk lahan dan faktor modal produksi
tidak mengubah bahkan harga produsen dan oleh karena itu diizinkan berdasarkan perjanjian
WTO.

Dalam konteks globalisasi, intensitas dan ruang lingkup persaingan sangat luas.
Pesaing yang dihadapi perusahaan bukan lagi lokal atau geografis, melainkan raksasa global
asing yang memperebutkan pasar. Sebagian besar industri mengalami globalisasi, yang
didorong oleh apa yang kita sebut empat faktor utama. 4C: Customers, Cost, Country, dan
Competition (Yip, 1995).

1. Faktor pelanggan (customer drivers)


Faktor ini adalah pendorong globalisasi pasar yang paling kuat. Ada lima karakteristik
utama pasar internasional yang membuat perusahaan tertarik untuk menerapkan strategi
pemasaran global mereka:
a. Kesamaan kebutuhan konsumen. Faktor kesamaan ini akan menjadi pendorong
utama globalisasi perusahaan ketika konsumen di negara yang berbeda memiliki
kebutuhan yang sama untuk kategori produk dan jasa tertentu. Kesamaan ini
difasilitasi oleh kemajuan teknologi, komunikasi global, perdagangan global, dan
pariwisata internasional.
b. Pelanggan global. Pelanggan global adalah konsumen yang membutuhkan produk
atau layanan yang sama di berbagai negara. Di bidang B2B (pemasaran bisnis-ke-
bisnis) juga, seiring dengan globalisasi perusahaan, kebutuhan pasokan dari
pemasok yang telah membangun jaringan global semakin meningkat. Untuk alasan
ini, banyak pemasok di industri otomotif menjalani proses globalisasi yang
mengikuti strategi internasionalisasi pelanggan mereka.
c. Saluran distribusi global. Perusahaan distribusi dan logistik yang menyediakan
layanan transportasi, pergudangan, dan pengiriman di hampir setiap wilayah di
dunia berdampak positif pada pertumbuhan strategi pemasaran global mereka.
Banyak perusahaan termotivasi untuk berekspansi secara global berkat dukungan
jaringan distribusi tersebut.
d. Transferable marketing. Faktor ini terkait dengan penggunaan ide pemasaran yang
sama di berbagai negara Pengemasan, iklan, nama merek, dan elemen bauran
pemasaran lainnya. Iklan Marlboro misalnya, umumnya sama di setiap negara dan
terbukti sangat efektif.
2. Leading markets. adalah pasar yang (1) memiliki produk dan layanan yang
menggabungkan teknologi terkini, (2) cenderung sangat kompetitif, dan (3) memiliki
kebutuhan konsumen yang relatif canggih dan menuntut peningkatan. Perkembangan
pasar ini dan keinginan perusahaan untuk bersaing di sana telah menyebabkan
perusahaan menerapkan strategi global untuk menangkap peluang di pasar
utama.Faktor biaya (cost drivers).
Faktor biaya tergantung pada ekonomi bisnis seperti skala ekonomi, skala ekonomi, dan
keuntungan sumber. Dengan memasok beberapa pasar internasional, skala ekonomi dapat
dicapai dalam bentuk pengurangan biaya per unit (harga per unit). Diversifikasi aktivitas
Anda di berbagai lini produk atau area bisnis memberikan kelonggaran finansial. Beberapa
perusahaan global memiliki banyak pabrik kecil di banyak negara, tetapi dapat mencapai
skala ekonomi dengan menjual berbagai produk. Cara lain untuk menekan biaya adalah
dengan menggunakan pengiriman dari negara-negara dengan biaya tenaga kerja yang lebih
rendah. Pengenalan logistik canggih dan sistem pengiriman. Optimalkan penggunaan
teknologi Anda. Perubahan faktor biaya utama adalah:
• Berlanjutnya tekanan untuk mencapai skala ekonomis tanpa harus mengorbankan
kemampuan untuk menerapkan pemanufakturan fleksibel.
• Percepatan perkembangan teknologi
• Transportasi yang semakin maju
• Munculnya NIC (Newly Industrializing Countries) dengan kapabilitas yang
produktif dan biaya tenaga kerja yang murah, misalnya Taiwan, Thailand, dan China.
• Meningkatnya biaya pengembangan produk secara relatif terhadap usia pasar
(market life).
3. Faktor negara (country drivers)
Di masa lalu, hambatan pemerintah untuk masuknya investasi asing dan bisnis telah
menyebabkan perlindungan pasar domestik dan pengembangan pemasaran global.
Perkembangan terkini menunjukkan kecenderungan menuju perdagangan bebas yang
memfasilitasi upaya pemasaran global. Selain itu, faktor negara bergantung pada
tindakan pemerintah dan faktor-faktor berikut:

• Pengurangan hambatan tarif.


• Pengurangan hambatan non-tarif.
• Pembentukan blok-blok perdagangan.
• Berkurangnya peranan pemerintah sebagai produsen dan pelanggan.
• Privatisasi terhadap berbagai sektor yang sebelumnya didominasi pemerintah.
• Perubahan dari sistem komunis tertutup menjadi ekonomi pasar terbuka di Eropa
Timur.
• Semakin besarnya partisipasi China dan India dalam perekonomian global.
4. Faktor persaingan (competition drivers)
Di beberapa industri, keberhasilan pesaing yang "mengglobal" dapat menjadi
pendorong yang kuat bagi industri lain untuk mengikutinya. Pada saat yang sama,
mengikuti prosedur pesaing memungkinkan perusahaan belajar dari kesalahan mereka
sebelum memutuskan strategi yang tepat. Di sisi lain, kehadiran pesaing global di pasar
domestik suatu perusahaan juga dapat menjadi pendorong bagi perusahaan tersebut
untuk memasuki pasar negara lain. Perubahan utama yang mempengaruhi faktor
kompetitif dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

• Meningkatnya kualitas perdagangan dunia secara terus-menerus.


• Semakin banyak negara yang menjadi key competitive battlegrounds, misalnya
• meningkatnya jumlah perusahaan asing yang masuk.
• Adanya pesaing baru yang berasal dari luar negeri.
• Tumbuhnya jaringan global yang menyebabkan setiap negara dapat saling
tergantung dalam industri-industri tertentu.
• Semakin banyak perusahaan yang bersifat globally centered ketimbang nationally
centered.
• Semakin bertambahnya pembentukan aliansi strategik global.
5. Faktor-faktor lain
Faktor 4C dari George S. Yip bisa ditambah dengan 3C lain yang tak kalah
pentingnya sebagai pemicu globalisasi industri:

a. Communication technology advancement, yakni revolusi dalam teknologi informasi dan


komunikasi, misalnya perkembangan komputer personal, Internet, m-commerce, dan
sebagainya.
b. Capital, yakni menyangkut globalisasi pasar-pasar finansial.
c. Chain (network), terutama penyempurnaan dalam bisnis.
Berbagai perkembangan kontemporer ini membawa dampak besar pada dunia bisnis.
Pasar global yang besar menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi setiap perusahaan
yang menggeluti suatu bisnis tertentu.

Ada lima faktor utama yang membatasi upaya dan kemampuan perusahaan untuk
melakukan pemasaran global (Johansson; Quelch dan Hoff; Yip, Chandra, 2004).

2. Faktor Industri
Tidak semua industri memiliki karakteristik yang sesuai untuk strategi global. Dengan
kata lain, faktor 4C yang diformulasikan Yip dalam Chandra dkk. (2004) bisa jadi tidak
kondusif untuk ancangan global.
1. Sumber Daya Internal
Tidak semua perusahaan memiliki sumber daya untuk melakukan pemasaran global
secara efektif. Sumber daya ini meliputi keuangan, sumber daya manusia, waktu,
jaringan distribusi, dll.
2. Bauran Pemasaran yang Berbeda
Tidak semua unsur aktivitas bauran pemasaran bisa diglobalisasi. Sebagai contoh,
meskipun desain produk kerapkali seragam antar negara tujuan pemasaran, namun
hambatan bahasa dan budaya seringkali menghambat upaya standarisasi kewiraniagaan
(salesmanship).
3. Krisis Global
Integrasi strategi antar negara secara ketat bisa mengakibatkan perusahaan lebih rentan
terhadap krisis finansial global. Pada saat pasar modal mengalami krisis di akhir dekade
1990-an, integrasi global membuat tidak satupun negara yang kebal terhadap dampak
krisis finansial global.
4. Differentiated Globalization
Empat faktor di atas berarti bahwa strategi pemasaran global yang mengglobalkan semua
kegiatan pemasaran di seluruh papan tidak selalu layak. Padahal, Rugman (2001)
menekankan bahwa perusahaan multinasional sangat perlu menyesuaikan produknya
dengan kebutuhan pasar lokal. Dengan kata lain, pendekatan umum dalam praktiknya adalah
menggabungkan standardisasi dan kustomisasi dalam praktik pemasaran. Misalnya, sebuah
perusahaan dapat menjual lini produk, desain produk, dan nama merek yang sama di mana-
mana, tetapi menstandarkan strategi produknya dengan menyesuaikan penjualan dan
komunikasi pemasarannya dengan kondisi lokal. Istilah yang umum digunakan untuk situasi
ini adalah glokalisasi (lokalisasi global). Menurut Svensson (2001), glokalisasi berarti
optimalisasi proses standardisasi dan kustomisasi, homogenisasi dan kustomisasi kegiatan
bisnis perusahaan. Konsep ini mencakup perencanaan strategis regional, internasional,
multilateral dan global.
4.5 Strategi Perusahaan yang bergerak di Agribisnis Dalam Menghadapi Globalisasi
1. Aliansi Strategik Global dengan Lini yang Luas
perjanjian kerja sama antara pesaing dan perusahaan nonkompetitif. Sasaran
termasuk cara memasuki pasar luar negeri, berbagi biaya tetap dan menanggung risiko
dalam pembuatan produk baru, melengkapi keterampilan dan aset (kompetensi khusus),
mengatasi hambatan hukum dan perdagangan, dan meningkatkan bisnis yang
ada.Meningkatkan jangkauan, mengurangi risiko, dll. Biaya memasuki pasar baru. Dalam
lingkungan global baru dengan meningkatnya persaingan dan pilihan produk dan opsi,
kemitraan bukan hanya opsi perencanaan, tetapi juga keharusan strategis.
2. Strategi Korporasi
Perhatian utama dari strategi perusahaan adalah mengenali usia bisnis ketika
perusahaan harus fokus pada operasi dan bersaing untuk memaksimalkan keuntungan
jangka panjang. Di atas segalanya, sebuah perusahaan hanya dapat fokus pada satu lini bisnis.
Keuntungan utama dari berkonsentrasi pada satu area bisnis adalah Anda dapat
menggunakan semua sumber daya Anda untuk berhasil dalam bisnis pilihan Anda. Strategi
ini sangat cocok untuk industri yang tumbuh cepat yang membutuhkan sumber daya dalam
jumlah besar dan prospek keuntungan yang tinggi. Perusahaan juga dapat melakukan
diversifikasi ke beberapa area bisnis lainnya.
3. Analisis Lingkungan Eksternal
Tidak semua perusahaan memiliki sumber daya untuk melakukan pemasaran global
secara efektif. Sumber daya ini meliputi keuangan, sumber daya manusia, waktu, jaringan
distribusi, dll.
4. Analisis Lingkungan Internal
Lingkungan internal (lingkungan dalam perusahaan). Analisis lingkungan internal
dalam suatu organisasi bertujuan untuk menilai atau mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan masing-masing departemen seperti produksi, penelitian dan pengembangan
(RandD), pemasaran, penjualan, perencanaan, keuangan, administrasi, sumber daya
manusia (SDM), dll.
5. Strategi Tingkat Bisnis
Strategi tingkat bisnis adalah langkah-langkah yang diambil manajer untuk
memanfaatkan sumber daya dan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif dibandingkan rekan industri. Dasar pengembangan BLS adalah kebutuhan
pelanggan (apa yang diinginkan), kelompok pelanggan (siapa yang membutuhkan), dan
kompetensi yang kuat (kemampuan istimewa) untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
6. Strategi Fokus
Memfokuskan pada segmen pasar tertentu; perusahaan melakukan sepesialisasi.
Misalnya pasar “orang kaya”, petualang, vegetarian, mobil balap, mobil angkutan dan lain
sebagainya.

7. Strategi Internasional
Menciptakan nilai dimata internasional dengan mentransfer skill dan produk
bernilai tinggi, produk yang khas dibuat di Negara asal dan di jual di Negara lain. Strategi
ini hanya sesuai bila pasar asing tidak memiliki distinct competency, dan tekanan untuk
reduksi harga dan respon lemah. Bila tekanan meningkat strategi ini menjadi tidak sesuai.

8. Strategi Multidomestik
Mengupayakan respon lokal maksimal, menyesuaikan produk pada kondisi-kondisi
lokal. Strategic multidomestik cenderung membentuk semua fungsi dan cenderung memiliki
biaya tinggi, cocok dipakai bila ada tekanan berat untuk respon lokal tetapi tekanan reduksi
biaya kecil.

9. Restructuring strategy
Strategi menciutkan scope perusahaan dengan meningkatkan area bisnis tertentu.

10. Strategi Akuisi


Bila perusahaan tidak memiliki kompetensi untuk bersaing; membeli perusahaan
yang sudah berada di dalam industri dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Akuisi
dipandang kurang beresiko di banding internal new ventures, karena ada data kinerja
perusahaan yang diakuisi. Akuisi sesuai untuk industri dimana barriers to entry sangat tinggi.
Pada dasarnya semua strategi dalam dunia bisnis bertujuan untuk memenangkan bisnis dari
persaingan, merebut pasar dan meningkatkan pertumbuhan.

4.4 Antisipasi Globalisasi

Ada beberapa hal yang perlu diantisipasi pada era global sekarang ini dan masa
mendatang khususnya dalam bidang pertanian, antara lain:
1. Pentingnya penguasaan teknologi dan informasi.
Aspek ini berjalan begitu cepat dan pengaruhnya dapat dilihat di berbagai aspek
kehidupan. Oleh karena itu, sektor pertanian perlu dibangun dengan memanfaatkan
teknologi (dan informasi ini) guna menuju pertanian modern.
2. Meningkatnya jumlah key players di sektor pertanian.
sektor pertanian bukanlah sektor yang dikendalikan oleh Kementerian Pertanian,
melainkan sektor yang dikendalikan oleh banyak departemen seperti Kementerian
Perdagangan, Perhubungan dan Keuangan, yang memerlukan koordinasi yang baik
antar lembaga tersebut. Ini juga berlaku untuk level yang lebih rendah. Masalah
pertanian tidak hanya menjadi perhatian petani, tetapi juga membutuhkan keterlibatan
pedagang, pemerintah daerah dan lembaga yang terlibat dalam distribusi alat produksi,
pengaturan pengairan dan pembelian hasil pertanian. Semakin modern sektor pertanian,
semakin penting dinamika koordinasi/kerja sama antara organisasi dan produsen.
3. Meningkatnya perubahan preferensi konsumen pada produk-produk pertanian.
Perubahaan preferensi konsumen perlu diantisipasi secara cepat. Misalnya, konsumen
buah kates atau mangga, kalau dahulu menghendaki ukuran yang besar, namun kini
ukuran kecil.
4. Perubahan harga yang cepat karena munculnya key players baru di perdagangan
produk-produk pertanian. Kini peran Vietnam dan China menjadi aktif di Asia ini.
Australia kini memproduksi pertanian tropis seperti mangga, nanas, dan sebagainya.
5. Menyempitnya lahan pertanian.
Bahkan di Indonesia, masalahnya bukan saja semakin menyempitnya lahan pertanian,
namun ketergantungannya produk pangan di Jawa (60% lebih) pada luas daratan yang
hanya sekitar 7%. Jumlah petani kecil (petani yang menguasai kurang dari 0,5 ha)
menjadi semakin bertambah.
6. Meningkatnya kesadaran kesehatan menyebabkan perubahan kualitas produk pertanian.
Dengan semakin sadarnya konsumen akan kesehatan, maka produk pertanian harus bisa
mengantisipasi. Produk yang bebas pestisida, kini banyak diminati konsumen.
7. Perubahan iklim/cuaca yang kini mulai sulit diprediksi. Di sini produsen perlu pandai-
pandai mengantisipasinya. Tentu saja juga perlu ada bantuan dari lembaga yang
menangani masalah cuaca dan perubahannya.
8. Pembiayaan usahatani yang sudah terlanjur mahal karena ekonomi biaya tinggi. Upaya-
upaya efisiensi sangat diperlukan, usahatani bebas pestisida atau usahatani modem yang
menggunakan sedikit input bisa dikembangkan (seperti hydroponics atau aeroponics).

Dari uraian singkat di atas, maka pertanian masa depan di Indonesia yang mampu
mengantisipasi perubahan yang cepat pada era global adalah pertanian yang sebagian besar
diusahakan di lahan sempit yang menggunakan teknologi modern, produknya mempunyai
nilai tambah yang tinggi, produk yang dijual sebaiknya produk dari upaya diversifikasi
produk yang vertikal maupun yang horisontal (misal: tanaman ubi kayu tidak dijual
umbinya), namun produk derivative-nya, yaitu kripik ubi (cassava creekers), dan produk
pertanian yang menguntungkan dan mempunyai prospek pasar.
Dari berbagai variabel yang mencirikan produk agribisnis pada era global di atas,
maka ada dua hal yang dominan yang dibahas dalam paper ini, yaitu:

• pentingnya menguasai teknologi dan informasi


Pertanian di Indonesia harus beralih menggunakan teknologi yang ada. Pertanian kita
membutuhkan lebih banyak kompetisi untuk petani padi. Tidak perlu mengeluh impor
durian jika tidak mencoba memproduksi durian sendiri dengan kualitas yang sama. Hal yang
sama berlaku untuk produk lainnya. Dengan adanya AFTA atau WTO, hanya akan ada satu
jawaban untuk mengatasi tantangan global. Ini adalah kemampuan untuk bersaing dengan
semua jenis produk. Peran pemerintah akan dikurangi dan sebatas pembinaan, sedangkan
upaya peningkatan daya saing diserahkan kepada produsen sendiri. Contoh yang baik adalah
bagaimana pemerintah Singapura meningkatkan pertanian. Singapura mencapai
swasembada makanan pokok seperti ayam, telur, daging babi dan sayuran pada tahun 1980.
Saat lahan pertanian turun dari 15.000 menjadi 2.000 hektar, pemerintah mengeluarkan
peraturan yang melarang pembangunan 2.000 hektar lahan pertanian yang tersisa. "Taman
Teknologi Pertanian" yang memanfaatkan sepenuhnya teknologi tinggi terbaru
dipertahankan di situs ini. Teknik hidroponik dan aeroponik masih terus dikembangkan
hingga saat ini. Bahkan pengusaha agribisnis di Singapura mengimbau Pemda Riau untuk
mengembangkan pertanian berteknologi tinggi khusus untuk konsumen Singapura dan
ekspor pada umumnya
• pentingnya berkemampuan untuk berkompetisi.
Secara teoritis, peran produsen sangat penting dalam meningkatkan produktivitas
pertanian, dan produsen diharapkan mampu mengembangkan sektor pertanian secara
berdaya saing. Untuk menjelaskan hal ini, secara teoritis kita akan membahas bagaimana
produktivitas muncul dan dipengaruhi oleh industri lain. Produktivitas pada dasarnya adalah
hubungan antara output dan input jadi:

Productivity = Output/Input

Ukuran di atas sering pula dijadikan ukuran dari efisiensi, sehingga rumus di atas dapat
ditulis:

Productivity = (Effectiveness in achieving outputs)/(Efficiency in using inputs)

Jadi kalau penggunaan input yang efisien akan menyebabkan produktivitas akan
menaik. Oleh karena pencapaian efisiensi sangat berada di tangan produsen, maka variabel
seperti keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience) dan
penguasaan teknologi menjadi amat penting.

Rumus (1) dapat dikembangkan Iebih lanjut. Kalau

Labour productivity = Output/Labour;

Land productivity = Output/Area; dan

Capital productivity = Output/Capital

maka Total Factor Productivity (IP) dapat dituliskan sebagai berikut:

TFP = Output/Input

(Output)/(W1.L + W2.A + W3.K)

di mana W adalah pembobot tiap komponen.

Jadi kalau penggunaan sumber daya manusia (labour) bisa diefisienkan pada luasan
lahan dan kapital yang pada kondisi ceteris paribus (konstan), maka TFP akan menaik. Kalau
peran variabel tenaga kerja (labour) ini dikaitkan dengan variabel luas lahan, maka:

Y/L = (A/L * Y/A)

di mana:

Y = Total agricultural output

L = Labour absorbed; dan

A = Area
Dari rumus (7) dapat dijelaskan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan
dengan cara:

• Menambah atau meningkatkan rasio lahan dan tenaga kerja, atau


• Meningkatkan produktivitas lahan dengan menggunakan teknologi.

Dengan ulasan sederhana di atas, maka kunci dalam meningkatkan kemampuan


berkompetisi adalah terletak pada orangnya (pelakunya) dan penguasaan teknologi. Jadi ada
tiga faktor utama yang mendesak untuk diperhatikan, yaitu:

• faktor kualitas sumber daya manusianya,


• faktor penguasaan teknologi, dan
• faktor manajemen (bagaimana manusia menguasai dan mem-praktekkan teknologi
tersebut).

Jadi berapa pendapatan per kapita rumah tangga pedesaan yang sebagian besar terdiri
dari petani? Hasil SUSENAS menyajikan gambaran data untuk empat provinsi (Jawa Barat,
Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) dimana sekitar 56% pendapatan rumah
tangga pedesaan berasal dari pertanian. 47,5% pendapatan rata-rata di Jawa Barat dan Jawa
Timur berasal dari pertanian. Angka ini lebih rendah dari 64% untuk dua provinsi non-Jawa
(Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan). Artinya, peran sektor pertanian non-Jawa masih
besar. Rata-rata di empat negara bagian, kita dapat melihat bahwa 78,0% pendapatan berasal
dari tanaman pangan, 4,6% dari industri dalam negeri, 11,4% dari operasi komersial, dan
sisanya 6,0% dari operasi lainnya.

Berdasarkan data tersebut budidaya tanaman pangan sebenarnya membutuhkan banyak


tenaga kerja (padat karya), sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja pada budidaya tanaman pangan. Tentu saja, ini tidak mudah.
Menurut data BPS, penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian
adalah: 40,9% belum tamat SD, 38,8% tamat SD, 7,0% tamat SMP, 2,9% tamat SMP, 2,9%
tamat SMP, dan sisanya 0,4% tamat sarjana atau sarjana. . Dengan demikian, sebagian besar
(79,7%) angkatan kerja tani terdiri dari mereka yang tamat atau tidak tamat sekolah dasar.
Fakta ini, dikombinasikan dengan tiga variabel mampu bersaing di pasar global (kualitas
sumber daya, kemampuan teknis, dan kemampuan manajerial), membuat petani kita relatif
sulit menghadapi era global. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing dan pada
gilirannya meningkatkan produktivitas pertanian, diperlukan langkah dan upaya yang
berpihak pada petani.

Upaya kearah ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah (dan swasta), antara lain
program Bapak-Anak Angkat, program Inti-Plasma, Inpres Desa Tertinggal, Jaringan
Pengaman Sosial, Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K), BIMAS, INMAS,
Proyek Pembangunan Kawasan Terpadu, Proyek Pengembangan Lahan Kering, dan banyak
lagi. Masalahnya adalah memang terlalu banyak petani yang harus diurusi dan ini memang
bukan pekerjaan yang mudah. Seringkali mudah diucapkan, namun sangat sulit
implementasinya. Oleh karena itu disarankan agar memberikan skala prioritas program,
diutamakan program yang mempunyai impak yang nyata dan skala luas.

Walaupun agribisnis dan sektor pertanian masih menjanjikan untuk masa depan, namun
sektor ini perlu dibangun secara lebib serius lagi. Sektor pertanian bukan saja mampu
menyumbangkan sekitar 16% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),
namun sektor ini juga mampu menyumbangkan pangan khususnya beras yang diperlukan
masyarakat sekitar 70-80% kebutuhan, menyerap banyak tenaga kerja (sekitar 49,3%),
mendorong munculnya kesempatan berusaha untuk sektor yang lain (penyedia material
untuk industri non-pertanian), dan juga penghasil devisa dari basil ekspor. Namun karena
sekarang ini terjadi transformasi struktural, maka sektor pertanian perlu dibangun dengan
menyesuaikan perubahan struktural tersebut. Perubahan struktural ini, antara lain perubahan
pembuat kebijakan sektor pertanian sehubungan dengan otonomi daerah, pangsa sektor
pertanian terhadap PDP yang terus menurun, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian
yang selalu lebih rendah dari kenaikan produksi rata-rata, keterkaitan sektor pertanian dan
sektor ekonomi yang lain yang semakin tinggi, ketergantungan pangan yang sebagian besar
(60%) ada di Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas Indonesia, penghasil devisa di sektor
pertanian ada pada beberapa produk perkebunan tertentu seperti karet, kelapa sawit, kopi
dan lada yang mencapai 70%, ekspor produk pertanian hanya terarah ke negara-negara
tertentu sehingga mengakibatkan ketergantungan ekspor pada negara tersebut, usaha
pertanian masih didominasi petani kecil yang ada di Jawa, perubahan preferensi konsumen
yang begitu cepat, konsumen yang aware akan produk pertanian yang bebas pestisida, dan
sebagainya.

Penyesuaian atau adaptasi ini sangat bergantung pada tiga hal. pelaku pembangunan
pertanian, khususnya dimensi petani, dimensi kemampuan belajar dan menggunakan
teknologi. Produsen terutama petani kita sebenarnya adalah petani. Sebagian besar dari kita
(79,7%) adalah lulusan sekolah dasar atau tidak. Sehingga politik selalu berpihak pada
kepentingan petani. , mampu menggunakan teknologi dan informasi yang diperlukan untuk
memprediksi masa depan pertanian, khususnya setelah AFTA. Artinya, produk kita bisa
bersaing di pasar global. Untuk itu, pertanian negara kita harus berorientasi pada budidaya
di lahan kecil, tetapi budidaya harus dilakukan dengan cara modern. Jenis tanaman dipilih
dari peternakan dengan nilai tambah produksi yang tinggi dan daya jual yang tinggi.
Langkah struktural seperti mengarahkan pembangunan pertanian di luar Jawa, menargetkan
ekspor tidak hanya ke negara tertentu, dan memperluas atau meningkatkan produk dengan
elastisitas permintaan tinggi yang tidak bergantung pada produk tertentu seperti saat ini,
ketergantungan kita perlu dikurangi. Upaya membangun pertanian pada produk yang
holistik dan unggul yang sudah dicoba perlu digali lebih jauh, dan produk yang
menunjukkan elastisitas permintaan yang tinggi ini perlu terus diupayakan.

Terakhir, dalam hal pengelolaan atau pengelolaan, perlu diberdayakan tidak hanya
petani tetapi juga pelaku pembangunan pertanian lainnya. Aspek koordinasi dan
pengembangan kelembagaan di perdesaan seperti bank atau lembaga keuangan non bank,
penyuluh pertanian, penyalur alat produksi dan koperasi. Dalam rangka memimpin
pembangunan pertanian di setiap daerah, perlu terus dipupuk terciptanya petani yang
memiliki keterampilan manajemen dan kewirausahaan yang tinggi.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada paper ini didapat kesimpulan
berupa:
1. dampak dari globalisasi adalah terjadi peningkatan tantangan dengan semakin
meningkatnya persaingan. Hal ini menyebabkan negara dengan daya saing rendah
akan semakin sulit bersaing.
2. Tantangan terbesar dari globalisasi terhadap agribisnis lokal yaitu munculnya
pesaing yang bisa memproduksi barang agribisnis dengan biaya yang lebih murah
maupun kualitas yang lebih bagus.
3. Terdapat beberapa startegi yang dapat diterapkan dalam menghadapi globalisasi,
salah satunya aalah dengan melakukan kerjasama bisnis untuk melakukan efesiensi
bisnis.
4. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, para pelaku yang bergerak dibidang
agribisnis lokal harus mampu menguasai teknologi informasi serta memiliki
kemampuan untuk bersaing dengan pesaing baik dalam maupun luar negeri.

5.2 Saran
1. Untuk para pelaku usaha yang bergerak dibidang agribisnis lokal diharapkan untuk
bisa bersaing dengan pesaingnya dengan terus mengembangkan produk berupa
barang atau jasa yang ditawar agar mampu bersaing.
2. Untuk pemerintah diharapkan untuk bisa melakukan proteksi/perlindungan terhadap
para pelakua agribisnis lokal agar tidak kalah dengan para pesaing dari negara lain.
DAFTAR PUSTAKA

Abboushi, S. (2010). “Trade Protectionism : Reasons and Outcomes”. International


Business Journal. Vol. 20. No. 5. 20-24.
Akdoğan, E. C., & Dinc, D. T. (2019). Managing working capital efficiency in Turkish
agribusinesses and the impact of globalization: insights from an emerging
market. International Food and Agribusiness Management Review, 22(4), 557-569.
Halwani, H. (2002). Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Irawan, B. (2003). Agribisnis hortikultura: peluang dan tantangan dalam era perdagangan
bebas. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 3(2), 43875.
Ismed M. 2018. “Strategi Kebijakan Pemasaran Produk Agribisnis Bunga.
Rampai Agribisnis Seri Pemasaran” . Bogor: PT IPB Press
RADJIKU, I. (2014). Adaptasi Teknologi Pertanian di Desa Kopi Kecamatan Bintauna
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Skripsi, 1(281409007).
Syarbaini, Syahrial. (2014). Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi : Implementasi Nilai-
Nilai Karakter Bangsa). Cetakan Pertama Ed. Ketiga. Bogor:Ghalia Indonesia.
Sood, M. (2012). Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : Rajawali Pers.
Tambunan, T.T.H. (2004). Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor : Ghalia
Indonesia.
Wahyuni, E. D. (2021). Strategi Memanfaatkan Peluang Pasar Produk Pertanian Dalam
Perdagangan Internasional. Jurnal Ekobistek, 57-64.
Widyastutik, dkk. (2017). “Trade Barrier Elimination, Economics of Scale and Market
Competition: Computable General Equilibrium Model”. Jurnal Ilmu Ekonomi. Vol.
6. No. 2, 189-216.

Anda mungkin juga menyukai