Oleh :
ZAKKI MUHTARAM
2205202010007
MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
TAHUN 2023
Dampak Globalisasi Terhadap Agribisnis Lokal
Abstrak: Dalam era globalisasi perkembangan perekonomian dunia begitu pesat, seiring
dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan
teknologi. Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang terkena pengaruh dari
globalisasi ini. Bagaimana tidak, pertanian merupakan penyedia kebutuhan manusia di
mulai dari kebutuhan pangan, kebutuhan sandang maupun kebutuhan papan. globalisasi
pada sektor pertanian khususnya di Indonesia membawa manfaat yang sangat besar. Salah
satu manfaatnya adalah globalisasi mampu membantu petani dalam memperjualbelikan
produk pertanian keseluruh penjuru dunia melalui penjualan secara online maupun eksport.
Globalisasi juga mampu membuat banyak produk pertanian yang dikelola oleh petani lokal
semakin dikenal oleh masyarakat di berbagai negara. Walaupun globalisasi menawarkan
banyak manfaat terhadap pertanian di Indonesia, bukan berarti globalisasi tidak memberikan
ancaman untuk pertanian. Dampak yang tidak diinginkan juga muncul jika produk-produk
yang diperdagangkan pada posisi lemah dan tidak memiliki daya saing. Produk-produk
pertanian yang kita miliki ditakutkan tidak mampu bersaing baik dari segi harga maupun
kualitas dengan petani dari negara lain menyebabkan barang produksi dalam negeri menjadi
tidak laku. Oleh karena itu diperlukan startegi dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi agribisnis lokal untuk menghadapi globalisasi. Dari
latarbelakang tersebut penulis hendak menyusun strategi agribisnis lokal dalam menghadapi
globalisasi dengan menggunakan metode deskriptif dan literature review.
Kata kunci: Agribnis lokal, globalisasi, dampak globalisasi, perdangan internasional.
BAB I. PENDAHULUAN
Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang terkena dampak globalisasi.
Bagaimana tidak pertanian merupakan salah satu sektor penyedia kebutuhan manusia, dari
pangan, sandang hingga papan. Globalisasi di bidang pertanian khususnya di Indonesia
membawa manfaat yang sangat besar. Salah satu manfaat globalisasi adalah kemampuan
petani untuk memperdagangkan produk mereka di seluruh dunia melalui penjualan dan
ekspor online. Globalisasi juga berarti banyak produk pertanian yang ditanam oleh petani
lokal dapat dikenal oleh orang-orang di berbagai negara. Selain itu, petani dapat mengatasi
permasalahan dengan lebih baik dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Sementara itu,
globalisasi telah membuat petani lebih mengenal teknologi termutakhir dalam dunia
pertanian. Dengan demikian kinerja petani lebih optimal dan pekerjaan petani menjadi lebih
mudah. Globalisasi juga memberikan informasi inovasi produk yang dapat ditiru oleh petani
lokal Indonesia. Globalisasi memberikan informasi tentang pengelolaan lahan pertanian di
negara-negara maju. Bagi petani lokal, akan menjadi bahan ajar pengelolaan lahan pertanian
untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas.Walaupun globalisasi menawarkan
banyak manfaat terhadap pertanian di Indonesia, bukan berarti globalisasi tidak memberikan
ancaman untuk pertanian. Dampak yang tidak diinginkan juga muncul jika produk-produk
yang diperdagangkan memiliki posisi lemah dipasaran dan tidak memiliki daya saing.
Produk-produk pertanian yang kita miliki ditakutkan tidak mampu bersaing baik dari segi
harga maupun kualitas dengan petani dari negara lain menyebabkan barang produksi dalam
negeri menjadi tidak laku. Selain itu, distribusi perdagangan dunia tergantung dari tingkat
kesiapan suatu negara dalam memanfaatkan peluang yang ada, karena tujuan globalisasi
adalah tercapainya "the same level ofplayingfield". Hal ini menjadikan globalisasi menjadi
tantangan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pertanian di Indonesia.
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk memaparkan dampak dan tantangan globalisasi
terhadap pertanian di Indonesia, serta strategi dan hal-hal yang harus diperhatikan untuk
mengantisipasi dampak dan tantangan globalisasi tersebut.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam pertanian untuk
menghadapi globalisasi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Agribisnis
Menurut teori agribisnis merupakan semua aktifitas, mulai dari pengadaan sarana
produksi (input) sampai dengan pemasaran produk yang dihasilkan oleh usahatani serta
agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Sistem agribisnis merupakan suatu sistem
yang terdiri dari berbagai subsistem :
a. Subsistem Pengadaan Sarana Produksi
Pengadaan sarana produksi pertanian meliputi benih, bibit, pupuk, pestisida,
alat/mesin dan alat produksi pertanian. Perorangan, perusahaan swasta, dan pemerintah
menjadi pemain utama dalam pengadaan dan distribusi alat produksi. Pentingnya subsistem
ini berasal dari kebutuhan untuk mengintegrasikan berbagai elemen agar berhasil di bidang
pertanian. Industri yang menyediakan sarana produksi pertanian disebut juga agribisnis hulu.
b. Subsistem usahatani
Usaha menghasilkan produksi berupa makanan, hasil perkebunan, buah-buahan,
bunga dan tanaman hias, hasil hewani, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem
ini meliputi petani, peternak, dan kontraktor tambak.
c. Subsistem pengolahan hasil pertanian/Agroindustri
Terdapat berbagai kegiatan dalam subsistem ini, dimulai dengan pengumpulan hasil
pertanian dan diakhiri dengan pengolahan dan penyimpanan. Subyek kegiatan subsistem ini
adalah pengumpul produk, pengolah, pedagang, pengalengan, dan sebagainya. Industri yang
mengolah hasil pertanian dikenal dengan istilah agribisnis hilir. Perannya sangat penting
jika diperkenalkan di pedesaan karena dapat menjadi penggerak ekonomi pedesaan dengan
menyerap/menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan dan kekayaan
pedesaan.
d. Subsistem pemasaran hasil pertanian
Subsistem pemasaran hasil adalah memasarkan produk untuk sampai ke konsumen
akhir. Sebagian besar produk kami dijual langsung ke konsumen. Bagi yang lain,
pengolahan dilakukan terlebih dahulu baru kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku
kegiatan subsistem ini adalah pedagang hingga konsumen.
e. Subsistem jasa penunjang
Subsistem Layanan Pendukung adalah segala jenis kegiatan yang dirancang untuk
mendukung, melayani, dan mengembangkan lebih lanjut kegiatan Subsistem Hulu,
Pertanian, Agribisnis, dan Pemasaran. Organisasi yang terlibat dalam kegiatan ini adalah
organisasi penasehat dan penasehat yang memberikan pelayanan informasi yang dibutuhkan
petani dan mengembangkan teknik produksi dan budidaya pertanian. Lembaga keuangan
seperti bank memberikan layanan dalam bentuk pinjaman. Sedangkan lembaga penelitian,
baik pusat penelitian maupun perguruan tinggi, menyediakan jasa seperti teknik industri,
informasi, dan teknologi untuk pengelolaan hasil penelitian dan pengembangan.
Globalisasi pada
Pertanian
Startegi dalam
Menghadapi Globalisasi
Tindakan Antisipasi
Pengaruh Buruk
Globalisasi
Efek yang tidak diinginkan juga terjadi ketika komoditas yang diperdagangkan lemah
dan tidak kompetitif. Selain itu, karena tujuan globalisasi adalah untuk mencapai “level
playing field”, alokasi perdagangan dunia bergantung pada kemauan negara untuk
memanfaatkan peluang yang ada.
Hal ini bisa terjadi karena pembukaan pasar yang terlalu liberal (radical liberalization)
dan pemotongan subsidi dalam negeri yang terlalu radikal. Akibatnya, langkah-langkah
yang diambil terhambat oleh program penyesuaian struktural. Bahkan, akibat liberalisasi,
pemerintah tidak lagi leluasa mengambil kebijakan karena Indonesia tidak sepenuhnya siap
seperti yang direncanakan. Keuntungan ekspor hanya masuk ke pelabuhan, sedangkan
kegiatan lain seperti transportasi, perbankan dan asuransi diambil alih oleh negara maju.
Artinya, globalisasi saat ini gagal menciptakan level playing field. Karena perbedaan tingkat
pembangunan ekonomi, infrastruktur dasar, sumber daya manusia dan teknologi, keadaan
ini jauh dari yang diharapkan. Karena negara maju tidak memiliki kewajiban untuk
membantu negara berkembang, dan karena akses pasar di negara maju tetap tinggi,
perlakuan khusus dan diskriminatif terhadap negara berkembang tidak banyak gunanya
(penurunannya relatif kecil dan tingkat dasar tahunan). . masih mahal). Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya dukungan domestik di negara-negara maju. Kenyataannya, negara
maju hanya memindahkan subsidi dari satu kotak ke kotak lain (terutama blue box).
Dalam konteks globalisasi, intensitas dan ruang lingkup persaingan sangat luas.
Pesaing yang dihadapi perusahaan bukan lagi lokal atau geografis, melainkan raksasa global
asing yang memperebutkan pasar. Sebagian besar industri mengalami globalisasi, yang
didorong oleh apa yang kita sebut empat faktor utama. 4C: Customers, Cost, Country, dan
Competition (Yip, 1995).
Ada lima faktor utama yang membatasi upaya dan kemampuan perusahaan untuk
melakukan pemasaran global (Johansson; Quelch dan Hoff; Yip, Chandra, 2004).
2. Faktor Industri
Tidak semua industri memiliki karakteristik yang sesuai untuk strategi global. Dengan
kata lain, faktor 4C yang diformulasikan Yip dalam Chandra dkk. (2004) bisa jadi tidak
kondusif untuk ancangan global.
1. Sumber Daya Internal
Tidak semua perusahaan memiliki sumber daya untuk melakukan pemasaran global
secara efektif. Sumber daya ini meliputi keuangan, sumber daya manusia, waktu,
jaringan distribusi, dll.
2. Bauran Pemasaran yang Berbeda
Tidak semua unsur aktivitas bauran pemasaran bisa diglobalisasi. Sebagai contoh,
meskipun desain produk kerapkali seragam antar negara tujuan pemasaran, namun
hambatan bahasa dan budaya seringkali menghambat upaya standarisasi kewiraniagaan
(salesmanship).
3. Krisis Global
Integrasi strategi antar negara secara ketat bisa mengakibatkan perusahaan lebih rentan
terhadap krisis finansial global. Pada saat pasar modal mengalami krisis di akhir dekade
1990-an, integrasi global membuat tidak satupun negara yang kebal terhadap dampak
krisis finansial global.
4. Differentiated Globalization
Empat faktor di atas berarti bahwa strategi pemasaran global yang mengglobalkan semua
kegiatan pemasaran di seluruh papan tidak selalu layak. Padahal, Rugman (2001)
menekankan bahwa perusahaan multinasional sangat perlu menyesuaikan produknya
dengan kebutuhan pasar lokal. Dengan kata lain, pendekatan umum dalam praktiknya adalah
menggabungkan standardisasi dan kustomisasi dalam praktik pemasaran. Misalnya, sebuah
perusahaan dapat menjual lini produk, desain produk, dan nama merek yang sama di mana-
mana, tetapi menstandarkan strategi produknya dengan menyesuaikan penjualan dan
komunikasi pemasarannya dengan kondisi lokal. Istilah yang umum digunakan untuk situasi
ini adalah glokalisasi (lokalisasi global). Menurut Svensson (2001), glokalisasi berarti
optimalisasi proses standardisasi dan kustomisasi, homogenisasi dan kustomisasi kegiatan
bisnis perusahaan. Konsep ini mencakup perencanaan strategis regional, internasional,
multilateral dan global.
4.5 Strategi Perusahaan yang bergerak di Agribisnis Dalam Menghadapi Globalisasi
1. Aliansi Strategik Global dengan Lini yang Luas
perjanjian kerja sama antara pesaing dan perusahaan nonkompetitif. Sasaran
termasuk cara memasuki pasar luar negeri, berbagi biaya tetap dan menanggung risiko
dalam pembuatan produk baru, melengkapi keterampilan dan aset (kompetensi khusus),
mengatasi hambatan hukum dan perdagangan, dan meningkatkan bisnis yang
ada.Meningkatkan jangkauan, mengurangi risiko, dll. Biaya memasuki pasar baru. Dalam
lingkungan global baru dengan meningkatnya persaingan dan pilihan produk dan opsi,
kemitraan bukan hanya opsi perencanaan, tetapi juga keharusan strategis.
2. Strategi Korporasi
Perhatian utama dari strategi perusahaan adalah mengenali usia bisnis ketika
perusahaan harus fokus pada operasi dan bersaing untuk memaksimalkan keuntungan
jangka panjang. Di atas segalanya, sebuah perusahaan hanya dapat fokus pada satu lini bisnis.
Keuntungan utama dari berkonsentrasi pada satu area bisnis adalah Anda dapat
menggunakan semua sumber daya Anda untuk berhasil dalam bisnis pilihan Anda. Strategi
ini sangat cocok untuk industri yang tumbuh cepat yang membutuhkan sumber daya dalam
jumlah besar dan prospek keuntungan yang tinggi. Perusahaan juga dapat melakukan
diversifikasi ke beberapa area bisnis lainnya.
3. Analisis Lingkungan Eksternal
Tidak semua perusahaan memiliki sumber daya untuk melakukan pemasaran global
secara efektif. Sumber daya ini meliputi keuangan, sumber daya manusia, waktu, jaringan
distribusi, dll.
4. Analisis Lingkungan Internal
Lingkungan internal (lingkungan dalam perusahaan). Analisis lingkungan internal
dalam suatu organisasi bertujuan untuk menilai atau mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan masing-masing departemen seperti produksi, penelitian dan pengembangan
(RandD), pemasaran, penjualan, perencanaan, keuangan, administrasi, sumber daya
manusia (SDM), dll.
5. Strategi Tingkat Bisnis
Strategi tingkat bisnis adalah langkah-langkah yang diambil manajer untuk
memanfaatkan sumber daya dan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif dibandingkan rekan industri. Dasar pengembangan BLS adalah kebutuhan
pelanggan (apa yang diinginkan), kelompok pelanggan (siapa yang membutuhkan), dan
kompetensi yang kuat (kemampuan istimewa) untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
6. Strategi Fokus
Memfokuskan pada segmen pasar tertentu; perusahaan melakukan sepesialisasi.
Misalnya pasar “orang kaya”, petualang, vegetarian, mobil balap, mobil angkutan dan lain
sebagainya.
7. Strategi Internasional
Menciptakan nilai dimata internasional dengan mentransfer skill dan produk
bernilai tinggi, produk yang khas dibuat di Negara asal dan di jual di Negara lain. Strategi
ini hanya sesuai bila pasar asing tidak memiliki distinct competency, dan tekanan untuk
reduksi harga dan respon lemah. Bila tekanan meningkat strategi ini menjadi tidak sesuai.
8. Strategi Multidomestik
Mengupayakan respon lokal maksimal, menyesuaikan produk pada kondisi-kondisi
lokal. Strategic multidomestik cenderung membentuk semua fungsi dan cenderung memiliki
biaya tinggi, cocok dipakai bila ada tekanan berat untuk respon lokal tetapi tekanan reduksi
biaya kecil.
9. Restructuring strategy
Strategi menciutkan scope perusahaan dengan meningkatkan area bisnis tertentu.
Ada beberapa hal yang perlu diantisipasi pada era global sekarang ini dan masa
mendatang khususnya dalam bidang pertanian, antara lain:
1. Pentingnya penguasaan teknologi dan informasi.
Aspek ini berjalan begitu cepat dan pengaruhnya dapat dilihat di berbagai aspek
kehidupan. Oleh karena itu, sektor pertanian perlu dibangun dengan memanfaatkan
teknologi (dan informasi ini) guna menuju pertanian modern.
2. Meningkatnya jumlah key players di sektor pertanian.
sektor pertanian bukanlah sektor yang dikendalikan oleh Kementerian Pertanian,
melainkan sektor yang dikendalikan oleh banyak departemen seperti Kementerian
Perdagangan, Perhubungan dan Keuangan, yang memerlukan koordinasi yang baik
antar lembaga tersebut. Ini juga berlaku untuk level yang lebih rendah. Masalah
pertanian tidak hanya menjadi perhatian petani, tetapi juga membutuhkan keterlibatan
pedagang, pemerintah daerah dan lembaga yang terlibat dalam distribusi alat produksi,
pengaturan pengairan dan pembelian hasil pertanian. Semakin modern sektor pertanian,
semakin penting dinamika koordinasi/kerja sama antara organisasi dan produsen.
3. Meningkatnya perubahan preferensi konsumen pada produk-produk pertanian.
Perubahaan preferensi konsumen perlu diantisipasi secara cepat. Misalnya, konsumen
buah kates atau mangga, kalau dahulu menghendaki ukuran yang besar, namun kini
ukuran kecil.
4. Perubahan harga yang cepat karena munculnya key players baru di perdagangan
produk-produk pertanian. Kini peran Vietnam dan China menjadi aktif di Asia ini.
Australia kini memproduksi pertanian tropis seperti mangga, nanas, dan sebagainya.
5. Menyempitnya lahan pertanian.
Bahkan di Indonesia, masalahnya bukan saja semakin menyempitnya lahan pertanian,
namun ketergantungannya produk pangan di Jawa (60% lebih) pada luas daratan yang
hanya sekitar 7%. Jumlah petani kecil (petani yang menguasai kurang dari 0,5 ha)
menjadi semakin bertambah.
6. Meningkatnya kesadaran kesehatan menyebabkan perubahan kualitas produk pertanian.
Dengan semakin sadarnya konsumen akan kesehatan, maka produk pertanian harus bisa
mengantisipasi. Produk yang bebas pestisida, kini banyak diminati konsumen.
7. Perubahan iklim/cuaca yang kini mulai sulit diprediksi. Di sini produsen perlu pandai-
pandai mengantisipasinya. Tentu saja juga perlu ada bantuan dari lembaga yang
menangani masalah cuaca dan perubahannya.
8. Pembiayaan usahatani yang sudah terlanjur mahal karena ekonomi biaya tinggi. Upaya-
upaya efisiensi sangat diperlukan, usahatani bebas pestisida atau usahatani modem yang
menggunakan sedikit input bisa dikembangkan (seperti hydroponics atau aeroponics).
Dari uraian singkat di atas, maka pertanian masa depan di Indonesia yang mampu
mengantisipasi perubahan yang cepat pada era global adalah pertanian yang sebagian besar
diusahakan di lahan sempit yang menggunakan teknologi modern, produknya mempunyai
nilai tambah yang tinggi, produk yang dijual sebaiknya produk dari upaya diversifikasi
produk yang vertikal maupun yang horisontal (misal: tanaman ubi kayu tidak dijual
umbinya), namun produk derivative-nya, yaitu kripik ubi (cassava creekers), dan produk
pertanian yang menguntungkan dan mempunyai prospek pasar.
Dari berbagai variabel yang mencirikan produk agribisnis pada era global di atas,
maka ada dua hal yang dominan yang dibahas dalam paper ini, yaitu:
Productivity = Output/Input
Ukuran di atas sering pula dijadikan ukuran dari efisiensi, sehingga rumus di atas dapat
ditulis:
Jadi kalau penggunaan input yang efisien akan menyebabkan produktivitas akan
menaik. Oleh karena pencapaian efisiensi sangat berada di tangan produsen, maka variabel
seperti keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), pengalaman (experience) dan
penguasaan teknologi menjadi amat penting.
TFP = Output/Input
Jadi kalau penggunaan sumber daya manusia (labour) bisa diefisienkan pada luasan
lahan dan kapital yang pada kondisi ceteris paribus (konstan), maka TFP akan menaik. Kalau
peran variabel tenaga kerja (labour) ini dikaitkan dengan variabel luas lahan, maka:
di mana:
A = Area
Dari rumus (7) dapat dijelaskan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan
dengan cara:
Jadi berapa pendapatan per kapita rumah tangga pedesaan yang sebagian besar terdiri
dari petani? Hasil SUSENAS menyajikan gambaran data untuk empat provinsi (Jawa Barat,
Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) dimana sekitar 56% pendapatan rumah
tangga pedesaan berasal dari pertanian. 47,5% pendapatan rata-rata di Jawa Barat dan Jawa
Timur berasal dari pertanian. Angka ini lebih rendah dari 64% untuk dua provinsi non-Jawa
(Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan). Artinya, peran sektor pertanian non-Jawa masih
besar. Rata-rata di empat negara bagian, kita dapat melihat bahwa 78,0% pendapatan berasal
dari tanaman pangan, 4,6% dari industri dalam negeri, 11,4% dari operasi komersial, dan
sisanya 6,0% dari operasi lainnya.
Upaya kearah ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah (dan swasta), antara lain
program Bapak-Anak Angkat, program Inti-Plasma, Inpres Desa Tertinggal, Jaringan
Pengaman Sosial, Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K), BIMAS, INMAS,
Proyek Pembangunan Kawasan Terpadu, Proyek Pengembangan Lahan Kering, dan banyak
lagi. Masalahnya adalah memang terlalu banyak petani yang harus diurusi dan ini memang
bukan pekerjaan yang mudah. Seringkali mudah diucapkan, namun sangat sulit
implementasinya. Oleh karena itu disarankan agar memberikan skala prioritas program,
diutamakan program yang mempunyai impak yang nyata dan skala luas.
Walaupun agribisnis dan sektor pertanian masih menjanjikan untuk masa depan, namun
sektor ini perlu dibangun secara lebib serius lagi. Sektor pertanian bukan saja mampu
menyumbangkan sekitar 16% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),
namun sektor ini juga mampu menyumbangkan pangan khususnya beras yang diperlukan
masyarakat sekitar 70-80% kebutuhan, menyerap banyak tenaga kerja (sekitar 49,3%),
mendorong munculnya kesempatan berusaha untuk sektor yang lain (penyedia material
untuk industri non-pertanian), dan juga penghasil devisa dari basil ekspor. Namun karena
sekarang ini terjadi transformasi struktural, maka sektor pertanian perlu dibangun dengan
menyesuaikan perubahan struktural tersebut. Perubahan struktural ini, antara lain perubahan
pembuat kebijakan sektor pertanian sehubungan dengan otonomi daerah, pangsa sektor
pertanian terhadap PDP yang terus menurun, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian
yang selalu lebih rendah dari kenaikan produksi rata-rata, keterkaitan sektor pertanian dan
sektor ekonomi yang lain yang semakin tinggi, ketergantungan pangan yang sebagian besar
(60%) ada di Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas Indonesia, penghasil devisa di sektor
pertanian ada pada beberapa produk perkebunan tertentu seperti karet, kelapa sawit, kopi
dan lada yang mencapai 70%, ekspor produk pertanian hanya terarah ke negara-negara
tertentu sehingga mengakibatkan ketergantungan ekspor pada negara tersebut, usaha
pertanian masih didominasi petani kecil yang ada di Jawa, perubahan preferensi konsumen
yang begitu cepat, konsumen yang aware akan produk pertanian yang bebas pestisida, dan
sebagainya.
Penyesuaian atau adaptasi ini sangat bergantung pada tiga hal. pelaku pembangunan
pertanian, khususnya dimensi petani, dimensi kemampuan belajar dan menggunakan
teknologi. Produsen terutama petani kita sebenarnya adalah petani. Sebagian besar dari kita
(79,7%) adalah lulusan sekolah dasar atau tidak. Sehingga politik selalu berpihak pada
kepentingan petani. , mampu menggunakan teknologi dan informasi yang diperlukan untuk
memprediksi masa depan pertanian, khususnya setelah AFTA. Artinya, produk kita bisa
bersaing di pasar global. Untuk itu, pertanian negara kita harus berorientasi pada budidaya
di lahan kecil, tetapi budidaya harus dilakukan dengan cara modern. Jenis tanaman dipilih
dari peternakan dengan nilai tambah produksi yang tinggi dan daya jual yang tinggi.
Langkah struktural seperti mengarahkan pembangunan pertanian di luar Jawa, menargetkan
ekspor tidak hanya ke negara tertentu, dan memperluas atau meningkatkan produk dengan
elastisitas permintaan tinggi yang tidak bergantung pada produk tertentu seperti saat ini,
ketergantungan kita perlu dikurangi. Upaya membangun pertanian pada produk yang
holistik dan unggul yang sudah dicoba perlu digali lebih jauh, dan produk yang
menunjukkan elastisitas permintaan yang tinggi ini perlu terus diupayakan.
Terakhir, dalam hal pengelolaan atau pengelolaan, perlu diberdayakan tidak hanya
petani tetapi juga pelaku pembangunan pertanian lainnya. Aspek koordinasi dan
pengembangan kelembagaan di perdesaan seperti bank atau lembaga keuangan non bank,
penyuluh pertanian, penyalur alat produksi dan koperasi. Dalam rangka memimpin
pembangunan pertanian di setiap daerah, perlu terus dipupuk terciptanya petani yang
memiliki keterampilan manajemen dan kewirausahaan yang tinggi.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada paper ini didapat kesimpulan
berupa:
1. dampak dari globalisasi adalah terjadi peningkatan tantangan dengan semakin
meningkatnya persaingan. Hal ini menyebabkan negara dengan daya saing rendah
akan semakin sulit bersaing.
2. Tantangan terbesar dari globalisasi terhadap agribisnis lokal yaitu munculnya
pesaing yang bisa memproduksi barang agribisnis dengan biaya yang lebih murah
maupun kualitas yang lebih bagus.
3. Terdapat beberapa startegi yang dapat diterapkan dalam menghadapi globalisasi,
salah satunya aalah dengan melakukan kerjasama bisnis untuk melakukan efesiensi
bisnis.
4. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, para pelaku yang bergerak dibidang
agribisnis lokal harus mampu menguasai teknologi informasi serta memiliki
kemampuan untuk bersaing dengan pesaing baik dalam maupun luar negeri.
5.2 Saran
1. Untuk para pelaku usaha yang bergerak dibidang agribisnis lokal diharapkan untuk
bisa bersaing dengan pesaingnya dengan terus mengembangkan produk berupa
barang atau jasa yang ditawar agar mampu bersaing.
2. Untuk pemerintah diharapkan untuk bisa melakukan proteksi/perlindungan terhadap
para pelakua agribisnis lokal agar tidak kalah dengan para pesaing dari negara lain.
DAFTAR PUSTAKA